"Fik ... lo denger gue nggak, siiih ...?" Natasya kembali merengek karena Afika cuma mengucap kata, 'Hah?", tetapi selanjutnya malah diam seribu bahasa."Sya ... lo ke sini, deh, sekarang. Ke rumah gue. Gue tunggu ya!"Klik!Natasya tercenung melihat ke arah gawainya yang lamban menggelap. "Issh ... malah diputus si Fika ...," lirih Natasya kesal. Kemudian ia segera menenggak kopi susu di hadapannya dengan satu kali tegukan, lantas meraih selembar tisyu dan mengusut sisa cairan kecoklatan itu dari bibirnya.Kemudian wanita cantik itu bangkit, lalu gegas melenggang menuju ke kasir dan membayar minumannya.Sambil berjalan keluar food court, Tasya berusaha menutupi wajah dengan kain kerudung yang ia kenakan. "Awas kalian berduaaa!" cetusnya lirih dengan wajah kesal sekaligus sedih.Natasya pun berjalan menuju ke area parkir. Ia memutuskan untuk menemui Afika di rumahnya. Sebab ia berpikir, percuma saja terus berada di tempat tadi. Obrolan Ardian dengan Naura tidak dapat ia dengar, mala
'Tidak pernah sama sekali aku melihat Tasya dengan penampilan begini. Wanita cantik tersebut terlelap, seperti kelelahan. Mungkinkah ia menungguku? Akan tetapi, ap–apa maksudnya ia mengenakan lingerie merah seperti ini?' Hati Ardian bertanya-tanya.Dengan denyut jantung yang berdebar kencang dan denyar yang merambat hangat di dalam tubuh, Ardian melangkah perlahan mendekat ke arah sofa di mana Natasya tengah tertidur dengan pulas. Pria itu memadamkan televisi. Ruang itu tidak begitu gelap karena masih mendapatkan pendar cahaya dari ruang dapur yang kalau malam memang tidak dipadamkan lampunya. Berusaha berhati-hati dengan setiap gerak langkah, ia tidak mau membangunkan wanita yang saat ini membuat darahnya terasa berdesir hebat.Ardian menatap lekat, dari ujung rambut sampai ke ujung kaki Natasya. 'Kamu benar-benar bidadari, Sya ...,' bisiknya di dalam hati memuji makhluk indah ciptaan Yang Maha Kuasa di hadapannya.Entah mengapa seakan-akan Ardian lupa dengan keputusan yang telah ia
*Ardian POVKukerjapkan mata, terbangun. Kulihat jam meja di atas nakas menunjukkan pukul 03.07 WIB. Kutarik napas dalam-dalam kemudian menoleh ke samping kiriku sembari mengembuskan udara perlahan-lahan. Kedua ujung bibir ini tertarik ke atas melihat ia yang tengah tertidur dengan sangat pulas. Tampak dirinya yang benar-benar kelelahan.Malam ini terasa sangat indah. Aku tidur begitu nyenyak. Entah apa yang ada di pikiran Natasya. Aku yakin dia sengaja ingin menggodaku malam tadi. Hanya saja sampai saat ini aku tidak tahu alasannya.Awalnya wanita secantik bidadari ini memancingku, tetapi berikutnya ia seakan ingin menolakku. Aneh. Namun, aku tidak mungkin melepasnya lagi di saat berada di puncak gairah. Tentu saja, tentu saja Tasya tidak bisa lari dariku. Ia juga pasti memahami itu. Wanita cantik ini yang memulai. Aku hanya memenuhi undangannya. Pada permulaan aku tahu ia merasakan sakit. Ya, Tasya jelas masih perawan—s
