Sepersekian detik Arkan memalingkan wajahnya saat melihat Adelia berdiri di depannya. Sungguh dunia begitu sempit, saat wanita itu kabur dari Jakarta dan malah di pertemukan di Bali."Sepertinya wajahmu tak asing," sela Rendi menatap wajah Adelia."Benarkah, apa kalian pernah bertemu?" Kini Reza yang penasaran karena dia tahu pria seperti apa Rendi. "Entahlah sepertinya aku pernah melihat dia tapi aku lupa di mana," jawab Rendi melirik ke arah Arkan.Sedangkan Arkan hanya diam tak ingin menyapa kakak dari istrinya sendiri. "Aku pesan latte.""Aku bir.""Baik, ada yang lain?" tanya Adelia memastikan. "Dua bir," ujar Reza.Setelah mencatat pesanannya Adelia pun berlalu meninggalkan meja mereka. Sesekali dia melirik ke arah Arkan yang seolah tak peduli kepadanya. "Sial, dia mengacuhkan aku," desisnya. "Hei, kamu sedang buat apa?" Gina tiba-tiba saja muncul dari dapur. Adelia hanya mengacung gelas tanpa menjawab ucapan rekan kerjanya itu. "Wah, temen-temennya Pak Reza ya.""Kamu kenal
Hening Reza hanya tersenyum melihat wajah Liona yang begitu kusut setelah bertengkar dengan Adelia."Kenapa kamu malah senyum sih, seneng lihat aku seperti ini!" kesal Liona.Reza menggeser botol air mineral ke hadapan Liona. "Aku tak menyangka Adelia akan sekasar itu sama kamu. Apa lagi Naura. Aku tak bisa membayangkan kalau sampai dia tahu suaminya kembali di dekati mantan istrinya."Liona memutar bola matanya, jengah mendengar ocehan Reza. "Sebenarnya kamu itu di pihakku atau wanita itu?"Reza menyandarkan punggungnya ke kursi. "Jelas aku mendukung dia. Aku enggak mau pernikahan sahabatku gagal untuk ke sekian kalinya.""Apa kamu pikir hanya dia yang menderita. Aku juga!"Reza berdecak. "Sadarlah, nikmati kesendirianmu dan hiduplah dengan damai. Mulai sekarang aku nggak akan membantumu lagi karena wanitaku pasti marah. Kamu tau sendirikan seperti apa kekasihku kalau marah."Liona beranjak dari kursi. "Aku akan menuntut wanita itu dengan kasus penganiayaan.""Jangan seperti itu, dia
Riuh suara para mahasiswa yang sedang berkumpul di aula. Hanya Naura yang diam, tak memperhatikan orang-orang di sekitarnya.Entah mengapa kepalanya terlalu berisik memikirkan tentang suaminya yang saat ini sedang bersama mantan istrinya di Bali."Na, diem aja. Ayo, kita jalan!"Lala menarik tangan Naura membawanya pergi dari aula. "Kita mau kemana?""Jalan-jalanlah." Naura mengerutkan dahinya. "Kamu nggak denger tadi di bubarin?""Oh ya. Aku nggak dengar."Lala menghentikan langkahnya. "Telinganya jalan-jalan terus sih!""Hai, Naura, Lala," sapa Devan dan Doni yang tiba-tiba saja muncul di hadapan keduanya."Hai," jawab mereka berdua kompak. Devan melirik ke arah Naura. "Kalau kalian sedang senggang, mau enggak ikut ke apartemen baruku?""Wah, kamu beli apartemen?" tanya Lala bersemangat. Devan mengangguk, "Aku ikut, Naura juga pasti mau ikut kan!"Naura menyunggingkan senyum palsunya. Seolah dia setuju dengan ucapan sahabatnya itu.Devan pun tersenyum, "Kalian bawa mobil?""Naura b
