"Belum pulang Sen?" sapa laki-laki dengan perawakan tubuh yang tinggi dan gagah, kulit kuning langsat, potongan rambut yang rapi, beralis hitam tebal, dan pandangan mata coklatnya yang tajam.
Sena tersenyum menatap ke arah laki-laki tersebut, "Kak Raka."Ya laki-laki tersebut bernama Raka. Dia adalah anak dari salah satu pelanggan tetap butik Sena, bahkan sang ibu juga yang menjadi pelanggan pertama Sena dulu.Hubungan Sena dengan ibu Raka juga cukup dekat, bahkan ia merasa memiliki seorang ibu lagi, sedangkan ia menganggap Raka sebagai kakaknya sendiri. Raka sendiri berprofesi sebagai seorang dokter.Raka menatap tajam ke arah Sena, dengan tangan yang bersedekap, "Hebat banget lo ya, udah nikah nggak bilang-bilang sama kami,"Sena tersenyum kikuk, lalu menggaruk kepalanya yang tidak gatal, "Hehehe, maaf kak. Acaranya mendadak, gue nggak punya waktu untuk kabarin lo sama mama,""Cepat masuk, gue anterin lo pulang." Titah Raka seraya kembali masuk ke dalam mobilnya.Tanpa menunggu perintah yang kedua kalinya, Sena bergegas masuk ke dalam mobil Raka. Daripada menunggu taksi lebih lama lagi, lebih baik dirinya menyetujui saja tawaran dari Raka. Lagi pula mereka sudah kenal cukup lama, dan itu tidak akan menjadi masalah baginya."Makasih ya kak, udah anterin gue pulang," ucap Sena ketika mobil Raka sudah melaju."Iya sama-sama. Tumben banget nggak bawa mobil sendiri, mobil lo mana?" tanya Raka."Mobil gue masih di rumah kak, gue mau ambil sih tapi masih belum sempat," jawab Sena.Raka menganggukkan kepalanya pelan, dengan pandangan yang terus memperhatikan jalanan, "Terus, suami lo mana? kenapa dia nggak jemput lo?""Dia sibuk kak, nggak sempat buat jemput gue,""Ck! Suami macam apa dia itu?! Istrinya diambil orang baru tau rasa," cetus Raka yang terlihat kesal."Maklum lah kak, kerjaannya emang banyak," Sena terus membela sang suami, "Lo sendiri tumben banget lewat sana, bukannya itu berlawanan arah dengan jalan rumah lo?""Gue emang sengaja mau cari lo,"Sena mengernyitkan alisnya, lalu menatap ke arah Raka, "Buat apa lo cari gue?"Raka menatap sekilas ke arah Sena, lalu kembali fokus ke jalanan, "Kalo bukan disuruh mama, gue nggak akan cari lo. Mama suruh gue temui lo, dan tanyain kenapa lo nikah nggak bilang sama kami,""Soal itu gue bener-bener minta maaf kak. Bukannya gue lupa sama kalian, tapi acara ini emang mendadak banget. Gue nggak punya waktu buat hubungi lo,""Iya iya Sen gue tau kok. Lo tenang aja, nanti biar gue yang jelasin ke mama,""Iya kak, sekali lagi terima kasih,""Iya."Percakapannya mereka berdua pun terhenti. Sena yang kelelahan pun menjadi sedikit mengantuk, dan ia memutuskan untuk memejamkan matanya. Sedangkan Raka terus fokus mengemudikan mobilnya tanpa menatap ke arah gadis itu..Di lokasi lain, Bima dan Hena baru saja selesai makan malam bersama. Setelah membayar makanan yang mereka makan, keduanya langsung pergi meninggalkan restoran tersebut."Pak Bima, bisa minta tolong?" lontar Hena yang duduk di kursi samping kemudi, lebih tepatnya di samping Bima."Apa?""Tolong anterin saya pulang sekalian ya pak? Ini kan udah malam, di kantor pasti juga udah sepi. Saya takut kalo disuruh nungguin