"Biya, Daddy dan Aunty Sisi masih bertengkar," adu Neo begitu mendengar perdebatan kedua sepupu tersebut.Padahal, mereka saling adu mulut di lantai bawah. Bisa-bisanya suara teriakan mereka bisa sampai terdengar ke kamar Neo? Arya dan Cintya memang tidak pantas dibiarkan berada dalam satu tempat.Begitulah jika kepala batu dan kepala baja jika dipertemukan."Kau bodoh, ceroboh dan tidak pernah menjadi Ibu. Bagaimana bisa aku mempercayai putraku pada peraw an tua sepertimu?" Dari kamar Neo, Abia dapat mendengar makian pedas sang suami.Perempuan itu terkekeh. Bahkan dengan Abia sekali pun, Arya tidak bisa berkata manis. Apalagi jika dengan Cintya yang hanya sepupunya?"Apa kau merasa begitu pantas dan baik menjadi seorang Ayah? Apa kau lupa dulu hampir menghanyutkan putramu sendiri di pantai saat kita berlibur bersama?!" tanya Cintya balik menyerang Arya dengan kesalahan yang pria itu sempat lakukan.Mendengar kata 'berlibur' dan 'pantai', Abia mendadak cemberut. Seingatnya, dia tidak
"Biya tidak usah khawatir, aku baik-baik saja bersama Aunty Sisi." Neo menenangkan sambil menyalami punggung tangan sang Mama.Abia cemberut. Perempuan itu mengusap puncak kepala putranya sekali lagi."Kau yakin tidak ingin ikut? Biya pergi selama lima hari loh. Tidak apa-apa?" tanya perempuan itu memastikan lagi.Arya yang kesal, kontan segera menarik lengan sang istri. "Iya! Lihat dia tersenyum lebar begitu? Sekarang, ayo kita pergi! Neo tidak mungkin menangis hanya karena ditinggalkan lima hari olehmu," kesal Arya sambil menyeret koper Abia juga.Abia melambai pada Neo dan Cintya dengan berat hati. Wajah perempuan itu terlihat muram seolah tidak akan pergi liburan."Tenang saja, Abia. Aku akan membuangnya ke laut jika dia nakal!" teriak Cintya sambil ikut melambaikan tangan.Mendengar itu, Abia semakin berat hati. Arya kontan memberikan pelototan tanda peringatan pada sang sepupu."Jangan lupa telepon Biya sesekali, ya?" pesan Abia pada Neo yang diangguki bocah sipit itu semangat.
"Aku mengajakmu ke sini bukan tanpa alasan, Abia. Aku ingin mengajakmu berlibur ke tempat-tempat bagus, bukan mendekam di kamar hotel begini!" Omelan Arya hanya dibalas Abia dengan putaran bola mata malas."Kau pergi saja sendiri. Aku sedang tidak ingin kemana-mana," jawab Abia santai sambil memainkan ponsel.Arya mendengkus sebal. "Jika kau hanya ingin berbaring tidak jelas begini tanpa melakukan apa pun, kau seharusnya diam saja di rumah. Tidak perlu kemana-mana!" komentar pria itu yang dibalas Abia dengan anggukan acuh."Kalau begitu kita pulang saja. Atau aku saja yang pulang. Jadi kau hanya sedang liburan namanya, bukan berbulan madu." Abia menyarankan sambil terkekeh geli.Melihat itu, tentu saja Arya semakin kesal. Abia itu ... benar-benar menyebalkan!"Aku tidak mau tahu, kita harus pergi ke mana saja!" ajak Arya sambil mengangkat tubuh istrinya hingga duduk."Tidak mau! Lagipula kita masih lama di sini. Kenapa harus buru-buru sekali?" tolak Abia malas sambil berbaring lagi.A
Abia mengerjapkan mata pelan. Mencoba menyesuaikan cahaya yang masuk ke retina. Begitu mendapati wajah suaminya yang khawatir tertangkap pertama kali, tanpa sadar perempuan itu merasa lega."Kau sudah bangun?" tanya Arya memastikan sambil menutup botol minyak kayu putih yang tadi digunakannya pada pelipis juga hidung sang istri.Mendengar pertanyaan bernada lembut itu, Abia mengangguk pelan. Bahkan, saat mengangguk sepelan itu pun, kepalanya kembali berdenyut sakit.Sayangnya, itu semua tertutupi oleh rasa lega juga senangnya karena sang suami telah selamat. Masih baik-baik saja bahkan duduk di sisi tubuhnya."Kupikir ... k-kupikir kau masih di sana tadi," gumam Abia terbata.Pandangan matanya menyorot takut. Bersamaan dengan cairan bening yang satu-persatu perlahan meluruh dari sudut mata perempuan cantik itu."Hei, aku di sini. Jangan menangis lagi!" tegur Arya menyadarkan sang istri sambil berbaring di samping perempuan itu.Abia mengangguk-angguk. Arya mengangkat kepala perempuan
