Sekitar pukul empat sore, Andini baru saja pulang dari kantor."Kau habis dari mana?" Baru saja Andini masuk, Devan sudah mencecarnya. Andini yang lelah tidak menjawab, dia terus saja pergi berlalu masuk. "Apa kau tidak mendengar pertanyaanku?" Devan mulai kesal karena Andini tidak menghiraukan ucapannya."Hah! Apa aku harus menjawab pertanyaanmu saat aku tengah sibuk membereskan masalah yang ada? Sementara kau malah asyik bermesraan dan bersenang-senang dengan wanita simpananmu itu?" Andini menjawab dengan nada yang tak kalah kesal. Setelah mengatakan itu Andini kembali melanjutkan langkahnya. "Hey... Kau belum menjawab pertanyaanku!" teriak Devan. Namun Andini yang kesal, mengacuhkan panggilannya. "Apa Nyonya ingin segera mandi?""Iya, Lia! Tolong siapkan ya?""Anda tidak perlu meminta tolong, Nyonya! Itu sudah menjadi tugas saya!" Lia pamit untuk melakukan tugasnya. Tak lama menunggu. "Semua sudah saya siapkan, Nyonya!""Baik, aku akan mandi sekarang!"Setelah mandi dan ber
"Kamu mau ikut?""Iya, Tuan! Boleh, ya? Silvi 'kan, juga ingin kenal dengan semua kolega Tuan!" ujarnya manja. "Sepertinya akan susah. Karena ini hanya pertemuan khusus untuk para pembisnis. Hanya orang-orang yang terlibat saja.""Apa Tuan, tidak bisa meminta secara langsung kepada Tuan David? Cobalah dulu, siapa tahu dia mengizinkan," bujuknya lagi. "Baiklah! Aku akan mencobanya.""Terimakasih, Tuan!" ucap Silvi kegirangan.Devan pun sebenarnya bingung seperti apa mengatakannya. Tapi, karena melihat tingkah Silvi yang begitu menggemaskan membuatnya luluh. Devan mendatangi Andini dan menyuruhnya untuk meminta izin kepada David, mengajak Silvi ke pesta itu. "Kau sampai repot-repot datang kemari hanya karena ingin supaya wanita itu diundang juga ke acara itu? Benar-benar luar biasa sekali!""Kau mau 'kan melakukannya?" Dengan tidak tau malunya Devan meminta. "Tidak mau! Kenapa harus aku? Seharusnya kau sendiri yang meminta. Bukankah, menyenangkan wanita itu menjadi tugasmu? Kenapa
"Nona? Anda tidak apa-apa?" Mereka ikutan panik melihat wajah Silvi yang tiba-tiba pucat. "Kenapa wajah Nona tiba-tiba pucat?""Apa Nona sedang sakit?" Pertanyaan mereka tak ada satu pun yang dijawab oleh Silvi. "Tidak mungkin orang itu ada di sini!" Pupil matanya bergetar saking takutnya. Silvi mengalihkan pandangan saat orang itu menatap ke arahnya. "Wah! Siapa ini? Bebek yang dulu bernasib buruk, sekarang menjelma menjadi angsa?" Orang itu mendekati Silvi. "Apa Nona kenal dengan orang ini?" tanya salah satu dari wanita itu. Tubuhnya semakin bergetar hebat saat orang itu menyapanya."Apa anda mengenal Nona Silvi?" tanya mereka. "Kenapa kau terdiam? Apa kau takut bertemu denganku, Silvi?" tanya pria itu sambil menyeringai. "Baiklah, kalau kau tidak mau menjawab pertanyaan mereka, biar aku yang akan menjawabnya!""Perkenalkan saya Tuan Radit. Mantan majikan Silvi!" ujarnya menyeringai. "Hah! Benarkah? Maksud anda dulu Nona Silvi mantan bawahan anda?""Dia ini bekerja sebagai
Mendadak suasana menjadi hening. Andini masih berdiri di tempatnya. "Kau tidak ingin mengatakan sesuatu padaku?""Tidak ada!" balas Andini. "Kau tidak lihat keadaan Silvi? Dia seperti ini karena ulahmu!" ujar Devan dingin. Dia menggelutukkan giginya. "Apa? Dia malah menyalahkanku di situasi ini?" batin Andini. "Kau bahkan tidak terkejut!""Aku tidak terkejut karena aku sudah mendengar cerita kenapa dia bisa sampai seperti itu. Meski kau sakit hati, tidak seharusnya bukan kau malah melampiaskannya padaku?" Andini membalas dengan nada dan raut wajah yang datar. "Kau masih merasa tidak bersalah?""Memangnya kenapa aku harus merasa bersalah? Yang mengajak dia ke pesta itu 'kan, kau!""Tapi ini semua 'kan ulahmu? Kau pasti sudah merencanakan semuanya. Makanya kau tidak melarang saat Silvi ikut. Kau 'kan yang menyuruh David untuk ikut mengundang Tuan Radit? Karena kau ingin mempermalukannya.""Hahaha... Lucu sekali! Khayalanmu terlalu jauh. Kenapa kau tidak menanyakannya saja langsung
