"Ada apa, Dek?" tanya Ardian kepada Naura setelah keduanya memasuki ruang kamar."Abang kapan nginap di sini?" tanya Naura menatap Ardian dengan sorot serius."Belum dulu ya, Dek. Abang mesti mendampingi Tasya. Syirisy juga masih perlu perhatian khusus," kilah Ardian. Saat ini pria itu memang merasa belum siap untuk tidur bersama Naura dalam satu kamar apalagi satu ranjang.Naura mendengkus tak suka. "Giliran Kak Tasya sudah lebih dari cukup loh, Bang. Bahkan aku sudah memberi jatah waktuku melebihi yang seharusnya. Apa nggak bisa Abang bersikap adil?""Shhh ...." Ardian mengarahkan telapak tangannya ke arah Naura. Ia khawatir suara wanita itu sampai ke luar ruangan. "Ck!" decak Naura. Ia mendudukkan bokongnya ke pinggir ranjang dengan wajah yang kesal."Abang minta pengertian kamu, Dek.""Aku kurang pengertian bagaimana lagi?!"Ardian menghela napas panjang, karena akhirnya Naura malah mengeraskan suaranya."Oke, oke. In syaa Allah besok Abang nginap di sini ya." Seketika hati Naur
"Ah, Mama. Ituuu, si Arga-lah mainannya." Hardi tertawa melihat wajah sang istri yang bingung."Oooh ... heheheee." Nina pun ikut tertawa setelah paham.Naura hanya tersenyum tipis melihat mertua dan iparnya di sana. Ia masih marah, sebab teringat perbuatan kurang ajar Arya sebelumnya yang mencuri ciuman bibirnya. Namun, ia belum sempat membahas itu lagi bersana lelaki tersebut."Arga makin hari, makin lucu, Ma. Jadinya aku betah main sama dia.""Kalau kamu nanti sudah selesai kuliah. Cepetan lanjut kerja, terus nikah, lalu punya anak!" seru Nina."Iya iyaa ...." Arya menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal sembari melirik ke arah Naura. 'Tadinya aku mau Naura yang jadi istri aku. Tahunya disalip abang sendiri,' keluhnya di dalam hati. Pria itu lalu bangkit dari duduk dan mencuci piring bekas makannya di wastafel, lantas ia melenggang masuk ke dalam kamarnya sendiri.***"Iya, Bu. Malam ini aku berdua sama Syirisy aja di rumah, soalnya Ardian mesti giliran ke rumah orang tuanya." T
"Abang dulu, deh," ucap Naura mempersilakan Ardian sambil tersipu malu."Nggak. Kamu aja dulu," sahut Ardian yang justru mempersilakan sang istri muda untuk berbicara terlebih dahulu."Hmm ... Jujur, Bang. Aku senang Abang akhirnya nginap sama aku setelah hampir dua pekan sejak pernikahan kita," ungkap Naura seraya menguntai senyum di bibirnya.Ardian membalas senyuman itu meskipun sebenarnya hatinya merasa tidak nyaman dengan kebersamaan keduanya. "Maaf kalau mungkin Abang nggak seperti yang kamu harapkan, Dek," pungkas pria itu."Hmm ... aku nggak bakal nuntut banyak sama Abang. Aku cuma minta disesuaikan aja dengan perjanjian yang pernah kita bertiga buat dulu sama Kak Tasya," imbuh Naura menatap sang suami.Ardian lalu mengangguk-anggukkan kepalanya pelan. Iya tidak bisa berkata banyak. "Abang tadi mau ngomong apa?" tanya Naura."Nggak ada. Cuma tadi, Abang mau kamu memahami Abang. Ini nggak mudah buat Abang, Naura .... Abang sebenarnya takut nggak bisa jadi suami yang adil untuk
Hari ini hari terakhir jatah waktu Ardian bersama Naura. Ia bersiap-siap kembali ke apartemen untuk menunaikan giliran Natasya. Lelaki itu merapikan pakaiannya di depan cermin."Baaang ... apa nggak bisa Abang ke sana nanti-nanti aja? 'Kan, waktu itu giliranku diambil Kak Tasya banyak bangeeet ...." Naura tiba-tiba memeluk Ardian dari belakang. Wanita itu merasa berat ditinggal oleh sang suami saat ini.Ardian menyembunyikan helaan napas panjangnya. 'Bahkan cuma tiga hari bersama kamu terasa sangat lama sekali buatku, Naura ...,' bisik pria itu di dalam hati.Pria tampan tersebut perlahan mengurai pelukan sang istri muda dan membalikkan badannya menghadap wanita itu. Ardian lalu meraih kedua telapak tangan sang wanita dan berkata, "Kamu sendiri 'kan, yang bilang agar kita mulai menerapkan perjanjian yang sudah kita buat bersama?" Ardian menatap lekat ke arah wanita di hadapannya.Sungguh, Ardian merasa sangat dilema. Di satu sisi, ia tidak betah jika bersama Naura. Namun, di sisi lain
