Dante masih tak habis pikir mengapa Samantha bersikeras agar mereka segera pergi dari restoran. Padahal Dante ingin membuat wanita dengan gaun hitam bertekuk lutut meminta maaf. Wanita kurang ajar seperti itu harus diberi pelajaran! Sementara di sampingnya, Samantha terus berulah tanpa memedulikan Dante yang sedari tadi terus menggerutu di balik kemudi. Mulai dari mengatai Dante macam-macam. Hingga melayangkan cubitan gemas di pipi pria itu. Merasa terganggu? Tentu tidak. Dante justru merasa jika Samantha sangat menggemaskan. “Kamu adalah drakula yang menakutkan. Aku takut melihatmu!” Samantha berusaha menyembunyikan wajahnya di balik telapak tangan. Sedetik kemudian gadis itu meregangkan jari tangannya untuk mengintip Dante yang duduk di balik kemudi. Dante yang melihat hal tersebut hanya bisa tertawa geli. Samantha benar-benar sangat menggemaskan saat sedang mabuk. “Jangan pernah mabuk di depan pria lain!” ucapnya dengan nada memerintah. Samantha sontak menggelengkan kepala. Lal
Samantha pikir ia hanya harus menghadapi Nyonya Adams saat memutuskan untuk menikah kontrak dengan Dante. Tak disangka ternyata ia juga harus berhadapan dengan Clara yang tergila-gila pada pria itu. Saat ia baru saja kembali setelah berlari pagi, Samantha tak sengaja bertatapan dengan Clara yang sedang duduk di lobi hotel. Gadis itu berteriak memanggil nama Samantha. Menarik perhatian beberapa pengunjung untuk menatap ke arahnya. Dan di sinilah mereka berada sekarang. Duduk berhadapan di sebuah kafe dekat hotel dengan pandangan mematikan yang diberikan Clara untuknya. Namun Samantha sama sekali tidak merasa terintimidasi, gadis itu justru terlihat sangat santai. “Kurasa kamu sudah tahu mengapa aku datang menemuimu.” Clara membuka topik obrolan. Samantha menganggukkan kepala. Ya, tentu ia tahu. “Kamu memintaku untuk meninggalkan Dante,” sahutnya tersenyum. “Seharusnya kamu menyadari posisimu sejak awal. Hanya aku satu-satunya gadis yang pantas menikahi Dante! Mengapa kamu sangat ti
Kurang dari enam jam video rekaman yang memperlihatkan aksi anarkis yang dilakukan oleh Clara terhadap Samantha menjadi viral. Sejak tadi ponsel Samantha terus berdering karena panggilan masuk dari Jeremiah. Serta beberapa pesan singkat yang dikirim oleh rekan kerjanya. Semuanya bertanya apakah Samantha baik-baik saja. Namun Samantha sedang tidak ingin berbicara dengan siapapun termasuk Jeremiah. Maka dari itu ia memilih untuk mengabaikan semua panggilan telepon dan pesan singkat tersebut. Samantha bahkan mematikan ponselnya sebab Jeremiah terus menghubunginya. Sebenarnya bukan tanpa alasan mengapa Samantha melakukan hal tersebut. Ia hanya merasa lelah dan perlu istirahat. Samantha hanya ingin ketenangan sebab sekarang ia merasa kacau. Ada banyak luka cakaran di wajah serta leher Samantha dan hal itu membuatnya merasa sangat sedih. Bagaimana dia akan bekerja dengan semua luka di wajahnya itu? Pikirannya benar-benar kalut sekarang. Tok! Tok! Tok! “Samantha! Buka!” Suara Dante terd
Jika ada seseorang yang merasa sangat marah setelah melihat video penyerangan Clara terhadap Samantha selain Dante Adams, maka Jeremiah Sinclair lah orangnya. Pria berambut ikal itu sangat marah dan hampir menggila sebab Samantha tak menjawab satupun panggilan teleponnya. Lima belas menit yang lalu Jeremiah mendapat pesan balasan dari Samantha. Gadis itu memberi tahu Jeremiah untuk tidak khawatir dan mengatakan bahwa ia baik-baik saja. Namun Jeremiah tidak percaya hal itu sampai ia melihat sendiri dengan kedua matanya! Setelah mendapat izin dari Dante, Samantha mengajak Jeremiah untuk bertemu di salah satu kafe yang sering mereka kunjungi. Komunikasi tatap muka terasa lebih praktis daripada saling membalas pesan singkat. Samantha yakin jika Jeremiah akan mempunyai banyak pertanyaan untuk ditanyakan. “Kamu benar-benar membuatku menggila, Samantha! Kenapa kamu mematikan ponselmu?! Kupikir terjadi sesuatu yang lebih buruk padamu.” Jeremiah mendesah berat. Sungguh ia tidak percaya Saman
