Keesokan paginya, Samantha sudah pergi dari vila begitu selesai makan pagi. Gadis itu sedikit bergegas karena khawatir Dante mungkin akan berubah pikiran. Samantha bahkan tidak berpamitan langsung, gadis itu hanya meninggalkan catatan kecil untuk Dante. Tujuan pertama Samantha pagi ini adalah pergi ke pantai. Ia sudah membayangkan akan menghabiskan sebagian besar waktunya untuk bermain di sana. Dengan menaiki kendaraan tradisional pulau ini, Samantha begitu menikmati perjalanannya. Tidak banyak orang yang bisa Samantha jumpai di sepanjang jalan menuju pantai. Pulau ini benar-benar pribadi dengan jumlah penghuni yang sangat sedikit. Pantas saja pulau ini menjadi tempat favorit para elite hingga selebriti untuk berlibur. “Woah! Pantai ini benar-benar indah.” Samantha bergumam takjub saat melihat pantai dengan pasir putih membentang di depan matanya. Samantha segera turun dari kendaraan yang ditumpanginya. Lalu berlari menuju bibir pantai sambil tersenyum riang. Hanya dirinya yang ad
“Bagaimana kalau kuantar kamu pulang? Menaiki kendaraan itu lagi dalam kondisi seperti ini pasti tidak nyaman.” Christian menatap Samantha sambil mengayunkan dagunya ke arah kendaraan tradisional yang gadis itu naiki sebelumnya. Ya! Samantha setuju dengan gagasan yang diberikan Christian. Pinggang beserta bokongnya terasa sangat sakit dan duduk di kendaraan itu bukanlah pilihan yang bagus. Tapi, lagi-lagi keraguan memenuhi pikiran Samantha. Meski Christian Brantley hanya berniat baik untuk mengantarnya pulang, namun Samantha tahu persis bahwa ia tidak bisa sembarangan menerima tawaran tersebut. Samantha hanya tidak ingin menimbulkan kesalahpahaman. Istri Christian sudah pasti tidak akan suka jika ada seorang gadis asing menaiki mobil suaminya. Tidak ada satu pun wanita di dunia ini yang senang akan hal itu. “Jangan bilang kamu akan menolakku lagi.” Christian bersuara. Samantha meluruskan kakinya kemudian bersandar pada pintu. “Aku harus melakukannya, Tuan Brantley. Istrimu pasti t
Samantha menutup pintu kamar dan berlari keluar setelah bertengkar dengan Dante. Penghinaan yang diberikan oleh pria itu benar-benar membuat hatinya terasa nyeri. Dante mungkin menganggap Samantha sebagai bonekanya, namun bukan berarti pria itu bisa menghinanya sesuka hati. Sebenarnya ini bukan pertama kalinya seseorang menghina Samantha seperti yang dilakukan oleh Dante tadi. Tapi entah mengapa Samantha merasa sangat terluka saat pria itu yang menghinanya. Dante tidak mendengarkan penjelasannya sama sekali. Dante bahkan memaksanya untuk mengakui sesuatu yang jelas-jelas tidak ia lakukan. Dan sebagai pelengkap untuk rasa sakit yang sempurna, Dante menuduhnya seolah ia adalah gadis yang tidak punya harga diri. Well. Samantha mungkin sudah menggadaikan harga dirinya dengan menjadi istri kontrak pria itu. Namun tujuannya jelas bukan karena ingin hidup mewah, melainkan untuk menyelamatkan hidup adiknya. Sementara di kamar utama, Dante terus mendesah sambil mengacak rambutnya sendiri. P
Samantha menyelam ke dalam air kemudian berenang ke sisi lain kolam. Mengabaikan Dante yang bersikeras menyuruhnya segera naik ke atas dan memakai kembali pakaiannya. “Samantha! Apa kamu sengaja mengabaikanku?! Hey! Kamu tahu apa hukumannya jika membantah!” Samar-samar Samantha dapat mendengar teriakan Dante di atas sana. Gadis itu sengaja menyelam untuk menghindari Dante yang terus merengek memberikan perintah. Dante memang tidak masuk akal karena menyuruh Samantha berenang dengan gaun panjang itu. Samantha berniat naik ke permukaan untuk mengambil napas. Namun Dante mengejutkannya dengan melompat ke dalam air dan menghampirinya. “Cepat pakai bajumu sebelum ada yang melihat!” Dante memang pria dengan kepala batu. Ia bahkan rela melompat ke dalam air untuk membuat Samantha melakukan perintahnya. Samantha sampai tercengang. “Ya Tuhan! Apakah kamu serius, Dante? Kamu menyuruhku berenang dengan gaun panjang ini?” Dante menatap Samantha dengan serius. “Apa menurutmu aku bercanda?” k