taksi sendirian di depan kantor,""Hmm...""Terima kasih pak Bima." Ujar Hena tersenyum manis.Bima tak lagi menanggapi, dirinya menambah kecepatan mobilnya agar segera sampai di rumah dan segera beristirahat."Oh iya pak, sepertinya besok kita akan sampai malam lagi. Masih ada tiga kota yang harus kita datangi," Hena seperti mencari perhatian dari pria itu."Hmm..." lagi dan lagi, Bima hanya berdeham saja."Bapak nggak masalah kan?""Nggak,""Kalo bapak capek bilang aja, nanti biar saya atur ulang jadwalnya,""Saya bilang nggak ya nggak! Dan tolong kamu diam! Jangan berisik!" bentak Bima yang terganggu dengan ocehan tidak penting dari Hena."Iya pak, maafkan saya."Bima yang memang sangat irit berbicara pun malas menanggapi perkataan yang sangat tidak penting tersebut."Lo harus sabar Hena, suatu saat pasti lo bisa taklukkin Bima. Lo hanya harus sabar dan terus berusaha." Batin Hena yang lebih memilih diam daripada dimarahi oleh Bima lagi..Di tengah perjalanan, Raka yang belum mengetahui rumah suami Sena pun langsung membangunnya. Walaupun sebenarnya dia tidak tega, namun keadaan yang mendesaknya."Sen bangun!" Raka sedikit mengguncangkan tubuh gadis itu, sembari berusaha fokus mengemudikan mobilnya."Hmm..."Sena sedikit menggeliat, lalu perlahan mulai membuat matanya. Setelah tersadar sempurna, dia menatap Raka dengan penuh tanda tanya."Ada apa kak?""Rumah suami lo mana? Lo belum kasih tau gue." Ungkap Raka.Sena yang mendengarnya pun langsung cengoh, dirinya lupa jika pria yang ada di sampingnya saat ini belum mengetahui hal tersebut."Di mana Sen?" Raka kembali bertanya lagi.Sena yang tersadar pun langsung menjawabnya, "Di perumahan Akasia nomor empat belas,""Dari tadi kek,""Ya maaf kak, orang baru bangun tidur udah ditanyain gitu,""Iya iya."Sena hanya menanggapinya dengan senyuman saja, lalu dirinya menatap ke luar jendela mobil, menikmati suasana jalanan malam yang ia lewati.Sesampainya di depan gerbang menjulang tinggi rumah milik Bima, Raka langsung menghentikan laju mobilnya. Dari luarnya saja rumah tersebut nampak mewah, lebih mewah daripada rumah lainnya yang ada di sana."Sekali lagi terima kasih ya kak, lo udah anterin gue pulang," ucap Sena seraya melepaskan sabuk pengaman yang ia pakai."Iya sama-sama. Kalo ada apa-apa hubungi gue,""Siap kak!""Yaudah, masuk gih. Cepat mandi, lalu cepat makan,""Iya kak, kalo gitu gue turun dulu. Sampaiin salam gue ke mama," ucap Sena tersenyum."Iya nanti gue sampaiin,""Thanks kak."Sena pun akhirnya turun dari dalam mobil, lalu berjalan menuju ke depan gerbang yang kebetulan sedang terbuka lebar.Raka sendiri segera melajukan mobilnya meninggalkan depan rumah mewah tersebut.Setelah mobil Raka tidak terlihat lagi, barulah Sena masuk ke dalam gerbang. Di sana terlihat ada sebuah taksi yang berhenti dan seorang pemuda asing berdiri di samping taksi tersebut, bersama Sarah dan Viona yang sedang menyambut kedatangan dari pemuda itu.Sena yang penasaran pun menghampiri satpam yang bekerja di rumah itu, "Pak, dia siapa?"Pak satpam yang melihat kedatangan Sena pun langsung menghadapnya dengan menundukkan kepala, "Dia tuan Andra non, keponakan dari nyonya Sarah dan