Alunan musik yang berganti dengan cepat mengiringi perjalanan Naura dan Arkan kembali ke rumah. Arkan sebenarnya kesal karena lagu favoritnya terus di ganti oleh Naura."Kamu kenapa sih dari tadi ganti lagu terus?" tanya Arkan."Lagi nyari lagu sedih," jawab Naura dengan nada ketus.Arkan melirik ke arah Naura sebentar kemudian kembali fokus dengan kemudinya. "Kamu sedih kenapa?""Pakai nanya lagi.""Ya jelas aku tanya karena aku enggak tahu kamu sedih karena apa!" Arkan mulai terpancing emosi karena Naura yang terus berputar-putar."Karena Mas ketemu sama Liona.""Ya ampun, hanya karena itu kamu sedih. Dengar Sayang, aku sama Liona itu enggak ada hubungan. Lagi pula kita ini rekan bisnis pasti sering ketemu. Lagi pula suruh siapa kamu enggak angkat teleponku.""Apa hubungannya sih?""Jelas ada hubungannya karena aku ingin ngasih tahu kami kalau Liona akan datang ke kantor."Seketika Naura diam membisu tak berani lagi memancing emosi Arkan. "Ini kita langsung ke rumah Mamah kan?""Pin
Tubuh Naura mematung saat melihat Liona menatapnya dengan senyuman. Sejak kapan dia berbincang dengan Sinta?Mataku melihat ke sekeliling memastikan keberadaan Arkan. "Liona, kapan kamu datang?""Belum lama, senang bisa ketemu kamu di sini," ucapnya bersemangat.Namun, entah mengapa di balik senyumnya Naura merasa jika wanita itu sedang mencari perhatian mertuanya. "Ih, Mamah senang deh liat mantan istri dan istri Arkan akur begini. Jadi enggak ada cemburu-cemburuan," ungkapnya.Jelas cemburu, hanya saja Naura menunjukkan hal itu jika Liona kepergok berdua saja dengan Arkan."Hubungan aku dan Naura baik kok Mah. Makanya aku juga datang ke sini ingin memperbaiki semuanya," jelasnya."Maksud kamu?" tanya Sinta."Eee, maksudnya hubungan aku dan Mamah serta Papah kembali seperti dulu seperti saat aku masih menjadi menantu kalian meski sekarang sudah berpisah."Naura memalingkan wajahnya, entah mengapa dia merasa jijik mendengar niatan Liona untuk kembali dekat dengan keluarga mantan suam
Brak!Dengan sengaja Naura melempar pintu lemari dengan kesal. Hal itu rupanya membuat Arkan bangun dari tidurnya."Pelan-pelan dong!" ucapnya lalu berbalik menarik selimutnya.Tangan Naura terkepal lalu menarik baju Arkan hingga dia terduduk. "Apa yang Mas lakukan sama Liona? Tega kamu Mas, berduaan sama dia sementara aku di tinggalkan di jalan begitu saja!""Apa sih, kamu ngomong apa aku enggak ngerti?!""Semalam Mas jalan sama Liona, pelukan, ciuman dan ninggalin aku gitu aja. Bahkan Mas bilang ingin menceraikan aku."Arkan mengerutkan dahinya. "Semalam kita kan pulang duluan dari rumah Mamah. Lagi pula gimana aku bisa pergi sama Liona bicara aja enggak?""DI MIMPIKU!""Ap-apa ... tunggu, jadi kamu marah seperti ini karena mimpi, konyol sekali?!"Pletak!Arkan menyentil dahi Naura dengan kasar hingga dia mengaduh kesakitan. "Bangun, jangan mimpi terus!""Sakit Mas."Arkan berlalu meninggalkan Naura yang masih memegangi dahinya. "Mas, ih ...."Meski hanya mimpi tapi kesalnya sampai
