Ini adalah pertama kalinya Samantha datang ke sebuah restoran mewah dengan mengenakan celana jeans dan kaos polos berwarna putih serta wajah tanpa riasan. Sedari tadi orang-orang menatap gadis itu dengan tatapan aneh. Mereka berpikir bahwa Samantha adalah gadis norak yang tidak tahu cara berbusana. Samantha berjalan mengekori Dante yang memimpin di depan. Sungguh gadis itu merasa sangat malu. Samantha merasa jika dirinya adalah orang aneh yang terjebak di tempat mewah ini. Samantha masih merasa sangat jengkel kepada Dante. Dialah alasan mengapa Samantha berubah menjadi gadis konyol malam ini. ‘Benar-benar menyebalkan! Tidak punya perasaan! T-rex! Drakula!’ Samantha terus mengutuk Dante dalam hatinya sementara pandangannya tak lepas dari pria itu. “Apa yang kamu lakukan dengan berdiri di sana? Kamu tidak ingin duduk?” Dante mengerutkan keningnya saat melihat Samantha berdiri mematung dengan wajah kesal. Lamunan Samantha buyar. Gadis itu segera mendatangi Dante kemudian duduk di seb
Dante masih tak habis pikir mengapa Samantha bersikeras agar mereka segera pergi dari restoran. Padahal Dante ingin membuat wanita dengan gaun hitam bertekuk lutut meminta maaf. Wanita kurang ajar seperti itu harus diberi pelajaran! Sementara di sampingnya, Samantha terus berulah tanpa memedulikan Dante yang sedari tadi terus menggerutu di balik kemudi. Mulai dari mengatai Dante macam-macam. Hingga melayangkan cubitan gemas di pipi pria itu. Merasa terganggu? Tentu tidak. Dante justru merasa jika Samantha sangat menggemaskan. “Kamu adalah drakula yang menakutkan. Aku takut melihatmu!” Samantha berusaha menyembunyikan wajahnya di balik telapak tangan. Sedetik kemudian gadis itu meregangkan jari tangannya untuk mengintip Dante yang duduk di balik kemudi. Dante yang melihat hal tersebut hanya bisa tertawa geli. Samantha benar-benar sangat menggemaskan saat sedang mabuk. “Jangan pernah mabuk di depan pria lain!” ucapnya dengan nada memerintah. Samantha sontak menggelengkan kepala. Lal
Samantha pikir ia hanya harus menghadapi Nyonya Adams saat memutuskan untuk menikah kontrak dengan Dante. Tak disangka ternyata ia juga harus berhadapan dengan Clara yang tergila-gila pada pria itu. Saat ia baru saja kembali setelah berlari pagi, Samantha tak sengaja bertatapan dengan Clara yang sedang duduk di lobi hotel. Gadis itu berteriak memanggil nama Samantha. Menarik perhatian beberapa pengunjung untuk menatap ke arahnya. Dan di sinilah mereka berada sekarang. Duduk berhadapan di sebuah kafe dekat hotel dengan pandangan mematikan yang diberikan Clara untuknya. Namun Samantha sama sekali tidak merasa terintimidasi, gadis itu justru terlihat sangat santai. “Kurasa kamu sudah tahu mengapa aku datang menemuimu.” Clara membuka topik obrolan. Samantha menganggukkan kepala. Ya, tentu ia tahu. “Kamu memintaku untuk meninggalkan Dante,” sahutnya tersenyum. “Seharusnya kamu menyadari posisimu sejak awal. Hanya aku satu-satunya gadis yang pantas menikahi Dante! Mengapa kamu sangat ti
