“Pria ini adalah—”
“Aku minta maaf atas nama adikku.” Belum sempat petugas memperkenalkan pria itu, Samantha langsung menyela sambil sedikit membungkukkan badannya dan meminta maaf dengan tulus.“Oh, sepertinya kamu salah paham. Aku bukan pemilik mobil, jadi kamu tidak perlu meminta maaf kepadaku.” Pria itu berusaha meluruskan. “Kurasa kamu harus duduk untuk mendengar penjelasan tentang permasalahan ini serta melihat buktinya.”Mereka pun duduk di kursi yang disediakan. Samantha serius mendengarkan penjelasan serta melihat bukti berupa rekaman video di mana Elnathan, adiknya, melakukan aksi anarkis.Yang membuat Samantha tidak habis pikir adalah alasan kenapa adiknya melakukan tindakan tidak terpuji tersebut hanya karena seorang wanita mempekerjakannya. Dan kemudian membawanya pada nasib buruk sebab salah menerima informasi dan berujung merusak mobil orang lain.Tepat sebelum video rekaman berakhir, pria bermata biru memberi isyarat pada petugas yang duduk di balik meja kerja agar meninggalkannya berdua dengan Samantha Rayne.“Perkenalkan, aku Jasper Williams. Aku di sini mewakilkan atasanku selaku pemilik mobil yang dirusak oleh adikmu,” ujar pria itu memperkenalkan diri.Samantha menyambut uluran tangan Jasper untuk bersalaman. “Samantha Rayne,” sahutnya lirih.“Uhm. Jadi, Nona Rayne, bagaimana kamu akan menangani permasalahan ini? Sejujurnya atasanku bersikeras ingin membawa masalah ini ke jalur hukum,” kata Jasper. Tentu saja tidak! Kalimat itu hanya sebuah gertakan.“Apa? Bisakah dia tidak melakukan itu? Aku tidak bisa membiarkan adikku dipenjara.” Samantha terlihat panik. Ia tidak bisa membiarkan adik satu-satunya itu mendekam di dalam penjara. Samantha sudah berjanji akan menjaga adiknya bagaimanapun juga.Jasper bergumam panjang. “Aku di sini hanya mewakilkannya. Semuanya bergantung pada keputusan atasanku. Atau mungkin kamu bisa menemuinya dan mencoba berbicara dengannya untuk bernegosiasi?”Jasper meraih kartu nama di dalam saku jas miliknya, kemudian memberikannya pada Samantha. “Ini kartu namaku.”Samantha memandang sejenak kartu nama Jasper sebelum akhirnya memasukkan kartu nama tersebut ke dalam tasnya. “Jadi, ke mana aku harus menemui atasanmu itu?” tanyanya.“Oh, benar. Namanya Dante Adams. Kamu bisa menemuinya di LUX Holding, dia bekerja di sana.”Dante Adams dan LUX Holding. Samantha sudah memasukkan kedua hal itu ke dalam kepalanya.“Baik, terima kasih. Lalu, apakah aku bisa menemuinya sekarang?” tanyanya. Samantha ingin masalah ini segera beres agar adiknya bisa bebas.Jasper menggelengkan kepala. Sedetik kemudian kedua sudut bibirnya tersungging ke atas hingga membuat kedua matanya sedikit menyipit. “Sayangnya tidak, Nona Rayne. Sekarang dia sedang dalam perjalanan bisnis, mungkin kamu bisa menemuinya lusa setelah jam makan siang.”“Benarkah? Lalu adikku bagaimana? Apa dia akan ditahan hingga aku bisa bernegosiasi dengan atasanmu itu?”***Dua hari kemudian, Samantha datang ke LUX Holding untuk menemui Dante Adams, si pemilik mobil. Besar harapannya bahwa pria itu mau bernegosiasi sehingga Elnathan tidak perlu mendekam di penjara.“Halo, apa ada yang bisa dibantu?” sapa Sage, resepsionis yang sedang bertugas hari ini.