Mobil Dante berhenti tepat di depan pintu masuk gedung apartemen Secret Garden. Sebagaimana yang ia tahu, bangunan tersebut adalah salah satu hunian mewah di kota ini. Dante cukup terkejut sebab Samantha punya cukup uang untuk tinggal di sana. “Aku tidak menduga bahwa kamu tinggal di tempat mewah seperti ini. Mengingat kamu pernah mengatakan bahwa kamu adalah wanita yang miskin. Aku tidak tahu orang miskin zaman sekarang tinggal di apartemen mewah seperti Secret Garden.” Samantha sedikit meringis mendengar ucapan Dante tersebut. “Itu adalah apartemen milik Jere, aku hanya menempatinya untuk sementara waktu.” “Jere?” Kening Dante berkerut. Samantha bergumam pelan. “Jeremiah Sinclair, sahabatku,” sahutnya. “Aku mungkin akan menjadi gelandangan jika sahabatku itu tidak menolong.” Kedua mata Samantha tiba-tiba terasa panas. Gadis itu merasa sedih saat mengingat beberapa hal telah menimpanya dalam beberapa waktu terakhir “Sebenarnya aku tiba-tiba diusir dari rumah yang aku sewa. Pa
Saat ini Samantha dan Dante sedang dalam perjalanan pulang setelah mengunjungi vendor kue pernikahan. Samantha sudah memilih kue sekaligus dekorasinya. Gadis itu memilih lemon cake sebagai kue pernikahan mereka nantinya. “Ke mana aku harus mengantarmu?” Dante menatap Samantha yang duduk di samping. “Ke hotel,” sahut Samantha singkat. Gadis itu nampak meringis sambil memegangi perutnya. “Ada apa denganmu? Apa kamu kelaparan lagi?” tegur Dante. Dilihatnya jika sekarang gadis yang duduk di sampingnya itu semakin meringis menahan sakit. Samantha menggelengkan kepalanya dengan pelan. Terlihat jelas jika sekarang dahinya dipenuhi oleh buliran keringat. Membuat Dante yang melihat itu merasa cemas lalu memutuskan untuk menepikan mobilnya ke sisi jalan. “Hey, ada apa denganmu?” Dante melepaskan sabuk pengamannya. Memeriksa Samantha yang kini tertunduk lesu. “Sebenarnya hari ini adalah hari pertamaku datang bulan. Perutku rasanya sakit sekali, Dante.” Samantha sampai meremas perutnya sendi
Jantung Samantha berdetak dua kali lebih cepat saat mereka baru saja tiba di kediaman keluarga Adams. Entah mengapa ia merasa sangat gugup. Hubungannya dengan Dante hanyalah sebatas kontrak, maka seharusnya Samantha tidak perlu segugup ini, bukan? “Kenapa tanganmu sangat dingin?” bisik Dante saat pria itu memutuskan untuk menggenggam tangan Samantha. “Entahlah. Aku tiba-tiba merasa gugup. Apa orang tuamu menakutkan?” Samantha terlihat gelisah. Dante tersenyum miring. “Tidak cukup menakutkan untuk membuatku menjadi anak yang patuh,” sahutnya. Samantha meringis pelan. Lalu kemudian gadis itu terlihat memaksakan diri untuk tersenyum. Benar-benar sebuah jawaban yang konyol dari Dante. Hal pertama yang Samantha lihat saat memasuki kediaman keluarga Adams adalah sebuah foto keluarga yang begitu besar terpampang di ruang tamu. “Benar-benar besar,” gumamnya takjub. “Apanya?” Kening Dante berkerut. “Foto keluarga kalian. Itu sangat besar.” Samantha menjelaskan, sedetik kemudian gadis itu
Tok! Tok! Tok! Samantha terbangun saat mendengar suara ketukan pada pintu. Mulanya irama ketukan itu terdengar seperti ketukan biasa pada umumnya. Namun kemudian tiba-tiba berubah menjadi ketukan yang jauh lebih keras diiringi suara seseorang di belakangnya. “Samantha! Buka!” Suara tersebut terdengar seperti suara Dante. Samantha pun bergegas turun dari ranjang dan melangkah menuju pintu. “Samantha!” Pria itu kini berteriak. Sebelum membuka pintu, Samantha memutuskan untuk mengintip di lubang intip. Dan sosok Dante yang terlihat mabuk berdiri tepat di depan pintu. Samantha pun membuka pintu kamarnya dan tubuh Dante langsung mendarat di pelukannya. “Kenapa lama sekali?” gumam pria itu. Aroma alkohol menguar kuat di tubuhnya. Samantha berusaha membangunkan Dante dan membawanya masuk ke dalam. Merebahkan pria itu di atas kasur lalu berdiri di samping ranjang dengan kedua tangan melipat di dada. “Kenapa dia semabuk ini?” kata Samantha heran. Dante sangat mabuk hingga tak bisa mem
