“Sayang, hari ini aku mau pergi ke mall sama Angel, boleh 'kan?” tanya Chelsi sembari merapikan dasi sang suami. Leon memakai dasi yang ia berikan dan dalam hati Chelsi bersorak senang.Leon sangat mencintainya. Dan dengan fakta itu, Chelsi bisa terus memanfaatkan hal itu demi kesenangan pribadinya bersama Raka.Leon mungkin memang cerdas dalam hal berbisnis, tetapi tidak dengan percintaan. Dia terlalu kuno saat menganggap bahwa pernikahan akan mengikat Chelsi layaknya simpul untuk tetap bersamanya.Seperti yang Chelsi katakan sebelumnya, Leon itu membosankan.“Boleh saja, tapi kamu harus pulang sebelum matahari terbenam, ya,” ucap Leon. Tangannya dengan lembut mengelus pipi Chelsi dan wanita itu tersenyum sumringah. Senyum Leon otomatis ikut terbit. “Ya sudah, kalau begitu aku berangkat dulu.”Chelsi mengangguk dan mengusap jas Leon sebelum melangkah mundur. Leon meraih tas kerjanya, lalu keduanya berjalan beriringan menuju pintu utama.Tetapi begitu mereka tiba di sana, Ayana secara
“Hai, Chelsi!” Angel melambaikan tangannya dan mengisyaratkan Chelsi untuk segera masuk.Chelsi dengan senyum mengembang duduk di samping Angel. “Yuk, berangkat. Udah terlambat nih kita.”Angel mengangguk dan membawa mobilnya melaju keluar dari perkarangan rumah. Sementara itu, Rara bergegas menuju mobil yang telah ia parkir tidak jauh dari kediaman Agaditya.Untuk berjaga-jaga, Rara sengaja meminjam mobil temannya agar Chelsi tidak mencurigainya. Ia segera menyalakan mesin mobil dan menunggu sampai mobil Angel berbelok ke jalan raya.‘Pokoknya hari ini aku harus dapat buktinya! Nggak mungkin Kak Chelsi sesenang itu kalau cuma buat belanja di mall!’Firasat Rara mengatakan bahwa Chelsi akan menemui selingkuhannya lagi. Sama seperti saat di Bali, Angel pasti hanya sekadar alibinya.Tidak butuh waktu lama untuk sampai ke mall di pusat kota. Rara memperhatikan Angel dan Chelsi yang berjalan masuk, lalu ia segera memasang maskernya.Di depannya, Chelsi langsung mengunjungi tempat biasa ia
“AKHHHH, LEON!! Aduh! Perutku sakit! Aduh tolong!”Chelsi terus berteriak kesakitan sambil memegangi perutnya yang mulai membuncit.Dari lorong, terdengar suara langkah buru-buru Leon mendengar suara teriakan istrinya. Keningnya berkerut begitu tiba di ruang keluarga dan melihat Chelsi sudah terduduk di lantai. Pakaiannya basah dan wajahnya terlihat kesakitan.“Sayang? Ada apa?” Leon segera membantu Chelsi berdiri dengan hati-hati. “Kenapa pakaian kamu basah dan ada air di lantai?”“Ayana ...,” kata Chelsi dengan suara muram. Ia lalu menunjuk Ayana yang berdiri tidak jauh di belakangnya. “Tadi aku cuma minta ambilkan air minum sama Ayana, tapi dia ... dia malah menyiramku!”“Apa?!” wajah Leon seketika berubah menjadi murka.Ayana yang mendengar kebohongan Chelsi sontak menggeleng. Ia mencoba menjelaskan dengan terbata-bata, “Nggak, Mas. Bukan begitu, aku nggak—”“Diam!” bentak Leon dengan tatapan tajam menghunus yang membuat Ayana memucat di tempat.Ayana menunduk takut, sementara Che
“Sakit, Bu! Aduh! Tolong lepasin! Aku mohon Bu!”Ayana terus menjerit karena tarikan ibu mertuanya yang begitu menyakitkan. Rasanya rambutnya akan terlepas dari kulit kepalanya. Belum lagi kuku tajam ibu mertuanya yang menancap di kepalanya.“Diam kamu!” Rita justru makin menjadi-jadi hingga Ayana berteriak dengan suara melengking.“Sakittttt, Bu! Tolong lepasin! Aku mohon!” Ayana mencoba menarik tangan ibu mertuanya menjauh, tetapi kondisinya yang hamil besar membuat pergerakannya jadi terbatas.“Heh, kamu pantes dapatin ini! Siapa suruh kamu nyakitin Chelsi! Kamu pikir kamu siapa di rumah ini, hah?!” Rita tidak peduli dengan jeritan Ayana dan terus mengolok-oloknya. “Seharusnya kamu udah angkat kaki dari sini! Tapi Chelsi terlalu baik sama kamu!”Ayana sesenggukan dengan wajah bersimbah air mata. Berapa kali pun ia mencoba menjelaskan, sepertinya tidak ada seorang pun yang akan mempercayainya di rumah ini.Mereka terus menyiksanya secara fisik dan batin.Ayana hanya bisa menangis hi