“Uhm, halo. Bisakah aku bertemu dengan Tuan Dante Adams?” kata Samantha dengan sedikit gugup.“Apa Anda sudah membuat janji?” tanya Sage dan Samantha menjawab dengan menggelengkan kepala. “Sayang sekali, tidak ada yang bisa bertemu dengan Tuan Dante jika belum membuat janji.”“Kalau begitu, bagaimana dengan Tuan Jasper Williams? Apa aku bisa bertemu dengannya tanpa membuat janji terlebih dahulu?” Samantha mencoba peruntungannya.“Tidak. Kamu juga tidak bisa menemuinya tanpa membuat janji.”“Tapi, sebenarnya Tuan Jasper yang menyarankanku untuk datang kemari hari ini. Tolong, bisakah kamu memanggilnya untukku? Katakan Samantha Rayne ada di sini.”Sage menghela napas kasar dan sedetik kemudian kepalanya menggeleng sebagai jawaban.Samantha pun langsung teringat dengan kartu nama yang Jasper berikan padanya saat mereka di kantor polisi. Dengan sedikit tergesa Samantha membuka tas miliknya lalu mencari kartu nama milik Jasper. Wanita itu merasa sangat lega sebab kartu nama tersebut masih ada di sana.Tepat di depan Sage, Samantha mengetikkan nomor telepon Jasper lalu menghubunginya. Panggilan pertama diabaikan. Panggilan kedua juga diabaikan. Namun Samantha beruntung sebab ia berhasil pada panggilan ketiga.“Halo, Tuan Williams. Ini aku, Samantha Rayne,” ucap Samantha saat panggilannya bersama Jasper berhasil tersambung.“Oh maafkan aku, Nona Rayne. Tadi aku sedang rapat. Ada apa kamu menghubungiku?” sahut Jasper langsung pada intinya. Pria itu tersenyum melirik Dante yang duduk di sebelahnya.“Bukan masalah, Tuan Williams. Sebenarnya sekarang aku berada di lobi LUX Holding. Aku meminta resepsionis untuk bertemu denganmu, tapi dia bilang tidak bisa.” Samantha menatap Sage yang berdiri di balik counter.“Benarkah? Kalau begitu tolong tunggu di sana, aku akan turun menjemputmu.”Tak lama kemudian, Jasper akhirnya datang. Samantha dibawa ke sebuah ruangan eksekutif di lantai atas.Hal pertama yang Samantha lihat saat kedua kakinya memasuki ruangan Dante adalah punggung pria itu. Tanpa Samantha sadari jika ia sampai meneguk salivanya dengan susah payah. Bahkan melihat punggung Dante saja sudah membuatnya merasa terintimidasi.“Nona Rayne ada di sini.” Jasper mengumumkan kedatangan Samantha dan Dante langsung berbalik menghadap mereka.Sepersekian detik lamanya kedua mata Samantha dan Dante saling menatap satu sama lain. Jika saja mereka bertemu pada situasi yang memungkinkan, mungkin Samantha akan terpesona terhadap pria bernama Dante itu.“Kudengar kamu ingin bertemu denganku. Ada apa?” Dante melangkah menuju sofa kemudian memosisikan dirinya di sana. Duduk bersandar dengan kaki bersilang, menatap Samantha yang masih bertahan di atas pijakannya. “Tidak ingin duduk, Nona Rayne?”Jasper mengulurkan tangan kanannya sebagai isyarat bahwa Samantha bisa duduk di seberang Dante. Dan wanita itupun setuju lalu memosisikan dirinya di sana.“Aku akan langsung saja. Aku datang ke mari untuk bernegosiasi denganmu, Tuan Adams.”Dante masih mempertahankan wajah datarnya. Jelas sekali ia adalah pria yang angkuh, dilihat dari bagaimana cara ia menatap Samantha seolah wanita itu bukan siapa-siapa.