Kurang dari enam jam video rekaman yang memperlihatkan aksi anarkis yang dilakukan oleh Clara terhadap Samantha menjadi viral. Sejak tadi ponsel Samantha terus berdering karena panggilan masuk dari Jeremiah. Serta beberapa pesan singkat yang dikirim oleh rekan kerjanya. Semuanya bertanya apakah Samantha baik-baik saja. Namun Samantha sedang tidak ingin berbicara dengan siapapun termasuk Jeremiah. Maka dari itu ia memilih untuk mengabaikan semua panggilan telepon dan pesan singkat tersebut. Samantha bahkan mematikan ponselnya sebab Jeremiah terus menghubunginya. Sebenarnya bukan tanpa alasan mengapa Samantha melakukan hal tersebut. Ia hanya merasa lelah dan perlu istirahat. Samantha hanya ingin ketenangan sebab sekarang ia merasa kacau. Ada banyak luka cakaran di wajah serta leher Samantha dan hal itu membuatnya merasa sangat sedih. Bagaimana dia akan bekerja dengan semua luka di wajahnya itu? Pikirannya benar-benar kalut sekarang. Tok! Tok! Tok! “Samantha! Buka!” Suara Dante terd
Jika ada seseorang yang merasa sangat marah setelah melihat video penyerangan Clara terhadap Samantha selain Dante Adams, maka Jeremiah Sinclair lah orangnya. Pria berambut ikal itu sangat marah dan hampir menggila sebab Samantha tak menjawab satupun panggilan teleponnya. Lima belas menit yang lalu Jeremiah mendapat pesan balasan dari Samantha. Gadis itu memberi tahu Jeremiah untuk tidak khawatir dan mengatakan bahwa ia baik-baik saja. Namun Jeremiah tidak percaya hal itu sampai ia melihat sendiri dengan kedua matanya! Setelah mendapat izin dari Dante, Samantha mengajak Jeremiah untuk bertemu di salah satu kafe yang sering mereka kunjungi. Komunikasi tatap muka terasa lebih praktis daripada saling membalas pesan singkat. Samantha yakin jika Jeremiah akan mempunyai banyak pertanyaan untuk ditanyakan. “Kamu benar-benar membuatku menggila, Samantha! Kenapa kamu mematikan ponselmu?! Kupikir terjadi sesuatu yang lebih buruk padamu.” Jeremiah mendesah berat. Sungguh ia tidak percaya Saman
Samantha masih terus mendesak wanita berambut pirang untuk memberinya jawaban. Namun wanita itu benar-benar keras kepala dengan terus menyangkal pernyataan Samantha yang mengatakan ia telah memotret gadis itu. “Kalau begitu buktikan bahwa aku memang salah. Tunjukkan galeri fotomu padaku sekarang. Jika memang benar kamu tidak memotretku, aku akan meminta maaf. Tapi jika ternyata akulah yang benar, kamu harus bersiap menerima konsekuensi.” Wanita berambut pirang terlihat kesal saat mendengar ancaman yang diberikan Samantha. “Baiklah! Aku memang memotretmu. Tapi aku melakukannya hanya untuk bersenang-senang dengan teman-temanku di grup obrolan! Aku ingin menunjukkan pada mereka bahwa aku bertemu dengan salah satu gadis yang ada dalam video viral belakangan ini. Tidak ada yang mengirimku seperti yang kamu pikirkan.” Samantha menatap wanita berambut pirang dengan ragu. “Apa benar seperti itu?” Wanita berambut pirang mengambil ponselnya lalu menunjukkan chat grup bersama teman-temannya p
Dante tiba di depan pintu kamar hotel Samantha dan langsung mengetuknya. “Samantha,” panggilnya, namun tak ada respon. Dante kembali memanggil nama gadis itu sementara jari tangannya terus mengetuk pintu. Namun Samantha benar-benar tak merespon. “Ke mana gadis ini?” gumamnya heran. Dante mengambil ponsel di dalam saku celana lalu mencari kontak Samantha untuk menghubungi gadis itu. Saat suara beep terdengar di telinganya, Dante dapat mendengar suara dering ponsel Samantha terdengar bersamaan dari dalam. Itu artinya Samantha ada di dalam kamar hotelnya. “Hey, Samantha! Aku tahu kamu di dalam. Cepat buka pintunya!” Dante tahu Samantha tidak ke mana-mana. Saat ia masih berada di lobi hotel, keduanya sempat berkirim pesan. Dan Samantha mengatakan jika ia sudah siap dan tinggal menunggu Dante datang. Saat Dante kembali hendak melayangkan ketukan, pintu terbuka dan Samantha berdiri di baliknya dengan wajah lemas. Gadis itu benar-benar telah siap dengan balutan gaun berwarna hitam serta