Suara bel serta dering ponsel terus bersahutan, membangunkan Naura yang sedang terlelap tidur. "Siapa sih!" gerutu Naura. Tangannya terus meraba kasurnya untuk mencari ponselnya yang berdering."Halo."[Buka pintunya, ini aku!]"23765."[Sebentar.]Klik, suara pintu terbuka terdengar jelas di telinganya. Tak lama teriakan Lala pun menggema di seluruh ruangan. "Naura ... Naura, kamu di mana?"Ceklek."Kenapa masih tidur sih!" protes Lala berjalan mendekati Naura.Bukannya bangun Naura malah menarik selimutnya hingga menutupi kepalanya. "Hei, bangun ada Ada Devan, Doni dan Mega di luar.""Apa, ngapain mereka ke sini?" Naura terduduk sekaligus terkejut mendengar penuturan Lala."Tadi pas mereka ngajak kumpul aku bilang mau ke rumah kamu. Eh mereka juga ikutan."Naura menghela napasnya lalu pergi ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya."Dasar, aneh," gerutunyaLala lalu kembali menyambut teman-temannya yang masih berdiri di ruang tamu. "Ayo, silahkan duduk," ucapnya seperti pemili
Hening, semua mata tertuju pada Arkan. Seketika tubuhnya mematung saat melihat wajah-wajah yang tiba-tiba saja muncul dari arah dapur."Mas udah pulang," ucap Naura mendekati Arkan. Dia tahu akan ada kecanggungan saat Arkan tiba-tiba saja berteriak. "Ini teman-temanku," ujar Naura. "Sapa mereka," desak Naura sembari bergumam."Hai, semua. Maaf mengejutkan kalian, bersantailah."Arkan tersenyum menyapa teman-teman Naura kecuali Devan. Entah mengapa raut wajahnya berubah seketika saat menatap pria itu."Mas ganti baju dulu ya."Naura mengangguk lalu mengikuti Arkan dari belakang. Kini hanya mereka berdua di dalam kamar."Apa yang kamu lakukan sama Devan!" hardik Arkan."Suuttt, pelan-pelan. Aku sama dia sedang bicara.""Bicara apa, tentang masa lalu kalian?""Hah, maksud Mas?"Arkan meremas rambutnya dengan kasar, cemburu lebih tepatnya menggambarkan susana hatinya saat ini."Jangan terlalu dekat dengan Devan kalau sama yang lain enggak masalah," jelasnya. "Kenapa memangnya?""Karena
Tangan Naura terasa nyeri saat Arkan menggenggamnya dengan erat. Sedangkan mata Naura terpaku pada sosok wanita yang berdiri di depannya. Dengan santainya dia masuk— berada di lift yang sama dengan Naura dan Arkan. "Ehm, marketingku sudah mengirimkan email harga furniture. Mohon untuk di tindak lanjuti," ujar Liona mengawali percakapan.Sudut mata Naura melirik ke arah Arkan yang seolah tak bereaksi dengan apa yang di katakan Liona. Apa dia hanya pura-pura?"Bagian purchasingku mungkin sedang memeriksa," jawab Arkan tak terduga.Naura seketika menoleh ke arah suaminya dan Liona bergantian. Tak lama pintu lift terbuka Naura keluar lebih dulu di susul Arkan mengikutinya dari belakang. "Bagian purchasingku mungkin sedang memeriksa," ucap Naura seolah mengejek ucapan Arkan sebelumnya. "Nanti kita bicara di kantor saja ya, soalnya ada istriku. Harusnya jawab aja seperti itu."Arkan berdecak, dia sadar betul jika saat ini Naura sedang terbakar cemburu. "Tunggu, kenapa Mas enggak bilang
Wajah tampan dengan setelan jas berwarna hitam membuat Naura terus mengagumi wajah pria yang ada di hadapannya. "Kenapa aku baru sadar kalau suamiku ganteng?"Sudut bibir Arkan terangkat mendengar ucapan istrinya itu. Dia pun berbalik— berdiri tepat di depan Naura.Seolah mengerti Naura memasangkan dasi di kemeja Arkan. "Mas bisa kan jangan pakai jas?"Arkan mengerutkan dahinya. "Kenapa?""Di mataku saja Mas terlihat ganteng apa lagi di mata cewek lain," gerutu Naura dengan mencebikkan bibirnya.Pletak!Naura memegangi dahinya yang terkena sentil. "Dengar, hati Mas cuma buat kamu.""Iya, tapi cewek sekarang itu pada nggak tau diri. Mereka nggak peduli cowok yang dia dekati itu udah punya istri apa nggak, di Pepet terus."Tangan Arkan menangkup kedua pipinya istrinya. "Angkat telepon serta balas dengan cepat pesan dari Mas, 24/7. Oke?""Emangnya Mas nggak kerja sampe 24 jam?" Arkan menghela napasnya, lalu berpaling. Namun, Naura menahan tangan Arkan. "Iya, Sayang."Ting-tong!Semua ma