tuan Alister,"Sena menganggukkan kepalanya, pertanda ia mengerti, "Terima kasih pak,""Sama-sama non."Tak berapa lama kemudian taksi yang membawa Andra pun pergi dari dalam rumah tersebut. Sarah yang melihat sang menantu masih berdiri di depan gerbang pun langsung memanggilnya."Sena ngapain kamu berdiri di sana? Cepat masuk sini."Sena yang dipanggil pun bergegas menghampiri Sarah, Viona dan Andra yang sedang berdiri di depan rumah.Ketika Sena sudah berdiri sedikit jauh dari Sarah, wanita paruh baya tersebut malah menarik Sena lalu merangkulnya dengan tersenyum manis ke arah sang keponakan."Ini Sena, istrinya Bima," ucap Sarah memperkenalkan Sena kepada Andra, lalu ia beralih menatap ke arah Sena, "Sena, ini Andra keponakan mama. Kamu harus bersikap baik kepada dia,""Iya ma," jawab Sena dengan tersenyum."Kenalin gue Andra Virendra, lo bisa panggil gue Andra." Laki-laki tinggi dan tampan tersebut mengulurkan tangannya ke hadapan Sena dengan tersenyum manis.Sena yang ingin menerima uluran tangan tersebut pun masih berpikir. Ia terlihat ragu untuk menerimanya, namun tidak akan sopan jika dia menolaknya.Sarah yang mengetahuinya pun langsung mencubit pinggang Sena, lalu membisikkan sesuatu tepat di telinga gadis itu, "Mentang-mentang istri CEO bukan berarti kamu bisa bersikap sombong! Cepat balas uluran tangan
Bi Lisa begitu terkejut ketika mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh Sena. Bahkan dia yang sedang mencuci piring sampai menjatuhkan piring tersebut.Sena yang juga terkejut pun segera berlari menuju ke samping Bi Lisa. Ia khawatir jika wanita paruh baya itu sedang tidak enak badan."Bibi nggak papa kan?" tanya Sena yang melihat raut wajah Bi Lisa menjadi sedikit pucat."Ehhh... Anu non, saya nggak papa kok," jawab Bi Lisa yang seperti kebingungan."Yakin bibi nggak sakit? Terus kenapa wajah bibi pucat gitu?""Ini itu non... Tadi saya terkejut mendengar suara non Sena," Bi Lisa mencoba membuat pernyataan yang masuk akal.Sena menganggukan kepalanya sebagai jawaban, "Oh iya bi, Lucy mana? Tadi bibi belum jawab pertanyaan aku,"Bi Lisa yang merasa bersalah langsung bersimpuh di kaki Sena sembari menangis, "Maafkan saya non, maafkan saya,"Sena yang kebingungan pun jongkok, lalu mencoba untuk membangunkan Bi Lisa, "Bibi kenapa? Coba katakan yang jelas, jangan seperti ini,""Maafkan s
Pukul lima pagi Bima terbangun terlebih dahulu daripada Sena. Ia menatap tubuhnya sendiri yang terbalut selimut, lalu menatap ke arah sang istri.Setelah cukup puas memandangi Sena yang masih tertidur pulas dari kejauhan, Bima pun menyingkirkan selimut tersebut, lalu segera bangun dan duduk terlebih dahulu di sofa itu."Lo emang wanita yang baik. Tapi sorry kalo gue belum bisa terima lo."Bima berdiri, lalu berjalan menuju ke samping ranjangnya. Setelah sampai di sana ia langsung mengambil gelas berisikan air di atas nakas, lalu memercikkan air tersebut pada wajah cantik sang istri."Bangun! Jangan sampai mama marah lagi!"Sena yang merasa ada yang mengganggu tidurnya pun langsung membuka matanya. Lalu ia mengusap wajahnya yang terkena percikan air tadi.Sedangkan Bima sendiri sudah berjalan ke depan lemari untuk mencari pakaian ganti."Kamu udah bangun dari tadi?" lontar Sena seraya menatap ke arah sang suami."Hmm...""Mau aku masakin apa?""Nggak usah, lo bantuin bibi aja biar mama
