'Tidak pernah sama sekali aku melihat Tasya dengan penampilan begini. Wanita cantik tersebut terlelap, seperti kelelahan. Mungkinkah ia menungguku? Akan tetapi, ap–apa maksudnya ia mengenakan lingerie merah seperti ini?' Hati Ardian bertanya-tanya.Dengan denyut jantung yang berdebar kencang dan denyar yang merambat hangat di dalam tubuh, Ardian melangkah perlahan mendekat ke arah sofa di mana Natasya tengah tertidur dengan pulas. Pria itu memadamkan televisi. Ruang itu tidak begitu gelap karena masih mendapatkan pendar cahaya dari ruang dapur yang kalau malam memang tidak dipadamkan lampunya. Berusaha berhati-hati dengan setiap gerak langkah, ia tidak mau membangunkan wanita yang saat ini membuat darahnya terasa berdesir hebat.Ardian menatap lekat, dari ujung rambut sampai ke ujung kaki Natasya. 'Kamu benar-benar bidadari, Sya ...,' bisiknya di dalam hati memuji makhluk indah ciptaan Yang Maha Kuasa di hadapannya.Entah mengapa seakan-akan Ardian lupa dengan keputusan yang telah ia
*Ardian POVKukerjapkan mata, terbangun. Kulihat jam meja di atas nakas menunjukkan pukul 03.07 WIB. Kutarik napas dalam-dalam kemudian menoleh ke samping kiriku sembari mengembuskan udara perlahan-lahan. Kedua ujung bibir ini tertarik ke atas melihat ia yang tengah tertidur dengan sangat pulas. Tampak dirinya yang benar-benar kelelahan.Malam ini terasa sangat indah. Aku tidur begitu nyenyak. Entah apa yang ada di pikiran Natasya. Aku yakin dia sengaja ingin menggodaku malam tadi. Hanya saja sampai saat ini aku tidak tahu alasannya.Awalnya wanita secantik bidadari ini memancingku, tetapi berikutnya ia seakan ingin menolakku. Aneh. Namun, aku tidak mungkin melepasnya lagi di saat berada di puncak gairah. Tentu saja, tentu saja Tasya tidak bisa lari dariku. Ia juga pasti memahami itu. Wanita cantik ini yang memulai. Aku hanya memenuhi undangannya. Pada permulaan aku tahu ia merasakan sakit. Ya, Tasya jelas masih perawan—s
Ketika sedang menikmati sandwich buatan sang suami, tiba-tiba saja ponsel Natasya bergetar. Ia memang jarang menyalakan ringtone-nya. Menurutnya, getaran handphone itu cukup membuat dirinya sadar jika ada yang menghubungi. Toh, benda itu tidak pernah jauh darinya. Ringtone hanya menciptakan polusi suara saja."Assalamualaikum, Fik," sapanya ketika telah tersambung dengan sahabat kentalnya itu."Wa alaikumus sallam. Hahaaay ... yang habis malam pertamaaa ...," goda Afika kepada Natasya.Wajah Natasya seketika saja terasa memanas karena digoda oleh sahabat kentalnya itu. Ia pun bangkit berisyarat sebentar kepada sang suami, lalu menjauhi Ardian yang tengah menikmati sarapan di meja makan."Kunyuk lo, Fik! Ada Ardian di depan gue barusan!" geram Natasya dengan suara lirih agar tidak didengar Ardian ketika ia sampai di sofa di depan televisi.Kembali wanita cantik itu teringat pergelutan panas tadi malam dan subuh tadi. Ia tidak memungkiri ka
"Heheee ...." Ardian terkekeh dengan wajah menghangat."Oh, no!" Natasya langsung saja bangkit dan menuju ke kamar mandi. Ia baru sadar, 'dia' yang 'bangun lagi' itu maksudnya apa. Bukan dia tidak menginginkan itu lagi, tetapi badannya terasa remuk dan ingin tidur seharian hari ini.Ardian terduduk di atas ranjang. "Sya! Kenapa pergi? Aku nggak ngajak begituan lagi, kok. 'Kan, bisa nanti malam!" teriaknya ketika melihat Natasya menghindari. Ia pun mengerti, tidak mungkin mengajak sang istri berhubungan lagi. Toh, sebentar lagi ia mesti berangkat menemui klien. Lagipula Natasya tentu sangat lelah dan perlu istirahat. 'Hmm ... kecuali aku tak sabar lagi,' bisiknya ada diri sendiri."Aku mau bokeeer!" balas Natasya berteriak."Ooh ...," lirih Ardian. Ia pikir Natasya sengaja menghindar takut diajak begituan lagi. Selain ingin beristirahat, Natasya hanya tidak mau merendahkan harga dirinya. Nanti Ardian tahu kalau wanita itu pun memang ingin terus dekat dengan sang suami. Ia juga tidak m
*Ardian POV"Aku bukan nggak suka sama mama Maira. Aku cuma nggak suka sama adik ipar kamu itu!" cetus Natasya.Aku mengerutkan dahi. "Kenapa?" tanyaku heran. Aku kira dia nggak suka sama mama Maira dan Naura sekaligus. Baru aku tahu Tasya hanya tidak suka kepada Naura saja. "Jangan sok polos!" seru Natasya seraya melepaskan tautan jemarinya dari genggamanku. Ia lalu merebahkan kepala ke atas bantal dan memunggungiku. Tampaknya mulai emosi.Aku semakin bingung melihat sikap Natasya. "Sok polos?" ulangku lirih, tapi tentu terdengar di telinga Tasya.Natasya berbalik kemudian menatapku dengan sorot nyalang. "Iya! Kamu itu sok polos. Cewek genit gitu, ya jelas aja aku nggak suka!" tegasnya."Genit?" Aku jadi tambah bingung. "Kok, kamu bisa bilang gitu?" tanyaku heran. Naura adalah gadis yang cukup baik menurutku. Dia tidak pernah berbuat hal-hal yang tidak pantas selama ini."Kamu ngebela dia mulu! Kamu suka sama dia?
