Wajah cantik tanpa celanitu menatap melas dan sendu pada Osara. Merasa ini sungguh simalakama untuk menjawabnya. Daishin pun hanya bungkam menatapnya."Baiklah, jika kamu sangat ingin, silahkan saja, Mbak.” Osara akhirnya membolehkan. Merasa serba salah sebetulnya. Ingin menolak tetapi tidak tega. Meski seingatnya, Clara adalah model senior kelas atas yang sombong kala itu. “Osara, apa kamu tidak salah? Sudah kamu pikirkan sungguh-sungguh. Rumah itu bukan milikku, tetapi sudah milikmu. Itu privasimu. Jika keberatan, kamu bisa menolak,” ucap Daishin, terkejut dengan keputusan Osara yang tidak disangkanya. “Kenapa, Mas? Kamu tampak keberatan. Osara, terima kasih, ya. Kapan kita ke rumah kalian?” tanya Clara yang begitu bersemangat. Abai akan picingan mata Daishin padanya. “Itu akan kami kabarkan padamu, Cla. Sebab kami sedang berbulan madu di sini. Bisa jadi kami akan sedikit lama menginap di sini. Sekarang, sebaiknya kita segera makan. Sudah sangat malam. Makanlah, Osa.” Daishin men
Daishin dan Osara duduk di sofa dan saling berhadapan. Menikmati sekeranjang anggur hijau dan merah yang dijamin sudah dicuci bersih plus sterill. Mereka mengobrol dengan hangat yang sambil saling tanya jawab. "Jadi, sebaiknya kapan kita pulang dan membawa Clara ke rumah, Shin?" tanya Osara sambil memasukkan sebuah anggur super besar ke dalam mulut. Sesaat, penampakannya sungguh terlalu dan pemicu lelaki yang memandang untuk saling perang bibir. "Menurutku besok saja bagimana? Biar cepat datang, lalu cepat pulang." Daishin sungguh bersikeras tanpa rasa segan. Dirinya memang lelaki yang tidak suka basa basi. "Kan menginap, Shin. Mana bisa cepat-cepat? Tidak mungkin pun mengusirnya ...." Osara mengeluh dengan penuh maksud. "Sebenarnya aku semakin galau, Sa. Bagaimana jika dia berbuat yang tidak-tidak padamu? Sedang aku...," Daishin terlihat bimbang dan ragu-ragu. "Sedang kamu, kenapa lagi? Mau ke mana?" sambar Osara curiga. Muka Daishin terlihat galau sambil menimang pon
Lelaki pemeluk wanita itu menggeliat dan membuka mata. Sayup adzan terdengar mengalun dari toa di Masjid Camii. Salah satu masjid istimewa di Jepang yang mendapat izin resmi dari pemerintahan untuk mengumandangkan seruan adzan. Daishin melonggarkan pelukan. Menyadari yang semalaman tidur dengan posisi memeluk punggung Osara hingga rasa badan sedikit kaku. Direnggangkannya bahu, punggung, pinggang dan tangan ke kanan dan ke kiri. Tetapi gerakannya tidak mengusik Osara sedikit pun. Usus besar di perutnya yang rutin melilit tiap subuh membuat bangun seketika. Sempat mengambil selimut di bawah kaki untuk ditutupkan pada Osara. Juga menurunkan baju tidur atasan yang tersingkap sebab ulah tangannya sebelum bisa tidur semalam. Daishin samar tersenyum sambil berjalan terburu ke kamar mandi. Keinginan mengulangi, untuk sementara terpaksa dihempas lagi. Istri amanah dari orang tua akibat ulah sendiri, masih terbuai nyenyak dalam mimpi. Meski sempat iba, tetapi bisa jadi rasa iba hatinya a
