"Aku mengajakmu ke sini bukan tanpa alasan, Abia. Aku ingin mengajakmu berlibur ke tempat-tempat bagus, bukan mendekam di kamar hotel begini!" Omelan Arya hanya dibalas Abia dengan putaran bola mata malas."Kau pergi saja sendiri. Aku sedang tidak ingin kemana-mana," jawab Abia santai sambil memainkan ponsel.Arya mendengkus sebal. "Jika kau hanya ingin berbaring tidak jelas begini tanpa melakukan apa pun, kau seharusnya diam saja di rumah. Tidak perlu kemana-mana!" komentar pria itu yang dibalas Abia dengan anggukan acuh."Kalau begitu kita pulang saja. Atau aku saja yang pulang. Jadi kau hanya sedang liburan namanya, bukan berbulan madu." Abia menyarankan sambil terkekeh geli.Melihat itu, tentu saja Arya semakin kesal. Abia itu ... benar-benar menyebalkan!"Aku tidak mau tahu, kita harus pergi ke mana saja!" ajak Arya sambil mengangkat tubuh istrinya hingga duduk."Tidak mau! Lagipula kita masih lama di sini. Kenapa harus buru-buru sekali?" tolak Abia malas sambil berbaring lagi.A
Abia mengerjapkan mata pelan. Mencoba menyesuaikan cahaya yang masuk ke retina. Begitu mendapati wajah suaminya yang khawatir tertangkap pertama kali, tanpa sadar perempuan itu merasa lega."Kau sudah bangun?" tanya Arya memastikan sambil menutup botol minyak kayu putih yang tadi digunakannya pada pelipis juga hidung sang istri.Mendengar pertanyaan bernada lembut itu, Abia mengangguk pelan. Bahkan, saat mengangguk sepelan itu pun, kepalanya kembali berdenyut sakit.Sayangnya, itu semua tertutupi oleh rasa lega juga senangnya karena sang suami telah selamat. Masih baik-baik saja bahkan duduk di sisi tubuhnya."Kupikir ... k-kupikir kau masih di sana tadi," gumam Abia terbata.Pandangan matanya menyorot takut. Bersamaan dengan cairan bening yang satu-persatu perlahan meluruh dari sudut mata perempuan cantik itu."Hei, aku di sini. Jangan menangis lagi!" tegur Arya menyadarkan sang istri sambil berbaring di samping perempuan itu.Abia mengangguk-angguk. Arya mengangkat kepala perempuan
"Aunty ... Aunty Sisi!" Neo memanggil keras sambil berjalan menuruni tangga rumah sang Bibi.Cintya yang saat itu sedang membereskan bekas bermain Neo bersama Keanu, segera menoleh. Bocah sipit itu turun dan tersenyum sumringah."Hari ini Daddy dan Biya pulang, kan? Jam berapa mereka akan pulang? Ayo tanyakan, Aunty!" Neo meminta sambil memasang wajah memelas andalannya.Cintya mendengkus. "Kau sudah berjanji tidak akan menelepon mereka, kan? Jika mereka memang akan pulang, biarkan saja mereka menjemputmu sendiri ke sini," balas dokter muda nan cantik itu.Seketika, wajah Neo yang sedari tadi cerah luar biasa, mendadak muram. Satu minggu tidak melihat orang tuanya pasti membuat bocah manja kesayangan Abia itu merasa sangat rindu.Cintya memakluminya tapi tidak ingin mengganggu acara bulan madu sang sepupu. Mereka harus fokus bersenang-senang setelah beberapa waktu lalu sempat berpisah cukup lama.Terlebih, Arya juga makhluk yang super sibuk. Kedua pasangan suami istri itu pasti tidak
