"Abang dulu, deh," ucap Naura mempersilakan Ardian sambil tersipu malu."Nggak. Kamu aja dulu," sahut Ardian yang justru mempersilakan sang istri muda untuk berbicara terlebih dahulu."Hmm ... Jujur, Bang. Aku senang Abang akhirnya nginap sama aku setelah hampir dua pekan sejak pernikahan kita," ungkap Naura seraya menguntai senyum di bibirnya.Ardian membalas senyuman itu meskipun sebenarnya hatinya merasa tidak nyaman dengan kebersamaan keduanya. "Maaf kalau mungkin Abang nggak seperti yang kamu harapkan, Dek," pungkas pria itu."Hmm ... aku nggak bakal nuntut banyak sama Abang. Aku cuma minta disesuaikan aja dengan perjanjian yang pernah kita bertiga buat dulu sama Kak Tasya," imbuh Naura menatap sang suami.Ardian lalu mengangguk-anggukkan kepalanya pelan. Iya tidak bisa berkata banyak. "Abang tadi mau ngomong apa?" tanya Naura."Nggak ada. Cuma tadi, Abang mau kamu memahami Abang. Ini nggak mudah buat Abang, Naura .... Abang sebenarnya takut nggak bisa jadi suami yang adil untuk
Hari ini hari terakhir jatah waktu Ardian bersama Naura. Ia bersiap-siap kembali ke apartemen untuk menunaikan giliran Natasya. Lelaki itu merapikan pakaiannya di depan cermin."Baaang ... apa nggak bisa Abang ke sana nanti-nanti aja? 'Kan, waktu itu giliranku diambil Kak Tasya banyak bangeeet ...." Naura tiba-tiba memeluk Ardian dari belakang. Wanita itu merasa berat ditinggal oleh sang suami saat ini.Ardian menyembunyikan helaan napas panjangnya. 'Bahkan cuma tiga hari bersama kamu terasa sangat lama sekali buatku, Naura ...,' bisik pria itu di dalam hati.Pria tampan tersebut perlahan mengurai pelukan sang istri muda dan membalikkan badannya menghadap wanita itu. Ardian lalu meraih kedua telapak tangan sang wanita dan berkata, "Kamu sendiri 'kan, yang bilang agar kita mulai menerapkan perjanjian yang sudah kita buat bersama?" Ardian menatap lekat ke arah wanita di hadapannya.Sungguh, Ardian merasa sangat dilema. Di satu sisi, ia tidak betah jika bersama Naura. Namun, di sisi lain
Baru saja Ardian keluar dari lift di lantai 5 apartemen, matanya menangkap pintu unitnya yang baru saja terbuka. Dan, ternyata ada Steven dan Naysilla yang hendak ke luar dari dalam sana.Lelaki itu gegas melajukan langkah. "Daddy ... Ibu ...?" Ardian mengulurkan tangan hendak menyalami kedua mertuanya ketika jarak mereka tak lebih dari dua meter lagi.Steven menoleh ke arah lelaki yang baru saja datang itu. Dan dengan berat hati ia menyambut uluran tangan menantu lekakinya tersebut. Di dalam hati sebenarnya ia masih belum sepenuhnya menerima Ardian. Namun, semua ia lakukan demi sang putri kesayangan. Apalagi Natasya kini sudah menjadi ibu dan memberikan seorang cucu yang cantik untuknya.Setelah mencium tangan mertua lelakinya, giliran tangan Nay yang Ardian salami. "Sudah mau pulang, Ibu sama Daddy?" tanya pria tampan berwajah manis itu."Iya, kami baru aja mau pulang, Ar," jawab Nay seraya melebarkan senyuman."Ah, iya, Bu. Hati-hati di jalan," sahut Ardian membalas senyum sang ibu
"Mama Nina," panggil Naura ketika ia melihat sang ibu mertua duduk di depan televisi di ruang tengah rumah itu."Eh, iya, Nak! Sini duduk dekat Mama," sahut Nina sembari menepuk permadani yang ia duduki di posisi tepat di sebelahnya, "Arga tidur?" lanjutnya bertanya."Arga dibawa Arya ke depan tadi. Lihat kakeknya nanam cabe," jawab Naura."Ooh," sahut Nina singkat. Ia kemudian lanjut menatap acara tv yang sedang menayangkan film drama Turki favoritnya."Ma, aku ganggu ya?" tanya Naura sedikit sungkan. Karena ia tahu, sang ibu mertua gemar menonton drama serta sinetron di televisi itu.Sontak Nina kembali menoleh ke arah Naura. "Nggak, kok. Kamu mau ngomong apa, ngomong aja. Ini Mama sambil nonton. Lagi seru filmnya," kata wanita paruh baya tersebut.Naura pun tersenyum simpul. "Gini, Ma ... aku cuma mau izin ke rumah Mama-Papaku sebentar," pungkas wanita itu."Ooh, kenapa nggak suruh Mama-Papa aja ke sini?" Nina menoleh ke arah Naura sebentar, kemudian lanjut mengarahkan matanya ke a