Sepersekian detik Arkan memalingkan wajahnya saat melihat Adelia berdiri di depannya. Sungguh dunia begitu sempit, saat wanita itu kabur dari Jakarta dan malah di pertemukan di Bali."Sepertinya wajahmu tak asing," sela Rendi menatap wajah Adelia."Benarkah, apa kalian pernah bertemu?" Kini Reza yang penasaran karena dia tahu pria seperti apa Rendi. "Entahlah sepertinya aku pernah melihat dia tapi aku lupa di mana," jawab Rendi melirik ke arah Arkan.Sedangkan Arkan hanya diam tak ingin menyapa kakak dari istrinya sendiri. "Aku pesan latte.""Aku bir.""Baik, ada yang lain?" tanya Adelia memastikan. "Dua bir," ujar Reza.Setelah mencatat pesanannya Adelia pun berlalu meninggalkan meja mereka. Sesekali dia melirik ke arah Arkan yang seolah tak peduli kepadanya. "Sial, dia mengacuhkan aku," desisnya. "Hei, kamu sedang buat apa?" Gina tiba-tiba saja muncul dari dapur. Adelia hanya mengacung gelas tanpa menjawab ucapan rekan kerjanya itu. "Wah, temen-temennya Pak Reza ya.""Kamu kenal
Satu bulan berlalu hubungan Naura dan Arkan semakin erat. Meski harus menjalani hubungan long distance relationship, tak menghalangi rasa cinta Arkan untuk anak dan istrinya."Pagi, Sayang."Perlahan Naura membuka mata saat mendengar suara bariton berbisik di telinganya."Kapan kamu datang?""Lima menit yang lalu. Aku rindu memeluk tubuhmu, Sayang."Seketika Naura membuka matanya. "Axel, di mana dia?"Arkan mengeratkan pelukannya. "Dia di bawah sama Papah dan Bu Dila.""Oh." Naura hanya ber-oh-ria lalu menyibak selimut yang menutupi tubuhnya. "Kamu mau ke mana?""Mau buat sarapan," jawab Naura mengikat rambutnya. Namun, Arkan menarik tubuh Naura hingga tergeletak di atas kasurnya. "Aku masih kangen, diam di sini sebentar saja."Naura lalu membiarkan Arkan untuk memeluknya beberapa saat sampai dia puas meluapkan rasa rindunya."PAPA ...." teriak Axel."Tuh anaknya manggil, sana samperin."Arkan menghela napasnya lalu mencium bibir Naura dengan lembut. "Ku menginginkanmu Sayang." Tanga
Suara gemercik air membangunkan Naura dari tidurnya. Dia lalu mengibas selimut yang menutupi tubuhnya dan— "Argh." Naura berteriak histeris saat melihat tubuhnya yang polos tanpa sehelai benang pun. "Apa yang terjadi, di mana bajuku?" gerutu Naura. Tak lama dia mendengar suara seseorang membuka pintu. Naura pun segera menutup tubuhnya dengan selimut berpura-pura tidur untuk melihat siapa orang yang keluar dari kamar mandi. Sedikit demi sedikit Naura membuka matanya dan mendapati Arkan yang sedang memakai pakaiannya setelah mandi. "Arkan, jadi aku tidur dengan dia. Tunggu, kenapa aku bisa bersama Arkan?" batinnya. Naura mencoba mengingat kembali apa yang terjadi di klub semalam. Ingatannya mulai berputar seperti sebuah rekaman dan berakhir saat dia mencium Arkan. Naura begitu menikmati ciuman itu hingga membuatnya tak ingin melepaskan sedetik pun kesempatan itu. "Aku mencintaimu, Naura." "Aku juga mencintaimu, Arkan," ucap Naura dengan sadar hingga membuat wajahnya bers