Lelaki yang terakhir terlihat beraktifitas merebah di sofa tiba-tiba berpindah duduk di sisi ranjang. Osara menahan rasa terkejut melihatnya saat melepas mukena. Buru-buru disimpan bersama sajadah agar segera dapat berbicara. Osara merasa kikuk saat menghampiri ranjang dari menyimpan mukena di koper. Membalas tatapan elang Daishin yang hangat dan sayu. Ternyata bukan rasa kesal yang terbaca di wajah tampan itu. Tetapi… nafsu! “Kenapa tadi tidak menunggu shalat bareng?” tanya Osara pelan yang tidak ingin memancing keributan. “Kenapa tidak langsung bilang bagaimana hasil tes urinemu? Jangan main-main, Osara. Meski aku terlihat abai, tetapi aku sangat memikirkannya. Jika sampai kamu hamil duluan, aku jugalah yang akan menanggung akibatnya.” Daishin berbicara tegas dan serius. Osara tidak menyangka akan sedalam itu pemikiran Daishin. Bersyukur lelaki itu menyadari dan pasti akan menjadi seorang ayah yang bertanggung jawab. Sesuai sebagai anak lelaki Papa Handy. Buah jatuh tidak jauh d
Perjuangan sang lelaki berhasil meski Osara sempat memekik terkejut. Sedikit sakit tetapi tidak sangat. Sebelum Daishin kembali mendayung perlahan dan cepat. Membawa menyisir rawa-rawa surga begitu lama yang nikmat tiada tara. Hingga keduanya sampai di destinasi dengan setengah kesadaran. “Aaah, Shiiiin!” “Aaa arrrggghhh…. Sazlina!” Osara yang tengah mengawang dengan setengah siuman terkejut. Siapa yang disebut Daishin barusan. Apa telinganya salah mendengar? , 🍒 Tidak, bukan salah dengar. Tubuh berat yang semula mengejang dan bergetar, seketika mematung. Bahkan napas yang memburu, tiba-tiba tidak terdengar hembusnya. Lelaki itu sedang kalut dan tegang sebab menyadari kefatalan ucapannya sendiri. Apa yang didengar membuat sakit perasaan. Meski sadar diri tidak dipuja, sekadar dinikahi tanpa dicinta, tetap saja merasa terhina dan kecewa. Tega sekali Daishin melukainya. Tidak mungkin lelaki itu tidak mengerti jika menyebut nama wanita lain, apalagi di saat seperti ini, sangatl
Meski ditinggal tidak lebih dari semalam, hawa ruang terasa pengap dan berbau seperti serbuk pasir. Juga terasa lembab dengan udara hangat tetapi bukan berangin yang segar. Jasa bersih dan kemas rumah lokalan sudah Daishin hubungi sebelum mereka sampai di pintu pagar. Sambil menunggu, semua ventilasi rumah juga telah di bukanya. “Sebenarnya aku suka dengan kamar yang itu…,” ucap Clara seperti bergumam. Daishin terusik dengan ucapannya. “Sudah kubilang, itu kamarku dan Osa. Sebaiknya kamu tidak perlu mengeluh, Cla. Gunakan saja kamar itu. Boleh juga tidur di sofa. Atau kamar di belakang. Asal jangan numpang di kamar kami.” Daishin menegur pedas sambil menyibak gorden yang terakhir. “Aku cuman bilang, gak minta… panjang amat ngomelnya.” Clara mengoreksi teguran itu sambil menyeret koper menuju ke kamar sebelah. Daishin melirik sambil menggeleng kan kepalanya. Osara yang sudah di kamar dan sempat ada sedikit drama saat Clara bilang menyukai kamarnya ini, sedang membongkar isi koper u
Mendengar penuturan Clara, rasa hati kian nelangsa dan kecewa. Betapa brengsek memang kelakuan Daishin. Penggila wanita yang tak punya rasa iba. Hanya menjadikan setiap partner sebagai sarana dan objek penyalur fantasinya pada Sazlina. Lebih buruk lagi, sepupu sendiri juga dipakai. Padahal bersama Clara sudah seperti saudara. Bisa-bisanya juga dibawa ke ranjang. Parah memang Daishin, kayak kehabisan wanita saja. “Manis banget anggurnya, kamu beli di mana, Osa?” usik Clara sambil menyodorkan keranjang anggur lebih dekat pada Osara. Perempuan cantik istri orang itu sudah lama terekur-pekur. “Iya, ya. Manis, Mbak.” Osara menanggapi setelah mencoba memasukkan lagi sebiji anggur ke dalam mulut. “Bukan aku yang beli, tahu-tahu sudah ada dalam situ. Kurasa Mama Hana sebelum kami datang. Rumah ini kan hadiah dari Papa Handy.” Osara menambahkan ucapannya. Kembali memetik dua biji besar anggur yang dia masukkan satu demi satu ke dalam mulut. “Enak ya, udah punya rumah.... Osa, aku bol