Flashback.Di dalam ruangan ICU di sebuah rumah sakit, terdapat seorang laki-laki paruh baya yang terbaring lemah, dengan beberapa alat medis yang menempel pada tubuhnya.Ya dialah Mirza Alister, ayah kadung Bima dan Viona. Kondisinya cukup mengkhawatirkan, dan kini Bima sedang menemani sang ayah."Bim, papa ingin mengatakan sesuatu kepada kamu," ucap Alister dengan lemah.Bima memegang tangan sang ayah kuat-kuat, "Katakan saja pa,""Tapi kamu harus janji, jangan pernah menolak permintaan papa ini,"Dengan cepat Bima menganggukkan kepalanya, "Katakan pa, Bima akan menuruti semua keinginan papa,"Alister tersenyum kecil, "Papa ingin kamu menikah dengan gadis pilihan papa,"Bima yang mendengarnya tentu saja terkejut, bahkan ia sampai melepaskan tangan sang ayah, "Papa ingin jodohin Bima? Pa, Bima bisa cari calon istri sendiri,""Tadi kamu sudah bilang mau menuruti semua keinginan papa Bim, dan yang papa inginkan hanya itu,""Tapi pa-,"Alister yang tidak mau mendengar penolakan sang put
"Wihh! Makanannya enak banget!" seru Andra setelah memakan sesuap nasi bersama sayur sop buatan Sena."Iya lah, orang yang masak kak Sena!" seru Viona."Hmm... Jadi istri emang harus pandai memasak, kalo nggak suaminya bisa mati kelaparan." Imbuh Sarah.Sepertinya mereka bertiga sudah bersekongkol terlebih dahulu sebelum Sena dan Bima masuk ke ruangan itu."Sudah diam!" seru Bima yang memang membenci ketika ada orang yang berbicara saat sedang makan seperti ini.Sarah, Viona dan Andra yang tidak mau membuat masalah dengan Bima pun lebih memilih untuk diam, dan menikmati saja makanan yang sudah tersaji.Sedangkan Sena sejak tadi diam saja, karena ia tidak ingin membuat sang suami tambah marah..Selepas sarapan bersama, tanpa banyak berkata-kata Bima segera pergi menuju ke luar rumah, diikuti oleh Sena yang berjalan di belakangnya.Kali ini Sarah dan Viona tidak langsung pergi ke ruang keluarga, melainkan mereka berdua ikut pergi ke luar rumah. Begitu pula dengan Andra yang selalu ikut
"Kalo kamu sibuk, aku ambil mobilku sendiri aja yang ada di rumah," Sena memberanikan diri untuk memulai pembicaraan."Nggak usah!" Bima menjawabnya dengan singkat.Sena menghela napasnya dalam, "Yaudah, kalo gitu aku turun dulu. Nanti aku hubungi kamu kalo udah pulang,""Hmm..."Karena sikap sang suami yang masih dingin, Sena segera keluar dari dalam mobil. Kini dirinya langsung pergi menuju ke butiknya, tidak lagi menunggu mobil sang suami pergi dari sana.Sedang Bima sendiri juga langsung melajukan mobilnya menuju ke perusahaannya. Bahkan saat Sena sudah keluar dari dalam mobil, pandangannya masih tetap lurus ke depan, ia benar-benar tidak ingin melirik istrinya itu."Pagi bu Sena!" seru Alin dan Keisha begitu Sena membuka pintu masuk ke butiknya."Pagi Sen," sapa Dara yang sudah duduk manis di belakang meja kasir.Sena yang melihat semuanya datang tepat waktu tersenyum manis, "Pagi,""Tumben banget nih kalian terlihat ceria hari ini, ada apa?" lontar Sena yang sedikit penasaran."
