Pukul lima pagi Bima terbangun terlebih dahulu daripada Sena. Ia menatap tubuhnya sendiri yang terbalut selimut, lalu menatap ke arah sang istri.Setelah cukup puas memandangi Sena yang masih tertidur pulas dari kejauhan, Bima pun menyingkirkan selimut tersebut, lalu segera bangun dan duduk terlebih dahulu di sofa itu."Lo emang wanita yang baik. Tapi sorry kalo gue belum bisa terima lo."Bima berdiri, lalu berjalan menuju ke samping ranjangnya. Setelah sampai di sana ia langsung mengambil gelas berisikan air di atas nakas, lalu memercikkan air tersebut pada wajah cantik sang istri."Bangun! Jangan sampai mama marah lagi!"Sena yang merasa ada yang mengganggu tidurnya pun langsung membuka matanya. Lalu ia mengusap wajahnya yang terkena percikan air tadi.Sedangkan Bima sendiri sudah berjalan ke depan lemari untuk mencari pakaian ganti."Kamu udah bangun dari tadi?" lontar Sena seraya menatap ke arah sang suami."Hmm...""Mau aku masakin apa?""Nggak usah, lo bantuin bibi aja biar mama
Flashback.Di dalam ruangan ICU di sebuah rumah sakit, terdapat seorang laki-laki paruh baya yang terbaring lemah, dengan beberapa alat medis yang menempel pada tubuhnya.Ya dialah Mirza Alister, ayah kadung Bima dan Viona. Kondisinya cukup mengkhawatirkan, dan kini Bima sedang menemani sang ayah."Bim, papa ingin mengatakan sesuatu kepada kamu," ucap Alister dengan lemah.Bima memegang tangan sang ayah kuat-kuat, "Katakan saja pa,""Tapi kamu harus janji, jangan pernah menolak permintaan papa ini,"Dengan cepat Bima menganggukkan kepalanya, "Katakan pa, Bima akan menuruti semua keinginan papa,"Alister tersenyum kecil, "Papa ingin kamu menikah dengan gadis pilihan papa,"Bima yang mendengarnya tentu saja terkejut, bahkan ia sampai melepaskan tangan sang ayah, "Papa ingin jodohin Bima? Pa, Bima bisa cari calon istri sendiri,""Tadi kamu sudah bilang mau menuruti semua keinginan papa Bim, dan yang papa inginkan hanya itu,""Tapi pa-,"Alister yang tidak mau mendengar penolakan sang put
"Wihh! Makanannya enak banget!" seru Andra setelah memakan sesuap nasi bersama sayur sop buatan Sena."Iya lah, orang yang masak kak Sena!" seru Viona."Hmm... Jadi istri emang harus pandai memasak, kalo nggak suaminya bisa mati kelaparan." Imbuh Sarah.Sepertinya mereka bertiga sudah bersekongkol terlebih dahulu sebelum Sena dan Bima masuk ke ruangan itu."Sudah diam!" seru Bima yang memang membenci ketika ada orang yang berbicara saat sedang makan seperti ini.Sarah, Viona dan Andra yang tidak mau membuat masalah dengan Bima pun lebih memilih untuk diam, dan menikmati saja makanan yang sudah tersaji.Sedangkan Sena sejak tadi diam saja, karena ia tidak ingin membuat sang suami tambah marah..Selepas sarapan bersama, tanpa banyak berkata-kata Bima segera pergi menuju ke luar rumah, diikuti oleh Sena yang berjalan di belakangnya.Kali ini Sarah dan Viona tidak langsung pergi ke ruang keluarga, melainkan mereka berdua ikut pergi ke luar rumah. Begitu pula dengan Andra yang selalu ikut
"Kalo kamu sibuk, aku ambil mobilku sendiri aja yang ada di rumah," Sena memberanikan diri untuk memulai pembicaraan."Nggak usah!" Bima menjawabnya dengan singkat.Sena menghela napasnya dalam, "Yaudah, kalo gitu aku turun dulu. Nanti aku hubungi kamu kalo udah pulang,""Hmm..."Karena sikap sang suami yang masih dingin, Sena segera keluar dari dalam mobil. Kini dirinya langsung pergi menuju ke butiknya, tidak lagi menunggu mobil sang suami pergi dari sana.Sedang Bima sendiri juga langsung melajukan mobilnya menuju ke perusahaannya. Bahkan saat Sena sudah keluar dari dalam mobil, pandangannya masih tetap lurus ke depan, ia benar-benar tidak ingin melirik istrinya itu."Pagi bu Sena!" seru Alin dan Keisha begitu Sena membuka pintu masuk ke butiknya."Pagi Sen," sapa Dara yang sudah duduk manis di belakang meja kasir.Sena yang melihat semuanya datang tepat waktu tersenyum manis, "Pagi,""Tumben banget nih kalian terlihat ceria hari ini, ada apa?" lontar Sena yang sedikit penasaran."