Ketika sedang menikmati sandwich buatan sang suami, tiba-tiba saja ponsel Natasya bergetar. Ia memang jarang menyalakan ringtone-nya. Menurutnya, getaran handphone itu cukup membuat dirinya sadar jika ada yang menghubungi. Toh, benda itu tidak pernah jauh darinya. Ringtone hanya menciptakan polusi suara saja."Assalamualaikum, Fik," sapanya ketika telah tersambung dengan sahabat kentalnya itu."Wa alaikumus sallam. Hahaaay ... yang habis malam pertamaaa ...," goda Afika kepada Natasya.Wajah Natasya seketika saja terasa memanas karena digoda oleh sahabat kentalnya itu. Ia pun bangkit berisyarat sebentar kepada sang suami, lalu menjauhi Ardian yang tengah menikmati sarapan di meja makan."Kunyuk lo, Fik! Ada Ardian di depan gue barusan!" geram Natasya dengan suara lirih agar tidak didengar Ardian ketika ia sampai di sofa di depan televisi.Kembali wanita cantik itu teringat pergelutan panas tadi malam dan subuh tadi. Ia tidak memungkiri ka
"Heheee ...." Ardian terkekeh dengan wajah menghangat."Oh, no!" Natasya langsung saja bangkit dan menuju ke kamar mandi. Ia baru sadar, 'dia' yang 'bangun lagi' itu maksudnya apa. Bukan dia tidak menginginkan itu lagi, tetapi badannya terasa remuk dan ingin tidur seharian hari ini.Ardian terduduk di atas ranjang. "Sya! Kenapa pergi? Aku nggak ngajak begituan lagi, kok. 'Kan, bisa nanti malam!" teriaknya ketika melihat Natasya menghindari. Ia pun mengerti, tidak mungkin mengajak sang istri berhubungan lagi. Toh, sebentar lagi ia mesti berangkat menemui klien. Lagipula Natasya tentu sangat lelah dan perlu istirahat. 'Hmm ... kecuali aku tak sabar lagi,' bisiknya ada diri sendiri."Aku mau bokeeer!" balas Natasya berteriak."Ooh ...," lirih Ardian. Ia pikir Natasya sengaja menghindar takut diajak begituan lagi. Selain ingin beristirahat, Natasya hanya tidak mau merendahkan harga dirinya. Nanti Ardian tahu kalau wanita itu pun memang ingin terus dekat dengan sang suami. Ia juga tidak m
*Ardian POV"Aku bukan nggak suka sama mama Maira. Aku cuma nggak suka sama adik ipar kamu itu!" cetus Natasya.Aku mengerutkan dahi. "Kenapa?" tanyaku heran. Aku kira dia nggak suka sama mama Maira dan Naura sekaligus. Baru aku tahu Tasya hanya tidak suka kepada Naura saja. "Jangan sok polos!" seru Natasya seraya melepaskan tautan jemarinya dari genggamanku. Ia lalu merebahkan kepala ke atas bantal dan memunggungiku. Tampaknya mulai emosi.Aku semakin bingung melihat sikap Natasya. "Sok polos?" ulangku lirih, tapi tentu terdengar di telinga Tasya.Natasya berbalik kemudian menatapku dengan sorot nyalang. "Iya! Kamu itu sok polos. Cewek genit gitu, ya jelas aja aku nggak suka!" tegasnya."Genit?" Aku jadi tambah bingung. "Kok, kamu bisa bilang gitu?" tanyaku heran. Naura adalah gadis yang cukup baik menurutku. Dia tidak pernah berbuat hal-hal yang tidak pantas selama ini."Kamu ngebela dia mulu! Kamu suka sama dia?
