Share

Bab 124: Go Public

Author: Ana_miauw
last update Last Updated: 2024-07-25 14:52:50

Harusnya sih, harusnya. Setiap kali ada karyawan lama yang akan resign, mereka pasti akan mengadakan acara kumpul-kumpul untuk perpisahan. Ya mungkin sekedar untuk makan-makan traktiran, spesial dan terakhir dari orang yang akan resign itu.

Tapi karena posisinya berbeda--lebih tepatnya Nabila bukan seorang karyawan yang sederhana nya, disukai oleh banyak orang meskipun dia berprestasi, jadi yang ditraktir makan siang hanya satu orang, yakni Risa.

Gadis itu sangat senang setelah mengetahui bahwa ia akan ditraktir sepuasnya. Bahkan diperbolehkan membawa makanannya pulang untuk keluarga di rumah.

Nabila bilang, ini spesial untuknya karena hanya dirinya satu-satunya orang yang mendapatkan hadiah tersebut. Dari uang pesangonnya yang masih banyak.

“Bukan cuman uang pesangon, Bil. Tapi uang bulananmu dari Pak Bos juga pasti nilainya nggak kecil kan?”

“Ya, alhamdulillah...”

“Berapa kamu dikasih sama suamimu, Bil? Kasih aku bocoran tipis-tipis lah, aku beneran pengen tahu.”

“Dia nggak kasih
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Istri Tanpa Nafkah (Batin)   Bab 125: Tamat

    “Udah ah, Mas. Capek.”Aditya menghentikan langkahnya ketika mendengar Nabila mengeluh. Ditatap nya sang istri yang kini sudah terdengar ngos-ngosan, sedang satu tangannya mengusap perut besarnya. Sembilan bulan usia kandungannya membuat dia menjadi semakin malas-malasan. Hobinya rebahan dan makan-makan camilan. “Baru juga jalan lima menit, Sayang. Kan kata dokter kamu harus lebih banyak jalan biar peredaran darahmu lancar. Kalau kamu mageran baby nggak akan turun-turun panggul kan?”“Aku nggak males, Mas. Tapi emang udah capek aja. Capek banget. Pengen minum, tapi yang manis-manis.”“BB-nya adek itu udah agak berlebih. Tadi pagi kan Bila sebelum sarapan udah minum teh manis. Masa sekarang mau minum yang manis-manis lagi?”“Ini anak kamu yang pengen loh, Mas. Jahat banget sumpah kalau nggak dibolehin.” Nabila langsung ngambek. Astaga... capek sekali loh, Aditya menjaga istrinya dari makanan-makanan yang manis. Ya, anak mereka berjenis kelamin perempuan. Pantas kalau masih di dalam

    Last Updated : 2024-07-25
  • Istri Tanpa Nafkah (Batin)   Bab 1: Menjadi Janda Padahal Masih Bersuami

    Sudah hampir tiga tahun Nabila menjadi seorang janda, padahal dia masih bersuami.Nabila memandangi pantulan tubuhnya di cermin. Melihat baik-baik di mana kekurangannya.Padahal tidak ada yang kurang. Dia masih sangat cantik, kulitnya putih bersih, semua anggota tubuhnya pun masih sangat indah meski dia pernah melahirkan dan menyusui anak yang kini sudah berusia hampir dua tahun.Nabila sangat merawat bentuk tubuhnya agar selalu terlihat cantik di mata suaminya.Tapi sampai sekarang, Dewa—suaminya, belum pernah sekalipun mendatanginya. Jangankan mendatanginya, menatap dirinya pun seperti enggan. Mereka pisah kamar dari awal pernikahan.Bayangkan! Tiga tahun itu bukan waktu yang sebentar. Bagaimana pun, Nabila seorang wanita dewasa dan normal. Dia juga memiliki kebutuhan biologis yang harus terpenuhi.Namun jika demikian, maka jangan salahkan Nabila jika dia melakukannya dengan caranya sendiri.Kendati Nabila tahu, perbuatan ini sangat berdosa dan sangat dilarang di dalam agama yang di