“Bernegosiasi, hmm, itu menarik.” Dante tersenyum miring. “Tapi, Nona Rayne. Aku tidak tertarik. Mobil itu adalah mobil kesayanganku dan adikmu dengan beraninya merusak sesuatu yang aku sayangi.”Sekujur tubuh Samantha seketika merinding mendengar kalimat yang baru saja Dante ucapkan dengan begitu percaya diri. Gawat. Ini benar-benar gawat.“Sungguh aku meminta maaf atas namanya. Tapi, Tuan Adams, bisakah kamu tidak memasukkan adikku ke penjara? Aku akan mengganti semua kerugiannya. Please.”Kedua mata Samantha sampai bergetar. Memikirkan Elnathan akan mendekam di balik jeruji benar-benar suatu pukulan yang teramat keras baginya. Itu artinya ia sudah gagal memenuhi janji yang ia buat dengan mendiang ibunya.Lagi-lagi Dante tersenyum miring. “Apa kamu tahu berapa harga mobil itu, Nona Rayne? Aku cukup terkesan mendengar kamu akan mengganti semua kerugian, tetapi aku meragukan hal itu,” tukasnya lalu memberi isyarat kepada Jasper untuk memberi tahu Samantha berapa harga mobil kesayangannya itu.“Nona Rayne, harga mobil yang dirusak oleh adikmu adalah delapan belas juta dollar.”Kedua mata Samantha sontak membulat dan nyawanya seakan ingin keluar dari raganya saat mendengar angka yang fantastis itu. Elnathan adalah orang gila yang merusak mobil semahal itu hanya demi uang yang tidak seberapa.Samantha berusaha menyembunyikan kegugupannya meski hal itu sia-sia. Dante dan Jasper dapat melihat dengan jelas jika wanita itu tidak baik-baik saja.“Kamu benar, Tuan Adams. Aku tidak bisa mengganti rugi karena sejujurnya aku adalah Wanita miskin. Tapi sebagai gantinya aku akan melakukan apapun untukmu.”Ini adalah bentuk dari keputusasaan Samantha. Bahkan jika Dante menginginkan hidupnya, Samantha akan merelakannya.“Apa kamu yakin, Nona Rayne?” Dante bertanya dengan mata berbinar.Samantha mengangguk pelan. Meski ada keraguan di dalam hatinya, tetapi ia benar-benar tidak punya pilihan.“Bagaimana jika aku ingin kamu melayaniku di atas ranjang? Apa kamu akan tetap melakukannya?”“Kenapa tidak? Aku akan melakukannya jika hal itu dapat membuatmu puas dan melupakan masalah yang ditimbulkan adikku,” sahut Samantha bergetar.Dante hampir tertawa melihat sikap sok berani Samantha. “Tapi aku tidak tertarik dengan hal itu, Nona Rayne,” ujarnya.Samantha merasa sangat lega. Namun belum lama perasaan lega itu menyelimuti hatinya, kalimat selanjutnya yang keluar dari mulut Dante membuat Samantha sampai membulatkan mata.“Aku ingin kamu menikah denganku, Nona Rayne.”“APA? Menikah denganmu?” Samantha merasa jika Dante adalah pria bajingan yang sedang mempermainkannya. Bagaimana bisa pria itu menginginkan hal tidak masuk akal seperti pernikahan pada pertemuan pertama mereka? Tidakkah Dante tahu apa yang dia bicarakan sekarang? “Lebih tepatnya menikah kontrak denganku. Aku ingin kamu menjadi istri kontrakku selama satu tahun. Jika kamu melakukannya, aku tidak hanya melupakan masalah adikmu yang merusak mobil seharga delapan belas juta dollar itu. Tapi aku juga akan memberimu satu juta dollar jika kinerjamu memuaskan.” “Tapi, kenapa?” Samantha tidak mengerti, kenapa Dante mengajaknya menikah kontrak? “Aku mempunyai alasanku sendiri dan kamu tidak perlu tahu hal itu. Tapi, semua kembali pada keputusanmu sendiri. Jika kamu merasa keberatan, kamu hanya harus mengganti rugi atau aku akan menyeret adikmu ke penjara.” Astaga Ya Tuhan. Kenapa pria ini memberi Samantha pilihan yang begitu sulit? Tetapi bukankah menikah kontrak selama satu tahun sedikit l