Samantha masih terus mendesak wanita berambut pirang untuk memberinya jawaban. Namun wanita itu benar-benar keras kepala dengan terus menyangkal pernyataan Samantha yang mengatakan ia telah memotret gadis itu. “Kalau begitu buktikan bahwa aku memang salah. Tunjukkan galeri fotomu padaku sekarang. Jika memang benar kamu tidak memotretku, aku akan meminta maaf. Tapi jika ternyata akulah yang benar, kamu harus bersiap menerima konsekuensi.” Wanita berambut pirang terlihat kesal saat mendengar ancaman yang diberikan Samantha. “Baiklah! Aku memang memotretmu. Tapi aku melakukannya hanya untuk bersenang-senang dengan teman-temanku di grup obrolan! Aku ingin menunjukkan pada mereka bahwa aku bertemu dengan salah satu gadis yang ada dalam video viral belakangan ini. Tidak ada yang mengirimku seperti yang kamu pikirkan.” Samantha menatap wanita berambut pirang dengan ragu. “Apa benar seperti itu?” Wanita berambut pirang mengambil ponselnya lalu menunjukkan chat grup bersama teman-temannya p
Dante tiba di depan pintu kamar hotel Samantha dan langsung mengetuknya. “Samantha,” panggilnya, namun tak ada respon. Dante kembali memanggil nama gadis itu sementara jari tangannya terus mengetuk pintu. Namun Samantha benar-benar tak merespon. “Ke mana gadis ini?” gumamnya heran. Dante mengambil ponsel di dalam saku celana lalu mencari kontak Samantha untuk menghubungi gadis itu. Saat suara beep terdengar di telinganya, Dante dapat mendengar suara dering ponsel Samantha terdengar bersamaan dari dalam. Itu artinya Samantha ada di dalam kamar hotelnya. “Hey, Samantha! Aku tahu kamu di dalam. Cepat buka pintunya!” Dante tahu Samantha tidak ke mana-mana. Saat ia masih berada di lobi hotel, keduanya sempat berkirim pesan. Dan Samantha mengatakan jika ia sudah siap dan tinggal menunggu Dante datang. Saat Dante kembali hendak melayangkan ketukan, pintu terbuka dan Samantha berdiri di baliknya dengan wajah lemas. Gadis itu benar-benar telah siap dengan balutan gaun berwarna hitam serta
Keesokan paginya, Samantha duduk di sofa sambil menikmati waffle kayu manis yang baru saja diterimanya dari Dante. Karena begitu khawatir suhu tubuh Samantha tiba-tiba naik lagi, Dante memutuskan untuk menginap di sini semalam. Tok! Tok! Tok! Samantha menahan suapannya. Matanya tertuju pada Dante yang saat ini sedang sibuk menggulung lengan kemeja sambil berbicara dengan seseorang di telepon. Mau tidak mau ia harus beranjak sendiri untuk membuka pintu. “Nona Adams?” Samantha tidak bisa menyembunyikan rasa terkejutnya saat melihat keberadaan adik perempuan Dante di depan kamar hotelnya. “Ayolah, Jenny saja.” Jennifer Adams tersenyum. Wanita berambut pirang itu menolak dipanggil demikian oleh calon iparnya. “Oke, baiklah. Jadi, Jenny, ada apa kamu ke mari? Apa kamu mencari Dante?” Wajah Jenny tiba-tiba berubah tegang. “Jadi, kakakku ada di sini?” bisiknya pelan. Ia tidak tahu jika pria itu ada di sini. Samantha menganggukkan kepalanya. “Ya. Tapi sekarang dia sedang bersiap-siap pe
Samantha sungguh bertanya-tanya mengapa Jennifer Adams bersikap seolah sangat menyukainya. Bahkan wanita berambut pirang itu menjadi orang pertama yang menyambutnya dengan hangat saat Dante membawanya untuk pertama kali. ‘Apa dia benar-benar menyukaiku?’ Pertanyaan semacam itu terus terlintas di dalam benak Samantha. Ia hanya tidak bisa menemukan alasan yang masuk akal mengapa nona muda di keluarga Adams begitu menyukainya. Saat ini mereka sedang berada di sebuah butik pakaian mewah setelah sebelumnya mengunjungi toko perhiasan. Jennifer terlihat antusias memilih beberapa pakaian sementara Samantha hanya duduk memperhatikan. Cara ‘bersenang-senang’ versi orang kaya memang berbeda dengan yang selama ini Samantha lakukan. Dalam waktu yang sangat singkat Jennifer sudah menghabiskan begitu banyak uang demi kesenangannya itu. “Jangan duduk saja dan memperhatikanku memilih pakaian. Kamu juga harus membeli pakaian yang kamu sukai, kalau tidak kakakku mungkin akan memarahiku karena bersena