Ardian menarik kedua sudut bibirnya ke atas ketika melihat Natasya telah menghapus dandanannya. Dengan segera pria itu mengenakan kembali sepatu, kemudian jas yang tadi ia letakkan di meja. Lelaki itu bangkit, lalu mematikan televisi.Bibir Natasya mengerucut menunggu sang suami.Ardian menarik pinggang ramping Natasya lebih dekat pada tubuhnya. Cup!Pria itu mencuri ciuman pada bibir manyun yang menggemaskan itu.Wajah sang istri seketika saja bersemu kemerahan. "I love you ...," ucap Ardian sembari tersenyum.Mereka lalu berangkat menuju ke rumah orang tua Maira.***Tiga per empat perjalanan menuju ke tempat acara, tiba-tiba ponsel Ardian berdering. Natasya meraihnya dari atas dashboard mobil."Mamamu," ujar Natasya sembari memperlihatkan tulisan nama yang tertera di layar hape itu ke arah sang suami."Angkat aja," suruh Ardian.Sang istri melakukan apa yang Ardian bilang
*Ardian POVAku mengekori langkah Mama Sufia ke luar ruang rawat Naura."Kita ngobrol di kantin sebentar, Ar," ajak Mama."Oke," sahutku singkat.Sesampai kami di kantin rumah sakit, aku dan mama memesan kopi."Mmm ... Mama bingung mau ngomongin ini sama kamu."Aku mengernyitkan dahi ketika mama memulai pembicaraan. "Ngomong aja, Ma. Ada apa? Soal biaya rumah sakit?" tebakku, "soal itu Mama tenang aja, biar aku yang beresin."Akan tetapi, Mama menggeleng. Membuatku semakin heran."Bukan itu. Soal biaya rumah sakit sudah Hendra yang urus," ujar Mama Sufia sembari menundukkan pandangan. Kemudian beliau meraih cangkir kopi, lantas menyesap cairan hangat itu sedikit. Setelahnya kembali meletakkan cangkir itu ke atas meja."Kalau bukan soal biaya apa, Ma?" tanyaku penasaran."Ar ... sebenarnya ...."Aku menanti apa yang akan Mama Sufia sampaikan dengan sabar sekaligus penasaran. Mengapa mam
"Iya, dia ngegodain para karyawati di kantor," jawab Ardian atas pertanyaan sang istri.Natasya mendengkus dan menyeringai. "Kebiasaan. Sok kegantengan sih, adekmu itu, Ar!" cibirnya.Teringat dulu dia juga sering digoda oleh Arya. Namun, karena tidak pernah menggubris, bahkan Natasya selalu memasang wajah jutek kepada pria itu, akhirnya Arya pun mundur teratur."Aku mau nyamperin dia dulu, Sya. Ini nggak bisa dibiarin!" pamit Ardian sambil memasang kembali sepatu yang tadi sempat dilepas. Namun, Ardian tidak lagi mengenakan jasnya."Bilang sama dia. Kalau buat masalah, biar dipecat!" seru Tasya sebelum kaki suaminya keluar dari pintu unit."Iya. Aku pergi dulu, Sayang." Ardian kembali sebentar mengarahkan kaki ke arah Tasya dan mengecup pelipis wanita itu singkat, "assalamualaikum," lanjut Ardian. Kemudian pria itu segera berbalik dan keluar dari pintu.*"Ck! Abang percaya aja? Gosip ituuu." Arya membantah apa yang Ard