    Last Updated : 2024-01-30
  • Istri Tanpa Nafkah (Batin)   Bab 2: Panik

    Setelah perjalanan yang cukup panjang, akhirnya gelar sarjana Nabila terpakai juga. Dia berhasil diterima kerja di sebuah perusahaan agen jasa iklan. Menjadi seorang penulis naskah dan pembuat gambar iklan.Sementara Zaki Nabila titipkan ke daycare dan akan ia jemput sepulang dirinya bekerja, seperti yang dilakukannya hari ini.“Ibu! Ibu!” seru anak itu senang saat mendapati sang ibu datang menjemput.“Sayang.” Nabila memeluknya. “Kangen ya, sama Ibu?”“Hu’um.” Anak itu seluruh bajunya berkeringat, itu sebabnya Nabila langsung menggantinya setibanya mereka di rumah.“Zaki belajar apa aja hari ini, Nak?”“Main ail...”Nabila terkekeh. Dari sekian banyaknya aktivitas yang Zaki lakukan, hanya bermain air yang dia ingat. Mungkin itulah kegiatan yang dianggapnya paling seru.“Ibu keljanya lama. Jaki ngga mau sama Miss, Jaki maunya sama Ibu aja,” ujarnya mengeluh.“Maaf ya, Nak. Tapi Ibu harus kerja, biar Zaki bisa beli mainan.”“Kan ada Ayah....”Bibir Nabila langsung mengatup. Kesedihan m

    Last Updated : 2024-01-30
  • Istri Tanpa Nafkah (Batin)   Bab 3: Bolehkah Aku Memelukmu?

    “Pindahkan semua barang-barangmu ke kamarku!” kata Dewa usai kedua orang tuanya pergi dan di terpaksa menyetujui mereka untuk tinggal.Sehingga keduanya terlebih dahulu pulang untuk mengambil semua barang keperluan mereka.“Nggak usah, ngapain? Aku bisa tidur di kamar Zaki,” balas Nabila enggan karena Dewa tak memintanya dengan baik, alias terpaksa.“Mereka bisa memergokimu jika malam atau siang namun tak mendapati barang-barangmu di sana.”“Apa yang kamu takutkan, Mas? Memang kenyataannya kita tidak pernah tidur bersama.”“Nabila, menurutlah! Jangan berlagak sok paling tersakiti. Kamulah yang menghancurkan semua mimpi-mimpiku yang kubangun susah payah!” teriak Dewa dengan sorot mata menajam. “Cepat masuklah ke kamarmu dan ambil semua barang-barangmu!”“Kamu nggak perlu melakukannya kalau kamu terpaksa,” Nabila memberanikan diri untuk melawan.“Dan apa kamu siap kalau mereka dan orang tuamu tahu hubungan kita yang sebenarnya? Tentang kita, juga tentang Zaki, dari mana anak harammu itu

    Last Updated : 2024-01-30
  • Istri Tanpa Nafkah (Batin)   Bab 4: Ketemu Bos Ganteng

    Hati siapa yang tidak babak belur mendapat penolakan dari suaminya sendiri?Seperti itu yang selalu Nabila rasakan setiap hari, tapi berusaha ditahannya sampai dia siap melepas semuanya nanti. Ketika dia sudah bisa hidup mandiri, tidak bergantung pada suaminya lagi.Saat ini, Nabila sedang pelan-pelan mengumpulkan penghasilan. Sebab tak mungkin dirinya menyisihkan uang Dewa demi kepentingannya sendiri. Sementara dia tak pernah berbuat apa-apa untuknya.Tidak dipungkiri, selama ini, Nabila memakai uang nafkah dari Dewa untuk kebutuhan mereka sehari-hari. Tapi hanya sebatas itu. Nabila sadar diri atas statusnya yang hanya seorang istri pajangan. Masih diterima dan sudah diberi tempat tinggal saja, Nabila sudah sangat bersyukur. Nabila tidak bisa bayangkan jika Dewa mengusirnya atau mengembalikannya ke rumah dan mengatakan semua yang sejujurnya kepada kedua orang tuanya. Terutama sang ayah yang memiliki riwayat sakit jantung.Nabila berbalik badan. Ditatapnya sang suami yang kini terba