Neo baru saja keluar dari gerbang sekolahnya saat seorang perempuan berjas dokter menghampiri. Perempuan itu mengenakan kaca mata, masker juga topi hitam."Aunty Sisi? Aunty Sisi datang menjemputku, ya?" tanya Neo semangat begitu berpikir perempuan dengan wajah tertutup itu menggandeng tangannya.Perempuan itu mengangguk pelan. Berikutnya, Neo melambai pada beberapa gerombolan teman yang tadi menemaninya sampai luar."Aku pulang dulu ya, Teman-teman! Aunty-ku menjemput," pamit Neo sambil melambai dan segera mengikuti perempuan yang ia kira Bibi Cintya-nya tersebut.Pak Satpam yang juga berpikir itu adalah Bibi Neo yang biasa menjemput, hanya tersenyum ramah. Tidak ada yang curiga. Tidak ada juga hal yang aneh sampai membuat Neo sadar sesuatu.Tapi, begitu sampai di depan sebuah mobil yang jelas bukan mobil Bibinya yang ia kenali, Neo mendongak sambil menyorot bingung perempuan itu. "Aunty kapan beli mobil baru? Kenapa tidak memberitahuku? Makanya Aunty menjemputku sekarang, ya? Mau p
"Ini salahmu karena tidak memastikan perempuan yang menjemput Neo itu benar Cintya atau bukan!" Arya mencerca setelah memerintahkan anak buahnya untuk mencari Neo."Sudah lah, Arya! Dia juga tidak tahu itu bukan aku. Biasanya kan hanya aku dokter yang menjemput Neo, wajar saja jika dia mengira itu aku," tegur Cintya begitu melihat iparnya yang hanya termenung diam.Abia juga pasti sangat terkejut. Bagaimana bisa sepupu bodohnya ini malah mengomeli sang istri? Cintya sangat tidak habis pikir."Maaf ... maaf karena aku sudah teledor," gumam Abia lirih yang hanya dibalas Arya dengan decakan sebal."Aku tidak ingin mendengar permintaan maafmu! Sekarang, ayo kita cari Neo saja!" ajak Arya pada Cintya.Cintya dan Abia ikut berdiri. Begitu melihat sang istri malah mengekorinya, Arya melirik sinis."Kenapa kau ikut? Aku tidak mengajakmu!" tanya Arya sarkas."Kalau begitu ... aku akan mencarinya sendiri. Kau pergi saja bersama Cintya," jawab Abia sambil berjalan lebih dulu keluar rumah.Cintya
"Ambillah selimut di belakang! Aku selalu menyimpannya karena kadang ketiduran di mobil," suruh Keanu yang diangguki Abia patuh.Perempuan yang baru sadar dirinya kedinginan itu segera mengambil selimut dan melilitkannya pada tubuh. Dia sebenarnya sudah mengenakan jaket Keanu sebagai pengganti pakaiannya yang basah kuyup. Tapi, semakin mengenakan jaket, semakin pula dia merasa kedinginan."Kau ini kenapa, Abia?! Sudah tahu hujan deras begitu, malah berkeliaran di jalanan. Tengah malam lagi. Bagaimana jika sampai ada orang jahat yang mengganggumu?" tanya Keanu sebal sambil terus menjalankan mobilnya di tengah hujan yang deras.Abia merapatkan selimut yang melilit tubuhnya. "Aku tidak tahu kalau akan hujan," jawab perempuan itu lirih."Tidak mungkin kau tidak melihat langit yang mendung sebelum hujan, kan? Ck ... kau ini, alasan saja!" maki Keanu sebal."Aku memang tidak melihatnya. Aku terlalu fokus mencari Neo, aku takut terjadi sesuatu padanya. Jadi ... j-jadi tolong jangan memarahik
Keanu baru saja sampai di apartemennya. Pria itu segera menyalakan lampu dan berbaring di kamar. Pria itu menutup mata dengan sebelah lengan sambil berbaring terlentang. Seketika, kilasan kejadian beberapa menit lalu memenuhi benaknya.'Aku mencintaimu, sialan!' Kalimat Cintya yang satu itu terus memenuhi kepala Keanu membuat pria itu bangkit duduk lagi. Matanya memandang sekeliling kamar sambil sesekali mengerang sebal."Aku tidak pernah kira dia akan menyukaiku begitu," gumam Keanu sambil bangkit berdiri dan menatap pada cermin di kamarnya."Ketampananku memang sulit ditolak perempuan manapun. Tapi ... aku tidak tahu bahwa dokter galak itu akan terpikat juga oleh wajah nyaris sempurna ini," gumam Keanu kelewat percaya diri sambil mengusap dagunya yang bagi sebagian orang terpahat begitu sempurna."Tapi ... bukankah dia bilang dia tidak suka pria tampan? Apa sekarang dia berubah pikiran? Atau dia punya hal lain yang dia sukai dariku?" tanya Keanu terus bertanya-tanya. Setelah peng