Baru saja Ardian keluar dari lift di lantai 5 apartemen, matanya menangkap pintu unitnya yang baru saja terbuka. Dan, ternyata ada Steven dan Naysilla yang hendak ke luar dari dalam sana.Lelaki itu gegas melajukan langkah. "Daddy ... Ibu ...?" Ardian mengulurkan tangan hendak menyalami kedua mertuanya ketika jarak mereka tak lebih dari dua meter lagi.Steven menoleh ke arah lelaki yang baru saja datang itu. Dan dengan berat hati ia menyambut uluran tangan menantu lekakinya tersebut. Di dalam hati sebenarnya ia masih belum sepenuhnya menerima Ardian. Namun, semua ia lakukan demi sang putri kesayangan. Apalagi Natasya kini sudah menjadi ibu dan memberikan seorang cucu yang cantik untuknya.Setelah mencium tangan mertua lelakinya, giliran tangan Nay yang Ardian salami. "Sudah mau pulang, Ibu sama Daddy?" tanya pria tampan berwajah manis itu."Iya, kami baru aja mau pulang, Ar," jawab Nay seraya melebarkan senyuman."Ah, iya, Bu. Hati-hati di jalan," sahut Ardian membalas senyum sang ibu
"Mama Nina," panggil Naura ketika ia melihat sang ibu mertua duduk di depan televisi di ruang tengah rumah itu."Eh, iya, Nak! Sini duduk dekat Mama," sahut Nina sembari menepuk permadani yang ia duduki di posisi tepat di sebelahnya, "Arga tidur?" lanjutnya bertanya."Arga dibawa Arya ke depan tadi. Lihat kakeknya nanam cabe," jawab Naura."Ooh," sahut Nina singkat. Ia kemudian lanjut menatap acara tv yang sedang menayangkan film drama Turki favoritnya."Ma, aku ganggu ya?" tanya Naura sedikit sungkan. Karena ia tahu, sang ibu mertua gemar menonton drama serta sinetron di televisi itu.Sontak Nina kembali menoleh ke arah Naura. "Nggak, kok. Kamu mau ngomong apa, ngomong aja. Ini Mama sambil nonton. Lagi seru filmnya," kata wanita paruh baya tersebut.Naura pun tersenyum simpul. "Gini, Ma ... aku cuma mau izin ke rumah Mama-Papaku sebentar," pungkas wanita itu."Ooh, kenapa nggak suruh Mama-Papa aja ke sini?" Nina menoleh ke arah Naura sebentar, kemudian lanjut mengarahkan matanya ke a
Sufia dan Lukman kaget akan permintaan putrinya itu. Padahal beberapa waktu lalu mereka sudah pernah membicarakan tentang hal ini. Naura juga sudah mengiyakan permintaan orang tuanya agar ia tidak akan ikut tinggal ke Kalimantan bersama Ardian. Bukan tanpa alasan Lukman dan Sufia mencegah kepindahan putrinya itu. Kedua orang tua itu tidak mau jauh dari Naura yang merupakan anak satu-satu milik mereka, setelah meninggalnya Maira. Apalagi kini keduanya sudah mendapatkan cucu yang lucu seperti Arga. Tentu Lukman dan Sufia merasa semakin berat jika harus saling berjauhan."Bukannya kita sudah sepakat waktu itu, Naura? Kamu bakal LDR sama Ardian. Toh, itu biasa dalam kehidupan rumah tangga. Mama dan Papa dulu juga lama banget LDR-an. Dari kamu belum lahir sampai kamu SMP." Sufia mengernyitkan dahinya.Lukman mengangguk setuju dengan ucapan sang istri. "Mamamu benar, Naura. Lagipula Ardian tentu bakal sering balik ke sini. Kantor pusat Arnold's Company 'kan, di sini," timpal lelaki paruh b
"Kenapa Daddy?" tanya Natasya ketika Ardian baru saja memutuskan sambungan teleponnya dengan sang mertua. Wanita cantik itu sempat mendengar Ardian menyebut 'Daddy' setelah dia keluar dari kamar mandi."Daddy ngasih kabar kalau keberangkatanku ke Kalimantan di majukan besok. Daddy bahkan sudah membelikan tiket pesawat untukku," jawab Ardian menjelaskan."Loh, kok mendadak? Bukannya mestinya beberapa hari lagi?" Tasya tampak heran. Ia bergerak menuju ke atas ranjang mendekati sang bayi mungil yang terlihat mulai merengek seperti ingin meminta ASI."Iya. Mendadak ada klien dari Malaysia yang mesti aku temui secara langsung di sana," terang Ardian lagi."Sebaiknya kamu siap-siap dari sekarang, biar nggak keburu-buru nanti," saran Natasya, "besok jam berapa jadwal penerbangannya?" tanya wanita itu."Jam sembilan," jawab Ardian to the point."Nah loh, pagi lagi. Bahkan kamu mesti berangkat paling telat itu jam setengah tujuh, Ar, antisipasi kalau jalanan macet," tukas Natasya."Iya, Sya. K