Baru saja Ardian keluar dari lift di lantai 5 apartemen, matanya menangkap pintu unitnya yang baru saja terbuka. Dan, ternyata ada Steven dan Naysilla yang hendak ke luar dari dalam sana.Lelaki itu gegas melajukan langkah. "Daddy ... Ibu ...?" Ardian mengulurkan tangan hendak menyalami kedua mertuanya ketika jarak mereka tak lebih dari dua meter lagi.Steven menoleh ke arah lelaki yang baru saja datang itu. Dan dengan berat hati ia menyambut uluran tangan menantu lekakinya tersebut. Di dalam hati sebenarnya ia masih belum sepenuhnya menerima Ardian. Namun, semua ia lakukan demi sang putri kesayangan. Apalagi Natasya kini sudah menjadi ibu dan memberikan seorang cucu yang cantik untuknya.Setelah mencium tangan mertua lelakinya, giliran tangan Nay yang Ardian salami. "Sudah mau pulang, Ibu sama Daddy?" tanya pria tampan berwajah manis itu."Iya, kami baru aja mau pulang, Ar," jawab Nay seraya melebarkan senyuman."Ah, iya, Bu. Hati-hati di jalan," sahut Ardian membalas senyum sang ibu
"Mama Nina," panggil Naura ketika ia melihat sang ibu mertua duduk di depan televisi di ruang tengah rumah itu."Eh, iya, Nak! Sini duduk dekat Mama," sahut Nina sembari menepuk permadani yang ia duduki di posisi tepat di sebelahnya, "Arga tidur?" lanjutnya bertanya."Arga dibawa Arya ke depan tadi. Lihat kakeknya nanam cabe," jawab Naura."Ooh," sahut Nina singkat. Ia kemudian lanjut menatap acara tv yang sedang menayangkan film drama Turki favoritnya."Ma, aku ganggu ya?" tanya Naura sedikit sungkan. Karena ia tahu, sang ibu mertua gemar menonton drama serta sinetron di televisi itu.Sontak Nina kembali menoleh ke arah Naura. "Nggak, kok. Kamu mau ngomong apa, ngomong aja. Ini Mama sambil nonton. Lagi seru filmnya," kata wanita paruh baya tersebut.Naura pun tersenyum simpul. "Gini, Ma ... aku cuma mau izin ke rumah Mama-Papaku sebentar," pungkas wanita itu."Ooh, kenapa nggak suruh Mama-Papa aja ke sini?" Nina menoleh ke arah Naura sebentar, kemudian lanjut mengarahkan matanya ke a
Sufia dan Lukman kaget akan permintaan putrinya itu. Padahal beberapa waktu lalu mereka sudah pernah membicarakan tentang hal ini. Naura juga sudah mengiyakan permintaan orang tuanya agar ia tidak akan ikut tinggal ke Kalimantan bersama Ardian. Bukan tanpa alasan Lukman dan Sufia mencegah kepindahan putrinya itu. Kedua orang tua itu tidak mau jauh dari Naura yang merupakan anak satu-satu milik mereka, setelah meninggalnya Maira. Apalagi kini keduanya sudah mendapatkan cucu yang lucu seperti Arga. Tentu Lukman dan Sufia merasa semakin berat jika harus saling berjauhan."Bukannya kita sudah sepakat waktu itu, Naura? Kamu bakal LDR sama Ardian. Toh, itu biasa dalam kehidupan rumah tangga. Mama dan Papa dulu juga lama banget LDR-an. Dari kamu belum lahir sampai kamu SMP." Sufia mengernyitkan dahinya.Lukman mengangguk setuju dengan ucapan sang istri. "Mamamu benar, Naura. Lagipula Ardian tentu bakal sering balik ke sini. Kantor pusat Arnold's Company 'kan, di sini," timpal lelaki paruh b
"Kenapa Daddy?" tanya Natasya ketika Ardian baru saja memutuskan sambungan teleponnya dengan sang mertua. Wanita cantik itu sempat mendengar Ardian menyebut 'Daddy' setelah dia keluar dari kamar mandi."Daddy ngasih kabar kalau keberangkatanku ke Kalimantan di majukan besok. Daddy bahkan sudah membelikan tiket pesawat untukku," jawab Ardian menjelaskan."Loh, kok mendadak? Bukannya mestinya beberapa hari lagi?" Tasya tampak heran. Ia bergerak menuju ke atas ranjang mendekati sang bayi mungil yang terlihat mulai merengek seperti ingin meminta ASI."Iya. Mendadak ada klien dari Malaysia yang mesti aku temui secara langsung di sana," terang Ardian lagi."Sebaiknya kamu siap-siap dari sekarang, biar nggak keburu-buru nanti," saran Natasya, "besok jam berapa jadwal penerbangannya?" tanya wanita itu."Jam sembilan," jawab Ardian to the point."Nah loh, pagi lagi. Bahkan kamu mesti berangkat paling telat itu jam setengah tujuh, Ar, antisipasi kalau jalanan macet," tukas Natasya."Iya, Sya. K
