Malam ini Dante memutuskan untuk pulang lebih awal dan makan malam bersama keluarganya. Dante merasa ini adalah waktu yang tepat untuk memberi tahu orang tuanya tentang rencana pernikahannya dengan Samantha. Sekarang, pria itu duduk di ruang makan bersama ibu, ayah, serta adiknya.
Di seberang Dante, Nyonya Adams sama sekali tak bisa menyembunyikan perasaan senangnya saat melihat putranya itu duduk di meja makan malam ini. Biasanya Dante selalu beralasan jika ibunya menyuruh untuk pulang lebih awal agar bisa makan malam bersama. Tetapi malam ini pria itu duduk dan menikmati makan malamnya dengan tenang.Tidak ada perasaan curiga sedikitpun di benak Nyonya Adams mengapa putranya itu mau duduk makan bersama. Ia hanya kelewat senang hingga tak memikirkan apapun.Dante meletakkan sendok makannya di atas piring. Kemudian menatap ibu dan ayahnya secara bergantian. Dante sudah siap untuk mengumumkan rencana pernikahannya dengan wanita pilihannya.“Sebenarnya, aku ikut makan malam hari ini karena ingin memberi tahu kalian sesuatu,” kata Dante begitu tenang. Ia pandangi sekali lagi ibu, ayah, serta adiknya secara bergantian.Nyonya Adams tersenyum semringah. “Memberi tahu apa?” tanyanya begitu lembut.“Aku berencana untuk menikah akhir bulan nanti.”Semua orang yang duduk di meja makan lantas terkejut mendengar pengumuman yang diberikan Dante. Tak terkecuali ibunya, wanita paruh baya itu sangat terkejut hingga membulatkan kedua mata.“Namanya Samantha Rayne. Aku akan memperkenalkannya pada kalian dalam waktu dekat,” ucap Dante menambahkan.
Senyum manis yang sempat tersemat di bibir Nyonya Adams luntur seketika. Wanita paruh baya itu sangat syok.Jujur saja, selama ini Nyonya Adams sangat berharap Dante akan menikah dengan wanita pilihannya. Namun harapannya sirna ketika putranya menyebutkan nama seorang wanita yang tidak diharapkannya.
Selama ini Nyonya Adams selalu mencari tahu tentang apapun yang bersangkutan dengan Dante. Ia sangat mencintai putranya hingga berbuat sejauh itu. Ia selalu ingin mengetahui segala hal yang terjadi pada Dante, apa kegiatan pria itu, atau siapa saja yang berhubungan dengannya.
Nyonya Adams berpikir jika ia sudah tahu segalanya. Sebagaimana yang ia ketahui jika selama ini putranya tidak pernah berhubungan dengan wanita manapun dalam suatu ikatan yang serius. Namun ternyata ia salah, ia tidak tahu apapun tentang wanita bernama Samantha Rayne.“Oh, Ibu merasa tidak sabar ingin bertemu dengannya. Jadi, bisnis apa yang dilakukan oleh keluarganya?”Tentu saja hal pertama yang ingin diketahuinya adalah dari keluarga mana Samantha Rayne berasal. Apakah keluarganya cukup setara untuk menjadi bagian dari keluarga Adams. Meski sebenarnya ia tidak benar-benar tertarik, Nyonya Adams hanya berusaha untuk tenang.“Dia berasal dari keluarga biasa saja. Ibu dan ayahnya sudah meninggal. Dia hanya hidup berdua dengan adik laki-lakinya dan pekerjaannya adalah seorang model.” Dante menjelaskan.Kening Nyonya Adams sontak berkerut. Jelas sekali ia tidak setuju Dante menikah dengan wanita seperti Samantha Rayne. Begitupun dengan Tuan Adams, pria tua itu juga tidak setuju tetapi memilih untuk diam.“Mengapa harus dia? Saat kamu memberi tahu akan menikah, Ibu berpikir kamu mungkin menikahi Clara. Kita semua tahu Clara lebih cocok untukmu, Dante. Terlebih lagi keluarga kita saling mengenal untuk waktu yang lama.”Dante menggeleng pelan. Kali ini ia yang tidak setuju dengan gagasan ibunya. “Itu hanya pemikiran Ibu. Tapi aku sungguh merasa aku dan Clara tidak cocok sama sekali. Aku bahkan tidak menyukainya sebagai teman.”“Ibu tidak mengerti. Apa yang membuatmu merasa bahwa kalian tidak cocok sama sekali? Clara wanita yang cantik serta latar belakang keluarganya pun cukup kuat. Sangat cocok untuk menjadi istrimu, Dante! Tapi mengapa kamu memilih wanita yatim piatu itu? Ibu yakin kamu pasti merasa bingung untuk sesaat, bukan? Makanya berbicara omong kosong seperti tadi.”Dante memasang wajah seriusnya. “Aku sama sekali tidak bingung, Bu! Aku sudah memutuskan dan aku sangat yakin dengan keputusanku. Kuharap kalian bisa menerimanya.”Nyonya Adams terdiam. Ia hanya bisa menatap suaminya dengan penuh rasa cemas. Berharap pria tua itu membuka suara untuk menentang keputusan Dante, namun Tuan Adams terus membungkam rapat mulutnya hingga membuat Nyonya Adams mendengkus kasar.“Jika Clara cukup cantik untuk menarik perhatian Dante, dia tidak akan mungkin jatuh cinta pada wanita lain.” Jennifer Adams ikut membuka suara. Ia tidak tahan untuk tidak memperkeruh suasana malam ini.Nyonya Adams menegang di kursinya. Bahkan wajahnya kini berubah jadi merah. Ia menatap putrinya dengan wajah kesal. “Jenny, kamu ….”
