"Ambillah selimut di belakang! Aku selalu menyimpannya karena kadang ketiduran di mobil," suruh Keanu yang diangguki Abia patuh.Perempuan yang baru sadar dirinya kedinginan itu segera mengambil selimut dan melilitkannya pada tubuh. Dia sebenarnya sudah mengenakan jaket Keanu sebagai pengganti pakaiannya yang basah kuyup. Tapi, semakin mengenakan jaket, semakin pula dia merasa kedinginan."Kau ini kenapa, Abia?! Sudah tahu hujan deras begitu, malah berkeliaran di jalanan. Tengah malam lagi. Bagaimana jika sampai ada orang jahat yang mengganggumu?" tanya Keanu sebal sambil terus menjalankan mobilnya di tengah hujan yang deras.Abia merapatkan selimut yang melilit tubuhnya. "Aku tidak tahu kalau akan hujan," jawab perempuan itu lirih."Tidak mungkin kau tidak melihat langit yang mendung sebelum hujan, kan? Ck ... kau ini, alasan saja!" maki Keanu sebal."Aku memang tidak melihatnya. Aku terlalu fokus mencari Neo, aku takut terjadi sesuatu padanya. Jadi ... j-jadi tolong jangan memarahik
Keanu baru saja sampai di apartemennya. Pria itu segera menyalakan lampu dan berbaring di kamar. Pria itu menutup mata dengan sebelah lengan sambil berbaring terlentang. Seketika, kilasan kejadian beberapa menit lalu memenuhi benaknya.'Aku mencintaimu, sialan!' Kalimat Cintya yang satu itu terus memenuhi kepala Keanu membuat pria itu bangkit duduk lagi. Matanya memandang sekeliling kamar sambil sesekali mengerang sebal."Aku tidak pernah kira dia akan menyukaiku begitu," gumam Keanu sambil bangkit berdiri dan menatap pada cermin di kamarnya."Ketampananku memang sulit ditolak perempuan manapun. Tapi ... aku tidak tahu bahwa dokter galak itu akan terpikat juga oleh wajah nyaris sempurna ini," gumam Keanu kelewat percaya diri sambil mengusap dagunya yang bagi sebagian orang terpahat begitu sempurna."Tapi ... bukankah dia bilang dia tidak suka pria tampan? Apa sekarang dia berubah pikiran? Atau dia punya hal lain yang dia sukai dariku?" tanya Keanu terus bertanya-tanya. Setelah peng
Begitu mendapat alamat Aluna, Abia segera pulang. Perempuan itu segera mengambil ponsel, uang juga kunci mobil Arya tanpa meminta izin pada pria itu terlebih dahulu.Selain karena Arya punya banyak mobil, tentu saja pria itu juga tidak akann sadar Abia membawa salah satu mobilnya. Karena Abia mengenakan mobil yang paling jarang digunakan oleh sang suami.Abia tahu sebenarnya ini adalah sebuah tindak kriminal. Tapi, dia melakukan ini juga untuk kepentingan bersama. Jika membayar taksi, Abia tidak yakin akan mendapat taksi cepat saat akan berpindah-pindah tempat dalam waktu singkat.Abia juga tidak ingin ketahuan. Jadi, langkahnya harus sangat hati-hati supaya tidak ada orang yang sadar dan tahu. Bisa dibilang ... ini tindakan menguntit atau penyusupan."Maaf ya, Mas? Aku pinjam mobilnya sebentar. Tidak bisa memberitahumu sekarang, karena pasti kau langsung marah-marah dan tidak mengizinkanku," gumam Abia pelan berniat isi hatinya tersampaikan pada pria itu tanpa menyampaikannya.Selesa
