Beberapa hari kemudian …. Samantha menarik napas cukup dalam sambil menatap pintu ballroom dengan perasaan berkecamuk. Gadis itu berdiri dengan balutan gaun pengantin super mewah sementara kedua tangannya memegang buket bunga mawar dan anemone bermahkota putih. Seharusnya Samantha merasa bahagia sebab ini adalah hari pernikahannya. Namun tidak ada alasan bagi gadis itu untuk merasakan perasaan tersebut sebab pernikahan mereka terjadi karena sebuah kesepakatan. Saat pintu ballroom dibuka, Samantha tahu persis apa yang telah menghadangnya di depan sana. Mulanya gadis itu merasa ragu untuk melangkah. Namun saat matanya menangkap keberadaan Dante yang berdiri di ujung lorong, Samantha sadar bahwa ia tidak punya pilihan. Perlahan kedua kaki gadis itu mulai melangkah. Hampir semua pasang mata yang hadir di pesta pernikahan hari ini tertuju ke arahnya. Ya, hampir, sebab Nyonya Adams sama sekali tak memalingkan tubuhnya untuk menatap wanita pilihan putranya untuk dinikahi. Entah ia yang m
Samantha melangkah dengan sedikit pincang menuju salah satu kamar hotel tempat pesta pernikahannya bersama Dante digelar. Samantha tidak tahu apa yang pria itu pikirkan karena memilih menginap di hotel malam ini. Gadis itu tidak bisa berpikir dengan benar sebab rasa lelah yang sudah tidak terbendung. Sementara di belakangnya, Dante melangkah sambil berbincang bersama dengan Jasper. Entah apa yang kedua pria itu bicarakan di sepanjang jalan. Samantha sama sekali tidak tertarik. “Kalau begitu sampai jumpa besok pagi, Dante.” Samantha mendengar suara Jasper yang berpamitan kepada Dante lalu menoleh saat Jasper menyebutkan namanya. “Selamat malam, Nyonya Samantha Adams,” ucap Jasper dengan ramah. Samantha tersenyum kaku. Mendengar Jasper memanggilnya demikian lantas membuat gadis itu merasa aneh. Samantha hanyalah istri kontrak Dante dan Jasper tahu persis hal itu. Lalu haruskah Jasper memanggilnya ‘Nyonya Samantha Adams’? ‘Sungguh konyol!’ Samantha mengerang dalam hati. “Uhm, ya. S
Samantha mengembuskan napas lega setelah mengetahui jika gaun pengantin dan aksesori lainnya telah dibawa oleh salah satu staff yang dikirim Jennifer Adams. Sebelumnya gadis itu sungguh mengira jika semua barang mahal tersebut menghilang entah dicuri oleh siapa. Beruntung Dante datang di waktu yang tepat sehingga bisa menjelaskan pada gadis itu. Saat ini Samantha tidur di atas kasur yang sama dengan suaminya—Dante. Gadis itu tertidur dengan sangat nyenyak tanpa memedulikan Dante yang tidak bisa tidur di sampingnya. Entahlah. Dante sama sekali tidak bisa menutup matanya. Yang dilakukan pria itu hanyalah mengunci pandangan ke wajah Samantha yang saat ini tertidur lelap. “Cih, dia pikir dengan meletakkan selimut di sini akan berguna? Aku bisa menyingkirkannya, dasar gadis konyol.” Namun demikian Dante tidak benar-benar menyingkirkan selimut yang menjadi pembatas tersebut. Pria itu langsung memalingkan tubuhnya memunggungi Samantha dan mencoba tidur. Saat Dante baru saja memejamkan ma
Satu-satunya hal yang tidak termasuk dalam daftar kegiatan setelah pernikahan yang dipikirkan oleh Samantha adalah bulan madu. Ya! Bulan madu! Samantha pikir setelah pesta pernikahan tidak ada lagi hal merepotkan yang harus dilakukan. Ia sungguh mengira tugasnya sudah selesai dan bisa bersantai. Ternyata mereka masih harus melakukan hal semacam ini demi kelancaran untuk mengelabui semua orang. Saat ini Samantha duduk berseberangan dengan Dante di sebuah pesawat jet pribadi milik keluarga Adams. Samantha tahu keluarga mereka memang kaya raya. Namun gadis itu masih saja tercengang dengan semua hal mewah dan menakjubkan ini. Samantha masih belum bertanya ke mana mereka akan pergi berbulan madu. Gadis itu hanya tidak berminat. Meski hal tersebut bisa dianggap sebagai liburan di tengah semua ketegangan, Samantha benar-benar enggan bertanya. “Apa yang kamu pikirkan?” Suara Dante membuyarkan lamunan Samantha. “Uhm, tidak ada. Aku hanya berpikir di mana pesawat jet ini akan mendarat.” D
