"Ide kamu bagus juga," ucap Sarah sembari menyeringai.
"Tunggu apa lagi ma? Cepat hubungi kak Andra!" seru Viona yang terlihat tidak sabar lagi."Iya mama akan hubungi dia."Sarah segera mengambil ponselnya yang berada di atas meja tepat di hadapannya, lalu dia bergegas membukanya dan langsung menghubungi sang keponakan yang bernama Andra.Tuttt... Tuttt... Tuttt...Tak membutuhkan waktu lama lagi, Andra langsung mengangkat panggilan yang masuk dari tantenya itu."Halo tan, ada apa? Tumben banget telepon aku," lontar Andra dari seberang telepon."An, gimana kalo mulai saat ini kamu tinggal di sini saja? Daripada kamu tinggal di sana sendirian kan?" tawar Sarah yang tidak mau menyampaikan tujuannya yang sesungguhnya."Nggak ah tan, nanti Bima marah lagi sama aku. Aku kan hanya pengangguran saja,""Udah kamu tenang aja, nanti biar tante yang urus dia,""Beneran nih tan? Nggak masalah kalo aku tinggal di sana?" tanya Andra yang masih ragu."Iya beneran. Lebih baik sekarang kamu siap-siap, dan langsung pindah ke sini, nggak ada penolakan!" Sarah menegaskan kata-kata terakhirnya.Terdengar helaan napas dari seberang sana, "Oke lah kalo tante maksa, aku siap-siap dulu,""Oke, tante tunggu kamu di rumah,""Iya tan."Tuttt...Sarah langsung mengakhiri panggilan telepon, lalu meletakkan ponselnya kembali ke atas meja."Gimana ma?" tanya Viona yang penasaran.Sarah tersenyum sembari menganggukkan kepalanya, "Dia akan ke sini hari ini,""Baguslah, lebih cepat lebih baik." Jawab Viona yang merasa lega.Setelah berhasil membuat rencana itu, mereka berdua kembali menonton televisi. Tidak seperti tadi yang terlihat cukup tegang, kini mereka berdua lebih terlihat santai dengan bersandar pada sandaran sofa."Gimana kalo kita lenyapin aja tuh kucing sialan? Mama nggak suka ada hewan peliharaan di rumah ini!" baru juga terdiam, Sarah malah berulah lagi dengan idenya.Viona yang mendengarnya pun dengan sangat antusias langsung menatap sang mama, "Ayo ma! Aku juga benci banget sama tuh kucing!""Yaudah, kalo gitu ayo kita cari dia."Sarah dan Viona bangkit dari duduk mereka, lalu bergegas keluar dari sana untuk mencari keberadaan Lucy.Tak pandang bulu memang, sampai hewan yang tidak bersalah pun kena imbasnya..Kembali lagi kepada Sena dan Bima. Kini mobil mereka berdua sudah sampai di depan butik milik Sena yang bernama Butik Alfee."Nanti gue jemput jam berapa?" tanya Bima kepada sang istri, dengan pandangan lurus ke depan."Nanti kalo aku udah pulang, pasti aku akan telepon kamu," jawab Sena sembari melepaskan sabuk pengaman yang melekat di tubuhnya."Hmm..." Bima hanya berdeham saja sebagai jawaban."Yaudah, aku turun dulu ya?"Bima yang malas berinteraksi dengan Sena pun hanya diam saja. Bahkan sedikitpun dia tidak melirik ke arah wanita yang saat ini sudah berstatus sebagai istrinya itu.Karena tidak mendapat jawaban dari sang suami, Sena langsung turun dan segera menutup pintu mobil tersebut. Lalu Bima pun segera melajukan mobilnya meninggalkanmu butik milik sang istri."Aku tau kalo kamu terpaksa melakukan pernikahan ini, karena aku pun juga sama. Tapi semoga saja suatu saat kamu bisa menerima kehadiranku Bim, seperti aku yang sudah bisa menerima takdir ini." Batin Sena yang menatap mobil sang suami yang sudah menjauh dari hadapannya.Setelah mobil Bima sudah tidak terlihat lagi, Sena segera masuk ke dalam butik miliknya. Toko butik tersebut memang tidak terlalu besar, karena di sana hanya khusus menjual pakaian saja dan tidak ada aksesoris lainnya."Selamat pagi bu Sena," sapa seorang pegawai di sana yang bernama Alin ketika melihat Sena masuk."Pagi Alin," jawab Sena dengan tersenyum ramah, "Keisha di mana?""Hadir bu!" seru