Keesokan paginya, Samantha duduk di sofa sambil menikmati waffle kayu manis yang baru saja diterimanya dari Dante. Karena begitu khawatir suhu tubuh Samantha tiba-tiba naik lagi, Dante memutuskan untuk menginap di sini semalam. Tok! Tok! Tok! Samantha menahan suapannya. Matanya tertuju pada Dante yang saat ini sedang sibuk menggulung lengan kemeja sambil berbicara dengan seseorang di telepon. Mau tidak mau ia harus beranjak sendiri untuk membuka pintu. “Nona Adams?” Samantha tidak bisa menyembunyikan rasa terkejutnya saat melihat keberadaan adik perempuan Dante di depan kamar hotelnya. “Ayolah, Jenny saja.” Jennifer Adams tersenyum. Wanita berambut pirang itu menolak dipanggil demikian oleh calon iparnya. “Oke, baiklah. Jadi, Jenny, ada apa kamu ke mari? Apa kamu mencari Dante?” Wajah Jenny tiba-tiba berubah tegang. “Jadi, kakakku ada di sini?” bisiknya pelan. Ia tidak tahu jika pria itu ada di sini. Samantha menganggukkan kepalanya. “Ya. Tapi sekarang dia sedang bersiap-siap pe
Malam harinya, Dante dan Samantha datang ke kediaman keluarga Adams untuk memenuhi undangan makan malam Margareth. Meski sebenarnya Dante merasa tidak berminat—Dante masih curiga pada sikap ibunya yang berubah secara mendadak. Namun pria itu tidak bisa menolak keinginan Samantha yang tampak antusias ingin datang. "Ayolah, Honey. Jangan pasang wajah seperti itu. Tersenyumlah.” Samantha merengek ketika melihat ekspresi Dante yang terlihat kaku. Dante menghela napas pelan, kemudian berusaha menyunggingkan kedua sudut bibirnya ke atas. Meski jelas sekali Dante tampak terpaksa, tetapi Samantha tidak ingin berargumen. Setidaknya Dante masih bersedia datang dan saat ini pria itu sedang tersenyum. Orang pertama yang menyambut kedatangan mereka tentu saja Jennifer Adams. Wanita berambut pirang itu terlihat antusias dengan menghamburkan diri memeluk Samantha. “Rasanya sepi tidak ada kalian di rumah ini. Bagaimana kehidupan pernikahan di kediaman sendiri? Pasti sangat menyenangkan, bukan? Kal
Setelah sepakat untuk memulai kembali hubungan mereka, satu minggu kemudian Dante lantas mengajak Samantha untuk keluar dari kediaman keluarga Adams. Keduanya pindah ke griya tawang yang Dante beli beberapa bulan lalu. Tidak ada yang ingin Dante lakukan selain ingin terus bersama dan menghabiskan waktunya dengan istrinya yang cantik itu. Sebenarnya Dante ingin langsung mengajak Samantha pindah ke griya tawang setelah ia membelinya. Namun ada beberapa ketidakyakinan tersirat di dalam hatinya kala itu. Tetapi kali ini Dante sangat yakin untuk melakukannya dan ia bersumpah tidak akan melepaskan Samantha dari hidupnya. Saat ini Dante masih terlelap di atas tempat tidur mereka yang berukuran king size itu. Dan ketika sinar mentari yang memaksa masuk di celah jendela tak sengaja mengenai kelopak matanya, Dante menggeliat sebentar lalu membuka mata. Ditengoknya ke samping kiri dan ia tidak menemukan Samantha di sana. “Honey …,” seru Dante dengan suara parau. “Hey, di mana kamu?” Karena ti
