"Apa?! Kenapa kamu nggak atur jadwal saya dengan benar Hena?!"
Pagi-pagi begini tenaga Bima sudah dikuras habis-habisan. Dia tidak marah karena banyak pekerjaan, melainkan ia marah karena harus bolak balik ke kota yang berbeda dalam waktu satu hari. Bayangkan saja, pasti sangat melelahkan dan mungkin dirinya akan pulang larut malam.Hena yang ketakutan pun menundukkan kepalanya, "Maafkan saya pak Bima, mereka semua menginginkan hari ini juga untuk meeting. Saya sudah mencoba menolaknya, tapi mereka nggak mau pak,""Ck! Cepat siapkan berkasnya, kita jalan saat ini juga!""Saya sudah menyiapkan semuanya pak Bima, kita tinggal berangkat saja."Tanpa menjawabnya lagi Bima langsung berdiri dari duduknya, lalu mengambil dompet, ponsel dan juga kunci mobilnya yang ada di atas meja. Setelah itu, dirinya berjalan terlebih dahulu meninggalkan Hena yang masih menunggunya di depan meja kerjanya.Hena yang melihat Bima pergi pun tersenyum smirk. Lalu dirinya bergegas menyusul Bima agar laki-laki tersebut tidak meninggalkannya dan memarahinya lagi."Maaf Bim, bukannya aku tidak bisa mengatur jadwal meeting kamu. Tapi aku sengaja melakukannya, aku nggak bisa lihat kamu berduaan sama istri kamu. Hatiku sakit Bim, sangat sakit!" batin Hena yang kini sudah berjalan tepat di belakang Bima."Sena, suatu saat nanti pasti gue akan berhasil rebut Bima dari lo." Batin Hena lagi..Kembali lagi ke kediaman keluarga Alister. Setelah mencari terlalu lama akhirnya Sarah dan Viona sudah menemukan kucing Sena. Ya, saat ini Bi Lisa sedang memandikan kucing tersebut di dalam kamar mandi yang berada di dapur."Emm... Bi," panggil Viona dari ambang pintu kamar mandi.Bi Lisa yang mendengar suara dari anak majikannya itu pun segera menoleh, sembari memegang Lucy yang masih diselimuti banyak busa sabun, "Iya non, ada yang non inginkan?""Tolong belikan kue untuk keponakan saya, sekarang juga!" pinta Sarah yang berdiri di samping sang putri."Tapi nyonya, saat ini saya sedang memandikan kucing non Sena. Nanti setelah selesai saya akan langsung belikan," jawab Bi Lisa."Nggak ada tapi-tapian! Pokoknya bibi harus belikan sekarang juga! Lagi pula yang menggaji kamu itu saya, bukan Sena!" Sarah menekankan perkataannya, agar Bi Lisa tidak berani membantahnya lagi."Tapi, kucing non Sena bagaimana nyonya? Saya belum selesai memandikannya," Bi Lisa terlihat cemas ketika menatap Lucy yang saat ini sedang mengeong karena terkena air.Viona yang ingin menjalankan aksinya pun langsung mengambil alih Lucy dari tangan Bi Lisa, "Bibi tenang aja, kucing ini biar gue sama mama yang urus. Sekarang lebih baik bibi pergi beliin kue untung kak Andra!""Tapi kan non Viona nggak terbiasa memandikan kucing, nanti kalo non dicakar gimana?" ucap Bi Lisa yang mengkhawatirkan anak dari majikannya itu.Sarah yang malas menanggapi Bi Lisa pun langsung menarik tangannya dan membawanya keluar dari dalam kamar mandi, "Udah bibi nggak usah banyak protes lagi! Sekarang lebih baik cepat pergi belikan kue!"Bi Lisa menghela napasnya panjang, "Baik nya, saya akan membelinya,""Nih uangnya, untuk kuenya pilih yang paling mahal aja," ujar Sarah sembari menyodorkan beberapa lembar uang seratusan ke hadapan Bi Lisa."Baik nyonya." Jawab Bi Lisa seraya mengambil uang dari tangan Sarah.Bi Lisa pun bergegas pergi, karena toko kue langganan mereka berada cukup jauh dari sana. Sebenarnya di dekat sana juga ada, namun Sarah tidak menyukainya karena rasanya yang kurang enak.Setelah memastikan kepergian Bi Lisa, Sarah segera menyusul Viona yang saat ini masih memegangi Lucy di dalam kamar mandi."Ini gimana ma?" rengkek Viona sembari menjauhkan Lucy dari tubuhnya. Ekspresi wajahnya juga menunjukkan dirinya jijik memegang kucing imut itu."Kita tenggelamkan saja di