“Kenapa? Jujur saja aku tidak sabar ingin bertemu dengannya.” Jennifer tersenyum lebar, membuat ibunya terlihat semakin murka.“Baiklah. Karena aku sudah mengumumkan hal ini, aku akan ke kamarku sekarang. Terima kasih untuk makan malamnya. Selamat malam,” kata Dante kemudian melenggang pergi.“Aku juga. Tunggu aku, Kak!” seru Jennifer menyusul di belakang.Sepeninggal Dante dan Jennifer, Nyonya Adams langsung menghempaskan sendok makannya ke atas piring. Ia menatap kesal pada suaminya.“Kenapa hanya diam?! Seharusnya kamu bicara dan katakan pada Dante bahwa kamu juga menentang keputusannya menikahi wanita bernama Samantha atau siapalah itu! Aku tidak percaya, kamu benar-benar membuatku kesal!”Tuan Adams kembali menyendok makanan ke mulutnya. Ia tidak begitu peduli istrinya kesal karena ulahnya.“Aku yakin kamu tahu alasan mengapa aku memilih diam. Kamu jelas tahu hubunganku dengan Dante bagaimana sebelumnya. Aku sudah bersusah payah membawanya kembali ke LUX. Aku tidak ingin kehilangan dia lagi karena menentang keputusannya. Lagi pula kita semua tahu dia adalah pria keras kepala. Jadi, hal ini kuserahkan padamu saja.”Dante adalah pria dengan kepala batu. Semua orang yang dekat dengannya tahu itu. Jika ia sudah memutuskan, maka sangat kecil kemungkinan seseorang bisa mengubah keputusannya tersebut.Tuan Adams tidak ingin hubungannya dengan Dante kembali rusak. Ia dapat melihat dengan jelas jika Dante benar-benar serius ingin menikahi Samantha Rayne. Bukan berarti ia tidak berani pada putranya sendiri, hanya saja bertentangan dengan Dante sungguh hal yang sia-sia.“Huh! Aku benar-benar tidak percaya ini!” Nyonya Adams beranjak dari duduknya. Melenggang pergi meninggalkan suaminya yang masih menikmati makan malam.Hal pertama yang muncul dalam benak wanita paruh baya itu adalah mencari informasi. Ia mengambil ponsel, dengan cepat jari tangannya mencari kontak seseorang sambil dalam hati berkata, "Aku tidak akan membiarkan orang asing menikah dengan putraku!"Saat ini Samantha dan Dante sedang duduk di dalam sebuah ruangan khusus bersama dua orang staf yang menjelaskan dengan detail perihal cincin yang direkomendasikan. Samantha tidak tahu jika di dunia ini ada hal-hal semacam ini. Saat Dante menyuruhnya datang ke mari untuk memilih cincin pernikahan, Samantha mengira mereka akan memilihnya di counter depan. Samantha tahu, Dante adalah pria kaya raya. Tetapi Samantha sama sekali tidak menduga jika pria itu akan begitu totalitas seperti sekarang. Padahal Dante bisa saja memberikan sebuah cincin yang sederhana mengingat pernikahan mereka hanya sebatas kontrak. “Aku tidak tahu harus memilih cincin yang mana. Bagaimana menurutmu?” Samantha menatap Dante yang duduk di sampingnya. Semua cincin yang direkomendasikan begitu berkilau. Samantha berani bertaruh jika cincin-cincin tersebut memiliki harga yang sangat fantastis. Ia tidak memiliki keberanian untuk memilih. “Jangan menanyaiku. Jika ada cincin yang kamu suka, langsung katakan saja pada
