Dante terus mengetukkan jari tangannya sementara kedua matanya menatap pintu ruangan dengan gelisah. Jam makan siangnya telah berakhir dua puluh menit yang lalu tetapi Samantha masih belum menampakkan batang hidungnya.
“Apa dia berubah pikiran? Sudah dua puluh menit berlalu tapi dia masih belum datang.” Dante bergumam menatap Jasper.“Dia tidak berubah pikiran, Dante. Hanya saja kamu tiba-tiba merubah jam makan siangmu. Sebelumnya dia bertanya padaku pukul berapa seharusnya dia datang dan aku menyarankannya sesuai dengan jadwal makan siangmu biasanya. Jadi, bukan salahnya karena masih belum datang sekarang.”“Lalu maksudmu ini salahku?”“Aku bukan menyalahkanmu, aku hanya memberimu jawaban atas kemungkinan mengapa Nona Rayne belum juga datang. Lagi pula di luar sedang hujan. Dia pasti kesulitan mendapat taksi.”Dante menatap Jasper dengan sedikit heran. “Kenapa kamu memanggilnya dengan formal begitu? tanyanya.“Memangnya kenapa? Aku hanya … tunggu sebentar, ponselku bergetar.” Dengan cepat Jasper merogoh saku celana untuk mengambil ponselnya. “Ini Nona Rayne,” lanjutnya kemudian menggeser tombol berwarna hijau untuk menerima panggilan telepon dari Samantha lalu menekan tombol speaker agar Dante juga bisa mendengar.“Halo, Tuan Williams. Maaf meneleponmu, tapi bisakah kamu menghampiriku di depan gedung? Aku kehujanan dan basah kuyup, jadi petugas keamanan mengusirku.”“Baiklah, aku akan menghampirimu.”“Sekali lagi aku minta maaf, Tuan Williams. Maaf karena aku terus merepotkanmu,” ucap Samantha sebelum mengakhiri panggilan telepon.Jasper mendengus sebal sementara tangannya dengan cekatan memasukkan ponselnya ke dalam saku. “Ada apa dengan orang-orang ini? Mereka sangat merepotkan sampai harus membuatku turun menjemput wanita itu,” ucapnya kemudian beranjak menuju pintu. Kemarin Sage si resepsionis, sekarang petugas keamanan. Jasper benar-benar dibuat kesal.Dante hanya tertawa kecil melihat Jasper yang menggerutu di sepanjang langkahnya. “Berhentilah menggerutu. Aku akan menaikkan gajimu mulai bulan depan!” teriaknya dan Jasper langsung berbalik dengan seulas senyum lebar hingga menampilkan deretan giginya.Jasper sudah sangat membantunya. Jadi, tentu saja menaikkan gaji pria itu adalah suatu keharusan bagi Dante. Bagaimanapun Jasper berperan besar dalam rencana ini.Sepuluh menit kemudian terdengar suara ketukan pada pintu ruangan Dante. Disusul oleh suara Jasper yang mempersilakan Samantha untuk masuk terlebih dahulu.Dante menatap Samantha yang melangkah masuk dengan selimut yang membalut tubuhnya. Rambutnya basah. Gadis itu terlihat menggigil kedinginan.“Jam makan siangku sudah lama berakhir. Tapi melihatmu datang dengan menerjang hujan hingga menggigil seperti ini, aku akan berbaik hati memberimu kesempatan.” Dante membuka suara.Sungguh kalimat sambutan yang sama sekali tidak Samantha harapkan untuk ia dengar. Tetapi gadis itu tetap berterima kasih dan memberikan senyuman manisnya untuk Dante. Setidaknya ia masih beruntung sebab Dante tidak mempermasalahkan keterlambatannya datang ke mari.“Silakan, Nona Rayne,” kata Dante mempersilakan Samantha untuk duduk tepat di seberangnya.Samantha melepaskan selimut yang membalut tubuhnya sebelum akhirnya duduk di seberang Dante. Samantha hanya merasa ia akan dianggap tidak sopan jika mempertahankan selimut tersebut meski ia harus menggigil kedinginan sebagai gantinya.“Jangan lepaskan jika hal itu akan membuatmu mati kedinginan.”Samantha terdiam sementara otaknya dipaksa untuk memikirkan maksud di balik ucapan Dante. Apakah pria itu sedang menyindirnya atau bagaimana?Entah mengapa Samantha terus berpikir bahwa Dante adalah pria yang kejam. Ia terus menganggap serius dan beranggapan jika semua ucapan Dante memiliki makna khusus. Meski sebenarnya pria itu hanya berbicara santai, Samantha tidak bisa melihat Dante dalam sudut pandang itu.