air, nanti pasti dia akan mati sendiri," jawab Sarah sembari menghampiri sang putri."Oke ma.""Meong... Meong... Meong..."Lucy seperti mengerti jika kedua wanita itu orang yang jahat, ia mencakar, memberontak dan ingin berusaha lari dari sana, namun gagal karena kalah dengan kedua manusia kejam itu.Sarah dan Viona langsung menenggelamkan kepala Lucy ke dalam bak mandi yang sudah terisi oleh air. Mereka terus memegang tubuh Lucy, sampai pada akhirnya kucing tersebut sudah tidak bergerak lagi dan barulah mereka melepasnya begitu saja ke dalam bak mandi."Akhirnya kuman ini mati juga!" perkataan Sarah terdengar sangat angkuh."Iya ma. Ayo kita pergi dari sini, keburu Bi Lisa sampai," ajak Viona yang tidak betah berlama-lama di sana."Iya ayo."Sebelum pergi mereka terlebih dahulu mencuci tangan yang penuh dengan sabun sampai bersih, lalu barulah mereka meninggalkan tempat tersebut, membiarkan tubuh Lucy mengambang begitu saja di dalam bak mandi..Hari sudah hampir pukul sepuluh pagi, dan Dara baru saja sampai di butik. Tampilannya juga cukup acak-acakan, dengan mata panda yang menghiasi wajahnya."Bu Dara, tadi bu Sena suruh ibu menemui beliau di ruangannya," ucap Alin yang tidak sengaja melihat kedatangan Dara."Iya Lin, terima kasih,""Sama-sama bu."Alin langsung melanjutkan pekerjaannya, karena suasana butik yang cukup ramai. Sedangkan Dara segera pergi ke ruangan Sena setelah meletakkan tasnya di meja kasir.Ceklek...Dara langsung masuk begitu saja ke dalam ruangan Sena. Di sana ia melihat sahabatnya itu sedang sibuk sendiri di depan layar laptop miliknya."Ada apa lo suruh gue ke sini?"Ketika mendengar suara dari Dara, Sena yang tadinya sibuk dengan laptopnya pun langsung mengangkat wajahnya, "Bu bos siang gini baru datang," cibirnya.Dara langsung menutup pintu ruangan tersebut, lalu berjalan cepat ke hadapan Sena, dan setelah itu ia langsung menghempaskan tubuhnya ke kursi yang ada di hadapan sahabatnya itu."Gue masih ngantuk banget Sen! Tolong dong ngertiin gue," ucap Dara yang kini sudah menutup matanya."Gue juga ngantuk Dar, tapi gue masih bisa bangun pagi karena gue masih punya tanggung jawab di sini. Jangan karena lo sahabat gue lo jadi seenaknya, kasihan sama Alin dan Keisha kalo sikap lo kayak gitu," tutur Sena yang tidak mau membedakan pegawai di butiknya.Dara kembali membuka matanya, lalu menghela napas dalam, "Iya deh gue yang salah. Sorry hari ini gue datang terlambat,""Oke nggak masalah, tapi lain kali lo nggak boleh ulangi lagi!""Iya Sena gue nggak akan ulangi lagi,""Hmm... Bagus kalo gitu," jawab Sena sembari kembali melihat ke layar laptopnya."Lo suruh gue datang ke sini cuma buat ini dong Sen?""Iya, sekarang lo bantuin tuh Alin sama Keisha. Kasihan banyak pelanggan yang datang. Gue masih ada kerjaan di sini, jadinya nggak bisa bantuin mereka," jawab Sena panjang lebar."Yaudah deh gue pergi dulu,""Iya."Akhirnya Dara pun keluar dari ruangan tersebut dengan wajahnya yang malas. Mau tidak masuk pun pasti Sena akan marah, masuk terlambat juga dimarahi. Serba salah emang jadi dirinya..Ketika Bi Lisa sudah sampai di rumah, ia langsung memasukkan kue yang ia beli ke dalam kulkas, lalu bergegas mencari keberadaan Sarah dan Viona."Non Viona, nyonya Sarah, Lucy ada di mana ya?""Non Viona, nyonya Sarah, Lucy ada di mana ya?" tanya Bi Lisa ketika melihat Sarah dan Viona yang sedang bersantai di ruang tamu."Nggak tau, mungkin masih di kamar mandi," jawab Viona acuh tak acuh, sembari memakan camilan yang ada di tangannya."Iya bi, cari aja di sana." Sahut Sarah sembari memainkan ponselnya.Bi Lisa yang mendengarnya tentu saja langsung membulatkan mata. Ia berlari menuju ke kamar mandi, karena takut terjadi hal buruk kepada Lucy. Jika sampai hal itu terjadi, maka dirinya akan merasa bersalah sudah tidak bisa menjaga amanah yang diberikan oleh Sena."Kucing kayak gitu aja dicariin," cetus Sarah seraya menaruh ponselnya ke atas meja."Padahal juga jelek gitu kucingnya, mending buang aja sih." Imbuh Viona yang juga meletakkan setoples camilan yang ada di tangannya.Mereka berdua yang sama sekali tidak merasa bersalah pun memutuskan untuk pergi ke kamar masing-masing, dan memilih untuk beristirahat saja..Di dalam kamar mandi yang berada di dapur, Bi Lisa terlihat