Dante dan Samantha saling bergandengan tangan saat berjalan keluar dari restoran. Dante sengaja melakukan hal tersebut tepat di depan gadis berambut panjang yang mengekori mereka hingga ke mobil. “Maafkan aku, Clara. Tapi aku tidak berniat untuk membawamu di dalam mobilku. Aku hanya ingin berduaan dengan Samantha.” Dante berujar pada Clara. Clara Johnson. Putri kedua dari keluarga Johnson. Gadis yang selama ini begitu diimpikan oleh Nyonya Adams untuk menjadi istri Dante. Seluruh wajah Clara berubah menjadi merah saat melihat Dante memperlakukan Samantha seolah pria itu sangat mencintainya. Sekujur tubuhnya sampai bergetar kala Dante memberikan ciuman singkat di pipi Samantha sebelum akhirnya membantu gadis itu menutup pintu mobil. Clara benar-benar dibakar api cemburu. “Dante …,” panggil Clara, namun Dante mengabaikannya dan langsung masuk ke mobil. Dante bergegas menginjak pedal gas untuk melajukan mobilnya. Sementara di sampingnya, Samantha sempat menoleh ke belakang untuk mena
Mobil Dante berhenti tepat di depan pintu masuk gedung apartemen Secret Garden. Sebagaimana yang ia tahu, bangunan tersebut adalah salah satu hunian mewah di kota ini. Dante cukup terkejut sebab Samantha punya cukup uang untuk tinggal di sana. “Aku tidak menduga bahwa kamu tinggal di tempat mewah seperti ini. Mengingat kamu pernah mengatakan bahwa kamu adalah wanita yang miskin. Aku tidak tahu orang miskin zaman sekarang tinggal di apartemen mewah seperti Secret Garden.” Samantha sedikit meringis mendengar ucapan Dante tersebut. “Itu adalah apartemen milik Jere, aku hanya menempatinya untuk sementara waktu.” “Jere?” Kening Dante berkerut. Samantha bergumam pelan. “Jeremiah Sinclair, sahabatku,” sahutnya. “Aku mungkin akan menjadi gelandangan jika sahabatku itu tidak menolong.” Kedua mata Samantha tiba-tiba terasa panas. Gadis itu merasa sedih saat mengingat beberapa hal telah menimpanya dalam beberapa waktu terakhir “Sebenarnya aku tiba-tiba diusir dari rumah yang aku sewa. Pa
Saat ini Samantha dan Dante sedang dalam perjalanan pulang setelah mengunjungi vendor kue pernikahan. Samantha sudah memilih kue sekaligus dekorasinya. Gadis itu memilih lemon cake sebagai kue pernikahan mereka nantinya. “Ke mana aku harus mengantarmu?” Dante menatap Samantha yang duduk di samping. “Ke hotel,” sahut Samantha singkat. Gadis itu nampak meringis sambil memegangi perutnya. “Ada apa denganmu? Apa kamu kelaparan lagi?” tegur Dante. Dilihatnya jika sekarang gadis yang duduk di sampingnya itu semakin meringis menahan sakit. Samantha menggelengkan kepalanya dengan pelan. Terlihat jelas jika sekarang dahinya dipenuhi oleh buliran keringat. Membuat Dante yang melihat itu merasa cemas lalu memutuskan untuk menepikan mobilnya ke sisi jalan. “Hey, ada apa denganmu?” Dante melepaskan sabuk pengamannya. Memeriksa Samantha yang kini tertunduk lesu. “Sebenarnya hari ini adalah hari pertamaku datang bulan. Perutku rasanya sakit sekali, Dante.” Samantha sampai meremas perutnya sendi
Jantung Samantha berdetak dua kali lebih cepat saat mereka baru saja tiba di kediaman keluarga Adams. Entah mengapa ia merasa sangat gugup. Hubungannya dengan Dante hanyalah sebatas kontrak, maka seharusnya Samantha tidak perlu segugup ini, bukan? “Kenapa tanganmu sangat dingin?” bisik Dante saat pria itu memutuskan untuk menggenggam tangan Samantha. “Entahlah. Aku tiba-tiba merasa gugup. Apa orang tuamu menakutkan?” Samantha terlihat gelisah. Dante tersenyum miring. “Tidak cukup menakutkan untuk membuatku menjadi anak yang patuh,” sahutnya. Samantha meringis pelan. Lalu kemudian gadis itu terlihat memaksakan diri untuk tersenyum. Benar-benar sebuah jawaban yang konyol dari Dante. Hal pertama yang Samantha lihat saat memasuki kediaman keluarga Adams adalah sebuah foto keluarga yang begitu besar terpampang di ruang tamu. “Benar-benar besar,” gumamnya takjub. “Apanya?” Kening Dante berkerut. “Foto keluarga kalian. Itu sangat besar.” Samantha menjelaskan, sedetik kemudian gadis itu