Dante memutuskan untuk mengantar Samantha pulang ke kediamannya alih-alih mengajak gadis itu ke kediaman keluarga Adams. Satu alasan yang Dante pikirkan adalah karena ingin Samantha menenangkan diri dan beristirahat dengan nyaman tanpa ada yang menganggu. Hingga saat ini gadis itu masih tampak syok dan begitu sedih karena insiden penculikan yang didalangi oleh sahabatnya sendiri.Samantha tak banyak berbicara. Dante juga tak banyak melontarkan pertanyaan pada gadis itu. Sekarang keduanya sedang berpelukan di atas ranjang dengan berbalutkan keheningan.“Aku tidak mengerti mengapa Jere melakukan hal semacam itu. Untuk apa dia menculikku?” Samantha keheranan. Keheningan yang semula membalut ruangan tersebut langsung pecah ketika pertanyaan tersebut terlontar dari mulut gadis itu.Dante meneguk saliva dengan sedikit payah. Sejujurnya Dante sudah mengetahui jika keluarga Sinclair telah jatuh bangkrut. Dan alasan Jeremiah menculik Samantha adalah karena pria itu memerlukan banyak uang.Dant
Dante tiba di Panti Asuhan Mida empat jam setelah menerima informasi lokasi dari Jeremiah. Seperti yang pria itu inginkan, Dante datang seorang diri dengan membawa dua buah tas berukuran besar. Dante berjalan sambil mengamati area sekitar, kewaspadaan memenuhi diri pria itu.“Cih! Dasar berengsek. Dia pasti memilih tempat ini setelah menyurvei berkali-kali,” geram Dante.Lokasi yang dipilih Jeremiah sangat jauh dari keramaian. Dante bahkan harus menyetir selama berjam-jam agar tiba di tempat ini. Panti asuhan ini seperti bangunan terbengkalai yang sudah lama ditinggalkan, tidak akan ada yang datang menolong meski seseorang berteriak dengan lantang di tempat ini.Dante terus berjalan hingga akhirnya ia tiba di depan sebuah bangunan tempat Samantha disandera. Dengan kemarahan yang berkobar di dalam dirinya, Dante menendang pintu di depannya itu dan bergegas masuk ke dalam.“Samantha!” teriak pria itu ketika melihat wanita pujaannya tepat di depan mata.Tepat di depannya, Samantha duduk
Keesokan malamnya, Dante kembali mampir ke area kediaman Samantha seperti yang biasa ia lakukan. Namun ada yang aneh kali ini, kediaman gadis itu tampak gelap gulita. Dante sudah berada di sana selama sepuluh menit dan tak ada tanda-tanda keberadaan Samantha di sana. “Apa mungkin dia belum pulang?” gumam Dante curiga. Dante ingat Jennifer memberi tahunya bahwa hari ini Samantha pulang lebih awal. Sekarang jam sudah menunjukkan pukul delapan malam. Lalu, ke mana perginya gadis itu? Setelah bergulat dengan beberapa macam dugaan, Dante memutuskan untuk turun dari mobil dan memeriksa langsung gadis itu di kediamannya. Dante mengetuk pintu hingga beberapa kali sambil memanggil nama Samantha. Namun tidak ada jawaban sama sekali dari gadis itu. Dante semakin gelisah. Dengan cekatan salah satu tangannya meraih ponsel dan menghubungi seseorang dari daftar kontak. Tapi lagi-lagi Dante harus melontarkan sumpah serapah sebab panggilannya tidak berhasil tersambung. “Sial!” umpat Dante kesal. S
Masa kini …. Setelah semua kekacauan yang terjadi, Dante memutuskan untuk mengembalikan rumah yang sempat ia rampas dari Samantha dulu dan memberikan hak milik pada gadis itu. Setiap hari sebelum dan setelah pulang bekerja Dante selalu menyempatkan diri untuk mampir. Tentu saja ia hanya bisa berdiri dari kejauhan dan mengawasi gadis itu sambil berharap keajaiban. Samantha masih tidak bersedia—atau bahkan sudah tidak sudi—untuk bertemu dengannya. Dante sadar tidak ada yang bisa ia lakukan untuk membela diri sekarang. Ia jelas salah dan sekarang ia harus menerima hukumannya. Memikirkan perjanjian mereka akan berakhir dalam beberapa bulan jelas menambah ketakutan di hati Dante. Sebelumnya ia dengan percaya diri dapat mempertahankan Samantha di sisinya. Namun keadaan menjadi terbalik dalam sehari, sekarang Dante tidak yakin ia akan berhasil melakukannya. “Samantha, maafkan aku,” gumam Dante pelan. Tatapan matanya sama sekali tak lepas dari jendela kamar Samantha yang lampunya masih men