"Belum pulang Sen?" sapa laki-laki dengan perawakan tubuh yang tinggi dan gagah, kulit kuning langsat, potongan rambut yang rapi, beralis hitam tebal, dan pandangan mata coklatnya yang tajam.Sena tersenyum menatap ke arah laki-laki tersebut, "Kak Raka."Ya laki-laki tersebut bernama Raka. Dia adalah anak dari salah satu pelanggan tetap butik Sena, bahkan sang ibu juga yang menjadi pelanggan pertama Sena dulu.Hubungan Sena dengan ibu Raka juga cukup dekat, bahkan ia merasa memiliki seorang ibu lagi, sedangkan ia menganggap Raka sebagai kakaknya sendiri. Raka sendiri berprofesi sebagai seorang dokter.Raka menatap tajam ke arah Sena, dengan tangan yang bersedekap, "Hebat banget lo ya, udah nikah nggak bilang-bilang sama kami,"Sena tersenyum kikuk, lalu menggaruk kepalanya yang tidak gatal, "Hehehe, maaf kak. Acaranya mendadak, gue nggak punya waktu untuk kabarin lo sama mama,""Cepat masuk, gue anterin lo pulang." Titah Raka seraya kembali masuk ke dalam mobilnya.Tanpa menunggu peri
Sena yang dipanggil pun bergegas menghampiri Sarah, Viona dan Andra yang sedang berdiri di depan rumah.Ketika Sena sudah berdiri sedikit jauh dari Sarah, wanita paruh baya tersebut malah menarik Sena lalu merangkulnya dengan tersenyum manis ke arah sang keponakan."Ini Sena, istrinya Bima," ucap Sarah memperkenalkan Sena kepada Andra, lalu ia beralih menatap ke arah Sena, "Sena, ini Andra keponakan mama. Kamu harus bersikap baik kepada dia,""Iya ma," jawab Sena dengan tersenyum."Kenalin gue Andra Virendra, lo bisa panggil gue Andra." Laki-laki tinggi dan tampan tersebut mengulurkan tangannya ke hadapan Sena dengan tersenyum manis.Sena yang ingin menerima uluran tangan tersebut pun masih berpikir. Ia terlihat ragu untuk menerimanya, namun tidak akan sopan jika dia menolaknya.Sarah yang mengetahuinya pun langsung mencubit pinggang Sena, lalu membisikkan sesuatu tepat di telinga gadis itu, "Mentang-mentang istri CEO bukan berarti kamu bisa bersikap sombong! Cepat balas uluran tangan
Bi Lisa begitu terkejut ketika mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh Sena. Bahkan dia yang sedang mencuci piring sampai menjatuhkan piring tersebut.Sena yang juga terkejut pun segera berlari menuju ke samping Bi Lisa. Ia khawatir jika wanita paruh baya itu sedang tidak enak badan."Bibi nggak papa kan?" tanya Sena yang melihat raut wajah Bi Lisa menjadi sedikit pucat."Ehhh... Anu non, saya nggak papa kok," jawab Bi Lisa yang seperti kebingungan."Yakin bibi nggak sakit? Terus kenapa wajah bibi pucat gitu?""Ini itu non... Tadi saya terkejut mendengar suara non Sena," Bi Lisa mencoba membuat pernyataan yang masuk akal.Sena menganggukan kepalanya sebagai jawaban, "Oh iya bi, Lucy mana? Tadi bibi belum jawab pertanyaan aku,"Bi Lisa yang merasa bersalah langsung bersimpuh di kaki Sena sembari menangis, "Maafkan saya non, maafkan saya,"Sena yang kebingungan pun jongkok, lalu mencoba untuk membangunkan Bi Lisa, "Bibi kenapa? Coba katakan yang jelas, jangan seperti ini,""Maafkan s