Ardian menarik kedua sudut bibirnya ke atas ketika melihat Natasya telah menghapus dandanannya. Dengan segera pria itu mengenakan kembali sepatu, kemudian jas yang tadi ia letakkan di meja. Lelaki itu bangkit, lalu mematikan televisi.Bibir Natasya mengerucut menunggu sang suami.Ardian menarik pinggang ramping Natasya lebih dekat pada tubuhnya. Cup!Pria itu mencuri ciuman pada bibir manyun yang menggemaskan itu.Wajah sang istri seketika saja bersemu kemerahan. "I love you ...," ucap Ardian sembari tersenyum.Mereka lalu berangkat menuju ke rumah orang tua Maira.***Tiga per empat perjalanan menuju ke tempat acara, tiba-tiba ponsel Ardian berdering. Natasya meraihnya dari atas dashboard mobil."Mamamu," ujar Natasya sembari memperlihatkan tulisan nama yang tertera di layar hape itu ke arah sang suami."Angkat aja," suruh Ardian.Sang istri melakukan apa yang Ardian bilang
*Ardian POVAku mengekori langkah Mama Sufia ke luar ruang rawat Naura."Kita ngobrol di kantin sebentar, Ar," ajak Mama."Oke," sahutku singkat.Sesampai kami di kantin rumah sakit, aku dan mama memesan kopi."Mmm ... Mama bingung mau ngomongin ini sama kamu."Aku mengernyitkan dahi ketika mama memulai pembicaraan. "Ngomong aja, Ma. Ada apa? Soal biaya rumah sakit?" tebakku, "soal itu Mama tenang aja, biar aku yang beresin."Akan tetapi, Mama menggeleng. Membuatku semakin heran."Bukan itu. Soal biaya rumah sakit sudah Hendra yang urus," ujar Mama Sufia sembari menundukkan pandangan. Kemudian beliau meraih cangkir kopi, lantas menyesap cairan hangat itu sedikit. Setelahnya kembali meletakkan cangkir itu ke atas meja."Kalau bukan soal biaya apa, Ma?" tanyaku penasaran."Ar ... sebenarnya ...."Aku menanti apa yang akan Mama Sufia sampaikan dengan sabar sekaligus penasaran. Mengapa mam
"Apa maksud omongan kamu tadi, Ya?" tanya Ardian dengan melempar tatapan setajam peluru, "kalian berduaan seperti ini di dalam kamar. Dan Naura, kamu membuka dadamu di hadapan, Arya. Apa pantas?" Lelaki itu menoleh ke arah sang istri."Ba–Bang, akuu ... aku bisa jelasin semuanya." Naura tergagap di tempatnya."Bang, aku dan Naura mau jelasin sesuatu," sela Arya. Ia lalu mencoba mendekati sang kakak.Namun, Ardian segera menjauh, ia mencoba menenangkan diri dengan menjaga jarak. Lelaki itu mendaratkan bobotnya ke atas sofa single yang ada di kamar tersebut. "Oke, jelaskan!" tegasnya.Arya dan Naura saling mencuri pandang satu sama lain. Mereka sungguh merasa salah tingkah di hadapan Ardian saat ini.Karena kedua orang itu masih saja tidak memulai omongan, kembali Ardian menyeru, "Ayo! Katanya mau menjelaskan ke Abang? Ada apa dengan kalian? Kedustaan dan tipuan apa yang sudah dilakukan kepada Abang?" sindirnya. Ia tadi sempat mencerna apa yang Arya bicarakan.Arya dan Naura terlihat ge
"Bang, Abang udah di mana?" tanya Arya kepada Ardian."Abang udah nyampe di Banten ini, Ya. Ini lagi dalam perjalanan ke apartemen.""Oh, nggak jadi ke rumah sakit langsung?" "Abang mesti antar Tasya dan Syirisy dulu ke apartemen, Ya. Syirisy tiba-tiba demam, panas badannya. Gimana kabar Papa Lukman? Nanti abis antar mereka, Abang langsung ke rumah sakit!" "Bang ...." Arya menggantung omongannya."Iya?" "Papa Naura ... udah meninggal dunia," lanjut Arya.Deg!Kontan saja Ardian tertegun dan kaku. Lidahnya terasa kelu seketika karena mendengar berita mengejutkan itu."Kenapa, Yah?" tanya Natasya ketika melihat sang suami yang tiba-tiba terdiam begitu saja."Innalillaahi wa inna ilaihi raaji'uun," ucap Ardian dengan lirih.Natasya langsung mengernyitkan dahinya. "Papanya Naura meninggal?" tanyanya memastikan.Ardian refleks menganggukkan kepalanya. Natasya beringsut mendekati sang suami. Ia pun meraih telapak tangan Ardian yang bebas dan menggenggamnya erat. Wanita itu sangat menger