seorang pegawai lain yang berada di pojok belakang, sembari mengangkat tangannya."Ku kirim kamu telat Kei," ujar Sena sembari membenarkan tas yang ia bawa."Nggak mungkin dong bu! Orang saya datang yang paling awal!" seru Keisha sembari berjalan mendekat ke arah Sena dan Alin."Eh apaan! Orang tadi gue yang datang duluan!" protes Alin yang tidak terima."Jangan ngaku-ngaku lo! Udah jelas tadi gue yang sampe sini duluan!" bantah Keisha."Nggak! Pkoknya gue yang duluan!" seru Alin."Gue!""Gue!""Gue!""Udah stop!" Sena sedikit meninggikan suaranya untuk melerai pertengkaran yang tidak penting itu."Cuma masalah sepele gitu jangan dijadiin masalah besar. Yang penting kalian berdua nggak datang terlambat," sambung Sena lagi."Iya bu." Jawab Alin dan Keisha dengan menundukkan kepalanya.Mereka benar-benar takut sang bos akan marah, karena sikap mereka yang sudah keterlaluan. Sedangkan Sena hanya menggelengkan kepalanya ketika melihat kelakuan dari keduanya.Maklum saja, usia Alin dan Keisha baru sembilan belas tahun, jadinya mereka masih suka bercanda yang sedikit keterlaluan. Namun jika sudah ramai pengunjung, pasti mereka akan bekerja dengan sungguh-sungguh dan tidak ada kata bercanda lagi."Dara di mana?" tanya Sena setelah melihat keduanya diam."Bu Dara belum datang bu," jawab Alin.Sena yang mendengarkan pun mengernyitkan dahinya, "Tumben banget jam segini belum datang, biasanya aja dia datang yang paling awal,""Nggak tau juga bu, mungkin aja bu Dara bangun kesiangan, jadinya terlambat datang," jelas Keisha.Sena mengangguk-anggukkan kepalanya, "Yaudah, kalian lanjutkan pekerjaan kalian. Nanti kalo dia sudah datang suruh ke ruangan saya,""Baik bu." Jawab keduanya secara bersamaan.Sena bergegas pergi ke dalam ruangannya yang berada di belakang tempat kasih. Sengaja membuatnya di sana, karena itu akan mempermudah dirinya untuk mengawasi seluruh kejadian yang ada di butik.Dara sendiri adalah teman baik saat Sena masih bersekolah dulu. Sena mempercayainya untuk memegang seluruh keuangan di sana, dan juga mempercayakan butiknya ketika dia tidak bisa hadir untuk mengelola butik tersebut..Beralih kepada Bima yang sudah sampai di kantornya. Dia buru-buru menuju ke ruangannya, karena masih banyak berkas yang harus ia cek dan tandatangani.Ketika Bima baru saja terduduk di kursi kebesarannya, tiba-tiba saja sang sekretaris sudah masuk ke dalam ruangannya dan langsung menghampirinya sembari membawa map di tangannya."Selamat pagi pak Bima." Sapa seorang wanita berkulit putih, rambut pendek berwarna hitam, mata coklat dan make-up yang terlihat natural.Ya dialah Hena Natalie, sekretaris dari Bima. Dia mulai bekerja di Alister Group semenjak Bima yang menjadi CEO. Karena sering bersama, dirinya memiliki perasaan terhadap Bima. Namun ia tak berani mengungkapkannya dan lebih memilih untuk memendam perasaannya seorang diri."Pagi," jawab Bima dingin."Pak Bima, jadwal kita hari ini sangat padat. Banyak pertemuan di luar kota yang harus kita datangi," ungkap Hena."Apa?!""Apa?! Kenapa kamu nggak atur jadwal saya dengan benar Hena?!"Pagi-pagi begini tenaga Bima sudah dikuras habis-habisan. Dia tidak marah karena banyak pekerjaan, melainkan ia marah karena harus bolak balik ke kota yang berbeda dalam waktu satu hari. Bayangkan saja, pasti sangat melelahkan dan mungkin dirinya akan pulang larut malam.Hena yang ketakutan pun menundukkan kepalanya, "Maafkan saya pak Bima, mereka semua menginginkan hari ini juga untuk meeting. Saya sudah mencoba menolaknya, tapi mereka nggak mau pak,""Ck! Cepat siapkan berkasnya, kita jalan saat ini juga!""Saya sudah menyiapkan semuanya pak Bima, kita tinggal berangkat saja."Tanpa menjawabnya lagi Bima langsung berdiri dari duduknya, lalu mengambil dompet, ponsel dan juga kunci mobilnya yang ada di atas meja. Setelah itu, dirinya berjalan terlebih dahulu meninggalkan Hena yang masih menunggunya di depan meja kerjanya.Hena yang melihat Bima pergi pun tersenyum smirk. Lalu dirinya bergegas menyusul Bima agar laki-laki t
