Suara yang asalnya gaduh seketika menjadi, membuat jantung Cantika menjadi semakin berdetak dengan kencang.
“Bisakah kau menghentikan suara jantungmu itu, karena aku saja sampai bisa mendengarnya bisa juga mereka yang berada di atas sana dapat mendengarnya juga dengan alat khusus,” bisik Andika dengan penuh penekanan.Cantika hanya menggelengkan kepalanya pelan, ia tak dapat melakukan apapun dengan jantungnya sekarang. Gadis itu sedari tadi berusaha tidak dapat memelankan suara detakannya, tetapi malah semakin kencang saja.Andika tidak merasa kalau orang yang berada di atas itu tidaklah pergi, tetapi sedang mencari sesuatu di atas sana. Sehingga ia semakin gelisah, tangannya pun dengan cekatan untuk mematikan suara ponsel jadul yang berada di saku celana.Khawatir di saat menegangkan seperti ini ponsel itu malah berdering dengan kencang. Sehingga keberadaan mereka dapat terdeteksi oleh penyusup yang masuk kemari.Cantika ingin berteriak,tetapi dia dengan cepat membekap mulutnya sendiri. Tak mungkin kalau ia berteriak sekarang, karena beberapa orang akan turun dari atas untuk menghentikan apa yang dilakukan Andika.Akan tetapi, di dalam hati kecilnya ia merasa sangat sedih. Karena lelaki itu masih sangat menyayangi Kartika, padahal jelas-jelas perempuan tersebut sudah menghianatinya. Namun, Andika tetap memiliki perasaan kepada perempuan tersebut. Cantika hanya menatap perkelahian itu dengan ekspresi datar, ia tak tahu harus melakukan apa. Hanya saja terdengar suara orang ingin turun dari atas, Andika bergegas melepaskan Arel yang berada di bawahnya, dengan cepat lelaki itu berdiri untuk membersihkan jasnya yang sudah kotor. "Kau beruntung sekarang kami di sini hanya berdua dan kau memiliki banyak pengawal!” Andika berseru sambil menunjuk wajah Arel. Sementara Arel tak memperdulikan sama sekali ia terlihat menyeka darah di sudut bibirnya. “Sekarang sudah hampir 20 menit, kenapa kalian tidak
“Kau mengira aku akan takut dengan apa yang kau lakukan itu? Kau itu hanyalah seorang gadis polos yang baru pertama kali memegang senjata api, mana mungkin kau bisa menggunakannya?” Arel memandang memang kepada Cantika, ia pun sambil tertawa kecil.Akan tetapi, Cantika melihat ketakutan di balik suara tawa Arel. Sehingga ia menjadi semakin ingin melangkah lelaki itu untuk mengulur waktu.“Ya memang benar baru pertama kali aku memegang senjata api seperti ini, tapi tetap saja kalau hanya menarik pelatuk ini aku bisa melakukannya. Tentu saja mungkin aku bisa salah sasaran, misalnya yang awalnya mengancam tetapi menjadi langsung membunuhmu karena tertembak bagian kepala.” Cantika mengarahkan senjata api itu ke arah kepala Arel.Memang sebenarnya gadis itu sangat takut untuk menarik pelatuk senjata api yang berada di tangannya ini. Akan tetapi, Cantika sedang berusaha supaya mereka bisa mengulur waktu menunggu Jeremy datang kemari untuk menolong
Semua orang yang hanya meninggalkan gudang, menjadi meninggalkan rumah itu. Mereka semua sekarang berada di luar. Akan tetapi, ternyata Jeremy masih saja belum keluar dari sana. Membuat Andika menjadikan panik, ia menyusul masuk untuk mencari Jeremy.“Tuan, jangan masuk ke sana! Biarkan kami yang masuk!” rengek bawahan Andika.“Tidak. Cukup aku saja yang masuk, aku tak mau lagi ada korban jiwa. Jadi kalian tunggu di sini, aku akan kembali dengan cepat.” Andika melangkahkan kakinya masuk ke dalam.Tidak ada yang bisa menahan lelaki itu untuk masuk ke dalam menjemput Jeremy. Cantika pun hanya diam sambil duduk berjongkok di tanah, ia tak kuasa melakukan apapun selain menjaga jarak dari rumah besar tersebut.Karena gadis tersebut takut untuk mati, ia masih perlu menjaga sang ayah yang terbaring koma di rumah sakit. Namun, di dalam hati Cantika pun merasa sangat khawatir dengan suaminya itu. “Semoga d