"Kamu bicara baik-baik sama Naura, Nak," saran Hardi kepada putranya. Lelaki paruh baya itu mendekat dan menepuk ringan pundak Ardian.Nina hanya bisa mengangguk membenarkan sang suami.Ardian menatap ke arahnya sebentar, kemudian ia melangkah menuju ke dalam kamarnya menyusul sang istri yang tengah merajuk itu.Setelah masuk kamar, Ardian menutup pintunya. Ia menoleh ke arah sang istri yang sedang berdiam dan bermenung sendiri di depan jendela kaca di sana. Pria tampan itu pun melangkahkan kaki menghampiri. "Naura ...."Bugh!Ardian terkesiap ketika tiba-tiba saja Naura berbalik dan menghambur memeluk tubuhnya. "Aku kangen Abaaang ... aku mau Abang sama-sama aku teruuus!" Terdengar Naura terisak di dalam dada sang suami.Hening ....Dengan perlahan ... dan ragu, Ardian akhirnya membalas pelukan sang istri. Ia berusaha memahami perasaan Naura saat ini. "Abang ngerti, Dek," bisik lelaki itu, "tapi, tiket udah telanjur dibelikan. Abang juga nggak bisa batalin gitu aja sebab ini perinta
Sudah lebih dari sebulan Ardian bekerja di kantornya yang baru yang berada di pulau Kalimantan sebelah Barat. Tepatnya di Kota Pontianak. Ia memimpin kantor cabang Arnold's Company di kota di mana terdapat sungai Kapuas, yakni sungai terpanjang se-Indonesia."Udah dulu, Sya," pamit Ardian kepada istri pertamanya. Kemudian lelaki itu mengucap salam dan menutup sambungan telepon mereka setelah salamnya dijawab oleh sang kekasih.Setelah itu Ardian mencoba menghubungi istri keduanya. Di dalam hati lelaki tampan itu berkata, 'Ini resikonya punya istri dua. Mau nggak mau mesti telepon sana, telepon sini. Huuft ....' Begitulah kegiatan Ardian beberapa waktu belakangan ini. Ia mau tidak mau mesti melakukan itu semua. Sebab hal tersebut tentu saja sebagai bentuk perhatian dan juga tanggungjawabnya kepada keluarga. Meskipun jujur, di dalam hati ia masih saja lebih berat kepada Natasya dibandingkan dengan Naura. Akan tetapi, berbeda hal jika mengenai anak-anaknya. Antara Arga dan Syirisy, mak
"Nggak bisa, Naura ... Abang cuma punya waktu pekan ini. Dan pekan depan harus segera kembali kemari lagi," terang Ardian berterus terang.Naura tidak menjawab, ia merasa sedih dan kecewa sebab dirinya belum punya kesempatan untuk merasakan malam pertama sama sekali semenjak mereka resmi menikah."Dek ... lain kali 'kan, in syaa Allah kita bakal ada waktu lain. Jadi santai aja, heheheeee ...." Ardian mencoba menghibur sang istri yang ia tahu kalau saat ini wanita itu tengah merasa kecewa."Ya udah. Tapi, Abang ke sini dulu, 'kan?" tanya Naura. Ia ingin memastikan kalau Ardian bakal mengunjungi dirinya terlebih dahulu, dan memberikan jatah waktu untuknya di awal, baru kepada Natasya setelahnya."Iya, in syaa Allah, Dek. Abang udah bilang ke Tasya," jawab Ardian apa adanya."Oke ...," sahut Naura singkat dengan suara lirih."Oh iya, Dek. Bilang Ayah, besok Abang dijemput Tasya," ujar Ardian."Dengan siapa Kak Tasya jemput Abang?" "Biasa ... dengan Pak Parmin.""Oh gitu. Iyalah, nanti a
Arya baru saja keluar dari kamar mandi menunaikan panggilan alam. Setelah itu ia kembali melenggang ke arah luar rumah karena mendengar kericuhan, dan ia tahu kalau itu dikarenakan sang kakak lelaki yang baru saja tiba. Ia tahu, sebab ayah dan ibunya yang mengatakan akan kedatangan Ardian siang ini.Sesampai di muka pintu luar, seketika saja wajah Arya terasa kebas melihat pemandangan yang menyesakkan dadanya. Ya, di sana terlihat Naura, sang pujaan tengah berpelukan dengan kakaknya. 'Sh*t! Kenapa mesti lihat pemandangan buruk kayak gini, sih!' cetusnya kesal.Akan tetapi, kepalang tanggung. Tidak mungkin ia berbalik lagi ke belakang. Kakinya pun kembali ia ayunkan ke depan. Lelaki itu kemudian berusaha memasang wajah sebaik mungkin di hadapan semua orang. "Ciyee ciyeeee ...," ejeknya mencandai Ardian dan Naura yang tengah berpelukan itu. Sedikit tersentak karena suara pria itu, Naura menoleh ke belakang dan bergiliran melihat ke arah orang-orang sekitar yang ternyata memperhatikanny