“Hati-hati, Mbak. Biar saya bantu.”Ayana melemparkan senyum penuh terima kasih saat seorang gadis mengulurkan tangannya, membantu Ayana turun dari bus karena melihat perutnya yang buncit. “Terima kasih ya, Dek.”“Sama-sama, Mbak.” Gadis itu tersenyum singkat dan melambai pergi.Ayana berdiri di halte dan mengelap keringat di pelipisnya sejenak. Meskipun masih pagi, tetapi Ayana sering sekali berkeringat setelah kehamilannya.Ditatapnya rumah ibunya dari kejauhan, kemudian ia menenteng tasnya menelusuri jalan setapak. Butuh sekitar setengah kilometer untuk tiba di rumah sederhana ibunya yang terpisah dari rumah-rumah lain.Ayana menatap pohon angsana yang telah berbunga di depan rumah ibunya dan tersenyum tipis. Hal-hal sederhana seperti bunga yang mekar selalu mendatangkan percikan kebahagiaan di hatinya.“Ayana!” Hana muncul di ambang pintu ketika Ayana memetik beberapa kelopak bunga angsana.“Ibu.” Ayana segera menghambur ke pelukan ibunya dan memeluknya.Hana mengelus kepala putri
“Dua milyar?” Chelsi termangu mendengarnya. Dua milyar bukan uang yang sedikit dan jika ia langsung menarik uang sebanyak itu, Leon pasti akan mengetahuinya.Apa yang harus ia katakan?‘Ah, bodoh amat dengan pertanyaan Leon nanti!’ batin Chelsi tidak peduli.Chelsi tidak ingin membuat Raka kecewa jika ia sampai menarik kembali kata-katanya untuk membantu pria itu. Ia bisa membuat alasan lain agar Leon tidak mencurigainya.“Bagaimana, Sayang? Apa kamu keberatan?” Raka memeluk Chelsi yang terus diam di tempat.Chelsi menggeleng dan menampilkan senyum manisnya. “Aku keberatan? Mana mungkin. Sudah kubilang 'kan apa pun akan kulakukan untukmu, Sayang.”Senyum Raka seketika melebar dan ia menghujani Chelsi dengan banyak ciuman. “Terima kasih ya, Sayang,” bisiknya mesra.Chelsi tertawa bahagia, tanpa tahu niat terselubung Raka dibalik sikap dan kata-katanya yang manis. “Sama-sama, Sayang. Untuk uangnya akan aku berikan padamu sekitar dua hari lagi, ya. Setelahnya, kamu bisa memakainya untuk
“Darah!”Leon yang menyadari gawatnya situasi tanpa pikir panjang segera membopong Ayana. Wajah Ayana kian memucat dan dia terus merintih kesakitan.“Sakit, Mas! Sakit!” Ayana mencengkeram kuat jas Leon yang bergegas berlari ke mobil dengan panik.Leon tidak bisa mengatakan apa-apa, hanya ada ketakutan yang memenuhi kepalanya. Jantungnya berdebar tidak karuan merasakan darah yang terus merembes keluar dari sela paha Ayana, yang kini membasahi lengannya.Dari kejauhan, Rita, Rara, dan Chelsi memperhatikan kepergian Leon dan Ayana. Chelsi menyipitkan matanya tidak suka melihat kepanikan dan kekhawatiran di wajah Leon.Sementara itu, Leon membawa mobilnya dengan kecepatan tinggi menuju rumah sakit terdekat. Ayana tidak lagi merintih dan matanya sudah setengah terbuka.“Ayana?! Ayana?!” Leon terus memanggil agar kesadaran Ayana tidak menghilang, tetapi begitu tiba di rumah sakit, Ayana sudah tidak sadarkan diri.Leon hampir tersandung saat menggendong Ayana menuju ruang Instalasi Gawat Da
“Sayang, boleh tidak aku pergi ke Singapore dengan Angel selama tiga hari?”Leon yang sedang sibuk mengetik sontak menoleh mendengar permintaan Chelsi. Wanita itu tengah menatapnya dengan ekspresi memelas. “Apa? Ke Singapura?”“Iya, soalnya aku diundang ke salah satu acara pagelaran di sana. Model-model yang lain juga bakal datang, jadi boleh ya, Sayang?” kata Chelsi dengan suaranya yang manja.Chelsi menampilkan senyum termanisnya pada Leon—berharap Leon luluh—tetapi, ekspresi tidak setuju di wajah pria itu sama sekali tidak berubah. Malahan, Leon kembali melanjutkan pekerjaannya.Chelsi berdecak pelan. “Sayang? Kamu kok diam aja?”Leon menghela napas lelah. “Chelsi, kamu ini sedang hamil. Kalau untuk bepergian jauh seperti itu, aku tidak bisa mengizinkanmu. Kamu sebaiknya membatalkan rencana itu,” jelas Leon, masih fokus pada layar laptopnya yang menyala dan tengah menampilkan statistik laba perusahaan.“Ck, Sayang. Kamu ini terlalu berlebihan!” Chelsi mencebik tidak suka. Ia melipa