"Aunty ... Aunty Sisi!" Neo memanggil keras sambil berjalan menuruni tangga rumah sang Bibi.Cintya yang saat itu sedang membereskan bekas bermain Neo bersama Keanu, segera menoleh. Bocah sipit itu turun dan tersenyum sumringah."Hari ini Daddy dan Biya pulang, kan? Jam berapa mereka akan pulang? Ayo tanyakan, Aunty!" Neo meminta sambil memasang wajah memelas andalannya.Cintya mendengkus. "Kau sudah berjanji tidak akan menelepon mereka, kan? Jika mereka memang akan pulang, biarkan saja mereka menjemputmu sendiri ke sini," balas dokter muda nan cantik itu.Seketika, wajah Neo yang sedari tadi cerah luar biasa, mendadak muram. Satu minggu tidak melihat orang tuanya pasti membuat bocah manja kesayangan Abia itu merasa sangat rindu.Cintya memakluminya tapi tidak ingin mengganggu acara bulan madu sang sepupu. Mereka harus fokus bersenang-senang setelah beberapa waktu lalu sempat berpisah cukup lama.Terlebih, Arya juga makhluk yang super sibuk. Kedua pasangan suami istri itu pasti tidak
Neo baru saja keluar dari gerbang sekolahnya saat seorang perempuan berjas dokter menghampiri. Perempuan itu mengenakan kaca mata, masker juga topi hitam."Aunty Sisi? Aunty Sisi datang menjemputku, ya?" tanya Neo semangat begitu berpikir perempuan dengan wajah tertutup itu menggandeng tangannya.Perempuan itu mengangguk pelan. Berikutnya, Neo melambai pada beberapa gerombolan teman yang tadi menemaninya sampai luar."Aku pulang dulu ya, Teman-teman! Aunty-ku menjemput," pamit Neo sambil melambai dan segera mengikuti perempuan yang ia kira Bibi Cintya-nya tersebut.Pak Satpam yang juga berpikir itu adalah Bibi Neo yang biasa menjemput, hanya tersenyum ramah. Tidak ada yang curiga. Tidak ada juga hal yang aneh sampai membuat Neo sadar sesuatu.Tapi, begitu sampai di depan sebuah mobil yang jelas bukan mobil Bibinya yang ia kenali, Neo mendongak sambil menyorot bingung perempuan itu. "Aunty kapan beli mobil baru? Kenapa tidak memberitahuku? Makanya Aunty menjemputku sekarang, ya? Mau p
"Ini salahmu karena tidak memastikan perempuan yang menjemput Neo itu benar Cintya atau bukan!" Arya mencerca setelah memerintahkan anak buahnya untuk mencari Neo."Sudah lah, Arya! Dia juga tidak tahu itu bukan aku. Biasanya kan hanya aku dokter yang menjemput Neo, wajar saja jika dia mengira itu aku," tegur Cintya begitu melihat iparnya yang hanya termenung diam.Abia juga pasti sangat terkejut. Bagaimana bisa sepupu bodohnya ini malah mengomeli sang istri? Cintya sangat tidak habis pikir."Maaf ... maaf karena aku sudah teledor," gumam Abia lirih yang hanya dibalas Arya dengan decakan sebal."Aku tidak ingin mendengar permintaan maafmu! Sekarang, ayo kita cari Neo saja!" ajak Arya pada Cintya.Cintya dan Abia ikut berdiri. Begitu melihat sang istri malah mengekorinya, Arya melirik sinis."Kenapa kau ikut? Aku tidak mengajakmu!" tanya Arya sarkas."Kalau begitu ... aku akan mencarinya sendiri. Kau pergi saja bersama Cintya," jawab Abia sambil berjalan lebih dulu keluar rumah.Cintya
"Ambillah selimut di belakang! Aku selalu menyimpannya karena kadang ketiduran di mobil," suruh Keanu yang diangguki Abia patuh.Perempuan yang baru sadar dirinya kedinginan itu segera mengambil selimut dan melilitkannya pada tubuh. Dia sebenarnya sudah mengenakan jaket Keanu sebagai pengganti pakaiannya yang basah kuyup. Tapi, semakin mengenakan jaket, semakin pula dia merasa kedinginan."Kau ini kenapa, Abia?! Sudah tahu hujan deras begitu, malah berkeliaran di jalanan. Tengah malam lagi. Bagaimana jika sampai ada orang jahat yang mengganggumu?" tanya Keanu sebal sambil terus menjalankan mobilnya di tengah hujan yang deras.Abia merapatkan selimut yang melilit tubuhnya. "Aku tidak tahu kalau akan hujan," jawab perempuan itu lirih."Tidak mungkin kau tidak melihat langit yang mendung sebelum hujan, kan? Ck ... kau ini, alasan saja!" maki Keanu sebal."Aku memang tidak melihatnya. Aku terlalu fokus mencari Neo, aku takut terjadi sesuatu padanya. Jadi ... j-jadi tolong jangan memarahik