Beberapa hari setelah acara peragaan busana ....Dante membaca dengan serius laporan pemeriksaan latar belakang yang ia terima dari Jasper. Tidak ada satu baris kalimat pun yang lolos dari kedua mata Dante. Pria itu membaca semuanya tanpa terkecuali.“Jadi namanya Samantha Rayne,” ucap Dante seraya mengetuk-ngetuk meja dengan jari tangannya.“Nama yang indah. Tidak salah orang tuanya memberi nama Samantha, selaras dengan wajahnya yang juga indah.” Jasper menjawab dengan santai.Dante hanya tersenyum tipis saat mendengar jawaban Jasper. Kedua matanya masih sibuk memindai baris kata yang tertuang di dalam laporan hingga sebuah kalimat berhasil membuatnya tersenyum lega. Sebuah kalimat yang menyatakan jika Samantha Rayne adalah seorang gadis lajang.“Oke, kurasa mudah untukmu membuatnya terlibat denganku. Kamu bisa menjadikan adiknya sebagai umpan.” Dante menutup laporan latar belakang Samantha kemudian memasukkannya ke dalam laci meja kerjanya.“Aku sudah memikirkannya. Ini akan menjadi
Acara peragaan busana Jennifer Adams. Beberapa bulan yang lalu ….“Aku sudah menemukan calon pengantinku.” Kalimat itu meluncur dengan mudah dari mulut Dante.“Benarkah? Apa aku mengenalnya?” Jasper hampir tidak percaya saat mendengar kalimat itu dari Dante.“Tidak, kamu tidak mengenalnya. Bahkan aku pun tidak,” Dante menjawab tanpa menatap Jasper yang duduk menganga di sampingnya, “tapi kita akan segera mengenalnya,” lanjutnya kemudian menunjuk seorang gadis yang berdiri di depan mereka dengan dagunya.Jasper sontak mengarahkan matanya ke arah di mana dagu Dante menunjuk. Meski tidak terlalu yakin apakah gadis dengan balutan gaun pengantin itu adalah yang Dante maksud, Jasper hanya mengeluarkan satu kalimat. “Mengapa dia?” tanyanya.“Entahlah. Aku hanya merasa dia akan mudah dihadapi.” Bahkan Dante sendiri tidak terlalu yakin mengapa ia memilih gadis itu sebagai calon pengantinnya. Hanya saja instingnya mengatakan jika semuanya akan berjalan dengan mudah jika memilih gadis itu.Dante
Dante tidak dapat mempertahankan Samantha meski ia telah memohon pada gadis itu berkali-kali. Sekarang Dante harus menerima kenyataan jika Samantha telah membencinya. Gadis itu tidak ingin melihatnya lagi.“Aku tahu ini adalah hukuman. Tapi rasanya sangat menyakitkan untuk menerima kenyataan bahwa Samantha telah membenciku. Dia tidak ingin melihatku lagi, Jasper.” Dante memijat pelipisnya kemudian mendesah kasar.Di seberangnya, Jasper yang sedari tadi hanya diam menyimak ikut mendesah. “Aku minta maaf karena situasinya menjadi kacau seperti ini, Dante,” kata pria itu terdengar menyesal. Seolah kekacauan ini terjadi karena ulahnya.Dante menggelengkan kepala. “Ini bukan salahmu. Jelas sekali bukan salahmu, kawan,” sahutnya dengan suara lemah.Tidak ada alasan bagi Dante untuk menyalahkan Jasper. Dante bukan seorang pemuda berusia enam belas tahun lagi. Usianya sebentar lagi akan menginjak angka tiga puluh tujuh, tentu saja Dante tidak akan bersikap kekanakan untuk menjadikan Jasper se