“Bagaimana cara kalian menjaganya? Sehingga tidak tahu kalau dia bunuh diri!” Andika menyugar rambutnya kasar, tak habis pikir apa yang dilakukan bawahannya.Bawahannya itu terdiam tak dapat mengatakan apapun, karena tahu kalau bersalah telah mengabaikan tahanan yang seharusnya dijaga dengan benar.Padahal Andika belum mengintrogasi Diana, tetapi ternyata gadis itu sudah memilih untuk mengakhiri hidupnya sendiri. Mungkin karena tahu kalau seseorang tahanan akan disiksa jika tidak menjawab pertanyaan dengan benar.Cantika menatap suaminya yang terlihat gelisah, ia tahu apa yang dirasakan oleh Andika saat ini. Apalagi kalau Arel mengetahui Diana telah tiada, pasti lelaki itu akan mengamuk membabi buta. Saat mencari saja Diana saja, Arel berani menyerang kediaman mereka. Apalagi kalau mengetahui gadis yang dicari telah tiada lantaran mengakhiri hidupnya sendiri mungkin akan lebih parah lagi. Entah sebenarnya apa hubungan mereka b
“Kenapa kau memandangku seperti itu, Cantika? Apa kau mengira aku adalah hantu?” Diana tersenyum tipis memandangi Cantika.Cantika terus memandang tak percaya kepada Diana yang berdiri di depannya. Ia menatap dari bawah ke atas, memastikan kalau penglihatannya sekarang memanglah tidak salah.“Aku masih hidup, kau lihat sendiri kan kakiku menginjak tanah.” Diana menunjuk kakinya sendiri dan beberapa kali menghentakkan kakinya. “Tapi apa yang terjadi? Bukannya kau sudah mati?” Cantika terus menatap Diana lekat, hatinya masih tak percaya dengan apa yang dilihat sekarang. “Aku sudah mati? Mana mungkin aku mati semudah itu, Cantika!” Diana tertawa keras, suara tawanya bahkan menggema di dalam ruangan itu.“Tapi aku dengar sendiri dari bawahan Andika kalau kau bunuh diri!” ucap Cantika masih tak percaya. “Kematian itu paling mudah dimanipulasi, selama kau memiliki uang disitulah kau memiliki kuasa.” Di
Andika baru saja tersadar kalau Cantika tidak berada di sekitar mereka, membuat ia menjadi mencari-cari gadis tersebut di sekeliling tempat yang kemungkinan sang gadis berada di sana.Tak diduga oleh Andika seorang gadis yang mirip dengan Cantika berlari untuk mendekatinya. Padahal kalau Cantika tidak mungkin melakukan itu, gadis tersebut terlalu pemalu untuk berlari mendekatinya dan memeluk di tengah orang banyak.“Ada apa denganmu?” Andika menatap penuh selidik kepada gadis yang berada di depannya.“Aku tadi hampir saja diculik oleh seseorang di sana, tapi tidak tahu siapa.” Gadis itu memeluk Andika dengan erat, ia menunjukkan ke arah gerbang.“Kau Cantika kan?” Andika malah bertanya identitas gadis yang berada di depannya sekarang.“Ya Tuhan, tentu saja aku adalah Cantika! Lantas kalau aku bukan Cantika, lalu siapa lagi?” Cantika mengerutkan dahinya, ekspresi wajahnya terlihat heran dengan perkataan Andika.
“Apa kau sudah gila?” Maura menarik tangannya dengan kuat dari bawah kaki Andika. Gadis itu terus menangis kesakitan, lantaran tangannya terus mengeluarkan darah segar dan belum lagi bagian pecahan kaca menempel di sana.“Aku kan sudah bilang kalau aku hanya melakukan apa yang harus kulakukan! Salah siapa kau lancang memasuki kamarku dan ingin menurunkan bingkai foto yang sudah tergantung di sana!” Wajah Andika sangat memerah dan terlihat urat lehernya yang menonjol, pertanda kalau ia sangat marah.Maura sangat terkejut mengetahui kalau wajah Andika tak setampan hatinya. Lelaki itu bahkan tak mengedipkan matanya sama sekali saat memperlakukan dirinya dengan kasar, padahal ia adalah seorang gadis yang lemah. Akan tetapi, lelaki tersebut seakan tak mentoleransi kesalahan apapun, walaupun yang bersalah adalah seorang gadis seperti dirinya.“Kau hanya masuk ke kamar ini sekali, bukan berarti kalau aku sudah menerimamu sebagai istr
“Hei kau mendengar apa yang aku katakan? Hello!” Maura mengibaskan tangannya di depan wajah Jeremy, karena sedari tadi lelaki berkacamata itu melamun.“Maaf saya sedikit melamun, mungkin karena terlalu lelah sekali.” Jeremy cepat-cepat menyelesaikan mengobati Cantika palsu. “sudah selesai! Kalau begitu, saya pergi dulu dari sini karena ada urusan pekerjaan.”Jeremy segera pergi meninggalkan Maura seorang diri, ia ingin cepat-cepat meninggalkan gadis tersebut supaya tidak memikirkan hal lain.Maura tersenyum kecut melihat Jeremy yang pergi meninggalkan, ia merasa kalau lelaki itu hanyalah beralasan saja supaya bisa meninggalkannya seorang diri. “Yang satunya galak, satunya lagi malah menyebalkan sekali. Belum juga apa-apa, sudah pergi,” ucap Maura menggerutu seorang diri. Gadis itu memandangi tangannya yang dibalut perban dengan rapi oleh Jeremy, seketika senyuman terukir di bibirnya. Maura terus mengelus perban tersebut. “Tapi