"Dasar menantu nggak tau diri! Udah siang gini baru bangun. Mau kamu kasih makan apa suamimu?!"
Sarah Angelina atau biasa dipanggil Sarah, ia begitu tak bisa menjaga perkataannya, ketika melihat sang menantu yang baru saja masuk ke dalam ruang makan."Maaf ma, aku kecapean karena acara semalam." Jawab seorang wanita cantik dengan tubuh tidak terlalu tinggi, berkulit putih, rambut panjang berwarna hitam, dan memiliki mata coklat yang indah, dengan menundukkan kepalanya.Dialah Sena Felicia, atau biasa dipanggil Sena. Istri dari Bima Alister yang berstatus sebagai seorang CEO di perusahaan Alister Group."Ck! Alasan saja, bilang aja kalo kamu orang yang malas!" ketus Sarah."Bener tuh ma! Kasihan banget kak Bima, dapat istri pemalas kek dia." Sahut seorang gadis cantik, berkulit putih dan berambut pendek yang bernama Viona Alister. Dialah adik dari Bima.Sena menghela napasnya dalam, "Aku beneran capek ma, Vi,""Nggak usah banyak alasan kamu! Kamu itu harus sadar diri, dan sadar posisi. Emang kamu menantu di rumah ini, tapi kamu lebih pantas menjadi pembantu!" Sarah menekankan kata-kata terakhirnya.Sebenarnya Sena merasa sakit hati, namun ia tetap tersenyum, "Iya ma, aku tau kok kalo aku emang orang yang nggak-,""Ada apa pagi-pagi gini udah ribut?" potong seorang pria tampan dengan tubuh tinggi, badannya yang kekar, kulit kuning langsat, rambut bergayakan potongan undercut, alis yang tebal, dan tatapan tajam dari mata coklatnya."Ehh... Nggak ada apa-apa kok Bim. Ayo kita makan, keburu makanannya dingin," tiba-tiba saja sikap Sarah berubah begitu manis ketika melihat sang putra datang."Duduk!" titah Bima kepada sang istri yang masih berdiri di depan pintu masuk."Iya."Bima berjalan mendahului sang istri menuju ke tempat biasanya ia duduk. Lalu Sena yang masih sedikit takut berada di sana langsung mengikutinya dari belakang.Setelah duduk, Sena segera mengambilkan makanan untuk sang suami. Mula-mula dirinya menyendok nasi goreng yang sudah tersaji, lalu mengambilkan beberapa lauk pauk yang ada di atas meja makan.Sena terlebih dahulu menyuruh Sarah dan Viona untuk mengambil makanannya. Walaupun keduanya tidak bersikap baik kepada dirinya, akan tetap Sena tetap menghormatinya. Ketika mereka berdua sudah selesai, barulah ia mengambil sarapannya.Mereka berempat pun makan dengan tenang, dan hanya ada suara dentingan sendok dan garpu yang beradu dengan piring..Setelah selesai sarapan bersama, Bima segera mengantarkan Sena ke butik, dan setelah itu barulah ia akan pergi ke kantornya."Eh, aku mau cari Bibi dulu ya?" tanya Sena ketika mereka berdua sudah berada di luar rumah."Cepat, atau lo gue tinggal!""Iya, tunggu sebentar."Sena berlari kembali ke dalam rumah mewah tersebut. Ia harus segera menemui bi Lisa yang berada di dapur, sebelum Bima meninggalkannya."Bi, nanti tolong mandiin Lucy ya?" pinta Sena to the point setelah bertemu dengan Bi Lisa di dalam dapur.Ketika mendengar suara Sena, Bi Lisa yang sedang mencuci alat masak pun terlebih dahulu menghentikan aktivitasnya, lalu menghadap ke arah Sena sembari menundukkan kepalanya sebagai rasa hormat, "Baik non, setelah semua pekerjaan saya selesai, nanti saya akan langsung mandiin Lucy,""Tapi kalo bibi nggak sibuk itu. Kalo bibi sibuk nggak usah juga nggak papa,""Hari ini saya nggak terlalu sibuk kok non, non Sena tenang aja,""Yaudah, kalau gitu terima kasih bi," jawab Sena dengan tersenyum manis."Iya non sama-sama."Setelah selesai dengan urusannya, Sena segera menemui sang suami yang sudah menunggunya di depan rumah.Lucy sendiri adalah seekor kucing jenis persia, berbulu putih bersih milik Sena. Dia sudah merawat kucing tersebut sejak