Begitu mendapat alamat Aluna, Abia segera pulang. Perempuan itu segera mengambil ponsel, uang juga kunci mobil Arya tanpa meminta izin pada pria itu terlebih dahulu.Selain karena Arya punya banyak mobil, tentu saja pria itu juga tidak akann sadar Abia membawa salah satu mobilnya. Karena Abia mengenakan mobil yang paling jarang digunakan oleh sang suami.Abia tahu sebenarnya ini adalah sebuah tindak kriminal. Tapi, dia melakukan ini juga untuk kepentingan bersama. Jika membayar taksi, Abia tidak yakin akan mendapat taksi cepat saat akan berpindah-pindah tempat dalam waktu singkat.Abia juga tidak ingin ketahuan. Jadi, langkahnya harus sangat hati-hati supaya tidak ada orang yang sadar dan tahu. Bisa dibilang ... ini tindakan menguntit atau penyusupan."Maaf ya, Mas? Aku pinjam mobilnya sebentar. Tidak bisa memberitahumu sekarang, karena pasti kau langsung marah-marah dan tidak mengizinkanku," gumam Abia pelan berniat isi hatinya tersampaikan pada pria itu tanpa menyampaikannya.Selesa
"Loh, Naya mana, Neo? Bukankah kau pergi menjemputnya tadi?" Abia bertanya bingung begitu melihat putranya pulang tanpa sang istri lagi.Neo menoleh pada sang Mama dengan helaan napas berat. Dia sedang tidak ingin membahas perempuan itu sekarang. Kepalanya terasa hampir meledak karena bimbang."Jangan bilang kau hanya pergi menemui Nara?" tebak Abia lagi begitu teringat kebiasaan putranya.Bukannya menjawab, perempuan itu malah menghela kasar sebelum kemudian beranjak menuju tangga rumah. Tapi, belum sampai tangga pertama, pria itu meringis sakit begitu punggungnya terhantam sesuatu."Argh!" erang pria sipit itu kesakitan sambil memandangi sandal jepit rumahan yang tiba-tiba dilempar Arya."Kau sudah merasa begitu besar sehingga berani mengabaikan pertanyaan Mamamu?" tanya sang ayah dengan wajah mengeras karena amarah.Seketika, Neo bergidik takut. Sadar bahwa kelakuannya memancing emosi pria galak yang begitu menyayangi istrinya tersebut."Maaf, Daddy." Neo menyahut lirih."Minta maa
Neo tidak mengerti apa yang salah dengan dirinya. Tapi, menyadari kekhawatirannya pada Naya justru lebih besar ketimbang pada Nara membuat pria itu kesal luar biasa. Dia merasa buruk. Secara tidak langsung, pikirannya sudah berpaling dan selingkuh dari sang kekasih---Nara. Seharusnya, Neo lebih memikirkan keadaan Nara yang masih berada di rumah sakit sekarang.Bukan malah bertanya-tanya ada di mana Naya sekarang dan apakah perempuan itu sudah makan. Neo ingin mencoba memaklumi dan berpikir bahwa kekhawatirannya tidak lebih karena perempuan itu tengah mengandung anaknya.Hanya saja ... tetap saja semuanya terasa salah. Neo seharusnya tidak perlu peduli seberlebihan ini pada perempuan menyebalkan itu."Nak, kau tidak menjemput istrimu? Dia belum pulang juga sampai sekarang," tanya Abia sambil membuka pintu kamar sang putra pagi ini.Neo menoleh sejenak sebelum kemudian menenggelamkan wajahnya ke dalam lipatan selimut. Tidak ingin mendengar pembahasan apa pun tentang perempuan yang sial