Dante terus mengetukkan jari tangannya sementara kedua matanya menatap pintu ruangan dengan gelisah. Jam makan siangnya telah berakhir dua puluh menit yang lalu tetapi Samantha masih belum menampakkan batang hidungnya. “Apa dia berubah pikiran? Sudah dua puluh menit berlalu tapi dia masih belum datang.” Dante bergumam menatap Jasper. “Dia tidak berubah pikiran, Dante. Hanya saja kamu tiba-tiba merubah jam makan siangmu. Sebelumnya dia bertanya padaku pukul berapa seharusnya dia datang dan aku menyarankannya sesuai dengan jadwal makan siangmu biasanya. Jadi, bukan salahnya karena masih belum datang sekarang.” “Lalu maksudmu ini salahku?” “Aku bukan menyalahkanmu, aku hanya memberimu jawaban atas kemungkinan mengapa Nona Rayne belum juga datang. Lagi pula di luar sedang hujan. Dia pasti kesulitan mendapat taksi.” Dante menatap Jasper dengan sedikit heran. “Kenapa kamu memanggilnya dengan formal begitu? tanyanya. “Memangnya kenapa? Aku hanya … tunggu sebentar, ponselku bergetar.” De
Samantha sedikit merenung memikirkan bahwa kurang dari tiga minggu lagi dia akan menikah. Sebenarnya tidak ada yang salah dengan pernikahan. Hal itu jelas impian bagi setiap wanita yang jatuh cinta pada pasangannya sehingga ingin menghabiskan seluruh hidupnya bersama orang itu. Namun dalam kasus Samantha, pernikahan justru bagaikan sesuatu yang akan menawan hidupnya. Samantha tidak mengenal Dante. Sedikit pun tidak. Tetapi dia akan menghabiskan satu tahun penuhnya untuk menjadi istri kontrak pria itu. Entah dosa apa yang telah Samantha lakukan di masa lalu hingga harus terjebak dalam situasi rumit dan konyol seperti pernikahan kontrak. Samantha hanya berusaha untuk berlapang dada menerima semua hal itu. Jika saja bukan demi Elnathan Rayne, Samantha tidak akan bertindak sejauh ini. “Hey, memikirkan apa?” Nicole menyikut Samantha dengan lengannya. “Bukan apa-apa. Aku hanya sedang memikirkan sesuatu.” Samantha berusaha tersenyum meski terlihat jelas senyumnya begitu canggung. “Memiki
Malam ini Dante memutuskan untuk pulang lebih awal dan makan malam bersama keluarganya. Dante merasa ini adalah waktu yang tepat untuk memberi tahu orang tuanya tentang rencana pernikahannya dengan Samantha. Sekarang, pria itu duduk di ruang makan bersama ibu, ayah, serta adiknya. Di seberang Dante, Nyonya Adams sama sekali tak bisa menyembunyikan perasaan senangnya saat melihat putranya itu duduk di meja makan malam ini. Biasanya Dante selalu beralasan jika ibunya menyuruh untuk pulang lebih awal agar bisa makan malam bersama. Tetapi malam ini pria itu duduk dan menikmati makan malamnya dengan tenang. Tidak ada perasaan curiga sedikitpun di benak Nyonya Adams mengapa putranya itu mau duduk makan bersama. Ia hanya kelewat senang hingga tak memikirkan apapun. Dante meletakkan sendok makannya di atas piring. Kemudian menatap ibu dan ayahnya secara bergantian. Dante sudah siap untuk mengumumkan rencana pernikahannya dengan wanita pilihannya. “Sebenarnya, aku ikut makan malam hari ini