“Tidak. Aku baik-baik saja dengan ini.” Samantha berusaha meyakinkan. Seolah ia dapat mengatasi rasa dingin yang terus menusuk kulitnya hingga menembus ke tulang.Dante mengangguk pelan. “Kalau begitu aku akan memulai pembicaraan soal kesepakatan kita. Jasper sudah membantuku untuk membuat kontraknya, baca dan pahami itu dengan baik. Jika ada hal yang membuatmu keberatan, bicarakan sekarang atau tidak sama sekali,” ucapnya. Dagunya menunjuk pada lembar kontrak yang tergeletak di atas meja, mengisyaratkan Samantha untuk membacanya.Samantha meraih lembar kontrak tersebut kemudian membacanya dengan seksama. Sejujurnya Samantha sudah bertekad akan menerima saja semua syarat yang akan diberikan Dante kepadanya. Hanya satu hal yang ingin ia pastikan saat membaca kontrak tersebut, yaitu apakah Dante akan menepati janjinya soal memuaskan seksual pria itu.Dan Samantha dibuat sangat lega sebab Dante telah menyebutkan persoalan itu dengan sangat jelas di dalam kontrak. Bahwa Samantha tidak berkewajiban untuk memuaskan hasrat seksual Dante selama pernikahan kontrak tersebut berlangsung. Dante benar-benar menepati janjinya.“Aku sudah membaca dan memahami poin-poin yang tertuang di dalamnya. Meski aku merasa sedikit keberatan dengan poin terakhir yang menyebutkan bahwa kita harus berciuman jika terjadi situasi mendesak, tetapi aku akan tetap menerimanya. Tentu saja kita harus melakukan beberapa hal yang meyakinkan agar pihak tertentu percaya bahwa kita adalah pasangan yang menikah karena cinta.”Dante tersenyum puas mendengar ucapan Samantha yang terdengar cerdas. Tidak salah ia memilih gadis itu untuk menjadi istri kontraknya. Samantha tahu persis bagaimana perannya.“Kamu memang wanita yang pintar! Jadi, kuanggap kamu menyetujui semua poin yang kutetapkan. Aku berencana menggelar pernikahan ini akhir bulan nanti. Luangkan waktumu besok, kita perlu mengurus beberapa hal untuk pesta pernikahan.”Kedua mata Samantha hampir melotot. Cukup syok dengan pemberitahuan Dante tentang pesta pernikahan yang akan digelar akhir bulan nanti. “Apa? Akhir bulan ini? Itu artinya kurang dari tiga minggu lagi,” ujarnya.“Kenapa memangnya?” Dante menatap dengan wajah datar.“Tidak, aku hanya tidak menduganya. Kupikir setidaknya pernikahan itu digelar dua bulan lagi.”“Apa? Dua bulan? Itu sangat konyol! Aku ingin masalah ini segera beres. Aku sudah cukup bersabar selama ini, jadi aku tidak bisa menunggu sampai dua bulan lagi.”“Masalah?” Samantha menyipitkan mata.“Kamu tidak perlu tahu. Yang harus kamu lakukan hanyalah menjadi istri kontrakku dan mengikuti semua peraturan. Jangan banyak bertanya apalagi membantah!”Tidak ada alasan bagi Dante untuk memberi tahu Samantha alasan mengapa ia melakukan hal seperti pernikahan kontrak. Hubungan mereka sama sekali tidak membuat posisi Samantha berada dalam seseorang yang mempunyai kendali. Kesepakatan ini sepenuhnya hanya menguntungkan Dante semata.“Baiklah, Tuan Adams. Aku mengerti.”“Sekarang tandatangani perjanjian itu dan simpan milikmu dengan benar. Aku hanya mengingatkan, rahasiakan hal ini dari siapapun termasuk keluargamu. Jika sampai ada yang mengetahui dan kesepakatan ini bocor, aku akan menganggap kamu melanggar kesepakatan dan siap-siap untuk mengganti rugi.”“Itu tidak adil. Bagaimana jika seandainya kesepakatan ini bocor bukan karena kesalahanku? Karena bisa saja kesepakatan ini bocor dari pihak kalian.”Samantha menolak. Ia merasa ucapan Dante sangat tidak masuk akal. Kesepakatan ini terjadi di antara dua pihak, bagaimana bisa hanya dirinya yang disalahkan? Benar-benar tidak adil!