“Maaf, Pak. Bagaimana lagi… kamarnya tinggal satu. Kalo soal razia, tenang saja. Hotel kami hanya mendapat sidak di akhir bulan. Ini masih tanggal tiga, nih, Pak … tanggal muda….” Daehan, pria gagah yang dipanggil Pak oleh resepsionis manis dan genit itu kian mengatup bibir. Menatap gusar pada Umi (Sazleen Shanumi), asisten rumah baru yang dia bawa. Wajahnya menebal dengan bibir membiru. Jiwa sosial Daehan sebagai lelaki gagal membatu. “Kamu dengar sendiri apa katanya barusan. Terserah, jika keberatan, kamu duduk saja di lobi hingga orangku datang, Um,” ujar Daehan pada wanita berkerudung panjang dan berbaju tebal tetapi basah kuyup. “Enggak, Pak. Saya tak keberatan. Tidak sanggup lagi di luaran, bisa beku…,” sahut Umi cepat. Meski dengan melawan gemelutukan gigi di mulut yang serasa amat kaku. Sangat kedinginan. Daehan agak terkejut, meski juga merasa lega. Jika ada apa-apa dengan asisten rumah yang baru dia jemput itu, dirinya juga yang kena. Kesal sekali dengan sopir pribad
Mendengar penuturan Clara, rasa hati kian nelangsa dan kecewa. Betapa brengsek memang kelakuan Daishin. Penggila wanita yang tak punya rasa iba. Hanya menjadikan setiap partner sebagai sarana dan objek penyalur fantasinya pada Sazlina. Lebih buruk lagi, sepupu sendiri juga dipakai. Padahal bersama Clara sudah seperti saudara. Bisa-bisanya juga dibawa ke ranjang. Parah memang Daishin, kayak kehabisan wanita saja. “Manis banget anggurnya, kamu beli di mana, Osa?” usik Clara sambil menyodorkan keranjang anggur lebih dekat pada Osara. Perempuan cantik istri orang itu sudah lama terekur-pekur. “Iya, ya. Manis, Mbak.” Osara menanggapi setelah mencoba memasukkan lagi sebiji anggur ke dalam mulut. “Bukan aku yang beli, tahu-tahu sudah ada dalam situ. Kurasa Mama Hana sebelum kami datang. Rumah ini kan hadiah dari Papa Handy.” Osara menambahkan ucapannya. Kembali memetik dua biji besar anggur yang dia masukkan satu demi satu ke dalam mulut. “Enak ya, udah punya rumah.... Osa, aku bol
Meski ditinggal tidak lebih dari semalam, hawa ruang terasa pengap dan berbau seperti serbuk pasir. Juga terasa lembab dengan udara hangat tetapi bukan berangin yang segar. Jasa bersih dan kemas rumah lokalan sudah Daishin hubungi sebelum mereka sampai di pintu pagar. Sambil menunggu, semua ventilasi rumah juga telah di bukanya. “Sebenarnya aku suka dengan kamar yang itu…,” ucap Clara seperti bergumam. Daishin terusik dengan ucapannya. “Sudah kubilang, itu kamarku dan Osa. Sebaiknya kamu tidak perlu mengeluh, Cla. Gunakan saja kamar itu. Boleh juga tidur di sofa. Atau kamar di belakang. Asal jangan numpang di kamar kami.” Daishin menegur pedas sambil menyibak gorden yang terakhir. “Aku cuman bilang, gak minta… panjang amat ngomelnya.” Clara mengoreksi teguran itu sambil menyeret koper menuju ke kamar sebelah. Daishin melirik sambil menggeleng kan kepalanya. Osara yang sudah di kamar dan sempat ada sedikit drama saat Clara bilang menyukai kamarnya ini, sedang membongkar isi koper u