Saat ini Samantha dan Dante sedang duduk di dalam sebuah ruangan khusus bersama dua orang staf yang menjelaskan dengan detail perihal cincin yang direkomendasikan. Samantha tidak tahu jika di dunia ini ada hal-hal semacam ini. Saat Dante menyuruhnya datang ke mari untuk memilih cincin pernikahan, Samantha mengira mereka akan memilihnya di counter depan. Samantha tahu, Dante adalah pria kaya raya. Tetapi Samantha sama sekali tidak menduga jika pria itu akan begitu totalitas seperti sekarang. Padahal Dante bisa saja memberikan sebuah cincin yang sederhana mengingat pernikahan mereka hanya sebatas kontrak. “Aku tidak tahu harus memilih cincin yang mana. Bagaimana menurutmu?” Samantha menatap Dante yang duduk di sampingnya. Semua cincin yang direkomendasikan begitu berkilau. Samantha berani bertaruh jika cincin-cincin tersebut memiliki harga yang sangat fantastis. Ia tidak memiliki keberanian untuk memilih. “Jangan menanyaiku. Jika ada cincin yang kamu suka, langsung katakan saja pada
Dante dan Samantha saling bergandengan tangan saat berjalan keluar dari restoran. Dante sengaja melakukan hal tersebut tepat di depan gadis berambut panjang yang mengekori mereka hingga ke mobil. “Maafkan aku, Clara. Tapi aku tidak berniat untuk membawamu di dalam mobilku. Aku hanya ingin berduaan dengan Samantha.” Dante berujar pada Clara. Clara Johnson. Putri kedua dari keluarga Johnson. Gadis yang selama ini begitu diimpikan oleh Nyonya Adams untuk menjadi istri Dante. Seluruh wajah Clara berubah menjadi merah saat melihat Dante memperlakukan Samantha seolah pria itu sangat mencintainya. Sekujur tubuhnya sampai bergetar kala Dante memberikan ciuman singkat di pipi Samantha sebelum akhirnya membantu gadis itu menutup pintu mobil. Clara benar-benar dibakar api cemburu. “Dante …,” panggil Clara, namun Dante mengabaikannya dan langsung masuk ke mobil. Dante bergegas menginjak pedal gas untuk melajukan mobilnya. Sementara di sampingnya, Samantha sempat menoleh ke belakang untuk mena
Mobil Dante berhenti tepat di depan pintu masuk gedung apartemen Secret Garden. Sebagaimana yang ia tahu, bangunan tersebut adalah salah satu hunian mewah di kota ini. Dante cukup terkejut sebab Samantha punya cukup uang untuk tinggal di sana. “Aku tidak menduga bahwa kamu tinggal di tempat mewah seperti ini. Mengingat kamu pernah mengatakan bahwa kamu adalah wanita yang miskin. Aku tidak tahu orang miskin zaman sekarang tinggal di apartemen mewah seperti Secret Garden.” Samantha sedikit meringis mendengar ucapan Dante tersebut. “Itu adalah apartemen milik Jere, aku hanya menempatinya untuk sementara waktu.” “Jere?” Kening Dante berkerut. Samantha bergumam pelan. “Jeremiah Sinclair, sahabatku,” sahutnya. “Aku mungkin akan menjadi gelandangan jika sahabatku itu tidak menolong.” Kedua mata Samantha tiba-tiba terasa panas. Gadis itu merasa sedih saat mengingat beberapa hal telah menimpanya dalam beberapa waktu terakhir “Sebenarnya aku tiba-tiba diusir dari rumah yang aku sewa. Pa