masih kecil, hingga saat ini sudah tumbuh besar.Lucy bukan cuma hewan peliharaan Sena saja, melainkan teman Sena saat dirinya merasakan kesepian ketika berada di rumah seorang diri."Sudah?" tanya Bima ketika melihat sang istri yang baru saja keluar dari dalam rumah."Sudah kok," jawab Sena yang berjalan menghampiri Bima."Yaudah, sekarang ayo kita berangkat!" ujar Bima seraya masuk ke dalam mobilnya, meninggalkan Sena begitu saja."Iya." Sena menghembuskan napasnya kasar sebelum membuka pintu mobil.Tintt...Bima yang tidak mau kesiangan sampai di kantornya pun membunyikan klakson mobilnya, agar Sena cepat masuk ke dalam.Sena yang menyadarinya pun bergegas masuk, sebelum Bima marah dan malah meninggalkannya begitu saja. Ingin berangkat sendiri pun mobilnya masih berada di rumahnya sendiri, dan belum sempat ia bawa ke sana..Untuk Sarah dan Viona sendiri hanya berdiam diri di rumah, karena mereka berdua memang tidak memiliki pekerjaan. Bima yang sayang dengan keduanya memang sengaja menyuruhnya untuk tidak bekerja, karena ia sendiri saja sudah mampu mencukupi kebutuhan keluarganya.Seperti sekarang ini, mereka berdua sedang duduk santai di ruang keluarga sembari menikmati acara televisi yang sedang ditayangkan, ditemani beberapa camilan dan minuman yang berada di atas meja."Ma, gimana sih caranya buat tuh si miskin pergi dari rumah ini?! Aku nggak betah lama-lama serumah sama dia!" celetuk Viona sembari terus menatap televisi, dengan pandangan angkuhnya dan tangan yang ia lipat di depan dada."Kamu tenang dulu, ini mama juga lagi pikirin caranya. Kamu juga bantu pikirin dong, jangan cuma ngomong aja! Kamu kira gampang apa bikin rencana buat usir tuh anak miskin!" jawab Sarah sembari menatap sang anak dengan kesal."Kok mama malah marah sama aku sih?!""Habisnya kamu nggak mau bantu mikir!""Emang mama sendiri nggak bisa apa cari ide? Biasanya kan mama selalu ada ide tuh, seperti waktu itu yang mau gagalin pernikahan mereka,"Sarah yang mendengar penuturan sang anak pun memutar bola matanya malah, "Kamu tau sendiri kan kalo semua ide mama gagal? Sekarang bantu mama pikirin caranya, supaya rencana ini nggak sia-sia,""Yaudah deh iya! Aku bantu mikir." Jawab Viona akhirnya.Sarah dan Viona pun terdiam sejenak dengan tangan kanan untuk menopang dagu, sembari menatap lurus ke depan.Setelah beberapa saat terdiam, akhirnya Viona membuka suara terlebih dahulu."Eh ma, gimana kalo kita suruh kak Andra tinggal di sini aja?" usul Viona sembari menatap sang mama dengan menaik turunkan alisnya.Sarah yang tidak mengerti maksud Viona pun mengernyitkan alisnya, "Untuk apa kamu suruh dia ke sini?""Ish! Mama ini gimana sih, nanti kan kita bisa suruh dia buat dekati Sena. Nanti kita harus bisa buat mereka bersatu, lalu kak Bima cerai dengan Sena, dan si miskin itu pergi deh dari rumah ini," Viona membeberkan apa yang terlintas di kepalanya dengan menyeringai.Sarah yang mendengarnya langsung tersenyum smirk, "Ide kamu bagus juga.""Ide kamu bagus juga," ucap Sarah sembari menyeringai."Tunggu apa lagi ma? Cepat hubungi kak Andra!" seru Viona yang terlihat tidak sabar lagi."Iya mama akan hubungi dia."Sarah segera mengambil ponselnya yang berada di atas meja tepat di hadapannya, lalu dia bergegas membukanya dan langsung menghubungi sang keponakan yang bernama Andra.Tuttt... Tuttt... Tuttt...Tak membutuhkan waktu lama lagi, Andra langsung mengangkat panggilan yang masuk dari tantenya itu."Halo tan, ada apa? Tumben banget telepon aku," lontar Andra dari seberang telepon."An, gimana kalo mulai saat ini kamu tinggal di sini saja? Daripada kamu tinggal di sana sendirian kan?" tawar Sarah yang tidak mau menyampaikan tujuannya yang sesungguhnya."Nggak ah tan, nanti Bima marah lagi sama aku. Aku kan hanya pengangguran saja,""Udah kamu tenang aja, nanti biar tante yang urus dia,""Beneran nih tan? Nggak masalah kalo aku tinggal di sana?" tanya Andra yang masih ragu."Iya beneran. Lebih baik sekarang kamu siap-siap