Hena dibuat terkejut dengan perkataan yang keluar dari mulut Andra, "Bagaimana dia bisa tau perasaan gue?" batinnya."Hahaha, nggak usah terkejut gitu. Gue tau kalo lo suka sama dia," celetuk Andra seraya menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi tempat ia duduk."Benar begitu Hena?" lontar Sarah yang penasaran setelah mendengar perkataan sang keponakan.Hena yang tidak bisa mengelak hanya bisa menundukkan kepalanya saja. Di bawah sana ia meremas jari jemarinya sendiri, dengan keringat dingin yang mulai keluar dari tubuhnya."Sial! Gue harus gimana? Pasti bu Sarah marah besar dan pecat gue," batin Hena yang ketakutan."Kalo ditanya itu jawab dong! Jangan diam aja!" seru Viona yang kesal melihat kediaman dari Hena."I-iya bu, maafkan saya," akhirnya Hena menjawabnya, namun masih dengan pandangan melantai.Sarah menyeringai, "Ohh, jadi benar kamu menyukai anak saya?""Maafkan saya bu Sarah, saya sudah lancang. Tapi saya nggak bisa untuk bohongin hati saya sendiri," jelas Hena."Oke ngga
"Dia udah sampe di bandara?" Tanya Sarah yang terlihat senang."Iya ma, dan sekarang aku harus jemput dia," jawab Viona, "Kak berhenti di depan aja, gue mau naik taksi!""Nggak mau kita anterin aja?" tawar Andra."Nggak usah kak, gue bisa jemput dia sendiri." Tolak Viona.Setelah mendengarkan penolakan tersebut, Andra segera menepikan mobilnya. Dan setelah mobil menepi, Viona pun bersiap untuk keluar."Nanti malam ajak Evan makan malam di rumah Vi, udah lama mama nggak ketemu sama dia," pinta Sarah sebelum sang anak membuka pintu mobil."Iya ma, nanti aku ajak dia ke rumah," jawab Viona dengan tersenyum."Yaudah, kamu hati-hati ya,""Pasti ma,""Kalo nggak ada taksi nanti lo telfon kita aja Vi, biar kita putar balik dan jemput pacar lo sama-sama," ujar Andra."Iya kak, lo tenang aja," jawab Viona seraya membuka pintu mobil."Oke."Akhirnya Viona pun turun dari dalam mobil tersebut, lalu setelah ia menutup pintunya Andra kembali melajukan mobil itu menuju ke tempat tujuan awal.Sedangk
"Sena?!" seru Evan ketika melihat wanita yang duduk sendirian adalah seseorang yang ia kenal.Sena yang tadinya menundukkan kepalanya pun langsung mengangkatnya, lalu menatap ke arah seseorang yang memanggilnya, "Evan?!" ucapnya dengan tersenyum manis.Sena dan Evan memanglah teman lama, dan mereka sudah tidak bertemu sejak lulus sekolah menengah atas. Kini keduanya tidak menyangka jika akan bertemu lagi di sini."Lo apa kabar Sen? Kenapa lo ada di sini?" lontar Evan yang terlihat antusias."Gue-,"Belum sempat menjawab, Bima yang memang dalam keadaan marah langsung memotong pembicaraan sang istri, "Kalo mau ngobrol silakan keluar! Di sini tempat untuk makan!"Seketika itu juga, semua orang yang duduk di sana langsung terdiam, dan tidak berani mengeluarkan sepatah kata pun."Kok Evan bisa akrab sama si miskin itu sih?! Bikin gue bete aja," batin Viona yang semakin membenci Sena."Ada hubungan apa mereka berdua? Bisa kenal dari mana?" Sarah bertanya kepada dirinya sendiri di dalam hati
"Tumben banget Sen suami lo udah sampe, kemarin aja lo pulang dia belum ada di sini," cetus Dara yang berdiri tepat di depan pintu butik."Udah jangan diomongin lagi," jawab Sena yang baru saja selesai mengunci pintu butiknya, "Kenan udah jemput lo atau belum?""Belum, paling sebentar lagi juga udah sampe," jawab Dara."Mau gue temenin sampe dia datang?" tawar Sena."Nggak usah deh Sen, lo langsung pulang aja. Takut suami lo marah," Dara sedikit berbisik, karena takut Bima mendengarnya, padahal jarak mereka saja cukup jauh."Beneran nih nggak papa?" tanya Sena memastikan."Iya Sen!""Yaudah deh, kalo gitu gue duluan ya,""Iya Sen hati-hati."Sena pun berjalan menghampiri mobil Bima yang sudah terparkir di tepi jalan. Ia sedikit mempercepat langkahnya, karena takut laki-laki tersebut akan memarahinya."Maaf ya aku lama," ucap Sena setelah masuk ke dalam mobil."Hmm..." seperti biasanya, Bima hanya berdeham saja, lalu ia segera melajukan mobilnya menuju ke rumahnya."Kamu udah lama samp