Surga. Satu-satunya istilah paling pantas menurut Samantha untuk menggambarkan pulau pribadi yang mereka datangi sekarang. Semuanya sempurna. Anginnya, udaranya, cuacanya, dan pemandangannya. Saat ini Samantha tengah duduk di balkon vila dengan mata terpejam. Merasakan angin yang hangat membelai wajahnya dan menerbangkan beberapa helai rambutnya. Gadis itu tidak bisa berhenti tersenyum, hatinya benar-benar gembira. Sepersekian detik kemudian Samantha membuka matanya dengan perlahan. Lengkungan senyumnya kian melebar. “Ini sempurna,” gumam gadis itu. Hanya keindangan yang terbentang di depan matanya. Laut biru, beberapa kapal, burung yang berterbangan, dan jauh dari hiruk pikuk kota. Pulau ini benar-benar sempurna. Samantha bergegas mengambil ponselnya kemudian membuka kamera. Gadis itu tidak ingin melewatkan kesempatan untuk mengabadikan pemandangan indah dengan langit berwarna jingga itu. Ini adalah sunset paling indah yang pernah dilihatnya seumur hidup. “Ternyata aku tidak haru
Keesokan paginya, Samantha sudah pergi dari vila begitu selesai makan pagi. Gadis itu sedikit bergegas karena khawatir Dante mungkin akan berubah pikiran. Samantha bahkan tidak berpamitan langsung, gadis itu hanya meninggalkan catatan kecil untuk Dante. Tujuan pertama Samantha pagi ini adalah pergi ke pantai. Ia sudah membayangkan akan menghabiskan sebagian besar waktunya untuk bermain di sana. Dengan menaiki kendaraan tradisional pulau ini, Samantha begitu menikmati perjalanannya. Tidak banyak orang yang bisa Samantha jumpai di sepanjang jalan menuju pantai. Pulau ini benar-benar pribadi dengan jumlah penghuni yang sangat sedikit. Pantas saja pulau ini menjadi tempat favorit para elite hingga selebriti untuk berlibur. “Woah! Pantai ini benar-benar indah.” Samantha bergumam takjub saat melihat pantai dengan pasir putih membentang di depan matanya. Samantha segera turun dari kendaraan yang ditumpanginya. Lalu berlari menuju bibir pantai sambil tersenyum riang. Hanya dirinya yang ad
“Bagaimana kalau kuantar kamu pulang? Menaiki kendaraan itu lagi dalam kondisi seperti ini pasti tidak nyaman.” Christian menatap Samantha sambil mengayunkan dagunya ke arah kendaraan tradisional yang gadis itu naiki sebelumnya. Ya! Samantha setuju dengan gagasan yang diberikan Christian. Pinggang beserta bokongnya terasa sangat sakit dan duduk di kendaraan itu bukanlah pilihan yang bagus. Tapi, lagi-lagi keraguan memenuhi pikiran Samantha. Meski Christian Brantley hanya berniat baik untuk mengantarnya pulang, namun Samantha tahu persis bahwa ia tidak bisa sembarangan menerima tawaran tersebut. Samantha hanya tidak ingin menimbulkan kesalahpahaman. Istri Christian sudah pasti tidak akan suka jika ada seorang gadis asing menaiki mobil suaminya. Tidak ada satu pun wanita di dunia ini yang senang akan hal itu. “Jangan bilang kamu akan menolakku lagi.” Christian bersuara. Samantha meluruskan kakinya kemudian bersandar pada pintu. “Aku harus melakukannya, Tuan Brantley. Istrimu pasti t
Samantha menutup pintu kamar dan berlari keluar setelah bertengkar dengan Dante. Penghinaan yang diberikan oleh pria itu benar-benar membuat hatinya terasa nyeri. Dante mungkin menganggap Samantha sebagai bonekanya, namun bukan berarti pria itu bisa menghinanya sesuka hati. Sebenarnya ini bukan pertama kalinya seseorang menghina Samantha seperti yang dilakukan oleh Dante tadi. Tapi entah mengapa Samantha merasa sangat terluka saat pria itu yang menghinanya. Dante tidak mendengarkan penjelasannya sama sekali. Dante bahkan memaksanya untuk mengakui sesuatu yang jelas-jelas tidak ia lakukan. Dan sebagai pelengkap untuk rasa sakit yang sempurna, Dante menuduhnya seolah ia adalah gadis yang tidak punya harga diri. Well. Samantha mungkin sudah menggadaikan harga dirinya dengan menjadi istri kontrak pria itu. Namun tujuannya jelas bukan karena ingin hidup mewah, melainkan untuk menyelamatkan hidup adiknya. Sementara di kamar utama, Dante terus mendesah sambil mengacak rambutnya sendiri. P