"Non Viona, nyonya Sarah, Lucy ada di mana ya?" tanya Bi Lisa ketika melihat Sarah dan Viona yang sedang bersantai di ruang tamu."Nggak tau, mungkin masih di kamar mandi," jawab Viona acuh tak acuh, sembari memakan camilan yang ada di tangannya."Iya bi, cari aja di sana." Sahut Sarah sembari memainkan ponselnya.Bi Lisa yang mendengarnya tentu saja langsung membulatkan mata. Ia berlari menuju ke kamar mandi, karena takut terjadi hal buruk kepada Lucy. Jika sampai hal itu terjadi, maka dirinya akan merasa bersalah sudah tidak bisa menjaga amanah yang diberikan oleh Sena."Kucing kayak gitu aja dicariin," cetus Sarah seraya menaruh ponselnya ke atas meja."Padahal juga jelek gitu kucingnya, mending buang aja sih." Imbuh Viona yang juga meletakkan setoples camilan yang ada di tangannya.Mereka berdua yang sama sekali tidak merasa bersalah pun memutuskan untuk pergi ke kamar masing-masing, dan memilih untuk beristirahat saja..Di dalam kamar mandi yang berada di dapur, Bi Lisa terlihat
"Belum pulang Sen?" sapa laki-laki dengan perawakan tubuh yang tinggi dan gagah, kulit kuning langsat, potongan rambut yang rapi, beralis hitam tebal, dan pandangan mata coklatnya yang tajam.Sena tersenyum menatap ke arah laki-laki tersebut, "Kak Raka."Ya laki-laki tersebut bernama Raka. Dia adalah anak dari salah satu pelanggan tetap butik Sena, bahkan sang ibu juga yang menjadi pelanggan pertama Sena dulu.Hubungan Sena dengan ibu Raka juga cukup dekat, bahkan ia merasa memiliki seorang ibu lagi, sedangkan ia menganggap Raka sebagai kakaknya sendiri. Raka sendiri berprofesi sebagai seorang dokter.Raka menatap tajam ke arah Sena, dengan tangan yang bersedekap, "Hebat banget lo ya, udah nikah nggak bilang-bilang sama kami,"Sena tersenyum kikuk, lalu menggaruk kepalanya yang tidak gatal, "Hehehe, maaf kak. Acaranya mendadak, gue nggak punya waktu untuk kabarin lo sama mama,""Cepat masuk, gue anterin lo pulang." Titah Raka seraya kembali masuk ke dalam mobilnya.Tanpa menunggu peri
Sena yang dipanggil pun bergegas menghampiri Sarah, Viona dan Andra yang sedang berdiri di depan rumah.Ketika Sena sudah berdiri sedikit jauh dari Sarah, wanita paruh baya tersebut malah menarik Sena lalu merangkulnya dengan tersenyum manis ke arah sang keponakan."Ini Sena, istrinya Bima," ucap Sarah memperkenalkan Sena kepada Andra, lalu ia beralih menatap ke arah Sena, "Sena, ini Andra keponakan mama. Kamu harus bersikap baik kepada dia,""Iya ma," jawab Sena dengan tersenyum."Kenalin gue Andra Virendra, lo bisa panggil gue Andra." Laki-laki tinggi dan tampan tersebut mengulurkan tangannya ke hadapan Sena dengan tersenyum manis.Sena yang ingin menerima uluran tangan tersebut pun masih berpikir. Ia terlihat ragu untuk menerimanya, namun tidak akan sopan jika dia menolaknya.Sarah yang mengetahuinya pun langsung mencubit pinggang Sena, lalu membisikkan sesuatu tepat di telinga gadis itu, "Mentang-mentang istri CEO bukan berarti kamu bisa bersikap sombong! Cepat balas uluran tangan