Abia mengernyit heran begitu mendapati putranya pulang sendiri tanpa sang istri. Pria itu juga tampak kesal entah karena apa membuat mulut Abia gatal untuk bertanya.“Mana istrimu? Kenapa kau hanya pulang sendiri?” tanya Arya yang malah mewakili pertanyaan di dalam hatinya.“Kutinggal di rumah sakit bersama Om Bintang,” jawab Neo santai sambil segera duduk di samping sang Mama yang juga duduk di sofa ruang tengah.Pria sipit itu mengambil tempat di antara Daddy dan Mamanya. Membuat Arya yang kesal karena makhluk itu menghalanginya berdekatan dengan sang istri, segera menggeplak lengan Neo.“Kenapa kau tidak mengajaknya pulang bersamamu?” tanya Abia cepat.“Istri kurang ajar seperti dia seharusnya memang dibiarkan saja. Kenapa aku harus repot-repot membawanya pulang?” jawab Neo sensi yang kontan saja membuat Abia melotot tidak terima.Baru saja akan melayangkan pukulan pada punggung putranya, rupanya lagi-lagi sang suami lebih dulu mendaratkan pukulan pada punggung pria sipit itu. Sua
Neo kembali ke rumah sakit dengan perasaan kesal yang tergambar jelas di raut wajahnya. Pria itu terus mendengkus sebal sambil menendang bangku besi di lorong sesekali. Hal itu tentu saja langsung disadari oleh Arya yang juga duduk menunggu di luar. Membiarkan sang istri dan besannya sibuk dengan Nara yang baru saja sadar di dalam ruang rawat.“Kau kenapa? Bertengkar dengan Naya? Kendalikan dirimu! Jangan sampai Ayah mertuamu melihat kelakuanmu!” tegur Arya yang hanya dibalas Neo dengan dengkusan.“Bagaimana aku tidak kesal, Daddy?! Tadi sebenarnya dia menelepon dan bilang sakit perut, makanya aku segera pulang. Tapi karena takut membuat kalian khawatir, aku tidak memberitahu lebih dulu. Saat sampai rumah, aku memberikannya obat dan makanan. Tapi setelah itu dia malah marah-marah dan malah mengusirku. Apa yang salah dengan pemikirannya? Kenapa dia begitu sensitif?!” Neo mengomel panjang lebar yang anehnya malah dibalas Arya dengan kekehan geli.“Jangan terlalu marah. Para perempuan, a
Begitu mendapati panggilan telepon dari sang istri, Neo segera bergegas pulang ke rumah. Begitu ditanya oleh Arya dan Bintang, pria itu hanya bilang ingin mengabari Naya bahwa mereka semua ada di sana.Tentu saja Neo tidak ingin membuat sang mertua juga orang tuanya bertambah panik. Berita tentang kecelakaan yang dialami Nara tadi saja sudah cukup menggemparkan mereka.Sambil menjalankan mobil lumayan cepat, Neo kembali menghubungi Naya lewat telepon. Tapi, hingga percobaan panggilan kelima sekali pun, perempuan itu tidak juga mengangkat teleponnya.Membuat Neo bertambah panik dan kembali menambah laju kendaraan roda empatnya. Dia tidak tahu kenapa dia sepanik ini. Tapi yang jelas, dia uanya ingin memastikan keadaan sang istri sekarang.Perasaan Neo benar-benar tidak tenang. Pria itu bahkan sejenak melupakan Nara yang tadi masih berada di rumah sakit dengan tubuh dipenuhi luka akibat kecelakaan."Apa susahnya mengangkat teleponku sekali saja? Ck ... dia memang sangat menyebalkan! Ken
Begitu terbangun dari tidurnya, Naya segera beranjak menuju dapur guna mengambil minum. Entah sudah berapa lama dia tertidur. Yang jelas, rupanya hari sudah gelap dan rumah sudah sepi tanpa ada tanda-tanda kehidupan. Entah kemana semua saja orang itu pergi. Atau mungkin, mereka malah sudah masuk tidur ke kamar? Tapi, kenapa tadi dia tidak menemukan Neo di kamar mereka?Begitu melirik jam dinding, rupanya sudah pukul 12 malam. Perempuan itu lupa menaruh hp-nya di mana, jadi Naya memilih duduk sejenak di sofa ruang tengah.Sejenak, perempuan itu menghela berat begitu teringat tadi siang Ayahnya sempat ke sini. Tapi, bisa-bisanya Naya malah tidur bukannya berbincang banyak dengan sang Ayah. Padahal, ada banyak sekali hal yang sangat ingin Naya ceritakan pada pria itu seperti biasanya."Eh, Non Naya sudah bangun?" Bi Wati---salah satu pembantu di rumah itu, menyapa Naya yang dibalas perempuan itu dengan senyum ramah."Iya, Bi. Aku sepertinya tidur terlalu lama, hehe." Naya menjawab kikuk