Saat ini Samantha dan Dante sedang dalam perjalanan pulang setelah mengunjungi vendor kue pernikahan. Samantha sudah memilih kue sekaligus dekorasinya. Gadis itu memilih lemon cake sebagai kue pernikahan mereka nantinya. “Ke mana aku harus mengantarmu?” Dante menatap Samantha yang duduk di samping. “Ke hotel,” sahut Samantha singkat. Gadis itu nampak meringis sambil memegangi perutnya. “Ada apa denganmu? Apa kamu kelaparan lagi?” tegur Dante. Dilihatnya jika sekarang gadis yang duduk di sampingnya itu semakin meringis menahan sakit. Samantha menggelengkan kepalanya dengan pelan. Terlihat jelas jika sekarang dahinya dipenuhi oleh buliran keringat. Membuat Dante yang melihat itu merasa cemas lalu memutuskan untuk menepikan mobilnya ke sisi jalan. “Hey, ada apa denganmu?” Dante melepaskan sabuk pengamannya. Memeriksa Samantha yang kini tertunduk lesu. “Sebenarnya hari ini adalah hari pertamaku datang bulan. Perutku rasanya sakit sekali, Dante.” Samantha sampai meremas perutnya sendi
Malam harinya, Dante dan Samantha datang ke kediaman keluarga Adams untuk memenuhi undangan makan malam Margareth. Meski sebenarnya Dante merasa tidak berminat—Dante masih curiga pada sikap ibunya yang berubah secara mendadak. Namun pria itu tidak bisa menolak keinginan Samantha yang tampak antusias ingin datang. "Ayolah, Honey. Jangan pasang wajah seperti itu. Tersenyumlah.” Samantha merengek ketika melihat ekspresi Dante yang terlihat kaku. Dante menghela napas pelan, kemudian berusaha menyunggingkan kedua sudut bibirnya ke atas. Meski jelas sekali Dante tampak terpaksa, tetapi Samantha tidak ingin berargumen. Setidaknya Dante masih bersedia datang dan saat ini pria itu sedang tersenyum. Orang pertama yang menyambut kedatangan mereka tentu saja Jennifer Adams. Wanita berambut pirang itu terlihat antusias dengan menghamburkan diri memeluk Samantha. “Rasanya sepi tidak ada kalian di rumah ini. Bagaimana kehidupan pernikahan di kediaman sendiri? Pasti sangat menyenangkan, bukan? Kal
Setelah sepakat untuk memulai kembali hubungan mereka, satu minggu kemudian Dante lantas mengajak Samantha untuk keluar dari kediaman keluarga Adams. Keduanya pindah ke griya tawang yang Dante beli beberapa bulan lalu. Tidak ada yang ingin Dante lakukan selain ingin terus bersama dan menghabiskan waktunya dengan istrinya yang cantik itu. Sebenarnya Dante ingin langsung mengajak Samantha pindah ke griya tawang setelah ia membelinya. Namun ada beberapa ketidakyakinan tersirat di dalam hatinya kala itu. Tetapi kali ini Dante sangat yakin untuk melakukannya dan ia bersumpah tidak akan melepaskan Samantha dari hidupnya. Saat ini Dante masih terlelap di atas tempat tidur mereka yang berukuran king size itu. Dan ketika sinar mentari yang memaksa masuk di celah jendela tak sengaja mengenai kelopak matanya, Dante menggeliat sebentar lalu membuka mata. Ditengoknya ke samping kiri dan ia tidak menemukan Samantha di sana. “Honey …,” seru Dante dengan suara parau. “Hey, di mana kamu?” Karena ti
Dante memutuskan untuk mengantar Samantha pulang ke kediamannya alih-alih mengajak gadis itu ke kediaman keluarga Adams. Satu alasan yang Dante pikirkan adalah karena ingin Samantha menenangkan diri dan beristirahat dengan nyaman tanpa ada yang menganggu. Hingga saat ini gadis itu masih tampak syok dan begitu sedih karena insiden penculikan yang didalangi oleh sahabatnya sendiri.Samantha tak banyak berbicara. Dante juga tak banyak melontarkan pertanyaan pada gadis itu. Sekarang keduanya sedang berpelukan di atas ranjang dengan berbalutkan keheningan.“Aku tidak mengerti mengapa Jere melakukan hal semacam itu. Untuk apa dia menculikku?” Samantha keheranan. Keheningan yang semula membalut ruangan tersebut langsung pecah ketika pertanyaan tersebut terlontar dari mulut gadis itu.Dante meneguk saliva dengan sedikit payah. Sejujurnya Dante sudah mengetahui jika keluarga Sinclair telah jatuh bangkrut. Dan alasan Jeremiah menculik Samantha adalah karena pria itu memerlukan banyak uang.Dant