Flashback.Di sebuah rumah minimalis dan terlihat sederhana, itulah tempat tinggal keluarga Sena. Sebuah keluarga yang sederhana, dan kedua orang tuanya hanyalah seorang buruh pabrik saja.Saat tengah malam, lebih tepatnya pukul 22.45, ketika semua orang sudah tertidur lelap tiba-tiba saja terjadi kebakaran di rumah itu. Penyebabnya tak lain dan tak bukan adalah karena korsleting listrik."Uhuk... Uhuk..."Ibu Sena yang merasakan sedikit sesak napas mencoba untuk membuka matanya. Ia kebingungan, karena tidak memiliki riwayat asma, namun tiba-tiba saja napasnya menjadi sesak.Ketika matanya sudah terbuka, ia melihat ke arah pintu kamar yang tertutup. Di balik pintu tersebut terlihat cahaya yang begitu terang. Sampai pada akhirnya ia menyadari apa yang telah terjadi di rumahnya itu."Pak ada api pak!" seru ibu Sena yang bernama Dira.Dira terus mengguncang tubuh sang suami yang sedang tertidur lelap di sampingnya.Bagas, suami Dira yang merasakan guncangan dari sang istri pun langsung t
"Mertua lo ngeselin banget sih Sen!" seru Dara ketika melihat Sena yang baru kembali dari luar.Sena menghentikan langkahnya tepat di depan meja kasir Dara. Ia menghela napasnya panjang, lalu membuangnya dengan kasar, "Nggak ngeselin sama sekali kok, lo aja yang belum kenal sama dia," jawabnya dengan tersenyum."Ck! Gue nggak tuli Sena! Dari tadi gue bisa dengar semua perkataan yang keluar dari mulutnya!" Dara terlihat tidak terima."Sttt... Udah Dar, nggak enak didengerin pelanggan. Lo fokus aja sama pekerjaan lo, lupakan kejadian tadi,""Oke deh oke! Tapi kalo lo diapa-apain dia bilang gue aja! Biar gue yang urus!""Hahaha lo terlalu lebay Dar, mama Sarah nggak seperti apa yang lo pikirin," Sena masih berusaha untuk menutupi perlakuan sang mertua."Emangnya lo tau apa yang gue pikiran sekarang?""Kita sahabatan udah lama Dara, jadi gue tau persis apa yang ada di otak lo. Pasti lo anggap mama Sarah orang yang jahat dan kejam kan? Padahal aslinya nggak," ucap Sena panjang lebar."Inga
"Dia udah sampe di bandara?" Tanya Sarah yang terlihat senang."Iya ma, dan sekarang aku harus jemput dia," jawab Viona, "Kak berhenti di depan aja, gue mau naik taksi!""Nggak mau kita anterin aja?" tawar Andra."Nggak usah kak, gue bisa jemput dia sendiri." Tolak Viona.Setelah mendengarkan penolakan tersebut, Andra segera menepikan mobilnya. Dan setelah mobil menepi, Viona pun bersiap untuk keluar."Nanti malam ajak Evan makan malam di rumah Vi, udah lama mama nggak ketemu sama dia," pinta Sarah sebelum sang anak membuka pintu mobil."Iya ma, nanti aku ajak dia ke rumah," jawab Viona dengan tersenyum."Yaudah, kamu hati-hati ya,""Pasti ma,""Kalo nggak ada taksi nanti lo telfon kita aja Vi, biar kita putar balik dan jemput pacar lo sama-sama," ujar Andra."Iya kak, lo tenang aja," jawab Viona seraya membuka pintu mobil."Oke."Akhirnya Viona pun turun dari dalam mobil tersebut, lalu setelah ia menutup pintunya Andra kembali melajukan mobil itu menuju ke tempat tujuan awal.Sedangk
