Share

Memancing Emosi

"Memangnya salah kalau Mama mengizinkan Bi Nisa pulang kampung? Keluarganya ada yang sakit, Mama tidak bisa menahannya di sini, Vin," jelas mama Sinta saat Kevin menanyakan perihal asisten rumah tangga mereka.

"Masalahnya bukan di Bi Nisa, Ma. Tapi ke mana perginya pembantu kita yang lain? Apa Mama memecat mereka semua tanpa memberitahu aku lebih dulu? Apa salah mereka sampai Mama harus melakukan itu dan hanya menyisakan Bi Nisa saja di rumah ini?"

"Kerja mereka belakangan ini tidak becus, Vin. Salah satunya bahkan kedapatan mencuri di kamar Donna, kamu bisa tanyakan adikmu langsung kalau kamu tidak percaya."

"Mencuri? Mereka bekerja di rumah ini bukan hanya baru setahun atau dua tahun, Ma. Tapi sudah belasan tahun! Aku pasti sudah akan mendepak mereka semua kalau memang sejak awal mereka memperlihatkan gelagat kriminal. Kenyataan mereka bekerja selama itu berarti memang kinerja mereka bagus," sangkal Kevin.

Mama Sinta meletakkan cangkir tehnya sebelum memberikan perhatian penuh pada Kevin, matanya sedikit menyipit saat bertanya, "Setelah hampir sepuluh bulan berlalu, kenapa kamu baru menanyakan hal itu sekarang? Apa karena istrimu itu sudah mulai keberatan membantu Mama membersihkan rumah ini?"

"Jadi benar, selama ini kalian memperlakukan Anne seperti pembantu?' Kevin balik bertanya tanpa menyembunyikan nada tidak sukanya pada keputusan mama Sinta.

"Apa salahnya? Toh Anne istrimu, sudah sewajarnya dia membersihkan rumah suaminya."

"Aku menikahi Anne bukan ingin menjadikannya pembantu di rumah ini, Ma. Kalau memang pembantu kita bermasalah, kenapa Mama tidak langsung mencari penggantinya? Dengan demikian Anne tidak harus melakukan pekerjaan rendah itu."

"Tidak mudah mendapatkan pembantu yang jujur sekarang ini, Vin. Semua butuh proses!"

"Kalau begitu, biar aku yang meminta Bayu untuk mencari penggantinya."

"Silahkan, justru Mama senang ada yang membantu Mama. Tapi selama asistenmu itu belum menemukan pembantu yang jujur, biarkan saja Anne yang membersihkan rumah kita, Vin. Kamu tahu sendiri Donna alergi debu, rumah harus selalu bersih."

"Kalau Anne melakukan pekerjaan itu lagi, maka Mama dan Donna juga harus melakukannya! Toh ini rumah kalian juga!" tegas Kevin sebelum melirik jam tangannya, "Aku pergi dulu!" serunya sambil bergegas meninggalkan kamar mama Sinta.

"Apa kamu mulai mencintainya, Vin?" Pertanyaan mama Sinta menghentikan langkah Kevin.

Perlahan ia memutar tubuhnya hingga matanya kembali terkunci dengan mata mama Sinta, "Tentu saja aku mencintainya. Untuk apa aku menikahinya kalau aku tidak mencintainya?"

Mama Sinta tertawa hambar sambil berdiri, lalu melangkah pasti mendekati Kevin untuk menepuk bahu Kevin seolah ada kotoran di sana, "Jangan berpura-pura lagi, Vin. Mama dan Donna tahu kalau selama ini kamu belum sekalipun menyentuhnya, kamu justru cenderung jijik padanya, ya kan? Kalau kamu memang mencintainya, tiap malam kalian pasti tidur di kamar yang sama, bukan di kamar yang terpisah. Apalagi kamu yang selalu tidur di ruang kerjamu tiap kali Anne menyelinap masuk ke kamarmu."

"Ma ... "

"Sudahlah, Mama mengerti perasaanmu masih sepenuhnya tertuju pada Julia. Sekarang tunggu apa lagi? Cepat ceraikan Anne dan nikahi Julia. Hanya dia menantu pilihan Mama," saran mama Sinta sambil merapikan dasi Kevin.

"Aku belum bisa menceraikan Anne, Ma."

"Ah, pasti karena Kakekmu 'kan? Apa kamu butuh bantuan Mama untuk menyingkirkan Anne?"

Kening Kevin mengkerut dalam. Mama Sinta begitu tidak menyukai Annelies. Apa kejadian pagi tadi murni kesalahan Annelies, atau hanya salah satu cara mama Sinta untuk membuat Kevin semakin membenci istrinya itu?

Keraguan mulai menguasai dirinya. Namun dengan cepat Kevin menepisnya. Mama Sinta, Donna dan Julia tidak akan menggunakan trik murahan seperti itu. Mereka pasti tahu, kalau Kevin berniat menceraikan Annelies, ia pasti akan melakukannya tanpa campur tangan orang lain.

"Aku pergi dulu!" pamit Kevin yang enggan melanjutkan percakapannya lagi dengan mama Sinta.

Dan kali ini mama Sinta tidak menahannya, ia tersenyuman puas sambil terus menatap punggung tegap Kevin.

Setelah pintu kamarnya kembali tertutup, mama Sinta meraih ponselnya untuk mengirimkan pesan singkat pada Donna dan juga Julia, 'Ke kamar Anne sekarang!'