Tok! Tok! Tok! Samantha terbangun saat mendengar suara ketukan pada pintu. Mulanya irama ketukan itu terdengar seperti ketukan biasa pada umumnya. Namun kemudian tiba-tiba berubah menjadi ketukan yang jauh lebih keras diiringi suara seseorang di belakangnya. “Samantha! Buka!” Suara tersebut terdengar seperti suara Dante. Samantha pun bergegas turun dari ranjang dan melangkah menuju pintu. “Samantha!” Pria itu kini berteriak. Sebelum membuka pintu, Samantha memutuskan untuk mengintip di lubang intip. Dan sosok Dante yang terlihat mabuk berdiri tepat di depan pintu. Samantha pun membuka pintu kamarnya dan tubuh Dante langsung mendarat di pelukannya. “Kenapa lama sekali?” gumam pria itu. Aroma alkohol menguar kuat di tubuhnya. Samantha berusaha membangunkan Dante dan membawanya masuk ke dalam. Merebahkan pria itu di atas kasur lalu berdiri di samping ranjang dengan kedua tangan melipat di dada. “Kenapa dia semabuk ini?” kata Samantha heran. Dante sangat mabuk hingga tak bisa mem
“Samantha, di luar ada seseorang yang mencarimu.” Nicole berbisik saat Samantha baru saja selesai dengan sesi kedua pemotretan. Samantha mengerutkan kening. Apa mungkin Dante datang mencarinya lagi? Apa yang pria itu inginkan? “Terima kasih. Sekarang orang itu ada di mana?” tanya Samantha. “Dia menunggu di depan. Kamu pergilah, sepertinya sangat penting.” Samantha mengangguk setuju. “Terima kasih, ya. Kalau begitu aku ke depan sebentar,” katanya kemudian melenggang pergi. Samantha melangkah dengan sedikit terburu-buru sebab ia berpikir orang yang datang mencarinya adalah Dante. Samantha hanya tidak menginginkan lebih banyak pasang mata lagi yang menangkap keberadaan pria itu di tempat ini. Namun ternyata dugaan Samantha salah, orang yang datang mencarinya bukanlah Dante. Saat Samantha baru saja tiba di lobi, seorang pria dengan kemeja berwarna abu-abu langsung menyapanya. Sebelumnya Samantha tidak pernah melihat pria itu. Namun dilihat dari senyum di bibirnya, pria berusia empat
Dante mendorong pintu masuk salon dengan sedikit kasar. Api kekecewaan berkobar jelas di mata pria itu saat melihat ibunya duduk dengan begitu santai setelah apa yang dilakukannya pada Samantha. “Aku tidak percaya Ibu bisa begitu santai menikmati perawatan rambut setelah apa yang Ibu lakukan pada Samantha.” Nyonya Adams sontak membuka mata saat suara Dante masuk ke telinganya. Wanita paruh baya itu terlihat cukup terkejut mendapati keberadaan putranya yang tiba-tiba. “Apa gadis itu mengadu padamu?” tanyanya kesal. Dante menghela napas berat. “Aku bertemu dengannya di depan salon dan aku melihat pipinya sangat merah, Bu. Hanya satu kemungkinan yang terjadi, yaitu Ibu menamparnya! Bahkan Travis juga akan berpikir hal yang sama jika dia melihatnya tanpa bertanya langsung pada Samantha,” sahutnya menekankan, “Tapi, sekarang aku sedang tidak ingin bertengkar denganmu. Justru aku datang untuk meminta maaf karena berteriak padamu malam itu.” Dante memberikan sebuket bunga lili putih seba