Dentuman musik mengalun begitu kencang hingga memekikkan telinga. Namun, hal itu malah menarik atmosfer di sekitar membuat orang-orang yang berada di dalam klub ikut terhanyut dengan irama musik yang dibawakan oleh seorang DJ. "Naura, ayo turun!" ajak Sela saat mereka memasuki klub malam. "Kamu aja aku tunggu di bar ya." "Jangan di bar kita cari meja saja," ujar Sela. Matanya melihat ke sekeliling mencari tempat yang kosong. Namun, sayang tidak ada tempat kosong. Hampir semua meja terisi penuh oleh orang-orang yang sedang menikmati malam panjang mereka. "Tunggu, bukankah itu Arkan. Kita ikut di meja dia saja." Naura mencekal tangan Sela, tapi wanita itu terus berjalan meninggalkannya begitu saja. Mau tidak mau Naura pun mengikuti Sela hingga berhenti tepat di depan meja Arkan. "Hai, Arkan. Sendiri aja nih, boleh gabung?" Arkan mendelik, tanpa bicara dia bergeser tanda jika dia mempersilahkan mereka untuk duduk bersama dengannya. "Terima kasih, aku titip Naura dulu ya. B
Deburan ombak mengalihkan perhatian Naura dari Roni dan Sela yang sedang berbincang. Padahal meeting sudah berakhir dan mereka berdua masih asik bersama."Ini." Naura menoleh ke samping saat Raka memberikan kopi untuknya. "Makasih.""Sama-sama."Naura kembali menoleh ke arah Sela dan Roni, tapi mereka sudah tidak ada di sana. "Ke mana mereka pergi?""Siapa? Oh Pak Roni dan Bu Sela, paling ke hotel.""Hah, kok bisa secepat itu?"Raka tertawa terbahak-bahak melihat ekspresi terkejut Naura. "Kamu tenang saja mereka sedang melihat lokasi untuk penempatan barang-barang.""Oh," ujar Naura bernapas lega. Naura pun memilih berteduh di bawah pohon yang rindang lalu menurunkan bokongnya di atas pasir. "Menurutmu bagaimana Bu Sela dan Pak Roni?""Maksudnya?"Raka tersenyum lalu menjawab, "Aku sudah lama ikut kerja dengan Pak Roni, aku tau dia tertarik pada Bosmu.""Oh, aku pikir Pak Roni bukan tipe pria idaman Bu Sela. Apa lagi usia mereka terpaut jauh, aku nggak yakin hubungan mereka akan b
Setelah pertemuan Sela dan Arkan, wanita itu terus mendiamkan Naura seolah kesal kepada.Naura pun tidak tahu harus melakukan apa karena Sela terus memalingkan wajahnya."Sebentar lagi kita sampai, apa kamu akan terus bersikap seperti itu?"Sela mendelik dan hanya menggerakkan tubuhnya seolah tak memperdulikan Naura. Kesal, Naura pun menginjak rem hingga tubuh Sela terhuyung ke depan. "Argh ... Kamu gila, apa kamu ingin aku mati?""Lihat kamu masih hidup dan berteriak dengan kencang."Sela mendelik, dengan anggunnya dia merapihkan rambutnya. "Aku kesal karena kamu nggak ngasih tahu aku kalau Arkan ada di sini.""Aku juga nggak tahu kalau dia datang ke sini. Lagi pula baru tadi pagi aku ketemu sama dia. Tunggu, kenapa kamu sekesal ini sama aku. Apa kamu masih mengharapkan dia?""Hah, yang benar saja. Mana mungkin aku mau sama duda apa lagi bekas karyawanku," cibirnya.Naura berdecak kembali mengendarai mobilnya. "Berhenti berbohong buktinya kamu kesal saat melihat aku dan Arkan bersa
Deburan ombak mengalun indah menemani Naura yang sedang menikmati kopi di pagi buta. Dia sama sekali tak bisa tidur nyenyak saat berada jauh dari putra semata wayangnya.Tok,tok."Permisi, room service."Naura menoleh ke arah pintu lalu beranjak dari kursinya.CeklekNaura terkejut melihat staf hotel membawakan sarapan ke kamarnya. "Maaf aku nggak pesan, mungkin salah kamar."Staf tersebut melihat kartu untuk memastikan jika mereka tidak salah kamar. "Dengan Ibu Naura kamar 210""Iya aku Naura, tapi aku nggak pesan," tutur Naura mencoba menjelaskan. Tak lama ponsel Naura berdering terlihat nama Arkan di sana. "Halo."[Selamat menikmati sarapannya.]"Apa, jadi kamu yang kirim makanan ini. Dari mana kamu tahu aku ada di hotel ini?"[Selamat menikmati, Sayang.]Arkan mematikan panggilannya sepihak. Mau tidak mau Naura pun mempersilahkan staf untuk masuk dan menyajikan makanan pesanan Arkan.Sudut bibir Naura terangkat saat melihat makanan pesanan Arkan. Tak lupa dia mengabadikan momen