Tanpa menunggu balasan dari Donna dan juga Julia, mama Sinta melangkah lebih dulu menuju kamar Annelies.

Setelah memastikan Kevin benar-benar sudah keluar rumah barulah ia membuka pintu kamar Annelies, Donna dan Julia sudah ada lebih dulu di dalamnya namun ia tidak menemukan keberadaan Annelies.

"Mana Anne?" tanya mama Sinta.

"Lagi di kamar mandi. Kenapa sih nyuruh aku dan Jul ke sini? Aku lagi mani-pedi juga," jawab Donna setengah kesal tanpa mengalihkan perhatian dari kuku-kuku jarinya. Sementara Julia sibuk memperhatikan pernak-pernik di kamar itu.

"Kamu akan segera tahu, tunggu Anne dulu!' jawab mama Sinta, ia mengedarkan tatapannya ke seluruh kamar Annelies. Sama halnya dengan Donna da Julia, ini baru kali pertamanya mama Sinta memasuki kamar itu.

"Hmm, pintar dekor juga dia rupanya," gumam mama Sinta.

"Apaan sih, Ma. Dekorasinya tidak berkelas juga, jauh beda dengan kamarku," sanggah Donna.

"Aku setuju dengan Mama. Dekorasinya terlihat berkelas. Apa Anne yang mendesainnya sendiri?" timpal Julia.

"Wanita rendahan itu tidak mungkin memiliki desain interior sebagus ini. Well, mungkin Kevin yang membayar seseorang untuk mendesain kamar ini."

Tepat pada saat itu Annelies keluar dari walk in closetnya. Sebelah alisnya sedikit terangkat dengan arogan saat mendapati mama Sinta, Donna dan Julia di kamarnya.

"Tumben kalian bertiga mau masuk ke kamarku?" tanyanya sambil mengeringkan rambut panjangnya dengan handuk. Tubuhnya sendiri hanya berbalut bathrobe saja.

"Terpaksa! Kalau bukan Mama yang memintaku ke sini aku juga tidak akan sudi masuk ke kamar lusuh ini!" jawab Donna sambil berkacak pinggang.

"Oh ya? Apa ada yang ingin Mama bicarakan denganku? Kali ini keluhan apa lagi?"

Melihat reaksi Annelies sesantai itu mama Sinta menjadi dongkol karenanya. Hingga saat ini mama Sinta belum menemukan jawabannya kenapa Annelies yang semula lemah lembut dan selalu menuruti apa pun perintahnya, sekarang berubah sedrastis itu, seolah tidak ada yang wanita itu takutkan sama sekali.

"Mulai berani kamu ya mengadu pada Kevin? Berharap simpati Kevin? Salah besar! Kevin tetap tidak peduli padamu, dan justru sekarang semakin berniat menceraikanmu untuk menikahi Julia!" cibir mama Sinta membuat Julia tersenyum penuh kepuasan.

 "Benarkah, Ma? Julia akan resmi menjadi keluarga kita?" tanya Donna dengan nada tidak percaya.

"Tentu saja benar. Itu alasan kenapa Kevin menempatkan Julia di samping kamar Kevin. Kamar yang hanya dikhususkan untuk seseorang yang penting saja, mengingat ada pintu penghubung di antaranya," jawab mama Sinta. Ia sengaja menekan setiap pata katanya untuk menegaskannya pada Annelies.

Namun lagi-lagi Annelies tetap terlihat acuh, sama sekali tidak terusik dengan informasi yang baru saja mama Sinta sampaikan itu.

"Apa kamu sering membuka pintu itu, Jul? Atau jangan-jangan Kevin yang membukanya setiap malam?" goda Donna, sengaja meninggikan suaranya untuk mendapatkan perhatian Annelies yang masih sibuk mengeringkan rambutnya.

"Tidak setiap malam juga sih," jawab Julia dengan malu-malu.

"Kamu dengar itu, Anne? Kevin lebih bergairah dengan Julia, daripada denganmu!" tanya mama Sinta dengan gaya mengejeknya.

"Oh ya aku dapat mendengarnya dengan sangat jelas," jawab Annelies sesantai dirinya sekarang ini.

Sama sekali tidak terlihat emosi layaknya seorang istri yang mendengar perselingkuhan suami dengan mantan kekasihnya itu.

"Kalau cemburu, marah, silahkan saja. Jangan dipendam-pendam nanti sakit sendiri," kekeh Donna, disusul cekikikan geli Julia.

Barulah saat itu mereka mendapatkan perhatian Annelies, "Apa aku terlihat cemburu? Terlihat marah? Kalau hanya ingin menyampaikan berita yang sudah aku ketahui, lebih baik sekarang kalian keluar dari kamarku, aku mau berganti pakaian."

"Cih, sok kuat! Sebentar lagi juga nangis bombay. Sudah Ma kita keluar saja, jijik aku lama-lama bicara dengannya!"

"Aku juga!"

"Baiklah, kita berikan Anne waktu untuk menangisi nasibnya."

Setelah mama Sinta, Donna dan Julia keluar dari kamarnya, alih-alih menangisi nasibnya Annelies malah langsung menghubungi seseorang.

"Batalkan investasi apa pun untuk K Group! Dan segera jemput saya di tempat biasa!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status