Hena dibuat terkejut dengan perkataan yang keluar dari mulut Andra, "Bagaimana dia bisa tau perasaan gue?" batinnya."Hahaha, nggak usah terkejut gitu. Gue tau kalo lo suka sama dia," celetuk Andra seraya menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi tempat ia duduk."Benar begitu Hena?" lontar Sarah yang penasaran setelah mendengar perkataan sang keponakan.Hena yang tidak bisa mengelak hanya bisa menundukkan kepalanya saja. Di bawah sana ia meremas jari jemarinya sendiri, dengan keringat dingin yang mulai keluar dari tubuhnya."Sial! Gue harus gimana? Pasti bu Sarah marah besar dan pecat gue," batin Hena yang ketakutan."Kalo ditanya itu jawab dong! Jangan diam aja!" seru Viona yang kesal melihat kediaman dari Hena."I-iya bu, maafkan saya," akhirnya Hena menjawabnya, namun masih dengan pandangan melantai.Sarah menyeringai, "Ohh, jadi benar kamu menyukai anak saya?""Maafkan saya bu Sarah, saya sudah lancang. Tapi saya nggak bisa untuk bohongin hati saya sendiri," jelas Hena."Oke ngga
"Kalo kamu sibuk, aku ambil mobilku sendiri aja yang ada di rumah," Sena memberanikan diri untuk memulai pembicaraan."Nggak usah!" Bima menjawabnya dengan singkat.Sena menghela napasnya dalam, "Yaudah, kalo gitu aku turun dulu. Nanti aku hubungi kamu kalo udah pulang,""Hmm..."Karena sikap sang suami yang masih dingin, Sena segera keluar dari dalam mobil. Kini dirinya langsung pergi menuju ke butiknya, tidak lagi menunggu mobil sang suami pergi dari sana.Sedang Bima sendiri juga langsung melajukan mobilnya menuju ke perusahaannya. Bahkan saat Sena sudah keluar dari dalam mobil, pandangannya masih tetap lurus ke depan, ia benar-benar tidak ingin melirik istrinya itu."Pagi bu Sena!" seru Alin dan Keisha begitu Sena membuka pintu masuk ke butiknya."Pagi Sen," sapa Dara yang sudah duduk manis di belakang meja kasir.Sena yang melihat semuanya datang tepat waktu tersenyum manis, "Pagi,""Tumben banget nih kalian terlihat ceria hari ini, ada apa?" lontar Sena yang sedikit penasaran."
"Wihh! Makanannya enak banget!" seru Andra setelah memakan sesuap nasi bersama sayur sop buatan Sena."Iya lah, orang yang masak kak Sena!" seru Viona."Hmm... Jadi istri emang harus pandai memasak, kalo nggak suaminya bisa mati kelaparan." Imbuh Sarah.Sepertinya mereka bertiga sudah bersekongkol terlebih dahulu sebelum Sena dan Bima masuk ke ruangan itu."Sudah diam!" seru Bima yang memang membenci ketika ada orang yang berbicara saat sedang makan seperti ini.Sarah, Viona dan Andra yang tidak mau membuat masalah dengan Bima pun lebih memilih untuk diam, dan menikmati saja makanan yang sudah tersaji.Sedangkan Sena sejak tadi diam saja, karena ia tidak ingin membuat sang suami tambah marah..Selepas sarapan bersama, tanpa banyak berkata-kata Bima segera pergi menuju ke luar rumah, diikuti oleh Sena yang berjalan di belakangnya.Kali ini Sarah dan Viona tidak langsung pergi ke ruang keluarga, melainkan mereka berdua ikut pergi ke luar rumah. Begitu pula dengan Andra yang selalu ikut
Flashback.Di dalam ruangan ICU di sebuah rumah sakit, terdapat seorang laki-laki paruh baya yang terbaring lemah, dengan beberapa alat medis yang menempel pada tubuhnya.Ya dialah Mirza Alister, ayah kadung Bima dan Viona. Kondisinya cukup mengkhawatirkan, dan kini Bima sedang menemani sang ayah."Bim, papa ingin mengatakan sesuatu kepada kamu," ucap Alister dengan lemah.Bima memegang tangan sang ayah kuat-kuat, "Katakan saja pa,""Tapi kamu harus janji, jangan pernah menolak permintaan papa ini,"Dengan cepat Bima menganggukkan kepalanya, "Katakan pa, Bima akan menuruti semua keinginan papa,"Alister tersenyum kecil, "Papa ingin kamu menikah dengan gadis pilihan papa,"Bima yang mendengarnya tentu saja terkejut, bahkan ia sampai melepaskan tangan sang ayah, "Papa ingin jodohin Bima? Pa, Bima bisa cari calon istri sendiri,""Tadi kamu sudah bilang mau menuruti semua keinginan papa Bim, dan yang papa inginkan hanya itu,""Tapi pa-,"Alister yang tidak mau mendengar penolakan sang put