    Last Updated : 2024-02-01
  • Istri Tanpa Nafkah (Batin)   Bab 5: Yang Terindah Tapi Pahit Terasa

    Meski berat, namun pada akhirnya Nabila bersyukur karena hampir semua pekerjaannya hari ini bisa selesai lebih awal dari waktu yang diperkirakan. Tinggal menyetrika pakaian. Tapi biasanya, Nabila hanya akan menyetrika pakaian yang penting-penting saja, seperti kemeja Dewa dan baju kantornya sendiri.Untuk baju si kecil—selain baju-baju tertentu pastinya, maka akan cukup Nabila lipat rapi dan dia masukkan ke dalam lemari. Jam sembilan malam setelah Nabila menidurkan Zaki, Nabila menuju ke kamar Dewa. Di saat yang bersamaan Dewa membuka pintunya.“Ke mana saja kamu? Aku panggil-panggil dari tadi,” kata pria itu.“Zaki baru aja tidur. Nggak bisa kutinggal,” jawab Nabila, “ada apa, Mas?”“Di mana motornya? Kok nggak ada di garasi?”“Motorku ditinggal di kantor. Rusak.”“Bisa-bisanya sampai rusak? Itu kan motor satu-satunya, Bila.”“Maaf, Mas. Kemungkinan akinya rusak, jadi nggak bisa nyala. Tapi besok pasti udah diperbaiki lagi, kok.”Dewa berdecak. “Aku mau pakai.”“Untuk sementara, Ma

    Last Updated : 2024-02-04
  • Istri Tanpa Nafkah (Batin)   Bab 6: Capek

    Tanpa Nabila sadari, dia turun dari mobil Dewa dengan mata yang sembab. Dan tersebut disadari oleh teman satu timnya yang kini memberikan sebotol concealer padanya.“Nabila kurang tidur atau abis nangis?” tanya wanita itu.“Oh, makasih, Mba.” Nabila terlebih dahulu menerimanya, barulah dia menjawab pertanyaan Risa barusan, “Dua-duanya.”“Ya, ampun. Mengsad banget, sih.”Nabila tersenyum sumbang.“Berat banget ya, masalahnya?”“Lumayan.” Namun bukannya membaik, mata kurang ajar Nabila malah semakin membanjir. Ya, beginilah memang Nabila yang Dewa kenal, dia memang perempuan yang sangat perasa dan sensitif. Bayangkan, dia bahkan sudah memendamnya sendiri selama bertahun-tahun.“Nggak papa, Bil. Puasin aja nggak usah ditahan biar hati kamu lega.”“Nabila, motormu akhirnya nginap di bengkel. Ternyata bukan Cuma akinya yang—” ucapan Aditya terhenti ketika dia mendapati apa yang terjadi di balik meja bawahannya. “M-maaf, Pak. S-saya, nggak profesional,” sahut Nabila buru-buru menghapus ai

    Last Updated : 2024-02-07
  • Istri Tanpa Nafkah (Batin)   Bab 7: Hadirnya Zaki

    Dewa memang bisa dikatakan pria yang aneh. Dia tidak pernah menganggap Nabila sebagai istrinya selama tiga tahun ini. Namun begitu Nabila mengatakan bahwa dia lelah dan ingin pergi, mengapa pria itu tak kunjung menanggapi? Kenapa? Apa Dewa keberatan? Jika keberatan, kenapa dia tak mengatakannya? Itulah pertanyaan-pertanyaan yang ada di dalam benak Nabila sekarang. Nabila masih termenung sampai beberapa menit berlalu. Saat batas kesabarannya menunggu telah habis dan dia memilih keluar dari kamar ini tanpa pria itu mencegahnya. Dia akan tidur bersama putranya malam ini. Masa bodoh dengan pandangan mertuanya jika salah satu dari mereka mendapatinya pisah ranjang. Nabila sudah tidak peduli lagi sekarang karena yang terpenting adalah kewarasannya. Berkali-kali Nabila katakan, tidak sampai gila saja dia masih untung. Tidak ada perbincangan keesokan harinya. Semua orang kompak diam tanpa bicara. Bahkan ketika Nabila terpaksa membawa sang anak ke tempat kerjanya. Padahal biasanya, wan