“Aku berani menjamin. Jika kesepakatan ini sampai bocor, itu jelas bukan karena salahku. Hanya kita bertiga yang tahu dan aku bisa menjamin Jasper tidak akan membocorkan hal sepenting ini pada siapapun.”Samantha sedikit merenung memikirkan bahwa kurang dari tiga minggu lagi dia akan menikah. Sebenarnya tidak ada yang salah dengan pernikahan. Hal itu jelas impian bagi setiap wanita yang jatuh cinta pada pasangannya sehingga ingin menghabiskan seluruh hidupnya bersama orang itu. Namun dalam kasus Samantha, pernikahan justru bagaikan sesuatu yang akan menawan hidupnya. Samantha tidak mengenal Dante. Sedikit pun tidak. Tetapi dia akan menghabiskan satu tahun penuhnya untuk menjadi istri kontrak pria itu. Entah dosa apa yang telah Samantha lakukan di masa lalu hingga harus terjebak dalam situasi rumit dan konyol seperti pernikahan kontrak. Samantha hanya berusaha untuk berlapang dada menerima semua hal itu. Jika saja bukan demi Elnathan Rayne, Samantha tidak akan bertindak sejauh ini. “Hey, memikirkan apa?” Nicole menyikut Samantha dengan lengannya. “Bukan apa-apa. Aku hanya sedang memikirkan sesuatu.” Samantha berusaha tersenyum meski terlihat jelas senyumnya begitu canggung. “Memiki
Malam ini Dante memutuskan untuk pulang lebih awal dan makan malam bersama keluarganya. Dante merasa ini adalah waktu yang tepat untuk memberi tahu orang tuanya tentang rencana pernikahannya dengan Samantha. Sekarang, pria itu duduk di ruang makan bersama ibu, ayah, serta adiknya. Di seberang Dante, Nyonya Adams sama sekali tak bisa menyembunyikan perasaan senangnya saat melihat putranya itu duduk di meja makan malam ini. Biasanya Dante selalu beralasan jika ibunya menyuruh untuk pulang lebih awal agar bisa makan malam bersama. Tetapi malam ini pria itu duduk dan menikmati makan malamnya dengan tenang. Tidak ada perasaan curiga sedikitpun di benak Nyonya Adams mengapa putranya itu mau duduk makan bersama. Ia hanya kelewat senang hingga tak memikirkan apapun. Dante meletakkan sendok makannya di atas piring. Kemudian menatap ibu dan ayahnya secara bergantian. Dante sudah siap untuk mengumumkan rencana pernikahannya dengan wanita pilihannya. “Sebenarnya, aku ikut makan malam hari ini
Saat ini Samantha dan Dante sedang duduk di dalam sebuah ruangan khusus bersama dua orang staf yang menjelaskan dengan detail perihal cincin yang direkomendasikan. Samantha tidak tahu jika di dunia ini ada hal-hal semacam ini. Saat Dante menyuruhnya datang ke mari untuk memilih cincin pernikahan, Samantha mengira mereka akan memilihnya di counter depan. Samantha tahu, Dante adalah pria kaya raya. Tetapi Samantha sama sekali tidak menduga jika pria itu akan begitu totalitas seperti sekarang. Padahal Dante bisa saja memberikan sebuah cincin yang sederhana mengingat pernikahan mereka hanya sebatas kontrak. “Aku tidak tahu harus memilih cincin yang mana. Bagaimana menurutmu?” Samantha menatap Dante yang duduk di sampingnya. Semua cincin yang direkomendasikan begitu berkilau. Samantha berani bertaruh jika cincin-cincin tersebut memiliki harga yang sangat fantastis. Ia tidak memiliki keberanian untuk memilih. “Jangan menanyaiku. Jika ada cincin yang kamu suka, langsung katakan saja pada
Dante dan Samantha saling bergandengan tangan saat berjalan keluar dari restoran. Dante sengaja melakukan hal tersebut tepat di depan gadis berambut panjang yang mengekori mereka hingga ke mobil. “Maafkan aku, Clara. Tapi aku tidak berniat untuk membawamu di dalam mobilku. Aku hanya ingin berduaan dengan Samantha.” Dante berujar pada Clara. Clara Johnson. Putri kedua dari keluarga Johnson. Gadis yang selama ini begitu diimpikan oleh Nyonya Adams untuk menjadi istri Dante. Seluruh wajah Clara berubah menjadi merah saat melihat Dante memperlakukan Samantha seolah pria itu sangat mencintainya. Sekujur tubuhnya sampai bergetar kala Dante memberikan ciuman singkat di pipi Samantha sebelum akhirnya membantu gadis itu menutup pintu mobil. Clara benar-benar dibakar api cemburu. “Dante …,” panggil Clara, namun Dante mengabaikannya dan langsung masuk ke mobil. Dante bergegas menginjak pedal gas untuk melajukan mobilnya. Sementara di sampingnya, Samantha sempat menoleh ke belakang untuk mena