"Akhirnya kau datang juga, Mama kesayangannya Neo?" Abia melotot terkejut begitu Aluna berdiri di ambang pintu kamar.Perempuan itu tersenyum sinis membuat Neo yang takut segera berlari menuju Abia. Tapi, Aluna dengan cepat menarik kerah belakang bajunya hingga bocah itu berada di dekatnya."Lepaskan aku! Kau penjahat! Aku mau pulang bersama Biya!" teriak bocah sipit itu sambil memukul-mukul tangan Aluna yang masih bertengger di kerah belakang bajunya.Tapi, bukannya melepas, Aluna malah mengangkat kerah itu hingga Neo juga ikut terangkat ke atas. Abia sudah hendak berlari untuk menarik putranya, tapi tiba-tiba sebelah tangan Aluna menodongkan pistol padanya."Jangan mendekat!" teriak perempuan itu tajam. Nadanya berubah menyeramkan sejak sebelumnya."Kubilang jangan mendekat!" peringat Aluna sekali lagi sambil kali ini mengarahkan pistol pada pelipis sang putra. "Atau aku bunuh dia saja?" tanya perempuan itu sambil tersenyum lebar.Abia menghentikan langkah. Mata perempuan itu membul
Arya menatap sekeliling jalan raya yang padat merayap. Pria itu menggeram sebal sambil menarik rambut sang sepupu dari belakang."Apa kau tidak bisa menyetir dengan cepat? Apa kau tidak bisa mengebut saja?!" tanya Arya sebal yang dibalas Cintya dengan delikan sebal."Lalu menabrak kendaraan lain? Setelah itu masuk penjara dan membiarkan Abia dan Neo mendekam di rumah Aluna?!" tanya perempuan itu tidak habis pikir."Sudah kubilang, Neo tidak mungkin berada di rumah Aluna! Perempuan itu gila jika memang benar menculik putranya sendiri," sahut Arya sebal.Cintya mengangguk tidak peduli. "Berarti sebentar lagi kau akan melihat seberapa sakit jiwa mantan istri sekaligus mantan selingkuhanmu itu," jawab Cintya santai."Tidak perlu menyebutnya mantan selingkuhan! Kau mencemarkan nama baikku," kesal Arya yang dibalas Cintya dengan putaran bola mata malas."Lalu apa? Mantan teman tidur? Mantan teman penghangat ranjang? Mantan ... partner mengkhianati istri?" tanya Cintya malah semakin menyudut
"BIYA!" Neo berteriak begitu peluru itu menyentuh punggung sang Mama.Arya kontan berlari menuju perempuan itu dan segera mengangkat tubuh sang istri. Abia yang merasakan sakit luar biasa di sekujur tubuhnya, hanya bisa menatap Arya dengan linangan air mata yang tidak berhenti keluar dari sudut mata. "Abia ... Abia! Tolong bertahanlah! T-tolong tetap bertahan!" pinta Arya panik sambil memangku kepala sang istri.Neo menangis histeris. Sedangkan Cintya, segera menelepon ambulance sebelum memberikan pertolongan pertama."Kejar dia, sialan! Jangan biarkan dia kabur!" teriak Arya marah pada Keanu begitu melihat Aluna berlari keluar.Keanu mengangguk kemudian segera mengejar Aluna. Setelah menelepon ambulance, Cintya segera menghampiri Abia guna memberikan pertolongan pertama.Tapi, perempuan itu malah menepis lengan sang ipar. Matanya menyorot Arya dengan pandangan terluka."Dia juga putraku. Neo putra kita. Bagaimana mungkin aku berniat membahayakannya? Dia putraku juga, kan?" tanya per
'Masuk ke kamar nomor 201. Aku menunggumu:)'Neo tidak mengerti arti pesan yang dikirim Nara. Perempuan yang sudah digilainya setengah mati sejak dulu itu, seolah tengah menarik ulur hatinya.Baru beberapa waktu lalu Neo melihatnya tengah kencan dengan seorang pria di sebuah kafe. Lalu sekarang, kalimatnya seolah tengah mengajak Neo melakukan sesuatu."Ck ... dia memang menyebalkan," decak Neo sebal di sela kesadarannya yang mulai menguap.Matanya memandang beberapa botol minuman yang sudah dihabiskannya sejak satu jam lalu. Suara bising musik juga orang-orang di lantai dansa malah membuat suasana hati pria sipit itu semakin memburuk."Sepertinya aku salah baca, tidak mungkin dia mengajakku bertemu. Sadarlah, Neo!" Pria patah hati itu menepuk-nepuk pipinya sendiri. Mencoba mencari setitik kesadaran yang masih tersisa di otak bodohnya.Meski Neo tidak pernah mengungkapkannya secara langsung, dia yakin Nara menyadari perasaannya. Mereka sudah berteman sejak duduk di bangku SMP. Sejak sa