"Apa?! Kenapa kamu nggak atur jadwal saya dengan benar Hena?!"Pagi-pagi begini tenaga Bima sudah dikuras habis-habisan. Dia tidak marah karena banyak pekerjaan, melainkan ia marah karena harus bolak balik ke kota yang berbeda dalam waktu satu hari. Bayangkan saja, pasti sangat melelahkan dan mungkin dirinya akan pulang larut malam.Hena yang ketakutan pun menundukkan kepalanya, "Maafkan saya pak Bima, mereka semua menginginkan hari ini juga untuk meeting. Saya sudah mencoba menolaknya, tapi mereka nggak mau pak,""Ck! Cepat siapkan berkasnya, kita jalan saat ini juga!""Saya sudah menyiapkan semuanya pak Bima, kita tinggal berangkat saja."Tanpa menjawabnya lagi Bima langsung berdiri dari duduknya, lalu mengambil dompet, ponsel dan juga kunci mobilnya yang ada di atas meja. Setelah itu, dirinya berjalan terlebih dahulu meninggalkan Hena yang masih menunggunya di depan meja kerjanya.Hena yang melihat Bima pergi pun tersenyum smirk. Lalu dirinya bergegas menyusul Bima agar laki-laki t
"Non Viona, nyonya Sarah, Lucy ada di mana ya?" tanya Bi Lisa ketika melihat Sarah dan Viona yang sedang bersantai di ruang tamu."Nggak tau, mungkin masih di kamar mandi," jawab Viona acuh tak acuh, sembari memakan camilan yang ada di tangannya."Iya bi, cari aja di sana." Sahut Sarah sembari memainkan ponselnya.Bi Lisa yang mendengarnya tentu saja langsung membulatkan mata. Ia berlari menuju ke kamar mandi, karena takut terjadi hal buruk kepada Lucy. Jika sampai hal itu terjadi, maka dirinya akan merasa bersalah sudah tidak bisa menjaga amanah yang diberikan oleh Sena."Kucing kayak gitu aja dicariin," cetus Sarah seraya menaruh ponselnya ke atas meja."Padahal juga jelek gitu kucingnya, mending buang aja sih." Imbuh Viona yang juga meletakkan setoples camilan yang ada di tangannya.Mereka berdua yang sama sekali tidak merasa bersalah pun memutuskan untuk pergi ke kamar masing-masing, dan memilih untuk beristirahat saja..Di dalam kamar mandi yang berada di dapur, Bi Lisa terlihat
"Belum pulang Sen?" sapa laki-laki dengan perawakan tubuh yang tinggi dan gagah, kulit kuning langsat, potongan rambut yang rapi, beralis hitam tebal, dan pandangan mata coklatnya yang tajam.Sena tersenyum menatap ke arah laki-laki tersebut, "Kak Raka."Ya laki-laki tersebut bernama Raka. Dia adalah anak dari salah satu pelanggan tetap butik Sena, bahkan sang ibu juga yang menjadi pelanggan pertama Sena dulu.Hubungan Sena dengan ibu Raka juga cukup dekat, bahkan ia merasa memiliki seorang ibu lagi, sedangkan ia menganggap Raka sebagai kakaknya sendiri. Raka sendiri berprofesi sebagai seorang dokter.Raka menatap tajam ke arah Sena, dengan tangan yang bersedekap, "Hebat banget lo ya, udah nikah nggak bilang-bilang sama kami,"Sena tersenyum kikuk, lalu menggaruk kepalanya yang tidak gatal, "Hehehe, maaf kak. Acaranya mendadak, gue nggak punya waktu untuk kabarin lo sama mama,""Cepat masuk, gue anterin lo pulang." Titah Raka seraya kembali masuk ke dalam mobilnya.Tanpa menunggu peri