Mobil Dante berhenti tepat di depan pintu masuk gedung apartemen Secret Garden. Sebagaimana yang ia tahu, bangunan tersebut adalah salah satu hunian mewah di kota ini. Dante cukup terkejut sebab Samantha punya cukup uang untuk tinggal di sana. “Aku tidak menduga bahwa kamu tinggal di tempat mewah seperti ini. Mengingat kamu pernah mengatakan bahwa kamu adalah wanita yang miskin. Aku tidak tahu orang miskin zaman sekarang tinggal di apartemen mewah seperti Secret Garden.” Samantha sedikit meringis mendengar ucapan Dante tersebut. “Itu adalah apartemen milik Jere, aku hanya menempatinya untuk sementara waktu.” “Jere?” Kening Dante berkerut. Samantha bergumam pelan. “Jeremiah Sinclair, sahabatku,” sahutnya. “Aku mungkin akan menjadi gelandangan jika sahabatku itu tidak menolong.” Kedua mata Samantha tiba-tiba terasa panas. Gadis itu merasa sedih saat mengingat beberapa hal telah menimpanya dalam beberapa waktu terakhir “Sebenarnya aku tiba-tiba diusir dari rumah yang aku sewa. Pa
Saat ini Samantha dan Dante sedang dalam perjalanan pulang setelah mengunjungi vendor kue pernikahan. Samantha sudah memilih kue sekaligus dekorasinya. Gadis itu memilih lemon cake sebagai kue pernikahan mereka nantinya. “Ke mana aku harus mengantarmu?” Dante menatap Samantha yang duduk di samping. “Ke hotel,” sahut Samantha singkat. Gadis itu nampak meringis sambil memegangi perutnya. “Ada apa denganmu? Apa kamu kelaparan lagi?” tegur Dante. Dilihatnya jika sekarang gadis yang duduk di sampingnya itu semakin meringis menahan sakit. Samantha menggelengkan kepalanya dengan pelan. Terlihat jelas jika sekarang dahinya dipenuhi oleh buliran keringat. Membuat Dante yang melihat itu merasa cemas lalu memutuskan untuk menepikan mobilnya ke sisi jalan. “Hey, ada apa denganmu?” Dante melepaskan sabuk pengamannya. Memeriksa Samantha yang kini tertunduk lesu. “Sebenarnya hari ini adalah hari pertamaku datang bulan. Perutku rasanya sakit sekali, Dante.” Samantha sampai meremas perutnya sendi
Jantung Samantha berdetak dua kali lebih cepat saat mereka baru saja tiba di kediaman keluarga Adams. Entah mengapa ia merasa sangat gugup. Hubungannya dengan Dante hanyalah sebatas kontrak, maka seharusnya Samantha tidak perlu segugup ini, bukan? “Kenapa tanganmu sangat dingin?” bisik Dante saat pria itu memutuskan untuk menggenggam tangan Samantha. “Entahlah. Aku tiba-tiba merasa gugup. Apa orang tuamu menakutkan?” Samantha terlihat gelisah. Dante tersenyum miring. “Tidak cukup menakutkan untuk membuatku menjadi anak yang patuh,” sahutnya. Samantha meringis pelan. Lalu kemudian gadis itu terlihat memaksakan diri untuk tersenyum. Benar-benar sebuah jawaban yang konyol dari Dante. Hal pertama yang Samantha lihat saat memasuki kediaman keluarga Adams adalah sebuah foto keluarga yang begitu besar terpampang di ruang tamu. “Benar-benar besar,” gumamnya takjub. “Apanya?” Kening Dante berkerut. “Foto keluarga kalian. Itu sangat besar.” Samantha menjelaskan, sedetik kemudian gadis itu
Tok! Tok! Tok! Samantha terbangun saat mendengar suara ketukan pada pintu. Mulanya irama ketukan itu terdengar seperti ketukan biasa pada umumnya. Namun kemudian tiba-tiba berubah menjadi ketukan yang jauh lebih keras diiringi suara seseorang di belakangnya. “Samantha! Buka!” Suara tersebut terdengar seperti suara Dante. Samantha pun bergegas turun dari ranjang dan melangkah menuju pintu. “Samantha!” Pria itu kini berteriak. Sebelum membuka pintu, Samantha memutuskan untuk mengintip di lubang intip. Dan sosok Dante yang terlihat mabuk berdiri tepat di depan pintu. Samantha pun membuka pintu kamarnya dan tubuh Dante langsung mendarat di pelukannya. “Kenapa lama sekali?” gumam pria itu. Aroma alkohol menguar kuat di tubuhnya. Samantha berusaha membangunkan Dante dan membawanya masuk ke dalam. Merebahkan pria itu di atas kasur lalu berdiri di samping ranjang dengan kedua tangan melipat di dada. “Kenapa dia semabuk ini?” kata Samantha heran. Dante sangat mabuk hingga tak bisa mem