"Hei, lepaskan aku! Lepaskan aku, sialan!" Naya menarik tangannya yang sedari tadi dicengkeram oleh Neo.Setelah menemukannya di halte tadi, pria sipit itu menyeret Naya kembali ke hotel. Begitu sampai di tempat mereka semalam, Neo melepas cekalannya pada pergelangan tangan Naya."Kau gila?!" teriak Naya sebal sambil mendelik tajam pada sahabatnya sejak duduk di bangku SMP tersebut."Kau yang gila, Naya! Bagaimana bisa kau meninggalkanku setelah kejadian semalam?! Maksudku ... m-maksudku ...." Neo mendadak kehilangan kata.Naya menggigit bibir bawahnya gusar. Pipinya perlahan bersemu karena malu. Mengingat kejadian semalam, membuat Naya ingin mengutuk dirinya sendiri.Semalam, Naya ingat jelas bagaimana dirinya memohon pada Neo, menginginkan lebih, juga menikmati kegiatan panas mereka. Sepanjang hidupnya, dia bahkan tidak pernah berpikir akan melakukan hal tersebut dengan orang yang sudah sangat ia ketahui mencintai adiknya sendiri."Aku tidak tahu. Aku benar-benar tidak tahu siapa ya
Selesai beristirahat sebentar, Naya memutuskan untuk bermain bulutangkis lagi. Tentu saja setelah perdebatan panjang lebar dengan si cerewet Neo."Kau tidak mau berhenti? Lihat wajah suamimu sudah semenyeramkan itu," tanya Arya di sela permainan seru mereka.Sedari tadi, pria sipit itu memang duduk menunggu di sisi area permainan sambil terus melotot pada sang istri. Naya yang dipelototi tentu saja tidak merasa sama sekali. Sebab jika sudah terlalu fokus pada permainannya, perempuan itu tidak akan memperhatikan hal lain lagi."Biarkan saja, Yah. Dia memang selebay itu," jawab Naya santai yang hanya dibalas Arya dengan kekehan kecil.Pria itu juga bermain dengan kelewat fokus melawan sang menantu. Meski hanya mengeluarkan sebagian kecil kemampuan bermainnya, pukulan yang dilayangkan Naya begitu berbahaya.Perempuan itu juga jarang sekali 'error'. Bidikan-bidikannya pun tepat dan cepat membuat Arya tidak bisa menjangkau dan menebak ke mana bola tersebut diarahkan.Sejujurnya, bermain de
Neo terbangun karena merasa terganggu dengan gerakan gelisah di sampingnya. Begitu melihat sang istri rupanya masih terjaga, pria sipit itu mengernyit heran. Ada apa dengan perempuan ini sehingga masih bangun di tengah malam begini?“Hei, bodoh! Kenapa kau masih bangun?” tanya Neo tidak habis pikir begitu perempuan itu menoleh terkejut padanya yang juga ikut bangun.“Apa aku mengganggu tidurmu? Aku hanya tidak bisa tidur,” tanya Naya merasa sedikit tidak enak hati.“Setidaknya jika tidak bisa tidur, kau jangan mengganggu tidur orang lain! Kenapa kau begitu menyebalkan? Apa kau tidak tahu ini jamnya orang normal untuk beristirahat? Ck ... kau memang bukan orang normal sepertinya,” omel Neo kelewat sebal.“Iya-iya! Maafkan aku, aku akan berusaha untuk tidak bersuara lagi.” Naya menyahut cepat sambil membenarkan posisi berbaringnya.Berikutnya, Neo memilih untuk memejamkan mata lagi sambil berbaring menghadap sang istri. Tapi, beberapa saat kemudian pria itu kembali membuka mata dan mena