Natasya lalu bangkit dari tempat tidur dan berdiri tegak menatap dengan sorot mata yang nanar ke arah sang suami. "Kamu dengar apa yang aku katakan, Ar!" serunya tegas. Kelopak mata Tasya terlihat sembab karena menangis semalaman, tetapi sudah tak ada air mata lagi dari sana saat ini.Wanita itu sudah tidak lagi memanggil Ardian dengan sebutan 'ayah' karena sakit hati yang mendera sejak tadi malam."Iya, Ayah dengar. Tapi, kenapa malah kamu yang minta cerai begini, Bun?" Ardian ikut berdiri, kemudian mendekati sang istri hendak meraih tangannya.Natasya menghindar. "Naura sudah mau mundur, karena dia tahu pernikahan poligami ini nggak bakal berhasil. Aku juga berpendapat sama! So, memang harus ada yang mengalah.""Mengalah apa, Bun? Kita di pernikahan poligami ini baru sebentar, 'kan? Belum juga ada setahun," kilah Ardian memprotes apa yang Natasya sampaikan."Ooh, jadi kamu menikmati pernikahan poligami ini, heh?" cibir Natasya, "laki-laki di mana-mana kayak begini ya! Senang ngoleks
Ardian berteriak memanggil. Ia langsung bangkit dan kelabakan mengejar Natasya.Arya yang melihat hal itu pun segera mengejar kakak lelakinya.Sampai di lift, Ardian tak sempat masuk ke dalam karena Natasya lekas menutup pintunya."Bang, sudahlah. Biar aja dulu Tasya pulang!" bujuk Arya kepada sang kakak."Natasya mesti paham maksud Abang!" seru Ardian sambil terus menekan tombol lift agar segera terbuka.Tak lama kemudian pintu ruang kecil itu pun terbuka. Lelaki itu segera masuk dan Arya pun turut ke dalamnya.Arya melihat ke arah sang kakak dengan perasaan yang tidak menentu. Ingin sekali ia mendesak agar Ardian segera menceraikan Naura supaya tidak ada lagi penghalang baginya untuk mendekati kekasih hatinya itu.Sesampai di lantai bawah, lift berdenting, lantas terbuka lebar.Dengan cepat Ardian berlari hendak menuju ke parkiran mobil. Arya berjalan mengekorinya.Akan tetapi, sekali lagi, Ardian terlambat. Natasya sudah membawa kendaraan roda empat itu keluar dari gerbang area par
"Maksud kamu apa, Dek? Kok, tiba-tiba minta cerai?" Ardian menautkan kedua alisnya dan memicingkan mata menatap heran ke arah sang istri muda.Natasya terkesiap. Ia melebarkan bola mata sebab begitu kaget dengan apa yang baru saja dipinta oleh Naura kepada sang suami. 'Beneran ini? Ada apa? Masak cuma gara-gara Ardian sakit dan telat nyamperin, dia langsung minta cerai??' tanyanya dalam hati.Sementara Arya yang sudah mengetahui rencana itu memilih diam dan menunduk. Ia menyerahkan semua keputusan kepada Naura. Ia bersyukur akhirnya bisa punya kesempatan untuk bersatu dengan sang kekasih hati. Apalagi setelah tahu Arga adalah darah dagingnya sendiri, ia merasa sangat bahagia."A–ku rasa nggak bisa lagi menjalankan pernikahan poligami ini, Bang. Aku nggak sanggup. Lebih baik aku mundur," imbuh Naura tanpa mau melihat wajah Ardian.Ardian menoleh ke arah sang mertua yang seakan membuang muka juga di pembaringannya. Lalu bergiliran ia menoleh ke arah Natasya dan juga Arya. Lelaki itu sea