Mata Naura tak lepas dari Devan yang juga menatapnya. Seketika atmosfer di sekitar menjadi dingin"Nggak."Devan tertawa terbahak-bahak mendengar jawaban Naura. "Aku hanya bercanda kenapa kamu jadi seserius itu," ucapnya. Wajah pucat Mega pun sesaat berubah menjadi tersenyum melihat Devan tertawa. Padahal awalnya dia pikir Devan benar-benar menyukai temannya itu ternyata hanya candaan. "Astaga Sayang, aku pikir kalian berdua memang memiliki hubungan ternyata hanya bercanda," ungkap Mega. Berbeda dengan Naura, dia yakin jika ucapan Devan begitu serius. Hanya saja Naura memberinya jawaban yang mungkin membuatnya malu."Apa kamu serius menyukai Devan?" tanya Naura saat Mega berhenti tertawa.Mega pun mengangguk lalu menjawab, "Iya, aku mencintainya. Bukannya kita sangat cocok?""Hm, kalian sangat cocok yang satu humoris yang satu garing," jawab Naura.Tak lama terdengar bel berbunyi. Devan beranjak dari kursi menghampiri tamu yang datang. "Kenapa kalian berdua lama sekali?""Beli piz
Dengan malu-malu Naura membuka pintu kamar mandi setelah dia mengganti lingerie hitam yang sebelumnya dia gunakan. Ditatapnya Arkan yang masih tidur padahal matahari sudah mulai meninggi. "Bangunin jangan ya, tapi kalau enggak di bangunin dia kan harus kerja," batinnya. Namun, sedetik kemudian Naura menggoyangkan tubuh Arkan. "Mas, bangun.""Hm, sebentar lagi." Arkan hanya bergumam tanpa membuka matanya. Dia menarik selimut hingga menutupi kepalanya seolah tak ingin di ganggu. Perlahan Naura naik ke atas ranjang— memeluk Arkan dari belakang. Dengan santainya tangan Naura menyusuri tubuh suaminya hingga berakhir di intinya yang sudah menegang karena memang waktunya ereksi."Sayang ... Eugh!"Naura terus membuat milik Arkan menegang meski sang empunya sudah menggeliat menikmati sentuhannya."Mas, enggak kangen sama aku?""Hm.""Mas enggak mau olah raga pagi?"Arkan tak bergeming, hal itu cukup membuat Naura kesal karena tak mendapatkan respon yang baik. "Argh, menyebalkan."Saat Naur
Dengan cepat Arkan mendekati Liona lalu melihat ke arah lift mencari Devan. "Di mana dia?" desis Arkan."Dia sudah pergi, tadi cuma titip ini saat aku papasan sama dia," ucap Liona menunjukkan paper bag yang ada di tangannya. Arkan merebut paper bag yang ada di tangan Liona dengan kasar lalu membuka isinya. Tak bisa di pungkiri jika Naura begitu takut saat Arkan melihat isi paper bag pemberian Devan. "Mati aku. Aku mohon semoga bukan barang yang aneh-aneh," batinnya sembari memejamkan mata."Baju," ujar Arkan sembari mengerutkan dahinya. Hal itu rupanya tak lepas dari mata Liona. Sudut bibirnya terangkat melihat kemarahan yang tercetak di wajah Arkan. Seketika Naura membuka matanya. "I-itu, baju ...." Naura mendekat lalu mengambil baju yang ada di tangan suaminya itu. "Ah, ini baju kelompok."Naura bernafas lega karena baju pemberian Devan hanya baju kelompok yang sudah mereka desain sebelumnya.Arkan mendelik lalu masuk ke dalam tanpa mempedulikan Naura dan Liona yang masih berad
Arkan memijat pelipisnya sembari mengamati satu persatu foto yang ada di depannya. Jelas foto tersebut bukan rekayasa apa lagi Arkan sudah memanggil ahlinya untuk memeriksa foto tersebut."Mengapa dia melakukan ini, pantas saat aku di Bali dia enggak pernah menghubungiku. Apa ini alasan yang sebenarnya?"Jam menunjukkan pukul sepuluh malam, Arkan ragu untuk pulang ke rumah karena memang otaknya masih di penuhi dengan perselingkuhan Naura dan Devan.Lagi dan lagi wanitanya di rebut oleh pria lain. "Kali ini aku enggak akan pernah membuat hatiku terluka lagi."Arkan beranjak dari kursi— keluar dari kantornya yang sudah gelap. Keesokan paginya, Naura meregangkan otot tubuhnya saat dia membuka mata. Tak sengaja, tangannya menyentuh kasur yang kosong."Kemana Mas Arkan, apa dia enggak pulang semalam?"Naura pun memeriksa ponselnya takut suaminya menghubungi saat dia sedang tertidur. Namun, bukannya pesan atau telepon dari Arkan, melainkan pesan dari Devan.[Devan : Hari ini aku jemput kam