Hena dibuat terkejut dengan perkataan yang keluar dari mulut Andra, "Bagaimana dia bisa tau perasaan gue?" batinnya."Hahaha, nggak usah terkejut gitu. Gue tau kalo lo suka sama dia," celetuk Andra seraya menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi tempat ia duduk."Benar begitu Hena?" lontar Sarah yang penasaran setelah mendengar perkataan sang keponakan.Hena yang tidak bisa mengelak hanya bisa menundukkan kepalanya saja. Di bawah sana ia meremas jari jemarinya sendiri, dengan keringat dingin yang mulai keluar dari tubuhnya."Sial! Gue harus gimana? Pasti bu Sarah marah besar dan pecat gue," batin Hena yang ketakutan."Kalo ditanya itu jawab dong! Jangan diam aja!" seru Viona yang kesal melihat kediaman dari Hena."I-iya bu, maafkan saya," akhirnya Hena menjawabnya, namun masih dengan pandangan melantai.Sarah menyeringai, "Ohh, jadi benar kamu menyukai anak saya?""Maafkan saya bu Sarah, saya sudah lancang. Tapi saya nggak bisa untuk bohongin hati saya sendiri," jelas Hena."Oke ngga
"Dia udah sampe di bandara?" Tanya Sarah yang terlihat senang."Iya ma, dan sekarang aku harus jemput dia," jawab Viona, "Kak berhenti di depan aja, gue mau naik taksi!""Nggak mau kita anterin aja?" tawar Andra."Nggak usah kak, gue bisa jemput dia sendiri." Tolak Viona.Setelah mendengarkan penolakan tersebut, Andra segera menepikan mobilnya. Dan setelah mobil menepi, Viona pun bersiap untuk keluar."Nanti malam ajak Evan makan malam di rumah Vi, udah lama mama nggak ketemu sama dia," pinta Sarah sebelum sang anak membuka pintu mobil."Iya ma, nanti aku ajak dia ke rumah," jawab Viona dengan tersenyum."Yaudah, kamu hati-hati ya,""Pasti ma,""Kalo nggak ada taksi nanti lo telfon kita aja Vi, biar kita putar balik dan jemput pacar lo sama-sama," ujar Andra."Iya kak, lo tenang aja," jawab Viona seraya membuka pintu mobil."Oke."Akhirnya Viona pun turun dari dalam mobil tersebut, lalu setelah ia menutup pintunya Andra kembali melajukan mobil itu menuju ke tempat tujuan awal.Sedangk
"Mertua lo ngeselin banget sih Sen!" seru Dara ketika melihat Sena yang baru kembali dari luar.Sena menghentikan langkahnya tepat di depan meja kasir Dara. Ia menghela napasnya panjang, lalu membuangnya dengan kasar, "Nggak ngeselin sama sekali kok, lo aja yang belum kenal sama dia," jawabnya dengan tersenyum."Ck! Gue nggak tuli Sena! Dari tadi gue bisa dengar semua perkataan yang keluar dari mulutnya!" Dara terlihat tidak terima."Sttt... Udah Dar, nggak enak didengerin pelanggan. Lo fokus aja sama pekerjaan lo, lupakan kejadian tadi,""Oke deh oke! Tapi kalo lo diapa-apain dia bilang gue aja! Biar gue yang urus!""Hahaha lo terlalu lebay Dar, mama Sarah nggak seperti apa yang lo pikirin," Sena masih berusaha untuk menutupi perlakuan sang mertua."Emangnya lo tau apa yang gue pikiran sekarang?""Kita sahabatan udah lama Dara, jadi gue tau persis apa yang ada di otak lo. Pasti lo anggap mama Sarah orang yang jahat dan kejam kan? Padahal aslinya nggak," ucap Sena panjang lebar."Inga
Flashback.Di sebuah rumah minimalis dan terlihat sederhana, itulah tempat tinggal keluarga Sena. Sebuah keluarga yang sederhana, dan kedua orang tuanya hanyalah seorang buruh pabrik saja.Saat tengah malam, lebih tepatnya pukul 22.45, ketika semua orang sudah tertidur lelap tiba-tiba saja terjadi kebakaran di rumah itu. Penyebabnya tak lain dan tak bukan adalah karena korsleting listrik."Uhuk... Uhuk..."Ibu Sena yang merasakan sedikit sesak napas mencoba untuk membuka matanya. Ia kebingungan, karena tidak memiliki riwayat asma, namun tiba-tiba saja napasnya menjadi sesak.Ketika matanya sudah terbuka, ia melihat ke arah pintu kamar yang tertutup. Di balik pintu tersebut terlihat cahaya yang begitu terang. Sampai pada akhirnya ia menyadari apa yang telah terjadi di rumahnya itu."Pak ada api pak!" seru ibu Sena yang bernama Dira.Dira terus mengguncang tubuh sang suami yang sedang tertidur lelap di sampingnya.Bagas, suami Dira yang merasakan guncangan dari sang istri pun langsung t