Sejak kembali dari supermarket, Abia menyadari wajah sang menantu sedikit murung. Perempuan itu terus diam sedari tadi tanpa mengatakan apa-apa setelah pertemuannya dengan sang suami juga sang adik. Abia yakin perempuan itu merasa sedikit dikhianati oleh kelakuan Neo yang malah pergi berkencan dengan sang adik bukannya menemaninya selaku istri pria itu.“Apa kau butuh sesuatu? Atau ada yang membuatmu merasa terganggu?” tanya Abia meski sebenarnya dia sudah tahu betul masalah perempuan itu.“Hah? Tidak ada, Bunda. Kenapa malah bertanya begitu?” tanya Naya sambil menggeleng keras.“Tidak apa-apa. Bunda hanya sedikit khawatir karena kau terus diam dari tadi,” jawab Abia yang dibalas Naya dengan oooh singkat.“Aku tidak apa-apa. Mungkn aku hanya sedikit mengantuk, apa aku boleh pergi tidur?” tanya Naya sekaligus meminta izin untuk kembali ke kamar.“Tentu saja! Jika kau takut tidak bisa ikut memasak, Bunda akan menunggumu. Lagipula ini juga belum waktunya untuk memasak, kan?” tanya Abia
"Eh ... eh eh! Kenapa dia terus memberikan pukulan panjang?! Kenapa dia begitu bodoh?! Sepertinya dia hanya bermain dengan tenaga tanpa otak!" Naya terus memaki sambil menatap fokus pada layar pipih yang ada di ruang tengah tersebut.Abia yang penasaran dengan suara ribut itu dari arah dapur, kontan segera keluar dan melihat apa alasan kehebohan menantunya. Begitu menyadari perempuan itu tengah menonton pertandingan bulutangkis super series antar negara di televisi, Abia tersenyum senang."Kau sepertinya fokus sekali menonton, ya?" komentar Abia sambil berjalan mendekat dan duduk di samping perempuan yang terlihat sangat berat mengalihkan pandangan dari arah televisi itu."Eh, Bunda. Maaf, apa suaraku begitu berisik sampai Bunda bisa mendengarnya meski di dapur?" tanya Naya sambil menatap Abia sesekali."Iya, ini pertama kalinya Bunda mendengarmu seheboh itu. Ini juga pertama kalinya Bunda melihat matamu berbinar seantusias itu saat melihat sesuatu," jujur Abia yang sejenak membuat Na
"Pak, ada putrinya Tuan Bintang yang menunggumu di luar." Cindy, sekretaris pribadi Neo memberitahu."Kenapa dia mencariku ke kantor? Apa dia begitu tidak punya pekerjaan di rumah?" gumam Neo sambil meletakkan berkas yang tadi dibacanya sejenak."Bilang saja tunggu dulu. Aku masih punya banyak pekerjaan. Kau tidak lihat?" tanya Neo galak yang sejenak membuat perempuan itu sedikit terperangah."Bapak serius menyuruh Bu Nara menunggu? Biasanya kan Bapak langsung menemuinya. Apa karena Bapak sudah menikah jadi Pak Neo ingin menjaga perasaan istri Anda?" tanya Cindy serius yang kontan membuat Neo menoleh terkejut."Maksudmu yang ada di luar itu Nara? Kenapa tidak bilang?! Kan kukira Naya!" maki Neo malah semakin emosi.Cindy menggaruk tengkuknya bingung. Dia memang selalu terlihat serba salah begini di hadapan atasannya yang satu ini.Padahal, sudah sekitar enam tahun Cindy bekerja pada pria itu. Bagaimana bisa dia kadang masih merasa kebingungan menghadapi makhluk sipit ini?"Yasudah, Pa
Pagi ini, Neo tidak berangkat bekerja karena hujan. Meeting yang sudah mereka jadwalkan dengan client pun terpaksa dilakukan secara daring atau online. Tidak terkecuali Arya yang juga lebih memilih bolos ke kantor dan sibuk bermanja pada istri cantiknya.Ini memang sudah memasuki musim hujan. Biasanya, saat hujan mulai gemar datang begini, Naya akan bermalas-malasan di asrama bersama atlet lain. Karena ada begitu banyak alasan untuk tidak latihan."Biasanya aku bahkan menyeduh mie instan dengan kopi hangat bersama Tama," gumam Naya sambil bersila pada dinding kaca belakang rumah yang langsung menampilkan pemandangan taman belakang.Perempuan itu jadi teringat pada Bagas sekarang. Aditama Bagaskara, satu-satunya atlet ganda campuran yang mampu bertahan menjadi pasangannya di pertandingan internasional juga mampu menyeimbangkan permainan Naya.Peringkat mereka bahkan sudah berada di 10 besar dunia. Mana mungkin dia bisa lupa pada pria itu? Bagas selalu menemaninya pada setiap moment pen