Sufia dan Lukman kaget akan permintaan putrinya itu. Padahal beberapa waktu lalu mereka sudah pernah membicarakan tentang hal ini. Naura juga sudah mengiyakan permintaan orang tuanya agar ia tidak akan ikut tinggal ke Kalimantan bersama Ardian. Bukan tanpa alasan Lukman dan Sufia mencegah kepindahan putrinya itu. Kedua orang tua itu tidak mau jauh dari Naura yang merupakan anak satu-satu milik mereka, setelah meninggalnya Maira. Apalagi kini keduanya sudah mendapatkan cucu yang lucu seperti Arga. Tentu Lukman dan Sufia merasa semakin berat jika harus saling berjauhan."Bukannya kita sudah sepakat waktu itu, Naura? Kamu bakal LDR sama Ardian. Toh, itu biasa dalam kehidupan rumah tangga. Mama dan Papa dulu juga lama banget LDR-an. Dari kamu belum lahir sampai kamu SMP." Sufia mengernyitkan dahinya.Lukman mengangguk setuju dengan ucapan sang istri. "Mamamu benar, Naura. Lagipula Ardian tentu bakal sering balik ke sini. Kantor pusat Arnold's Company 'kan, di sini," timpal lelaki paruh b
"Kenapa Daddy?" tanya Natasya ketika Ardian baru saja memutuskan sambungan teleponnya dengan sang mertua. Wanita cantik itu sempat mendengar Ardian menyebut 'Daddy' setelah dia keluar dari kamar mandi."Daddy ngasih kabar kalau keberangkatanku ke Kalimantan di majukan besok. Daddy bahkan sudah membelikan tiket pesawat untukku," jawab Ardian menjelaskan."Loh, kok mendadak? Bukannya mestinya beberapa hari lagi?" Tasya tampak heran. Ia bergerak menuju ke atas ranjang mendekati sang bayi mungil yang terlihat mulai merengek seperti ingin meminta ASI."Iya. Mendadak ada klien dari Malaysia yang mesti aku temui secara langsung di sana," terang Ardian lagi."Sebaiknya kamu siap-siap dari sekarang, biar nggak keburu-buru nanti," saran Natasya, "besok jam berapa jadwal penerbangannya?" tanya wanita itu."Jam sembilan," jawab Ardian to the point."Nah loh, pagi lagi. Bahkan kamu mesti berangkat paling telat itu jam setengah tujuh, Ar, antisipasi kalau jalanan macet," tukas Natasya."Iya, Sya. K
"Kamu bicara baik-baik sama Naura, Nak," saran Hardi kepada putranya. Lelaki paruh baya itu mendekat dan menepuk ringan pundak Ardian.Nina hanya bisa mengangguk membenarkan sang suami.Ardian menatap ke arahnya sebentar, kemudian ia melangkah menuju ke dalam kamarnya menyusul sang istri yang tengah merajuk itu.Setelah masuk kamar, Ardian menutup pintunya. Ia menoleh ke arah sang istri yang sedang berdiam dan bermenung sendiri di depan jendela kaca di sana. Pria tampan itu pun melangkahkan kaki menghampiri. "Naura ...."Bugh!Ardian terkesiap ketika tiba-tiba saja Naura berbalik dan menghambur memeluk tubuhnya. "Aku kangen Abaaang ... aku mau Abang sama-sama aku teruuus!" Terdengar Naura terisak di dalam dada sang suami.Hening ....Dengan perlahan ... dan ragu, Ardian akhirnya membalas pelukan sang istri. Ia berusaha memahami perasaan Naura saat ini. "Abang ngerti, Dek," bisik lelaki itu, "tapi, tiket udah telanjur dibelikan. Abang juga nggak bisa batalin gitu aja sebab ini perinta
Sudah lebih dari sebulan Ardian bekerja di kantornya yang baru yang berada di pulau Kalimantan sebelah Barat. Tepatnya di Kota Pontianak. Ia memimpin kantor cabang Arnold's Company di kota di mana terdapat sungai Kapuas, yakni sungai terpanjang se-Indonesia."Udah dulu, Sya," pamit Ardian kepada istri pertamanya. Kemudian lelaki itu mengucap salam dan menutup sambungan telepon mereka setelah salamnya dijawab oleh sang kekasih.Setelah itu Ardian mencoba menghubungi istri keduanya. Di dalam hati lelaki tampan itu berkata, 'Ini resikonya punya istri dua. Mau nggak mau mesti telepon sana, telepon sini. Huuft ....' Begitulah kegiatan Ardian beberapa waktu belakangan ini. Ia mau tidak mau mesti melakukan itu semua. Sebab hal tersebut tentu saja sebagai bentuk perhatian dan juga tanggungjawabnya kepada keluarga. Meskipun jujur, di dalam hati ia masih saja lebih berat kepada Natasya dibandingkan dengan Naura. Akan tetapi, berbeda hal jika mengenai anak-anaknya. Antara Arga dan Syirisy, mak