Naura merapihkan beberapa pakaian ke dalam koper. Tak lupa dia pun memasukkan beberapa berkas ke dalam tasnya."Sudah di masukkan semua? Awas nanti ada yang ketinggalan!" ucap Dila sambil mengajak Axel bermain."Sepertinya sudah beres semua. Bu, aku titip Axel beberapa hari ya.""Iya, kamu tenang saja. Ibu akan menjaga Axel dengan baik, lagi pula Pak Teddi juga ada pasti dia membantu Ibu menjaga Axel."Naura tersenyum lalu beranjak dari lantai. "Aku siap-siap dulu."Seolah mengerti, Dila mengajak Axel untuk keluar dari kamar Naura.Tok, tok."Permisi."Dila menuruni anak tangga lalu menghampiri tamu yang baru saja datang."Siapa Bi?" tanya Dila saat dia berjalan ke arahnya."Itu Bu, temennya Bu Naura," jawabnya."Oh Sela. Tolong buatkan minuman buat Sela ya." Dila pun menghampiri Sela yang sedang duduk di sofa. "Eh, Sela.""Tante, hai Axel," sapa Sela saat melihat Axel tersenyum menatapnya.Mereka pun duduk bersampingan sambil bermain dengan Axel. "Acaranya mendadak ya?" selidik Dila.
Suara bising di sekitar tak mengalihkan perhatian Naura dari berkas yang ada di hadapannya. Brak!Hening seketika, semua yang ada di ruang meeting diam menatap ke arah Naura. "Ini kenapa bisa beda?"Naura menggeser berkas yang ada di depannya. "Laporan keuangan ganti, salah tuh! Teliti dulu sebelum di kirim. Ini lagi, bukannya klien kita minta ganti kursi, kenapa masih ditulis kursi dengan merek yang sama?""Ma-maaf Bu, tapi Bu Sela sudah setuju dengan merek itu," jelas Kevin.Seketika Naura menoleh ke arah Sela. "Apa, aku nggak tau ya. Kevin, kamu benar-benar ya, harusnya kamu bilang kalau barangnya di ganti, aku kan nggak tahu."Sela langsung menggeser kursinya mendekati Naura seolah menyerang Kevin."Ta-tapi Bu Se—"Mata Sela hampir saja keluar memelototi Kevin bahkan mulutnya berkomat-kamit seolah menyuruhnya tutup mulut."Bereskan semuanya, kerjakan dengan baik dan teliti. Baiklah, meeting kita tutup, selamat siang."Naura keluar dari ruang meeting di ikuti Sela di belakang. Wan
Hening, seketika Naura tak mendengar suara apapun kecuali detak jantungnya yang begitu cepat.Mata Naura terpaku pada wajah pria yang selalu membuat hatinya berdesir. "Papa," teriak Axel berjalan ke arah mereka.Refleks Arkan melepaskan tangannya dari pinggang Naura. "Sayang." Axel berlari memeluk Arkan dengan erat. "Ayo, kita cari makan," sambung Arkan meninggalkan Naura yang masih mematung. Sorak dari para tamu undangan pun kembali riuh saat Adelia bersiap melempar buket bunga yang dia pegang. "Naura, sini!" panggil Adelia. Dengan enggan Naura pun ikut ke kerumunan yang bersiap menerima buket bunga. Semua bersiap hanya Naura yang diam dan ikut berdiri dengan kerumunan."Satu, dua, tiga."Buket itu pun melayang ke arah Naura, tapi seketika tubuhnya terhuyung ke depan saat seseorang mendorongnya dari belakang. "Argh," ucap Naura terkejut. Namun, dengan cepat pria itu menarik tangan Naura hingga menyentuh tubuhnya. "Woa, selamat Bro!" teriak Reza mengalihkan perhatian semua yang