    Last Updated : 2024-02-09

Latest chapter

  • Istri Tanpa Nafkah (Batin)   Bab 125: Tamat

    “Udah ah, Mas. Capek.”Aditya menghentikan langkahnya ketika mendengar Nabila mengeluh. Ditatap nya sang istri yang kini sudah terdengar ngos-ngosan, sedang satu tangannya mengusap perut besarnya. Sembilan bulan usia kandungannya membuat dia menjadi semakin malas-malasan. Hobinya rebahan dan makan-makan camilan. “Baru juga jalan lima menit, Sayang. Kan kata dokter kamu harus lebih banyak jalan biar peredaran darahmu lancar. Kalau kamu mageran baby nggak akan turun-turun panggul kan?”“Aku nggak males, Mas. Tapi emang udah capek aja. Capek banget. Pengen minum, tapi yang manis-manis.”“BB-nya adek itu udah agak berlebih. Tadi pagi kan Bila sebelum sarapan udah minum teh manis. Masa sekarang mau minum yang manis-manis lagi?”“Ini anak kamu yang pengen loh, Mas. Jahat banget sumpah kalau nggak dibolehin.” Nabila langsung ngambek. Astaga... capek sekali loh, Aditya menjaga istrinya dari makanan-makanan yang manis. Ya, anak mereka berjenis kelamin perempuan. Pantas kalau masih di dalam

  • Istri Tanpa Nafkah (Batin)   Bab 124: Go Public

    Harusnya sih, harusnya. Setiap kali ada karyawan lama yang akan resign, mereka pasti akan mengadakan acara kumpul-kumpul untuk perpisahan. Ya mungkin sekedar untuk makan-makan traktiran, spesial dan terakhir dari orang yang akan resign itu.Tapi karena posisinya berbeda--lebih tepatnya Nabila bukan seorang karyawan yang sederhana nya, disukai oleh banyak orang meskipun dia berprestasi, jadi yang ditraktir makan siang hanya satu orang, yakni Risa.Gadis itu sangat senang setelah mengetahui bahwa ia akan ditraktir sepuasnya. Bahkan diperbolehkan membawa makanannya pulang untuk keluarga di rumah. Nabila bilang, ini spesial untuknya karena hanya dirinya satu-satunya orang yang mendapatkan hadiah tersebut. Dari uang pesangonnya yang masih banyak. “Bukan cuman uang pesangon, Bil. Tapi uang bulananmu dari Pak Bos juga pasti nilainya nggak kecil kan?”“Ya, alhamdulillah...”“Berapa kamu dikasih sama suamimu, Bil? Kasih aku bocoran tipis-tipis lah, aku beneran pengen tahu.”“Dia nggak kasih

  • Istri Tanpa Nafkah (Batin)   Bab 123: Baperan Banget

    Ok, satu persatu persoalan Nabila sudah selesai. Siapa ayah kandung Zaki, bagaimana dulu itu bisa terjadi dan ke mana para pelaku dihukum saat ini, semua sudah dibereskan. “Kecuali satu, Bil. Ya, cuma tinggal satu aja, beresin anggota tim kamu yang rese itu.” “Kayaknya kalau itu nggak usah deh, Mas. Toh, aku juga yang salah karena aku dah wara-wiri nggak masuk kerja. Lagian kalau mereka tau aku udah nikah mereka nggak bakalan ngomong gitu.” “Kamu boleh bilang nggak papa, tapi sebagai suamimu aku nggak suka istri kesayanganku digituin. Tetep aja mereka bakalan kukasih sanksi nanti.” Aditya sama sekali tak goyah dengan ketidak tegaan Nabila. “Kan aku juga udah mau keluar sih, Mas. Besok terakhir.” “Kelakuan mereka pasti nggak akan jauh beda ke anak baru nantinya.” “Belum tentu," sahut Nabila segera, “udahlah, Mas. Aku yakin mereka cuma lagi capek aja kemarin. Sebelumnya nggak pernah, kok. Soalnya aku cuti terus, jadi ya wajarlah kalau mereka marah.” “Biar itu jadi urusanku, Bil.