Sena yang dipanggil pun bergegas menghampiri Sarah, Viona dan Andra yang sedang berdiri di depan rumah.Ketika Sena sudah berdiri sedikit jauh dari Sarah, wanita paruh baya tersebut malah menarik Sena lalu merangkulnya dengan tersenyum manis ke arah sang keponakan."Ini Sena, istrinya Bima," ucap Sarah memperkenalkan Sena kepada Andra, lalu ia beralih menatap ke arah Sena, "Sena, ini Andra keponakan mama. Kamu harus bersikap baik kepada dia,""Iya ma," jawab Sena dengan tersenyum."Kenalin gue Andra Virendra, lo bisa panggil gue Andra." Laki-laki tinggi dan tampan tersebut mengulurkan tangannya ke hadapan Sena dengan tersenyum manis.Sena yang ingin menerima uluran tangan tersebut pun masih berpikir. Ia terlihat ragu untuk menerimanya, namun tidak akan sopan jika dia menolaknya.Sarah yang mengetahuinya pun langsung mencubit pinggang Sena, lalu membisikkan sesuatu tepat di telinga gadis itu, "Mentang-mentang istri CEO bukan berarti kamu bisa bersikap sombong! Cepat balas uluran tangan
Bi Lisa begitu terkejut ketika mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh Sena. Bahkan dia yang sedang mencuci piring sampai menjatuhkan piring tersebut.Sena yang juga terkejut pun segera berlari menuju ke samping Bi Lisa. Ia khawatir jika wanita paruh baya itu sedang tidak enak badan."Bibi nggak papa kan?" tanya Sena yang melihat raut wajah Bi Lisa menjadi sedikit pucat."Ehhh... Anu non, saya nggak papa kok," jawab Bi Lisa yang seperti kebingungan."Yakin bibi nggak sakit? Terus kenapa wajah bibi pucat gitu?""Ini itu non... Tadi saya terkejut mendengar suara non Sena," Bi Lisa mencoba membuat pernyataan yang masuk akal.Sena menganggukan kepalanya sebagai jawaban, "Oh iya bi, Lucy mana? Tadi bibi belum jawab pertanyaan aku,"Bi Lisa yang merasa bersalah langsung bersimpuh di kaki Sena sembari menangis, "Maafkan saya non, maafkan saya,"Sena yang kebingungan pun jongkok, lalu mencoba untuk membangunkan Bi Lisa, "Bibi kenapa? Coba katakan yang jelas, jangan seperti ini,""Maafkan s
Pukul lima pagi Bima terbangun terlebih dahulu daripada Sena. Ia menatap tubuhnya sendiri yang terbalut selimut, lalu menatap ke arah sang istri.Setelah cukup puas memandangi Sena yang masih tertidur pulas dari kejauhan, Bima pun menyingkirkan selimut tersebut, lalu segera bangun dan duduk terlebih dahulu di sofa itu."Lo emang wanita yang baik. Tapi sorry kalo gue belum bisa terima lo."Bima berdiri, lalu berjalan menuju ke samping ranjangnya. Setelah sampai di sana ia langsung mengambil gelas berisikan air di atas nakas, lalu memercikkan air tersebut pada wajah cantik sang istri."Bangun! Jangan sampai mama marah lagi!"Sena yang merasa ada yang mengganggu tidurnya pun langsung membuka matanya. Lalu ia mengusap wajahnya yang terkena percikan air tadi.Sedangkan Bima sendiri sudah berjalan ke depan lemari untuk mencari pakaian ganti."Kamu udah bangun dari tadi?" lontar Sena seraya menatap ke arah sang suami."Hmm...""Mau aku masakin apa?""Nggak usah, lo bantuin bibi aja biar mama
Flashback.Di dalam ruangan ICU di sebuah rumah sakit, terdapat seorang laki-laki paruh baya yang terbaring lemah, dengan beberapa alat medis yang menempel pada tubuhnya.Ya dialah Mirza Alister, ayah kadung Bima dan Viona. Kondisinya cukup mengkhawatirkan, dan kini Bima sedang menemani sang ayah."Bim, papa ingin mengatakan sesuatu kepada kamu," ucap Alister dengan lemah.Bima memegang tangan sang ayah kuat-kuat, "Katakan saja pa,""Tapi kamu harus janji, jangan pernah menolak permintaan papa ini,"Dengan cepat Bima menganggukkan kepalanya, "Katakan pa, Bima akan menuruti semua keinginan papa,"Alister tersenyum kecil, "Papa ingin kamu menikah dengan gadis pilihan papa,"Bima yang mendengarnya tentu saja terkejut, bahkan ia sampai melepaskan tangan sang ayah, "Papa ingin jodohin Bima? Pa, Bima bisa cari calon istri sendiri,""Tadi kamu sudah bilang mau menuruti semua keinginan papa Bim, dan yang papa inginkan hanya itu,""Tapi pa-,"Alister yang tidak mau mendengar penolakan sang put