"Apa kamu serius dengan ucapanmu Arkan. Bukannya kamu begitu mencintai Naura?" desak Sinta.Arkan mengusap wajahnya dengan kasar. "Mamah tau alasan aku menceraikan Liona? Kali ini Naura juga melakukan hal yang sama."Sinta menggelengkan kepalanya. "Enggak, Naura enggak mungkin melakukan hal serendah itu. Mamah tau Naura, dia wanita baik-baik, dia juga mencintaimu Arkan.""Dia selingkuh Mah, Naura selingkuh dengan teman kampusnya.""Apa kamu melihat sendiri, apa kamu menyaksikan sendiri pengkhianatan yang Naura lakukan? Kalau itu hanya asumsimu saja sebaiknya cari tahu dulu."Brak!Arkan melempar semua foto ke atas meja. "Aku sudah mencari tahu tentang foto itu dan itu asli. Apa Mamah masih percaya dia wanita baik.""Dari mana kamu mendapatkan foto ini?" Sinta begitu penasaran dengan bukti yang Arkan keluarkan."Mamah enggak perlu tau dari mana foto itu berasal yang pasti selama ini aku selalu mengawasi Naura dan hari ini dia menunjukkan sendiri se-pelacur apa dia dengan pergi bersama
Satu bulan berlalu hubungan Naura dan Arkan semakin erat. Meski harus menjalani hubungan long distance relationship, tak menghalangi rasa cinta Arkan untuk anak dan istrinya."Pagi, Sayang."Perlahan Naura membuka mata saat mendengar suara bariton berbisik di telinganya."Kapan kamu datang?""Lima menit yang lalu. Aku rindu memeluk tubuhmu, Sayang."Seketika Naura membuka matanya. "Axel, di mana dia?"Arkan mengeratkan pelukannya. "Dia di bawah sama Papah dan Bu Dila.""Oh." Naura hanya ber-oh-ria lalu menyibak selimut yang menutupi tubuhnya. "Kamu mau ke mana?""Mau buat sarapan," jawab Naura mengikat rambutnya. Namun, Arkan menarik tubuh Naura hingga tergeletak di atas kasurnya. "Aku masih kangen, diam di sini sebentar saja."Naura lalu membiarkan Arkan untuk memeluknya beberapa saat sampai dia puas meluapkan rasa rindunya."PAPA ...." teriak Axel."Tuh anaknya manggil, sana samperin."Arkan menghela napasnya lalu mencium bibir Naura dengan lembut. "Ku menginginkanmu Sayang." Tanga
Suara gemercik air membangunkan Naura dari tidurnya. Dia lalu mengibas selimut yang menutupi tubuhnya dan— "Argh." Naura berteriak histeris saat melihat tubuhnya yang polos tanpa sehelai benang pun. "Apa yang terjadi, di mana bajuku?" gerutu Naura. Tak lama dia mendengar suara seseorang membuka pintu. Naura pun segera menutup tubuhnya dengan selimut berpura-pura tidur untuk melihat siapa orang yang keluar dari kamar mandi. Sedikit demi sedikit Naura membuka matanya dan mendapati Arkan yang sedang memakai pakaiannya setelah mandi. "Arkan, jadi aku tidur dengan dia. Tunggu, kenapa aku bisa bersama Arkan?" batinnya. Naura mencoba mengingat kembali apa yang terjadi di klub semalam. Ingatannya mulai berputar seperti sebuah rekaman dan berakhir saat dia mencium Arkan. Naura begitu menikmati ciuman itu hingga membuatnya tak ingin melepaskan sedetik pun kesempatan itu. "Aku mencintaimu, Naura." "Aku juga mencintaimu, Arkan," ucap Naura dengan sadar hingga membuat wajahnya bers
