Tuan Radit melirik ke arah Silvi yang mengenakan banyaknya perhiasan mahal. "Itu pasti pemberian dari Tuan Muda, pintar juga wanita ini! Aku bisa memanfaatkannya untuk menjadi ATM berjalanku! Hehehe... " batin Tuan Radit. "Aku akan menyimpan rapat-rapat rahasiamu asalkan kau mau bekerja sama denganku!" Tuan Radit tersenyum sinis. "Aku tidak butuh bekerja sama dengan orang sepertimu!" bentak Silvi. "Lagi pula 'kan kau sendiri yang menyuruhku untuk menggugurkan anak itu, karena tidak mau semua orang tau kalau aku dan anakmu memiliki hubungan!" balasnya lagi menatap Tuan Radit sengit. "Silvi! Jangan langsung marah begitu! Pikirkan apa keuntungan yang akan kau dapatkan kalau bekerja sama dengan orang sepertiku. Jangan memandangku dari satu sisi yang jahat. Aku bisa menjadi mata-matamu dan orang yang akan memberikan informasi kepadamu tentang seperti apa kehidupan Tuan Muda dan keluarganya. Karena aku dulu adalah rekan kerja yang paling dekat dengan keluarga Tuan William ini," Tuan Ra
"Meaawww... Grrttt..." Kucing itu tiba-tiba menggigit tangan David seakan tak ingin disentuh. "Choky! Apa yang kau lakukan? Kenapa kau menggigit Tuan David? Cepat lepaskan gigitanmu!" tegur Andini dengan wajah yang panik. "Tidak apa, Nyonya! Dia tidak mengigit dengan kencang, kok!" "Benarkah?""Hem!" David mengangguk sembari tersenyum. "Hey! Kau ya, semenjak jadi peliharaan Nyonya Muda, mulai melupakanku!" ujar David memeluk gemas pada kucing coklat itu. "Hahaha..." Andini tertawa kecil. Melihat tawanya yang tulus, membuat David tiba-tiba merasakan desir aneh di dadanya. Wajahnya juga terlihat memerah. "Apa Tuan David sakit? Kenapa wajah anda menjadi merah?" tanya Andini. "Ah, benarkah?" sahut David, dia gelagapan. "Sial! Kenapa aku bisa tersipu hanya karena melihat dia tertawa seperti itu? Tubuhku juga rasanya menjadi gerah," batin David. Dia menutup mulutnya dengan pergelangan tangannya. "Apa anda sakit, Tuan?""Ah, ya! Rasanya beberapa hari ini badan saya tak enak! Mungkin
Silvi tercengang melihat ketampanan Rafael yang tak kalah dengan David. Dia merasa tersanjung dipanggil duluan oleh pria setampan dirinya. "Iya, Tuan! Selamat siang! Ada yang bisa saya bantu?""Benar, anda Nona Silvi, bukan?" tanya Rafael. "Iya, benar! Apa anda memerlukan sesuatu?" Dengan suara yang mendayu-dayu Silvi menjawab. "Ah, tidak ada, Nona! Saya hanya ingin menyapa anda! Perkenalkan nama saya Rafael. Rafael Tan. Saya teman dekat Tuan David. Saya rasa sudah sepatutnya 'kan, saya menyapa anda, Nona Silvi!" Rafael bersikap ramah sekali sampai-sampai membuat Silvi sangat terkesan diperlakukan begitu. "Oh ya! Apa anda ingin menemui suami saya, Tuan? Ah, maaf! Maksud saya, Tuan Muda Devan!""Iya! Saya jadi sedih! Sebenarnya saya ingin berbicara lebih banyak lagi dengan Nona. Tetapi apa boleh buat? Saya harus menemani teman saya dulu untuk membicarakan bisnis kepada Tuan Muda Devan!" ujar Rafael dengan wajah yang sedih. "Ahaha..." Silvi tertawa sembari menutup mulutnya. "Kita b
Andini berjalan di taman bersama Lia. Srek... Srek... "Siapa itu?" teriak Lia. Seseorang keluar dari semak-semak. "Sasa! Sedang apa kau di sana?" tanya Lia. "Maaf, Nyonya! Saya tidak bermaksud lancang. Tetapi, ada yang ingin saya katakan pada Nyonya!" Dengan wajah yang terlihat takut, Sasa melihat ke kanan dan ke kiri. "Apa yang ingin kamu katakan?" tanya Andini. "Begini, Nyonya! Saya merasa ada yang janggal dengan sikap Nona Silvi. Sepertinya dia dan Tuan Radit tengah menyembunyikan sesuatu.""Maksudmu?""Kemarin, Tuan Radit mendatangi Nona Silvi. Awalnya Nona Silvi terlihat tidak suka dengan kedatangan Tuan Radit. Tapi... " ucapan Sasa terhenti kala suara Silvi yang mendekat terdengar. Wajahnya terlihat pucat. "Nyonya Muda!" tegurnya."Ya!" Andini membalas. "Saya ingin bertanya kepada Nyonya, apa boleh?""Apa yang ingin kau tanyakan?" "Sewaktu pesta di rumah Tuan David kemarin. Saya melihat Nyonya Devi, teman Nyonya itu dikelilingi dan tertawa bersama beberapa pria. Apa se
