Samantha masih terus mendesak wanita berambut pirang untuk memberinya jawaban. Namun wanita itu benar-benar keras kepala dengan terus menyangkal pernyataan Samantha yang mengatakan ia telah memotret gadis itu. “Kalau begitu buktikan bahwa aku memang salah. Tunjukkan galeri fotomu padaku sekarang. Jika memang benar kamu tidak memotretku, aku akan meminta maaf. Tapi jika ternyata akulah yang benar, kamu harus bersiap menerima konsekuensi.” Wanita berambut pirang terlihat kesal saat mendengar ancaman yang diberikan Samantha. “Baiklah! Aku memang memotretmu. Tapi aku melakukannya hanya untuk bersenang-senang dengan teman-temanku di grup obrolan! Aku ingin menunjukkan pada mereka bahwa aku bertemu dengan salah satu gadis yang ada dalam video viral belakangan ini. Tidak ada yang mengirimku seperti yang kamu pikirkan.” Samantha menatap wanita berambut pirang dengan ragu. “Apa benar seperti itu?” Wanita berambut pirang mengambil ponselnya lalu menunjukkan chat grup bersama teman-temannya p
Dante tiba di depan pintu kamar hotel Samantha dan langsung mengetuknya. “Samantha,” panggilnya, namun tak ada respon. Dante kembali memanggil nama gadis itu sementara jari tangannya terus mengetuk pintu. Namun Samantha benar-benar tak merespon. “Ke mana gadis ini?” gumamnya heran. Dante mengambil ponsel di dalam saku celana lalu mencari kontak Samantha untuk menghubungi gadis itu. Saat suara beep terdengar di telinganya, Dante dapat mendengar suara dering ponsel Samantha terdengar bersamaan dari dalam. Itu artinya Samantha ada di dalam kamar hotelnya. “Hey, Samantha! Aku tahu kamu di dalam. Cepat buka pintunya!” Dante tahu Samantha tidak ke mana-mana. Saat ia masih berada di lobi hotel, keduanya sempat berkirim pesan. Dan Samantha mengatakan jika ia sudah siap dan tinggal menunggu Dante datang. Saat Dante kembali hendak melayangkan ketukan, pintu terbuka dan Samantha berdiri di baliknya dengan wajah lemas. Gadis itu benar-benar telah siap dengan balutan gaun berwarna hitam serta
Keesokan paginya, Samantha duduk di sofa sambil menikmati waffle kayu manis yang baru saja diterimanya dari Dante. Karena begitu khawatir suhu tubuh Samantha tiba-tiba naik lagi, Dante memutuskan untuk menginap di sini semalam. Tok! Tok! Tok! Samantha menahan suapannya. Matanya tertuju pada Dante yang saat ini sedang sibuk menggulung lengan kemeja sambil berbicara dengan seseorang di telepon. Mau tidak mau ia harus beranjak sendiri untuk membuka pintu. “Nona Adams?” Samantha tidak bisa menyembunyikan rasa terkejutnya saat melihat keberadaan adik perempuan Dante di depan kamar hotelnya. “Ayolah, Jenny saja.” Jennifer Adams tersenyum. Wanita berambut pirang itu menolak dipanggil demikian oleh calon iparnya. “Oke, baiklah. Jadi, Jenny, ada apa kamu ke mari? Apa kamu mencari Dante?” Wajah Jenny tiba-tiba berubah tegang. “Jadi, kakakku ada di sini?” bisiknya pelan. Ia tidak tahu jika pria itu ada di sini. Samantha menganggukkan kepalanya. “Ya. Tapi sekarang dia sedang bersiap-siap pe
Samantha sungguh bertanya-tanya mengapa Jennifer Adams bersikap seolah sangat menyukainya. Bahkan wanita berambut pirang itu menjadi orang pertama yang menyambutnya dengan hangat saat Dante membawanya untuk pertama kali. ‘Apa dia benar-benar menyukaiku?’ Pertanyaan semacam itu terus terlintas di dalam benak Samantha. Ia hanya tidak bisa menemukan alasan yang masuk akal mengapa nona muda di keluarga Adams begitu menyukainya. Saat ini mereka sedang berada di sebuah butik pakaian mewah setelah sebelumnya mengunjungi toko perhiasan. Jennifer terlihat antusias memilih beberapa pakaian sementara Samantha hanya duduk memperhatikan. Cara ‘bersenang-senang’ versi orang kaya memang berbeda dengan yang selama ini Samantha lakukan. Dalam waktu yang sangat singkat Jennifer sudah menghabiskan begitu banyak uang demi kesenangannya itu. “Jangan duduk saja dan memperhatikanku memilih pakaian. Kamu juga harus membeli pakaian yang kamu sukai, kalau tidak kakakku mungkin akan memarahiku karena bersena