Dante tiba di Panti Asuhan Mida empat jam setelah menerima informasi lokasi dari Jeremiah. Seperti yang pria itu inginkan, Dante datang seorang diri dengan membawa dua buah tas berukuran besar. Dante berjalan sambil mengamati area sekitar, kewaspadaan memenuhi diri pria itu.“Cih! Dasar berengsek. Dia pasti memilih tempat ini setelah menyurvei berkali-kali,” geram Dante.Lokasi yang dipilih Jeremiah sangat jauh dari keramaian. Dante bahkan harus menyetir selama berjam-jam agar tiba di tempat ini. Panti asuhan ini seperti bangunan terbengkalai yang sudah lama ditinggalkan, tidak akan ada yang datang menolong meski seseorang berteriak dengan lantang di tempat ini.Dante terus berjalan hingga akhirnya ia tiba di depan sebuah bangunan tempat Samantha disandera. Dengan kemarahan yang berkobar di dalam dirinya, Dante menendang pintu di depannya itu dan bergegas masuk ke dalam.“Samantha!” teriak pria itu ketika melihat wanita pujaannya tepat di depan mata.Tepat di depannya, Samantha duduk
Keesokan malamnya, Dante kembali mampir ke area kediaman Samantha seperti yang biasa ia lakukan. Namun ada yang aneh kali ini, kediaman gadis itu tampak gelap gulita. Dante sudah berada di sana selama sepuluh menit dan tak ada tanda-tanda keberadaan Samantha di sana. “Apa mungkin dia belum pulang?” gumam Dante curiga. Dante ingat Jennifer memberi tahunya bahwa hari ini Samantha pulang lebih awal. Sekarang jam sudah menunjukkan pukul delapan malam. Lalu, ke mana perginya gadis itu? Setelah bergulat dengan beberapa macam dugaan, Dante memutuskan untuk turun dari mobil dan memeriksa langsung gadis itu di kediamannya. Dante mengetuk pintu hingga beberapa kali sambil memanggil nama Samantha. Namun tidak ada jawaban sama sekali dari gadis itu. Dante semakin gelisah. Dengan cekatan salah satu tangannya meraih ponsel dan menghubungi seseorang dari daftar kontak. Tapi lagi-lagi Dante harus melontarkan sumpah serapah sebab panggilannya tidak berhasil tersambung. “Sial!” umpat Dante kesal. S
Masa kini …. Setelah semua kekacauan yang terjadi, Dante memutuskan untuk mengembalikan rumah yang sempat ia rampas dari Samantha dulu dan memberikan hak milik pada gadis itu. Setiap hari sebelum dan setelah pulang bekerja Dante selalu menyempatkan diri untuk mampir. Tentu saja ia hanya bisa berdiri dari kejauhan dan mengawasi gadis itu sambil berharap keajaiban. Samantha masih tidak bersedia—atau bahkan sudah tidak sudi—untuk bertemu dengannya. Dante sadar tidak ada yang bisa ia lakukan untuk membela diri sekarang. Ia jelas salah dan sekarang ia harus menerima hukumannya. Memikirkan perjanjian mereka akan berakhir dalam beberapa bulan jelas menambah ketakutan di hati Dante. Sebelumnya ia dengan percaya diri dapat mempertahankan Samantha di sisinya. Namun keadaan menjadi terbalik dalam sehari, sekarang Dante tidak yakin ia akan berhasil melakukannya. “Samantha, maafkan aku,” gumam Dante pelan. Tatapan matanya sama sekali tak lepas dari jendela kamar Samantha yang lampunya masih men