Setelah menidurkan Naya di kamar mereka, Neo segera turun menuju lantai bawah. Begitu tidak menemukan kehadiran Nara di sana, pria itu mengernyit bingung."Nara ke mana?" tanya pria sipit itu yang dibalas Abia dengan gendikan bahu tidak peduli."Dia tiba-tiba bilang ingin pulang tadi. Tapi karena Ayah ingin bertemu Naya dulu, jadi Ayah tidak ikut dan membiarkan saja dia pulang duluan." Bintang menjawab yang diangguki Neo mengerti.Seingatnya, tadi perempuan itu lah yang paling semangat ke sini. Kenapa tiba-tiba Nara malah meminta pulang begini? Bahkan tanpa pamit lebih dulu pada Neo."Kalau begitu ... ayo kita makan!" ajak Abia pada sang suami, anak juga besannya.Neo dan Bintang menggeleng bersamaan. "Nanti saja, kita tunggu Naya bangun tidur. Lagipula, ini juga masih belum jam makan siang, kan?" sahut Neo yang diangguki Bintang setuju."Aku juga akan makan bersama Naya saja. Sudah lama aku tidak makan bersamanya," gumam Bintang sedikit berlebihan.Karena biasanya, Naya bahkan hanya
Setelah membantu Neo bersiap-siap tadi, Naya kembali masuk ke kamar. Perempuan itu ingin ikut membantu Abia membereskan rumah sebenarnya. Tapi, entah kenapa, tubuhnya terasa letih luar biasa.Padahal, dia hanya melakukan sedikit olahraga bersama Arya tadi. Iya, bagi Naya yang seorang atlet bulutangkis nasional, itu adalah latihan paling sederhana yang pernah ia lakukan.Naya bahkan tidak pernah melompat karena takut. Dia juga tidak terlalu banyak berlari karena Neo terus berteriak dan memperingatinya untuk hati-hati. Rasanya menyebalkan begitu menyadari gerakannya terlalu banyak dibatasi.Tapi kali ini, dia sadar kemampuannya memang sudah tidak seperti dulu lagi. Naya merasa lelah terlalu cepat. Hanya karena beberapa aktivitas ringan, perempuan itu mulai letih dan ingin segera beristirahat sekarang."Kenapa para perempuan begitu mendambakan hamil? Padahal ... ini sangat tidak menyenangkan," gumam Naya tidak habis pikir.Perempuan itu sudah akan berbaring kalau saja suara Abia yang mem
Selesai beristirahat sebentar, Naya memutuskan untuk bermain bulutangkis lagi. Tentu saja setelah perdebatan panjang lebar dengan si cerewet Neo."Kau tidak mau berhenti? Lihat wajah suamimu sudah semenyeramkan itu," tanya Arya di sela permainan seru mereka.Sedari tadi, pria sipit itu memang duduk menunggu di sisi area permainan sambil terus melotot pada sang istri. Naya yang dipelototi tentu saja tidak merasa sama sekali. Sebab jika sudah terlalu fokus pada permainannya, perempuan itu tidak akan memperhatikan hal lain lagi."Biarkan saja, Yah. Dia memang selebay itu," jawab Naya santai yang hanya dibalas Arya dengan kekehan kecil.Pria itu juga bermain dengan kelewat fokus melawan sang menantu. Meski hanya mengeluarkan sebagian kecil kemampuan bermainnya, pukulan yang dilayangkan Naya begitu berbahaya.Perempuan itu juga jarang sekali 'error'. Bidikan-bidikannya pun tepat dan cepat membuat Arya tidak bisa menjangkau dan menebak ke mana bola tersebut diarahkan.Sejujurnya, bermain de