Share

Tidak Juga Disentuh

“Enak sekali kamu baru bangun jam segini! Lihat, dapur sudah seperti kapal pecah! Cepat rapikan! Dan siapkan sarapan untuk kami!”

Seperti biasa, Mama Sinta selalu meninggikan suaranya tiap kali bicara dengan Annelies. Pun pagi ini, ketika Annelis bangun kesiangan.

Dulu, ada banyak asisten rumah tangga di rumah ini. Namun, di hari kedua pernikahan Annelies dengan Kevin, mama Sinta memecat semua asisten rumah tangganya, hanya menyisakan bi Nisa saja sendiri untuk membersihkan rumah mewah ini.

Tentu saja niat sebenarnya dari mertuanya itu hanya untuk membuat Annelies turut serta membantu bi Nisa.

Jadi selama sepuluh bulan ini, mama Sinta memperlakukan Annelies layaknya asisten rumah tangga, alih-alih menantu keluarga Bramanta.

Sementara itu, Kevin terlalu sibuk untuk menyadari berkurangnya asisten rumah tangga mereka, higga tidak menyadari perlakuan keluarganya pada Annelies.

Atau memang Kevin tidak peduli?

“Memangnya Bi Nisa ke mana, Ma?” tanya Annelies dengan santai.

Setelah lagi-lagi Kevin menolaknya semalam, Annelies mempertimbangkan matang-matang untuk mengakhiri saja satu tahunnya lebih awal, lalu kembali pada keluarganya.

Namun harga dirinya yang tinggi menyebabkan Annelies mengurungkan niatnya itu. Pantang baginya menyerah sebelum waktu yang diberikan daddy Elrick berakhir. Kalau ternyata memang pernikahannya tidak dapat diselamatkan, setidaknya Annelies sudah berusaha. Kevin yang akhirnya akan menyesal nanti.

Itu pun kalau memang Kevin memiliki sedikit saja perasaan untuk Annelies.

“Bi Nisa pulang kampung. Jadi, selama bi Nisa tidak ada, kamu yang bertanggung jawab dengan kebersihan rumah ini, termasuk masak dan mencuci pakaian!”

Pulang kampung? Yang benar saja! Anneliese yakin sekali kalau semua hanyalah akal-akalannya mertuanya itu saja.

“Aku hanya punya dua tangan, Ma. Bagaimana bisa aku membersihkan rumah sebesar ini? Masalah mencuci dan setrika, kita bisa laundry saja, bagaimana?” Annelies memberikan saran, meski ia tahu mama Sinta pasti akan menolak mentah-mentah sarannya itu.

"Bicara seenaknya saja! Kamu kira semua itu tidak pakai uang? Fungsimu sebagai istri apa? Jangankan menghasilkan uang, menghasilkan anak saja tidak bisa! Keberadaanmu hanya seperti benalu saja di rumah ini!' geram mama Sinta.

"Ma, bagaimana dia bisa hamil kalau Kevin saja tidak pernah menyentuhnya?" celetuk Donna.

Donna, adik Kevin itu melangkah anggun mendekati mama Sinta,, lalu menyusuri tatapan merendahkannya ke tubuh Annelies, "Bahkan semalam Kevin tidur di ruang kerjanya saking jijiknya dia dengan Anne! Aku melihat dan mendengarnya sendiri saat Kevin melewati kamarku sambil menggerutu kesal di sepanjang jalan."

"Lagi? Ya Tuhan, apa kamu mencoba menggoda putraku lagi, Anne? Kenyataan kalian tidur terpisah itu karena Kevin terlalu jijik untuk menyentuhmu! Kenapa kamu terus saja mendatangi kamarnya? Kamu berharap Kevin menghamilimu supaya kamu bisa mendapatkan hatinya?" cecar mama Sinta.

"Benar-benar tidak tahu malu!" tambah Donna.

"Kalau Kevin memang jijik padaku seperti tuduhan kalian itu, aku tidak akan berakhir menjadi istrinya, kan?"

Annelies sungguh-sungguh berusaha terlihat merendah di depan mertua dan adik iparnya itu. Meski batinnya berontak meminta ia menyudahi semua situasi konyolnya.