  • Istri Tanpa Nafkah (Batin)   Bab 122: Kondusif

    Karena kabarnya Zaki dan Mama Dina ada di rumah Ami Safira, jadi Nabila dan Aditya langsung menuju ke sana. Namun tepat mereka sampai di sana, bukan hanya Mama Dina dan Zaki yang mereka dapati, tapi juga Papa Rudi. “Loh, kok, Papa ada di sini juga?” Nabila tak bisa menahan diri untuk bertanya. “Iya kebetulan Papa ada urusan sama beliau.” Lelaki itu mengerahkan pandangannya pada Ami Safira. “O-oohh?” dari nada suaranya, Nabila terdengar bingung. Anak itu sebenarnya sangat penasaran, ingin bertanya ada apakah gerangan urusan yang dimaksud oleh Papanya. Sebab sebelumnya mereka tidak saling mengenal, baru kenal pertama kali setelah Ami Safira datang ke rumah. Nabila takut Papanya sedang bertindak jauh tanpa persetujuannya lebih dulu--yang pada akhirnya akan merugikannya sebagai seorang menantu. Tapi kemudian buru-buru Nabila menepis pikirannya yang buruk itu. Tidak mungkin lelaki yang selalu memiliki perencanaan sangat matang tersebut, melakukan tindakan memalukan di bawah ha

  • Istri Tanpa Nafkah (Batin)   Bab 121: Aku Sebenernya...

    “Hayooo, abis ngapain baru dateng langsung cuci tangan?” Sebuah suara dari belakang mengejutkan Nabila yang tengah menyabuni tangannya di depan wastafel.Bukan, bukan karena dia kagetan. Tapi karena pemilik suara itulah yang membuat dia terkejut sekaligus senang setengah mati. Karena salah satu bestie nya sudah kembali ke kantor lagi. Hingga dia bisa berbagi cerita dan bersenda gurau bersamanya. “Oh my God, Risaaa!” langsung saja Nabila memeluknya yang di balas dengan putaran bola mata. “Iyuhh, apaan sih? Lebay amat punya teman. Baru ditinggal sehari aja langsung gila. Awas ah, risih gue dah kaya lesbong aja kita,” ujarnya. Namun bukan teman namanya kalau langsung tersinggung. Perkataan-perkataan nyelekit itu sudah biasa keluar dari mulut Risa. Makanya Nabila sudah tidak pernah kaget lagi jika Risa mencibirnya ratusan kali pun. “Kamu kali yang gila. Lagian dipeluk temen bukannya seneng. Itu artinya kamu dikangenin.”“Males dikangenin sama kamu! Mending dikangenin sugar daddy.”“

  • Istri Tanpa Nafkah (Batin)   Bab 120: Say Papa

    “Kita nanti main, yuk!”“Mau main ke mana?”“Jaki mau berenang di rumahnya Nainai.”“Boleh ... kapan?” agar Aditya bisa menanggapi secara penuh permintaan Zaki barusan, ia menjauhkan benda yang sedari tadi menjadi fokusnya ke meja, yakni si setan gepeng. “Besok yah?” kedua bola mata Zaki berbinar penuh pengharapan. “Tapi besok Papa sama Ibu kerja, Nak. Gapapa ya, kalau berenangnya cuma ditemenin sama Nainai?”“Hu'um.” Zaki kemudian naik ke atas pangkuan Aditya untuk berbisik, “Boleh tonton spidermen ga, tapi yang anak gede.”Mungkin yang Zaki maksud adalah Spiderman yang versi orang dewasa, bukan kartun. Tapi yang Aditya tahu, Nabila belum membolehkannya karena Zaki belum cukup umur untuk menyaksikan. “Ngga boleh, Nak. Yang gede buat anak gede, kalau anak kecil bolehnya nonton kartun.”“Dikit aja, Om ... eh, Pa?”Berdebar hati Aditya begitu Zaki memanggilnya dengan sebutan Papa. Ini pertama kalinya meskipun Zaki tampak ragu-ragu saat mengucapkannya. “Apa tadi manggilnya? Coba Pa