Beberapa hari setelah acara peragaan busana ....Dante membaca dengan serius laporan pemeriksaan latar belakang yang ia terima dari Jasper. Tidak ada satu baris kalimat pun yang lolos dari kedua mata Dante. Pria itu membaca semuanya tanpa terkecuali.“Jadi namanya Samantha Rayne,” ucap Dante seraya mengetuk-ngetuk meja dengan jari tangannya.“Nama yang indah. Tidak salah orang tuanya memberi nama Samantha, selaras dengan wajahnya yang juga indah.” Jasper menjawab dengan santai.Dante hanya tersenyum tipis saat mendengar jawaban Jasper. Kedua matanya masih sibuk memindai baris kata yang tertuang di dalam laporan hingga sebuah kalimat berhasil membuatnya tersenyum lega. Sebuah kalimat yang menyatakan jika Samantha Rayne adalah seorang gadis lajang.“Oke, kurasa mudah untukmu membuatnya terlibat denganku. Kamu bisa menjadikan adiknya sebagai umpan.” Dante menutup laporan latar belakang Samantha kemudian memasukkannya ke dalam laci meja kerjanya.“Aku sudah memikirkannya. Ini akan menjadi
Acara peragaan busana Jennifer Adams. Beberapa bulan yang lalu ….“Aku sudah menemukan calon pengantinku.” Kalimat itu meluncur dengan mudah dari mulut Dante.“Benarkah? Apa aku mengenalnya?” Jasper hampir tidak percaya saat mendengar kalimat itu dari Dante.“Tidak, kamu tidak mengenalnya. Bahkan aku pun tidak,” Dante menjawab tanpa menatap Jasper yang duduk menganga di sampingnya, “tapi kita akan segera mengenalnya,” lanjutnya kemudian menunjuk seorang gadis yang berdiri di depan mereka dengan dagunya.Jasper sontak mengarahkan matanya ke arah di mana dagu Dante menunjuk. Meski tidak terlalu yakin apakah gadis dengan balutan gaun pengantin itu adalah yang Dante maksud, Jasper hanya mengeluarkan satu kalimat. “Mengapa dia?” tanyanya.“Entahlah. Aku hanya merasa dia akan mudah dihadapi.” Bahkan Dante sendiri tidak terlalu yakin mengapa ia memilih gadis itu sebagai calon pengantinnya. Hanya saja instingnya mengatakan jika semuanya akan berjalan dengan mudah jika memilih gadis itu.Dante
Dante tidak dapat mempertahankan Samantha meski ia telah memohon pada gadis itu berkali-kali. Sekarang Dante harus menerima kenyataan jika Samantha telah membencinya. Gadis itu tidak ingin melihatnya lagi.“Aku tahu ini adalah hukuman. Tapi rasanya sangat menyakitkan untuk menerima kenyataan bahwa Samantha telah membenciku. Dia tidak ingin melihatku lagi, Jasper.” Dante memijat pelipisnya kemudian mendesah kasar.Di seberangnya, Jasper yang sedari tadi hanya diam menyimak ikut mendesah. “Aku minta maaf karena situasinya menjadi kacau seperti ini, Dante,” kata pria itu terdengar menyesal. Seolah kekacauan ini terjadi karena ulahnya.Dante menggelengkan kepala. “Ini bukan salahmu. Jelas sekali bukan salahmu, kawan,” sahutnya dengan suara lemah.Tidak ada alasan bagi Dante untuk menyalahkan Jasper. Dante bukan seorang pemuda berusia enam belas tahun lagi. Usianya sebentar lagi akan menginjak angka tiga puluh tujuh, tentu saja Dante tidak akan bersikap kekanakan untuk menjadikan Jasper se