“Samantha, di luar ada seseorang yang mencarimu.” Nicole berbisik saat Samantha baru saja selesai dengan sesi kedua pemotretan. Samantha mengerutkan kening. Apa mungkin Dante datang mencarinya lagi? Apa yang pria itu inginkan? “Terima kasih. Sekarang orang itu ada di mana?” tanya Samantha. “Dia menunggu di depan. Kamu pergilah, sepertinya sangat penting.” Samantha mengangguk setuju. “Terima kasih, ya. Kalau begitu aku ke depan sebentar,” katanya kemudian melenggang pergi. Samantha melangkah dengan sedikit terburu-buru sebab ia berpikir orang yang datang mencarinya adalah Dante. Samantha hanya tidak menginginkan lebih banyak pasang mata lagi yang menangkap keberadaan pria itu di tempat ini. Namun ternyata dugaan Samantha salah, orang yang datang mencarinya bukanlah Dante. Saat Samantha baru saja tiba di lobi, seorang pria dengan kemeja berwarna abu-abu langsung menyapanya. Sebelumnya Samantha tidak pernah melihat pria itu. Namun dilihat dari senyum di bibirnya, pria berusia empat
Dante mendorong pintu masuk salon dengan sedikit kasar. Api kekecewaan berkobar jelas di mata pria itu saat melihat ibunya duduk dengan begitu santai setelah apa yang dilakukannya pada Samantha. “Aku tidak percaya Ibu bisa begitu santai menikmati perawatan rambut setelah apa yang Ibu lakukan pada Samantha.” Nyonya Adams sontak membuka mata saat suara Dante masuk ke telinganya. Wanita paruh baya itu terlihat cukup terkejut mendapati keberadaan putranya yang tiba-tiba. “Apa gadis itu mengadu padamu?” tanyanya kesal. Dante menghela napas berat. “Aku bertemu dengannya di depan salon dan aku melihat pipinya sangat merah, Bu. Hanya satu kemungkinan yang terjadi, yaitu Ibu menamparnya! Bahkan Travis juga akan berpikir hal yang sama jika dia melihatnya tanpa bertanya langsung pada Samantha,” sahutnya menekankan, “Tapi, sekarang aku sedang tidak ingin bertengkar denganmu. Justru aku datang untuk meminta maaf karena berteriak padamu malam itu.” Dante memberikan sebuket bunga lili putih seba
Ini adalah pertama kalinya Samantha datang ke sebuah restoran mewah dengan mengenakan celana jeans dan kaos polos berwarna putih serta wajah tanpa riasan. Sedari tadi orang-orang menatap gadis itu dengan tatapan aneh. Mereka berpikir bahwa Samantha adalah gadis norak yang tidak tahu cara berbusana. Samantha berjalan mengekori Dante yang memimpin di depan. Sungguh gadis itu merasa sangat malu. Samantha merasa jika dirinya adalah orang aneh yang terjebak di tempat mewah ini. Samantha masih merasa sangat jengkel kepada Dante. Dialah alasan mengapa Samantha berubah menjadi gadis konyol malam ini. ‘Benar-benar menyebalkan! Tidak punya perasaan! T-rex! Drakula!’ Samantha terus mengutuk Dante dalam hatinya sementara pandangannya tak lepas dari pria itu. “Apa yang kamu lakukan dengan berdiri di sana? Kamu tidak ingin duduk?” Dante mengerutkan keningnya saat melihat Samantha berdiri mematung dengan wajah kesal. Lamunan Samantha buyar. Gadis itu segera mendatangi Dante kemudian duduk di seb
Dante masih tak habis pikir mengapa Samantha bersikeras agar mereka segera pergi dari restoran. Padahal Dante ingin membuat wanita dengan gaun hitam bertekuk lutut meminta maaf. Wanita kurang ajar seperti itu harus diberi pelajaran! Sementara di sampingnya, Samantha terus berulah tanpa memedulikan Dante yang sedari tadi terus menggerutu di balik kemudi. Mulai dari mengatai Dante macam-macam. Hingga melayangkan cubitan gemas di pipi pria itu. Merasa terganggu? Tentu tidak. Dante justru merasa jika Samantha sangat menggemaskan. “Kamu adalah drakula yang menakutkan. Aku takut melihatmu!” Samantha berusaha menyembunyikan wajahnya di balik telapak tangan. Sedetik kemudian gadis itu meregangkan jari tangannya untuk mengintip Dante yang duduk di balik kemudi. Dante yang melihat hal tersebut hanya bisa tertawa geli. Samantha benar-benar sangat menggemaskan saat sedang mabuk. “Jangan pernah mabuk di depan pria lain!” ucapnya dengan nada memerintah. Samantha sontak menggelengkan kepala. Lal