Akal sehatnya bahkan kembali mengingatkan Annelies akan kemarahan keluarga besarnya. Seandainya mereka tahu kalau salah satu permata berharganya diperlakukan tidak ubahnya seperti binatang, mungkin saat itu keluarga Bramanta akan menghilang dari muka bumi.

Seandainya saja tidak ada janji yang terucap dulu pada Kevin, Annelies tidak akan sampai pada situasi seperti sekarang ini. Dan konyolnya ia sendiri yang memenuhi janji mereka, sementara Kevin seolah menderita amnesia.

"Bangga dengan status istri tanpa ranjangmu? Seharusnya kamu sadar kalau kamu hanyalah pelarian Kevin dari cinta sejatinya!" cibir Donna.

Ya daddy Elrick benar, Kevin belum selesai dengan masa lalunya. Masih terikat dengan Julianya.

Terbiasa dengan cibiran kasar mereka, Annelies hanya menganggapnya sebagai angin lalu saja.

Dan alih-alih menjawabnya, Annelies malah meninggalkan mereka. Sontak saja hal itu memancing amarah mama Sinta, "Mau ke mana kamu? Aku belum selesai!"

"Mandi," jawab Annelies santai tanpa menghentikan langkahnya.

"Kamu belum melakukan tugasmu! Rumah masih berantakkan!"

Langkah Annelies terhenti, ia kembali menghadap mama Sinta, "Aku akan meminta Kevin untuk hire asisten rumah tangga lagi. Begitu banyak anak buahnya di rumah ini, kenapa bayar satu orang pembantu saja tidak bisa?"

"Kurang ajar!"

Annelies dengan cepat dapat menahan tangan mama Sinta yang hendak menamparnya, lalu membekuk tangan mertuanya itu ke belakang punggungnya, "Beraninya kamu ... "

"Seharusnya Mama bersyukur karena aku menahan tangan Mama agar tidak menyakitiku. Mama tidak akan bisa membayangkan akan semengerikan apa hidup kalian nanti seandainya ada saja setitik luka di tubuhku akibat dari perbuatan kalian!" potong Annelies tajam.

Bahkan Annelies bisa menambahkan kalau apa yang telah Kevin raih hingga mencapai puncak kesuksesannnya sekarang itu akan musnah dalam sekejap. Mereka akan menggelandang dalam sekejap mata.

"Lepas! Ahh!"

Annelies tidak dapat menahan tubuh mama Sinta berontak keras hingga menyebabkannya terjerembab ke depannya.

Baru saja Annelies akan mengulurkan tangannya untuk membantu mama Sinta berdiri saat terdengar suara berat Kevin, "Apa-apaan ini?"

Sekarang Annelies mengerti, kenapa mama Sinta menjatuhkan dirinya sendiri.

"Vin, Anne mendorong Mama! Lihat bibir Mama sampai berdarah!" pekik Donna yang langsung membantu mama Sinta berdiri.

"Benarkah?" tanya Kevin, jelas-jelas memperlihatkan ketidaksukaannya pada Annelies.

"Mama hanya meminta Anne bantu Mama dan Donna masak sambil merapikan dapur selama bi Nisa pulang kampung. Tapi Anne malah marah dan mendorong Mama," isak mama Sinta, Annelies tersenyum sinis mendengar sandiwara mertua dan adik iparnya itu.

Ia memang sudah bisa menebak kalau Kevin akan langsung percaya pada ucapan mereka.

"Kamu melampiaskan kemarahanmu pada Mama? Aku yang menolakmu, bukan Mama!" desis Kevin, pastinya merujuk pada penolakannya semalam.

Annelies sengaja menarik napasnya dalam-dalam, lalu menghembuskannya dengan cepat saat merespon, "Sayang sekali di rumah semewah ini tidak ada satu pun CCTV!"

Saat itu, tiba-tiba terdengar suara wanita lain yang begitu dikenal Annelis. Wanita itu turut campur, membuat Annelis menggertakkan giginya untuk meredam amarah. "Mama dan Donna benar, Vin. Aku melihat dengan mata kepalaku sendiri kalau Anne mendorong Mama." 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status