Tatapan Samantha terlihat kosong setelah melihat Dante memasuki restoran bersama seorang wanita. Seolah ia baru saja memergoki pria itu berselingkuh. Namun bukan karena hal itu ia bereaksi demikian, tetapi karena ketidaktahuannya harus bereaksi seperti apa agar tidak membuat Jennifer Adams curiga. “Apa mungkin kamu mengenal wanita yang bersama kakakku tadi?” Jennifer menatap Samantha yang diam membisu. Gadis itu seperti sedang teralihkan. “Hey, apa kamu mendengarku?” Samantha terkesiap saat Jennifer menepuk bahunya dengan lembut. “Ya? Aku tidak mengenalnya,” sahutnya sedikit terbata. Jennifer bergumam panjang. Sejujurnya wanita itu juga bingung. Haruskah mereka melanjutkan langkah mereka hingga ke restoran atau malah berbalik mencari restoran lain? Jennifer tidak tahu siapa wanita yang bersama kakaknya tadi. Jika saja ia sedikit akrab dengan pria itu, tentu Jennifer tidak akan segan mengajak Samantha mendatangi mereka dan menanyainya secara langsung. Namun masalahnya, hey, dia itu
Kedua mata Samantha membulat sempurna saat Dante langsung mencium bibirnya ketika ia baru saja kembali dari kamar kecil. Samantha berusaha melepaskan ciuman tersebut, namun Dante tidak membiarkan hal itu terjadi dengan menekan kuat tengkuk gadis itu. ‘Apa yang dilakukan pria ini?! Mengapa dia tiba-tiba menciumku di depan semua orang?!’ Samantha menjerit dalam hati. Entah hal sialan apa yang terjadi saat ia pergi ke kamar kecil. Samantha hanya bisa mengumpat habis-habis di dalam hatinya tanpa bisa mengutarakan perasaannya tersebut. “Dante …,” bisik Samantha saat pria itu melepaskan ciumannya untuk sesaat. Namun alih-alih menjawab, Dante malah kembali menyambar bibir Samantha kemudian melumatnya dengan cukup intens. Samantha hendak berontak, tetapi ia digagalkan oleh surat perjanjian yang pernah ditandatanganinya beberapa waktu lalu. Jelas sekali di sana disebutkan bahwa Samantha harus bersedia melakukan kontak fisik hingga berciuman jika terjadi situasi mendesak. Pasalnya, situasi m
“Dante … Dante … Apa kamu bisa mendengarku?” Seorang gadis dengan gaun berwarna merah berusaha membangunkan Dante yang saat ini duduk telungkup di meja. Dante tidak menggubris gadis itu. Kesadarannya hampir menghilang sebab terlalu banyak meminum alkohol. Tiga puluh menit yang lalu Dante datang ke bar ini untuk menjernihkan kembali pikirannya yang kacau karena Samantha. Tepat setelah mengantar gadis itu kembali ke hotel usai makan siang, pikiran Dante hanya dipenuhi tentang ciumannya bersama Samantha. Dante tidak bisa berkonsentrasi hingga membuatnya merasa sangat kesal. Rasa manis pada bibir Samantha serta aroma tubuhnya yang begitu memabukkan terus mendominasi pikirannya. Dante merasa sangat tersudutkan. “Dante, sadarlah.” Gadis dengan gaun merah masih berusaha membangunkan pria itu. Ia terus mengguncang tubuh Dante hingga pria itu memberikan respon. “Clara …?” ucap Dante setelah berhasil mengangkat kepalanya dan mendapati Clara duduk di sampingnya. “Aku tidak sengaja melihatmu
Beberapa hari kemudian …. Samantha menarik napas cukup dalam sambil menatap pintu ballroom dengan perasaan berkecamuk. Gadis itu berdiri dengan balutan gaun pengantin super mewah sementara kedua tangannya memegang buket bunga mawar dan anemone bermahkota putih. Seharusnya Samantha merasa bahagia sebab ini adalah hari pernikahannya. Namun tidak ada alasan bagi gadis itu untuk merasakan perasaan tersebut sebab pernikahan mereka terjadi karena sebuah kesepakatan. Saat pintu ballroom dibuka, Samantha tahu persis apa yang telah menghadangnya di depan sana. Mulanya gadis itu merasa ragu untuk melangkah. Namun saat matanya menangkap keberadaan Dante yang berdiri di ujung lorong, Samantha sadar bahwa ia tidak punya pilihan. Perlahan kedua kaki gadis itu mulai melangkah. Hampir semua pasang mata yang hadir di pesta pernikahan hari ini tertuju ke arahnya. Ya, hampir, sebab Nyonya Adams sama sekali tak memalingkan tubuhnya untuk menatap wanita pilihan putranya untuk dinikahi. Entah ia yang m