  • Istri Tanpa Nafkah (Batin)   Bab 119: Sudah Mengetahui Semuanya

    “Dari mana, Bil? Papa sama Mas Ditya pergi, kamu juga,” tanya Mama Dina ketika Nabila baru saja tiba di rumah. “Iya, ada keperluan bentar,” jawab Nabila, “si bocil nggak bangun kan?”“Nggak kedengaran nangis sih.” Mama Dina mematikan kompornya dan memberikan kuah sup daging buatannya pada Nabila untuk anak itu cicipi. “Gimana rasanya? Udah pas? Udah enak? Kurang apa?”“Kurang banyak, Ma. Kurang kalau sesendok doang.”Mama Dina terkekeh. Sebab jawaban itu menandakan bahwa masakannya telah berhasil. “Ya udah kalau Bila mau ya ambil aja. Nggak usah nunggu nanti. Nanti bayimu malah kelaperan.”“Mama sama Ami nih, sama aja. Sama-sama ngebet aku buruan punya bayi. Baru juga seminggu kita nikah.”“Namanya juga orang tua. Nggak sabar liat anak-anaknya bahagia.”“Iya, tapi nggak mau diburu-buruin juga, Ma. Aku juga tadinya pengen cepet, tapi belakangan setelah liat postingan temen yang ngeluh berapa repotnya ngurus baby born, aku baru nyadar kalau punya anak bayi tuh capek. Padahal dulu perju

  • Istri Tanpa Nafkah (Batin)   Bab 118: Sidang

    “Kamu tahu kenapa Papa ngajak kamu ke sini?” tanya papa Rudi tegas. Sekarang keduanya sudah berada di bengkel, tepatnya di ruangan khusus biasa Papa Rudi mengurus segala rekapitulasi dan evaluasi bengkelnya. Mereka duduk berhadapan, dengan Aditya yang kini menunduk dalam menanti semua rahasia besarnya akan terungkap. Dalam hati ia tersadar, betapa nikmat hidupnya sehari-hari yang selalu bisa bernapas lega, tapi ia tak pernah mensyukurinya. Giliran sudah diberi pelajaran ini saja, dia baru mengaku membutuhkannya dan meminta agar nikmat itu kembali. “Karena Zaki?” jawab Aditya langsung saja. Hingga tak lama Pak Rudi mengangguk, mengiyakan dugaannya. Sudah tak ada lagi pilihan untuk Aditya selain berterus terang. Memangnya kapan lagi dia bisa mendapatkan momen yang pas? “Maaf, Pa, mungkin ini terdengar sangat mengejutkan. Karena orang yang selama ini papa cari-cari, ternyata malah ada di depan mata dan jadi menantu Papa sendiri.” “Papa kecewa sama kamu!” Namun kendatipun b

  • Istri Tanpa Nafkah (Batin)   Bab 117: Mencurigainya

    Nabila tiba di rumah ketika mendapati Zaki tengah menangis sangat kencang sampai tak bisa terlolong oleh Mama Dina.Ah, kasihan sebenarnya wanita tua itu. Pasti puyeng sekali mengurusi anaknya yang belakangan gampang banget tantruman ini. Bocah itu mengatakan ingin ikut berenang temannya--anak tetangga sebelah. Tapi mamanya tak mengizinkan karena beliau merasa harus meminta izin pada Nabila. “Lagian harus banget sekarang ya, Nak? Kan bisa besok. Ini udah sore, bentar lagi juga magrib. Emangnya nggak takut sama hantu penunggu kolam itu?”“Nggak! Jaki ngga mau ada hantunya!” teriaknya membalas bujukan sang ibunda. “Ya udah, makanya besok aja renangnya.”“Huwaaaaa! Maunya Jaki sekaraaaanggg! Tapi ngga mau yang ada hantunyaaa!" serunya dengan lebih keras. Nabila jadi berang. “Heh, nggak usah teriak-teriak bisa kan?""Biarin?! Ibu jahat?! Jaki ngga suka sama ibuu?!" Brakk!Sebuah mainan terlempar dari tangannya. "Ibu heran ya sama Zaki yang sekarang. Nyebelin kelakuannya yang apa-apa

DMCA.com Protection Status