Samantha tersenyum puas saat menatap pantulan dirinya sendiri di depan cermin. Gadis itu mengenakan gaun sutera bergaya vintage ala bangsawan dengan warna hijau emerald. Dipadu dengan sepatu hak tinggi berwarna hitam yang membuatnya terlihat begitu menawan. Tidak perlu riasan tebal agar membuat Samantha terlihat cantik. Hanya dengan riasan sederhana serta rambut yang digerai rapi, Samantha mungkin akan menjadi bintang utamanya malam ini. Sebenarnya Samantha ingin mengenakan gaun slip berwarna cokelat, namun ia urungkan karena yakin Dante tidak akan setuju. “Apa kamu sudah selesai?” Suara Dante terdengar dari belakang. Samantha nyaris terlonjak dari tempatnya berdiri. Gadis itu segera berbalik. Menatap Dante yang begitu menawan di balik setelan formal berwarna hitam. Samantha membuka langkah mendatangi Dante dan berhenti tepat di depan pria itu. Kedua tangan Dante penuh dengan bawaan. Sebotol anggur di tangan kanan dan sekotak cokelat di tangan kirinya. “Apa kamu ingin aku membawa
Samantha berbincang dengan Nyonya James di tepi kolam renang begitu makan malam selesai. Beberapa tetangga memilih untuk segera pulang dan sebagian lainnya masih betah berbincang satu sama lain. Sementara Dante, pria itu sedang membicarakan beberapa hal yang berkaitan dengan bisnis bersama Tuan James di ruang tengah. Nyonya James sangat ramah. Samantha sangat menyukai wanita paruh baya itu. Semua kalimat yang keluar dari mulutnya terdengar sangat bijak, ia menasihati Samantha tanpa terkesan menggurui. Perasaan Samantha terasa hangat. Sudah lama sekali ia tidak bersantai menikmati malam yang indah seperti sekarang. Selama ini Samantha hanya sibuk bekerja untuk menghidupi dirinya dan Elnathan. “Dulu saat aku masih muda, aku juga secantik dirimu.” Nyonya James menatap Samantha, sedetik kemudian wanita paruh baya itupun tertawa. “Aku percaya itu, Nyonya James. Sekarang pun Anda terlihat sangat cantik!” puji Samantha. Nyonya James terkekeh mendengar pujian tersebut. Salah satu tanganny
Hal pertama yang Samantha lihat ketika membuka matanya di pagi hari adalah Dante sedang duduk di sofa sambil memperhatikannya. Gadis itu sedikit tersentak. Namun tidak sampai membuatnya refleks untuk segera duduk. “Aku sangat marah padamu, Samantha. Menurutmu kenapa aku melarangmu minum alkohol, huh?” Suara Dante terdengar berat. Pria itu mengaku sedang marah, namun raut wajahnya terlihat begitu tenang. Apakah ini cara baru Dante untuk menunjukkan kemarahan? Samantha hanya diam menatap Dante. Gadis itu mengakui kesalahannya karena tidak patuh hingga membuat dirinya celaka. Dante benar, Samantha seharusnya tidak menyentuh alkohol meski hanya sedikit. Dante meletakkan majalah harian ke meja, kemudian berdiri dari duduk untuk menghampiri Samantha. “Aku tidak percaya kamu hampir membunuh dirimu sendiri tadi malam. Kelak, jangan coba-coba minum alkohol lagi kecuali kamu sungguh ingin mati. Sekarang bagaimana perasaanmu?” Samantha berusaha bangun dan duduk. Lalu menyingkirkan selimut y
Pulang. Satu-satunya hal yang ingin sekali Samantha hindari saat ini. Bukan karena ia merasa sangat betah berada di pulau ini. Namun saat memikirkan bahwa ia harus ikut bersama Dante ke kediaman keluarga Adams, Samantha kehilangan semangatnya. Tidak ada satupun dari kedua orang tua Dante yang menyukainya. Samantha sudah bisa membayangkan bagaimana mereka akan bereaksi nanti. Meski Anthony Adams—ayah Dante—tidak terlalu banyak berbicara, namun Samantha sangat paham jika pria tua itu adalah orang nomor satu yang menentang pernikahan mereka. Sebenarnya pria tua itu pernah menemui Samantha tepat sebelum hari pernikahan. Samantha sengaja tidak memberi tahu Dante karena tidak ingin merusak hubungannya bersama orang tuanya. Sama seperti Margareth Adams, Anthony Adams juga meminta hal serupa pada Samantha agar meninggalkan putra mereka. “Apa yang kamu pikirkan?” Dante menahan suapan saat menyadari Samantha hanya memainkan makanan di piringnya. Samantha tidak benar-benar mencerna pertanyaa