Bi Lisa begitu terkejut ketika mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh Sena. Bahkan dia yang sedang mencuci piring sampai menjatuhkan piring tersebut.Sena yang juga terkejut pun segera berlari menuju ke samping Bi Lisa. Ia khawatir jika wanita paruh baya itu sedang tidak enak badan."Bibi nggak papa kan?" tanya Sena yang melihat raut wajah Bi Lisa menjadi sedikit pucat."Ehhh... Anu non, saya nggak papa kok," jawab Bi Lisa yang seperti kebingungan."Yakin bibi nggak sakit? Terus kenapa wajah bibi pucat gitu?""Ini itu non... Tadi saya terkejut mendengar suara non Sena," Bi Lisa mencoba membuat pernyataan yang masuk akal.Sena menganggukan kepalanya sebagai jawaban, "Oh iya bi, Lucy mana? Tadi bibi belum jawab pertanyaan aku,"Bi Lisa yang merasa bersalah langsung bersimpuh di kaki Sena sembari menangis, "Maafkan saya non, maafkan saya,"Sena yang kebingungan pun jongkok, lalu mencoba untuk membangunkan Bi Lisa, "Bibi kenapa? Coba katakan yang jelas, jangan seperti ini,""Maafkan s
Pukul lima pagi Bima terbangun terlebih dahulu daripada Sena. Ia menatap tubuhnya sendiri yang terbalut selimut, lalu menatap ke arah sang istri.Setelah cukup puas memandangi Sena yang masih tertidur pulas dari kejauhan, Bima pun menyingkirkan selimut tersebut, lalu segera bangun dan duduk terlebih dahulu di sofa itu."Lo emang wanita yang baik. Tapi sorry kalo gue belum bisa terima lo."Bima berdiri, lalu berjalan menuju ke samping ranjangnya. Setelah sampai di sana ia langsung mengambil gelas berisikan air di atas nakas, lalu memercikkan air tersebut pada wajah cantik sang istri."Bangun! Jangan sampai mama marah lagi!"Sena yang merasa ada yang mengganggu tidurnya pun langsung membuka matanya. Lalu ia mengusap wajahnya yang terkena percikan air tadi.Sedangkan Bima sendiri sudah berjalan ke depan lemari untuk mencari pakaian ganti."Kamu udah bangun dari tadi?" lontar Sena seraya menatap ke arah sang suami."Hmm...""Mau aku masakin apa?""Nggak usah, lo bantuin bibi aja biar mama
Flashback.Di dalam ruangan ICU di sebuah rumah sakit, terdapat seorang laki-laki paruh baya yang terbaring lemah, dengan beberapa alat medis yang menempel pada tubuhnya.Ya dialah Mirza Alister, ayah kadung Bima dan Viona. Kondisinya cukup mengkhawatirkan, dan kini Bima sedang menemani sang ayah."Bim, papa ingin mengatakan sesuatu kepada kamu," ucap Alister dengan lemah.Bima memegang tangan sang ayah kuat-kuat, "Katakan saja pa,""Tapi kamu harus janji, jangan pernah menolak permintaan papa ini,"Dengan cepat Bima menganggukkan kepalanya, "Katakan pa, Bima akan menuruti semua keinginan papa,"Alister tersenyum kecil, "Papa ingin kamu menikah dengan gadis pilihan papa,"Bima yang mendengarnya tentu saja terkejut, bahkan ia sampai melepaskan tangan sang ayah, "Papa ingin jodohin Bima? Pa, Bima bisa cari calon istri sendiri,""Tadi kamu sudah bilang mau menuruti semua keinginan papa Bim, dan yang papa inginkan hanya itu,""Tapi pa-,"Alister yang tidak mau mendengar penolakan sang put
"Wihh! Makanannya enak banget!" seru Andra setelah memakan sesuap nasi bersama sayur sop buatan Sena."Iya lah, orang yang masak kak Sena!" seru Viona."Hmm... Jadi istri emang harus pandai memasak, kalo nggak suaminya bisa mati kelaparan." Imbuh Sarah.Sepertinya mereka bertiga sudah bersekongkol terlebih dahulu sebelum Sena dan Bima masuk ke ruangan itu."Sudah diam!" seru Bima yang memang membenci ketika ada orang yang berbicara saat sedang makan seperti ini.Sarah, Viona dan Andra yang tidak mau membuat masalah dengan Bima pun lebih memilih untuk diam, dan menikmati saja makanan yang sudah tersaji.Sedangkan Sena sejak tadi diam saja, karena ia tidak ingin membuat sang suami tambah marah..Selepas sarapan bersama, tanpa banyak berkata-kata Bima segera pergi menuju ke luar rumah, diikuti oleh Sena yang berjalan di belakangnya.Kali ini Sarah dan Viona tidak langsung pergi ke ruang keluarga, melainkan mereka berdua ikut pergi ke luar rumah. Begitu pula dengan Andra yang selalu ikut