Dentuman musik mengalun begitu kencang hingga memekikkan telinga. Namun, hal itu malah menarik atmosfer di sekitar membuat orang-orang yang berada di dalam klub ikut terhanyut dengan irama musik yang dibawakan oleh seorang DJ. "Naura, ayo turun!" ajak Sela saat mereka memasuki klub malam. "Kamu aja aku tunggu di bar ya." "Jangan di bar kita cari meja saja," ujar Sela. Matanya melihat ke sekeliling mencari tempat yang kosong. Namun, sayang tidak ada tempat kosong. Hampir semua meja terisi penuh oleh orang-orang yang sedang menikmati malam panjang mereka. "Tunggu, bukankah itu Arkan. Kita ikut di meja dia saja." Naura mencekal tangan Sela, tapi wanita itu terus berjalan meninggalkannya begitu saja. Mau tidak mau Naura pun mengikuti Sela hingga berhenti tepat di depan meja Arkan. "Hai, Arkan. Sendiri aja nih, boleh gabung?" Arkan mendelik, tanpa bicara dia bergeser tanda jika dia mempersilahkan mereka untuk duduk bersama dengannya. "Terima kasih, aku titip Naura dulu ya. B
Deburan ombak mengalihkan perhatian Naura dari Roni dan Sela yang sedang berbincang. Padahal meeting sudah berakhir dan mereka berdua masih asik bersama."Ini." Naura menoleh ke samping saat Raka memberikan kopi untuknya. "Makasih.""Sama-sama."Naura kembali menoleh ke arah Sela dan Roni, tapi mereka sudah tidak ada di sana. "Ke mana mereka pergi?""Siapa? Oh Pak Roni dan Bu Sela, paling ke hotel.""Hah, kok bisa secepat itu?"Raka tertawa terbahak-bahak melihat ekspresi terkejut Naura. "Kamu tenang saja mereka sedang melihat lokasi untuk penempatan barang-barang.""Oh," ujar Naura bernapas lega. Naura pun memilih berteduh di bawah pohon yang rindang lalu menurunkan bokongnya di atas pasir. "Menurutmu bagaimana Bu Sela dan Pak Roni?""Maksudnya?"Raka tersenyum lalu menjawab, "Aku sudah lama ikut kerja dengan Pak Roni, aku tau dia tertarik pada Bosmu.""Oh, aku pikir Pak Roni bukan tipe pria idaman Bu Sela. Apa lagi usia mereka terpaut jauh, aku nggak yakin hubungan mereka akan b
Setelah pertemuan Sela dan Arkan, wanita itu terus mendiamkan Naura seolah kesal kepada.Naura pun tidak tahu harus melakukan apa karena Sela terus memalingkan wajahnya."Sebentar lagi kita sampai, apa kamu akan terus bersikap seperti itu?"Sela mendelik dan hanya menggerakkan tubuhnya seolah tak memperdulikan Naura. Kesal, Naura pun menginjak rem hingga tubuh Sela terhuyung ke depan. "Argh ... Kamu gila, apa kamu ingin aku mati?""Lihat kamu masih hidup dan berteriak dengan kencang."Sela mendelik, dengan anggunnya dia merapihkan rambutnya. "Aku kesal karena kamu nggak ngasih tahu aku kalau Arkan ada di sini.""Aku juga nggak tahu kalau dia datang ke sini. Lagi pula baru tadi pagi aku ketemu sama dia. Tunggu, kenapa kamu sekesal ini sama aku. Apa kamu masih mengharapkan dia?""Hah, yang benar saja. Mana mungkin aku mau sama duda apa lagi bekas karyawanku," cibirnya.Naura berdecak kembali mengendarai mobilnya. "Berhenti berbohong buktinya kamu kesal saat melihat aku dan Arkan bersa
Deburan ombak mengalun indah menemani Naura yang sedang menikmati kopi di pagi buta. Dia sama sekali tak bisa tidur nyenyak saat berada jauh dari putra semata wayangnya.Tok,tok."Permisi, room service."Naura menoleh ke arah pintu lalu beranjak dari kursinya.CeklekNaura terkejut melihat staf hotel membawakan sarapan ke kamarnya. "Maaf aku nggak pesan, mungkin salah kamar."Staf tersebut melihat kartu untuk memastikan jika mereka tidak salah kamar. "Dengan Ibu Naura kamar 210""Iya aku Naura, tapi aku nggak pesan," tutur Naura mencoba menjelaskan. Tak lama ponsel Naura berdering terlihat nama Arkan di sana. "Halo."[Selamat menikmati sarapannya.]"Apa, jadi kamu yang kirim makanan ini. Dari mana kamu tahu aku ada di hotel ini?"[Selamat menikmati, Sayang.]Arkan mematikan panggilannya sepihak. Mau tidak mau Naura pun mempersilahkan staf untuk masuk dan menyajikan makanan pesanan Arkan.Sudut bibir Naura terangkat saat melihat makanan pesanan Arkan. Tak lupa dia mengabadikan momen