"Ini hadiah untukmu!" Devan menyerahkan kotak dengan bentuk yang cantik itu ke tangan Andini. Andini menerimanya dengan senang hati. "Apa ini?" tanya Andini. "Bukalah! Maka kau akan tau isinya!" ujar Devan. Andini membuka kotak itu dan melihat sebuah kalung yang dihiasi sebuah permata biru yang sangat cantik. "Mau kubantu pakaikan?""Boleh!" balas Andini tersenyum.Suasana yang tenang dan syahdu membuat interaksi keduanya begitu romantis. Devan sangat berhati-hati memakaikan kalung itu. Dia menyingkap rambut panjang Andini ke samping dan mulai memasangkannya. CUP...Devan meng*cup tekuk Andini yang terbuka. Membuat Andini seketika menjadi kaget. "Bagaimana? Apa kau suka dengan liburan dan hadiahnya?" bisik Devan. Suaranya mulai serak. "Ya, aku suka! Terimakasih."Devan memeluk erat tubuh Andini dari belakang. Dan Andini pun meresponnya dengan berbalik. "Aku harap hubungan kita akan menjadi baik setelah ini.""Apa yang kau janjikan kalau hubungan kita menjadi baik?" tantang An
"Apaaa? Kenapa bisa sampai seperti itu?" Devan terlihat panik. Sambil meletakkan ponsel di telinganya. Dia kembali memakai bajunya. Hal itu justru membuat Andini heran. "Apa yang sedang terjadi?" pikirnya. "Devan sampai panik begitu. Apa tengah terjadi sesuatu pada perusahaan?" batinnya lagi. "Baiklah! Aku akan segera pulang!"Mendengar kata pulang, Andini semakin bertanya-tanya. Pasti masalah besar sedang terjadi. Andini bertanya setelah Devan mematikan panggilan di ponselnya. "Ada apa? Apa terjadi sesuatu yang serius?""Iya! Kau mau ikut pulang atau ingin tinggal di sini?" tanya Devan. "Ada masalah apa?" Andini terduduk dan membenahi bajunya yang terbuka sebagian oleh ulah Devan tadi. "Silvi tengah pingsan dan sampai sekarang belum sadar," ujar Devan panik. Raut wajah Andini langsung berubah mendengar berita tentang wanita itu. Bukan karena khawatir melainkan jengkel. "Apa lagi yang di inginkannya?" ujar Andini datar. "Apa maksudmu?" Devan menghentikan tangannya dan memand
David semakin terpikat setelah melihat kebaikan Andini secara langsung. Dia segera bersiap melihat wanita itu mulai berjalan mengitari tempat yang lain. David begitu menikmati pemandangan Andini yang tersenyum lembut dan tertawa lepas ketika mencoba sesuatu yang belum pernah dicobanya.BRUKK...Andini menumbruk belakang seseorang saat tengah asyik mencoba topi pantai. "Maaf, Tuan! Saya tidak sengaja!" Andini terkejut melihat siapa yang ada di belakangnya itu. "Tuan David?""Nyonya Andini?" ujar mereka bersamaan. "Tuan sedang apa di sini?" "Seperti yang anda lihat! Saya sedang jalan-jalan.""Nyonya sedang berbelanja juga?" tanyanya pura-pura tidak tau. "Iya!""Bersama Tuan Devan? Di mana beliau?" tanyanya lagi berlagak tidak tau."Saya sendiri!" balas Andini datar. "Benarkah? Kalau begitu bagaimana kalau kita santai di cafe depan sana? Sembari ngobrol?" ajak David. "Baiklah!" Andini setuju. Tidak ada salahnya bukan menerima ajakan David. Terlebih mereka rekan bisnis. Pikir And
"Maksud anda, anda mengira saya seorang g*y?"Andini menggerakkan kepalanya ke bawah dan ke atas dengan cepat. "Anda jangan bicara sembarang, Nyonya! Saya masih menyukai dan berhasrat dengan perempuan. Tetapi, kalau untuk sekarang saya tidak tertarik mencari pendamping hidup.""Apa anda pernah disakiti oleh seseorang wanita? Hingga membuat anda seperti ini?""Tidak ada! Saya dari dulu tidak pernah dekat dengan wanita manapun. Bahkan saya tidak pernah memiliki kekasih!""Yang benar? Saya tidak percaya!""Apa yang membuat anda tidak percaya?""Orang setampan dan semapan anda tidak mungkin ada yang mau.""Ya, anda benar! Banyak yang mendekati saya. Tetapi saya tidak berniat untuk lebih dekat dengan mereka.""Kenapa? Apa ada seseorang yang mungkin anda suka?""Yang saya suka, ya?" David memandang Andini dengan seksama untuk waktu yang lumayan lama. Andini menunggu jawaban David. "Orang yang saya suka...? Sepertinya ada!""Apa anda sudah pernah mengutarakan perasaan anda?""Saya... Saya