Tok... Tok.. Tok... Pintu ruang kerja Andini di ketok. "Nyonya, apa saya boleh masuk?" Terdengar suara Bu Dewi dari luar. "Ya, Bu Dewi! Masuk saja!"Bu Dewi masuk sambil membawa sebuah ransel. Tetapi, bukan ransel yang biasa dipakai orang-orang berpergian. "Apa itu, Bu Dewi?" tanya Andini. "Oh, ini? Ransel, Nyonya?""Ransel? Punya siapa? Apa isinya?""Isinya kucing, Nyonya!" "Apa? Kucing? Punya siapa?""Ini hadiah dari Tuan David untuk Nyonya. Kata beliau, hadiah ini sebagai permintaan maafnya!" Bu Dewi mengeluarkan seekor kucing berwarna coklat yang sangat cantik. "Wah... Cantik sekali kucing ini!" Andini terkesima ketika melihat kucing itu. "Meskipun terlihat cantik, kucing ini ternyata seekor kucing jantan, Nyonya!""Benarkah?" Andini semakin mendekat. Kucing jantan berwarna coklat dan berbulu lebat serta panjang itu sangat pintar. Dia keluar sendiri dan meloncat dengan anggunnya. "Meow..." Dia mengeong dan melihat ke arah Andini. Seakan sedang memberi salam, bahkan wajah
"Yang saya dengar dari sesama pelayan katanya Tuan David itu suka berganti-ganti pasangan.""Benarkah?""Iya, Nyonya! Ya, meskipun itu bukan sepenuhnya salah beliau. Sepertinya beliau hanya mengambil kesempatan saja.""Maksud kamu?""Dari rumor yang saya dengar. Wanita-wanita itu yang mendekati Tuan David duluan. Mungkin karena Tuan David tampan, para wanita itu yang kepincut duluan.""Ya... Fakta itu memang tidak bisa dipungkiri. Seperti yang Lia katakan, sepertinya Tuan David hanya mengambil kesempatan saja," batin Andini. "Dan yang paling terkenal dari rumor itu, Nyonya! Para wanita yang dekat dengan beliau, bahkan rela memberikan t*buhnya kepada Tuan David untuk dinikmati dalam satu malam.""Maksud kamu, one night stand?""Iya, Nyonya! Bahkan ada rumor juga kalau Tuan David tidak hanya menyukai wanita single, tetapi juga wanita yang sudah memiliki suami.""Tak heran bukan, kenapa Tuan David bisa bersikap manis terhadap wanita? Itu karena beliau sering berinteraksi dengan para wan
Tuan Radit melirik ke arah Silvi yang mengenakan banyaknya perhiasan mahal. "Itu pasti pemberian dari Tuan Muda, pintar juga wanita ini! Aku bisa memanfaatkannya untuk menjadi ATM berjalanku! Hehehe... " batin Tuan Radit. "Aku akan menyimpan rapat-rapat rahasiamu asalkan kau mau bekerja sama denganku!" Tuan Radit tersenyum sinis. "Aku tidak butuh bekerja sama dengan orang sepertimu!" bentak Silvi. "Lagi pula 'kan kau sendiri yang menyuruhku untuk menggugurkan anak itu, karena tidak mau semua orang tau kalau aku dan anakmu memiliki hubungan!" balasnya lagi menatap Tuan Radit sengit. "Silvi! Jangan langsung marah begitu! Pikirkan apa keuntungan yang akan kau dapatkan kalau bekerja sama dengan orang sepertiku. Jangan memandangku dari satu sisi yang jahat. Aku bisa menjadi mata-matamu dan orang yang akan memberikan informasi kepadamu tentang seperti apa kehidupan Tuan Muda dan keluarganya. Karena aku dulu adalah rekan kerja yang paling dekat dengan keluarga Tuan William ini," Tuan Ra
"Meaawww... Grrttt..." Kucing itu tiba-tiba menggigit tangan David seakan tak ingin disentuh. "Choky! Apa yang kau lakukan? Kenapa kau menggigit Tuan David? Cepat lepaskan gigitanmu!" tegur Andini dengan wajah yang panik. "Tidak apa, Nyonya! Dia tidak mengigit dengan kencang, kok!" "Benarkah?""Hem!" David mengangguk sembari tersenyum. "Hey! Kau ya, semenjak jadi peliharaan Nyonya Muda, mulai melupakanku!" ujar David memeluk gemas pada kucing coklat itu. "Hahaha..." Andini tertawa kecil. Melihat tawanya yang tulus, membuat David tiba-tiba merasakan desir aneh di dadanya. Wajahnya juga terlihat memerah. "Apa Tuan David sakit? Kenapa wajah anda menjadi merah?" tanya Andini. "Ah, benarkah?" sahut David, dia gelagapan. "Sial! Kenapa aku bisa tersipu hanya karena melihat dia tertawa seperti itu? Tubuhku juga rasanya menjadi gerah," batin David. Dia menutup mulutnya dengan pergelangan tangannya. "Apa anda sakit, Tuan?""Ah, ya! Rasanya beberapa hari ini badan saya tak enak! Mungkin