Naura merapihkan beberapa pakaian ke dalam koper. Tak lupa dia pun memasukkan beberapa berkas ke dalam tasnya."Sudah di masukkan semua? Awas nanti ada yang ketinggalan!" ucap Dila sambil mengajak Axel bermain."Sepertinya sudah beres semua. Bu, aku titip Axel beberapa hari ya.""Iya, kamu tenang saja. Ibu akan menjaga Axel dengan baik, lagi pula Pak Teddi juga ada pasti dia membantu Ibu menjaga Axel."Naura tersenyum lalu beranjak dari lantai. "Aku siap-siap dulu."Seolah mengerti, Dila mengajak Axel untuk keluar dari kamar Naura.Tok, tok."Permisi."Dila menuruni anak tangga lalu menghampiri tamu yang baru saja datang."Siapa Bi?" tanya Dila saat dia berjalan ke arahnya."Itu Bu, temennya Bu Naura," jawabnya."Oh Sela. Tolong buatkan minuman buat Sela ya." Dila pun menghampiri Sela yang sedang duduk di sofa. "Eh, Sela.""Tante, hai Axel," sapa Sela saat melihat Axel tersenyum menatapnya.Mereka pun duduk bersampingan sambil bermain dengan Axel. "Acaranya mendadak ya?" selidik Dila.
Suara bising di sekitar tak mengalihkan perhatian Naura dari berkas yang ada di hadapannya. Brak!Hening seketika, semua yang ada di ruang meeting diam menatap ke arah Naura. "Ini kenapa bisa beda?"Naura menggeser berkas yang ada di depannya. "Laporan keuangan ganti, salah tuh! Teliti dulu sebelum di kirim. Ini lagi, bukannya klien kita minta ganti kursi, kenapa masih ditulis kursi dengan merek yang sama?""Ma-maaf Bu, tapi Bu Sela sudah setuju dengan merek itu," jelas Kevin.Seketika Naura menoleh ke arah Sela. "Apa, aku nggak tau ya. Kevin, kamu benar-benar ya, harusnya kamu bilang kalau barangnya di ganti, aku kan nggak tahu."Sela langsung menggeser kursinya mendekati Naura seolah menyerang Kevin."Ta-tapi Bu Se—"Mata Sela hampir saja keluar memelototi Kevin bahkan mulutnya berkomat-kamit seolah menyuruhnya tutup mulut."Bereskan semuanya, kerjakan dengan baik dan teliti. Baiklah, meeting kita tutup, selamat siang."Naura keluar dari ruang meeting di ikuti Sela di belakang. Wan
Hening, seketika Naura tak mendengar suara apapun kecuali detak jantungnya yang begitu cepat.Mata Naura terpaku pada wajah pria yang selalu membuat hatinya berdesir. "Papa," teriak Axel berjalan ke arah mereka.Refleks Arkan melepaskan tangannya dari pinggang Naura. "Sayang." Axel berlari memeluk Arkan dengan erat. "Ayo, kita cari makan," sambung Arkan meninggalkan Naura yang masih mematung. Sorak dari para tamu undangan pun kembali riuh saat Adelia bersiap melempar buket bunga yang dia pegang. "Naura, sini!" panggil Adelia. Dengan enggan Naura pun ikut ke kerumunan yang bersiap menerima buket bunga. Semua bersiap hanya Naura yang diam dan ikut berdiri dengan kerumunan."Satu, dua, tiga."Buket itu pun melayang ke arah Naura, tapi seketika tubuhnya terhuyung ke depan saat seseorang mendorongnya dari belakang. "Argh," ucap Naura terkejut. Namun, dengan cepat pria itu menarik tangan Naura hingga menyentuh tubuhnya. "Woa, selamat Bro!" teriak Reza mengalihkan perhatian semua yang