Begitu terbangun dari tidurnya, Naya mendapati dirinya sudah berada di kamar. Seingatnya, tadi dia masih berbaring di sofa karena bosan menunggu Neo yang malah sibuk dengan game di ponselnya.Lalu, siapa yang memindahkannya ke kamar? Tidak mungkin dia berjalan sendiri ke sini. Begitu mendengar suara pintu kamar mandi terbuka, Naya menoleh cepat."Eh, kau sudah bangun?" tanya Neo sambil mengacak-acak rambutnya yang masih basah setelah mandi dan keramas.Sejenak, Naya terpaku melihat betapa se ksi pria itu. Dengan telan jang dada serta handuk yang hanya melilit sampai perutnya, sang suami entah kenapa terlihat bertambah menawan berkali-kali lipat.Gambaran pria dewasa dengan tubuh sempurna yang ada dalam hayalan Naya. Meski dikenal bahkan dirumorkan sudah tidak tertarik pada lawan jenis, tidak ada yang tahu bahwa sebenarnya kriteria Naya begitu tinggi untuk urusan lelaki.Perempuan itu tidak suka tubuh atlet, karena dia sudah terlalu bosan melihatnya. Dia menyukai pria dengan proporsi
Begitu Ayahnya pulang dari rumah sang suami, Naya segera kembali ke kamarnya. Entah kenapa, dia jadi mudah merasa lelah akhir-akhir ini. Sekarang, Naya bahkan merasa mengantuk. Tapi, baru saja akan memejamkan mata, suara bantingan pintu membuat perempuan itu terlonjak kaget.BRAK!"Apa kau tidak bisa membuka pintu dengan biasa-biasa saja?" tanya Naya tidak habis pikir dengan putra tunggal Arya Januar Malik itu."Kenapa kau mengaturku? Apa pedulimu tentang caraku membuka atau menutup pintu?" tanya Neo malah sensi sendiri.Naya mengernyit heran dengan jawaban bernada sarkas sang suami. Ada apa dengan pria ini? Kenapa suasana hatinya terus berubah dalam jangka waktu yang sangat singkat?"Kau mau apa berbaring di kamar saat masih siang begini? Seharusnya kau di luar menemani Biya atau melakukan kegiatan yang lain," komentar Neo begitu melihat perempuan itu kembali berbaring di ranjang sambil memejamkan mata."Kenapa kau mengaturku? Apa pedulimu tentang di mana aku jam segini?" tanya Naya
Jam menunjukkan pukul 2 siang saat sang Ayah berkunjung ke rumah Neo. Tepatnya rumah baru Naya juga. Pria itu beralasan ingin bermain catur dengan Arya---sang ayah mertua, dan Naya mempercayai saja.Padahal, nyatanya Bintang datang hanya untuk melihat keadaan sang putri. Apa perempuan itu betah di rumah suaminya juga apakah perempuan itu baik-baik saja. Bintang hanya ingin mengetahui hal tersebut."Kenapa kau tidak mengajakku main catur daritadi?" tanya Bintang heran begitu pria itu hanya menyuguhkan kopi dan makanan ringan di atas meja ruang tengah."Kau tidak perlu terlalu banyak bersandiwara. Jika memang ingin melihat keadaan putrimu, kau bisa datang kapan saja. Jangan gunakan alasan murahan seperti ini lagi!" tegur Arya to the point.Bintang terkekeh kikuk. Memang lumayan susah untuk berbohong pada pria yang juga rekan bisinis sekaligus sahabatnya ini. Pria galak ini terlalu jujur dalam menghujatnya."Aku masih agak malu pada Naya. Setelah menamparnya waktu itu, aku masih merasa b