"Ayo, Bun!" seru Ardian kepada Natasya yang ada di belakangnya.Natasya menghela napas lelah. Ia melajukan langkah menyusul sang suami yang sudah berada di lift hotel.Ya, Ardian terbangun pukul setengah 12 malam. Ia baru teringat kalau malam ini dirinya mesti bersama Naura. Ia khawatir kalau Naura kecewa kalau ia tidak datang. Karena jatah Naura berada di kota itu tinggal dua malam saja. Malam ini, dan malam besok. Tentu saja lelaki itu merasa bersalah jika sampai tidak menunaikan kewajibannya. Padahal sudah jauh-jauh Naura berangkat ke kota Pontianak.Sementara Natasya, tadinya ia telah menjelaskan kepada sang suami kalau ia sudah menelepon Naura. Akan tetapi, Ardian yang masih sakit itu tetap berkeras mau mendatangi istri mudanya karena rasa tanggungjawab. Tadinya Natasya marah karena Ardian keras kepala. Namun, akhirnya ia kasihan melihat sang suami yang lemas karena sudah sakit, mesti ditambah pula berdebat dengannya. Akhirnya Natasya mengizinkan sang suami pergi dengan syarat
"Ma–Mama ...?" lirih Naura masih tampak terperanjat dengan kedatangan sang ibu. Tiba-tiba Arga menangis kencang. Bayi lelaki itu terkejut dengan suara keras dari Sufia. "Ya Allah, Nauraaa! Aryaaa! Kenapa kalian melakukan perbuatan setan ini ...?!" pekik Sufia lagi. Arya tampak bingung sekaligus kelabakan karena di depan ada Sufia yang marah-marah, dan di sebelahnya Arga yang terus menangis kencang. Sementara dirinya masih dalam keadaan naked di balik selimut bersama Naura. "Mama Naura, i–ini nggak seperti yang Mama Naura pikirkan," ujar Arya gugup. Ia meraih celananya yang terserak di sana, dan dengan terburu-buru ia berusaha mengenakannya lagi. "Nauraaa ... Mama nggak nyangka bisa kejadian hal seperti ini lagiii? Otak kalian ke mana?!!" bentak Sufia dengan linangan air mata serta tatapan yang nanar. Arya yang sudah mengenakan kembali celananya, dengan cepat mendatangi Arga, lantas meraih bayi kecil itu. "Cup cup cup, diam, Sayang ...." Naura tertunduk dalam sembari terus
Akan tetapi, dua detik kemudian ponselnya berdering. Itu nomor Ardian lagi. Namun, itu sebuah panggilan video, bukan suara."Tuuuh, lo liat! Ardian tidur dan dia memang lagi sakit ... biar lo percaya ...." Suara Natasya terdengar lirih dan geram sambil men-zoom gambar di kamera ponsel itu mengarah ke pembaringan Ardian. Lelaki itu terlihat meringkuk di dalam selimut. Sepertinya Tasya mengambil video dari luar kamarnya. Memang ia sengaja mengambil gambar dari jarak jauh agar jangan sampai Ardian terganggu karena mendengar suaranya yang sedang bicara dengan Naura.Naura menekan kedua rahangnya dengan keras. "Sudah, 'kan? Lo udah percaya sama gue sekarang? Sorry, ini bikin lo kecewa. Bye!" Kembali Natasya memutuskan sambungan telepon mereka."Aaaaaarrrgh ...!!!" Naura melempar ponselnya ke tempat tidur.Dengan gerakan cepat wanita itu mengambil kimono lingerie-nya, lantas mengenakannya. Kemudian ia melangkah lebar keluar kamar dan menggedor kamar Arga.Brak! Brak! Brak!Tidak butuh wak
"Dek, Arya cuma bilang dia minta masakin sama kamu," tukas Ardian menjelaskan sembari menatap lekat ke arah sang istri muda. Ia juga heran dengan Naura yang seakan tengah melantur dan tidak fokus terhadap pertanyaan Arya.Dahi Naura terlihat mengernyit kencang. Ia berusaha mencerna maksud suaminya."Yaaa, kalau nggak mau masakin aku juga nggak apa-apa. Nggak perlu ngegas juga," ucap Arya cuek. Ia lanjut mengunyah makanannya."Kamu kenapa, Nak? Memangnya kamu pikir Arya bicara apa tadi?" tanya Sufia heran.Bola mata Naura berlari ke sana kemari. Ia juga bingung mengapa pendengaran dan pikirannya jadi ke mana-mana. Sungguh, dia tadi menyangka kalau Arya membicarakan masa lalu mereka berdua di hadapan semua orang dan tentu saja dia mau membantahnya."Hmm, aku udah kenyang. Makasih banyak Tasya dan Bik Jum udah masak makanan yang enak banget siang ini. Tadi aku benar-benar lapar karena dari tadi malam belum sempat menyentuh makanan apa pun," tutur Ardian mengalihkan bahasan. Lelaki itu m