Pukul lima pagi Bima terbangun terlebih dahulu daripada Sena. Ia menatap tubuhnya sendiri yang terbalut selimut, lalu menatap ke arah sang istri.Setelah cukup puas memandangi Sena yang masih tertidur pulas dari kejauhan, Bima pun menyingkirkan selimut tersebut, lalu segera bangun dan duduk terlebih dahulu di sofa itu."Lo emang wanita yang baik. Tapi sorry kalo gue belum bisa terima lo."Bima berdiri, lalu berjalan menuju ke samping ranjangnya. Setelah sampai di sana ia langsung mengambil gelas berisikan air di atas nakas, lalu memercikkan air tersebut pada wajah cantik sang istri."Bangun! Jangan sampai mama marah lagi!"Sena yang merasa ada yang mengganggu tidurnya pun langsung membuka matanya. Lalu ia mengusap wajahnya yang terkena percikan air tadi.Sedangkan Bima sendiri sudah berjalan ke depan lemari untuk mencari pakaian ganti."Kamu udah bangun dari tadi?" lontar Sena seraya menatap ke arah sang suami."Hmm...""Mau aku masakin apa?""Nggak usah, lo bantuin bibi aja biar mama
Flashback.Di dalam ruangan ICU di sebuah rumah sakit, terdapat seorang laki-laki paruh baya yang terbaring lemah, dengan beberapa alat medis yang menempel pada tubuhnya.Ya dialah Mirza Alister, ayah kadung Bima dan Viona. Kondisinya cukup mengkhawatirkan, dan kini Bima sedang menemani sang ayah."Bim, papa ingin mengatakan sesuatu kepada kamu," ucap Alister dengan lemah.Bima memegang tangan sang ayah kuat-kuat, "Katakan saja pa,""Tapi kamu harus janji, jangan pernah menolak permintaan papa ini,"Dengan cepat Bima menganggukkan kepalanya, "Katakan pa, Bima akan menuruti semua keinginan papa,"Alister tersenyum kecil, "Papa ingin kamu menikah dengan gadis pilihan papa,"Bima yang mendengarnya tentu saja terkejut, bahkan ia sampai melepaskan tangan sang ayah, "Papa ingin jodohin Bima? Pa, Bima bisa cari calon istri sendiri,""Tadi kamu sudah bilang mau menuruti semua keinginan papa Bim, dan yang papa inginkan hanya itu,""Tapi pa-,"Alister yang tidak mau mendengar penolakan sang put
"Wihh! Makanannya enak banget!" seru Andra setelah memakan sesuap nasi bersama sayur sop buatan Sena."Iya lah, orang yang masak kak Sena!" seru Viona."Hmm... Jadi istri emang harus pandai memasak, kalo nggak suaminya bisa mati kelaparan." Imbuh Sarah.Sepertinya mereka bertiga sudah bersekongkol terlebih dahulu sebelum Sena dan Bima masuk ke ruangan itu."Sudah diam!" seru Bima yang memang membenci ketika ada orang yang berbicara saat sedang makan seperti ini.Sarah, Viona dan Andra yang tidak mau membuat masalah dengan Bima pun lebih memilih untuk diam, dan menikmati saja makanan yang sudah tersaji.Sedangkan Sena sejak tadi diam saja, karena ia tidak ingin membuat sang suami tambah marah..Selepas sarapan bersama, tanpa banyak berkata-kata Bima segera pergi menuju ke luar rumah, diikuti oleh Sena yang berjalan di belakangnya.Kali ini Sarah dan Viona tidak langsung pergi ke ruang keluarga, melainkan mereka berdua ikut pergi ke luar rumah. Begitu pula dengan Andra yang selalu ikut
"Kalo kamu sibuk, aku ambil mobilku sendiri aja yang ada di rumah," Sena memberanikan diri untuk memulai pembicaraan."Nggak usah!" Bima menjawabnya dengan singkat.Sena menghela napasnya dalam, "Yaudah, kalo gitu aku turun dulu. Nanti aku hubungi kamu kalo udah pulang,""Hmm..."Karena sikap sang suami yang masih dingin, Sena segera keluar dari dalam mobil. Kini dirinya langsung pergi menuju ke butiknya, tidak lagi menunggu mobil sang suami pergi dari sana.Sedang Bima sendiri juga langsung melajukan mobilnya menuju ke perusahaannya. Bahkan saat Sena sudah keluar dari dalam mobil, pandangannya masih tetap lurus ke depan, ia benar-benar tidak ingin melirik istrinya itu."Pagi bu Sena!" seru Alin dan Keisha begitu Sena membuka pintu masuk ke butiknya."Pagi Sen," sapa Dara yang sudah duduk manis di belakang meja kasir.Sena yang melihat semuanya datang tepat waktu tersenyum manis, "Pagi,""Tumben banget nih kalian terlihat ceria hari ini, ada apa?" lontar Sena yang sedikit penasaran."