Perjuangan sang lelaki berhasil meski Osara sempat memekik terkejut. Sedikit sakit tetapi tidak sangat. Sebelum Daishin kembali mendayung perlahan dan cepat. Membawa menyisir rawa-rawa surga begitu lama yang nikmat tiada tara. Hingga keduanya sampai di destinasi dengan setengah kesadaran. “Aaah, Shiiiin!” “Aaa arrrggghhh…. Sazlina!” Osara yang tengah mengawang dengan setengah siuman terkejut. Siapa yang disebut Daishin barusan. Apa telinganya salah mendengar? , 🍒 Tidak, bukan salah dengar. Tubuh berat yang semula mengejang dan bergetar, seketika mematung. Bahkan napas yang memburu, tiba-tiba tidak terdengar hembusnya. Lelaki itu sedang kalut dan tegang sebab menyadari kefatalan ucapannya sendiri. Apa yang didengar membuat sakit perasaan. Meski sadar diri tidak dipuja, sekadar dinikahi tanpa dicinta, tetap saja merasa terhina dan kecewa. Tega sekali Daishin melukainya. Tidak mungkin lelaki itu tidak mengerti jika menyebut nama wanita lain, apalagi di saat seperti ini, sangatl
Lelaki yang terakhir terlihat beraktifitas merebah di sofa tiba-tiba berpindah duduk di sisi ranjang. Osara menahan rasa terkejut melihatnya saat melepas mukena. Buru-buru disimpan bersama sajadah agar segera dapat berbicara. Osara merasa kikuk saat menghampiri ranjang dari menyimpan mukena di koper. Membalas tatapan elang Daishin yang hangat dan sayu. Ternyata bukan rasa kesal yang terbaca di wajah tampan itu. Tetapi… nafsu! “Kenapa tadi tidak menunggu shalat bareng?” tanya Osara pelan yang tidak ingin memancing keributan. “Kenapa tidak langsung bilang bagaimana hasil tes urinemu? Jangan main-main, Osara. Meski aku terlihat abai, tetapi aku sangat memikirkannya. Jika sampai kamu hamil duluan, aku jugalah yang akan menanggung akibatnya.” Daishin berbicara tegas dan serius. Osara tidak menyangka akan sedalam itu pemikiran Daishin. Bersyukur lelaki itu menyadari dan pasti akan menjadi seorang ayah yang bertanggung jawab. Sesuai sebagai anak lelaki Papa Handy. Buah jatuh tidak jauh d
Lelaki pemeluk wanita itu menggeliat dan membuka mata. Sayup adzan terdengar mengalun dari toa di Masjid Camii. Salah satu masjid istimewa di Jepang yang mendapat izin resmi dari pemerintahan untuk mengumandangkan seruan adzan. Daishin melonggarkan pelukan. Menyadari yang semalaman tidur dengan posisi memeluk punggung Osara hingga rasa badan sedikit kaku. Direnggangkannya bahu, punggung, pinggang dan tangan ke kanan dan ke kiri. Tetapi gerakannya tidak mengusik Osara sedikit pun. Usus besar di perutnya yang rutin melilit tiap subuh membuat bangun seketika. Sempat mengambil selimut di bawah kaki untuk ditutupkan pada Osara. Juga menurunkan baju tidur atasan yang tersingkap sebab ulah tangannya sebelum bisa tidur semalam. Daishin samar tersenyum sambil berjalan terburu ke kamar mandi. Keinginan mengulangi, untuk sementara terpaksa dihempas lagi. Istri amanah dari orang tua akibat ulah sendiri, masih terbuai nyenyak dalam mimpi. Meski sempat iba, tetapi bisa jadi rasa iba hatinya a
Daishin dan Osara duduk di sofa dan saling berhadapan. Menikmati sekeranjang anggur hijau dan merah yang dijamin sudah dicuci bersih plus sterill. Mereka mengobrol dengan hangat yang sambil saling tanya jawab. "Jadi, sebaiknya kapan kita pulang dan membawa Clara ke rumah, Shin?" tanya Osara sambil memasukkan sebuah anggur super besar ke dalam mulut. Sesaat, penampakannya sungguh terlalu dan pemicu lelaki yang memandang untuk saling perang bibir. "Menurutku besok saja bagimana? Biar cepat datang, lalu cepat pulang." Daishin sungguh bersikeras tanpa rasa segan. Dirinya memang lelaki yang tidak suka basa basi. "Kan menginap, Shin. Mana bisa cepat-cepat? Tidak mungkin pun mengusirnya ...." Osara mengeluh dengan penuh maksud. "Sebenarnya aku semakin galau, Sa. Bagaimana jika dia berbuat yang tidak-tidak padamu? Sedang aku...," Daishin terlihat bimbang dan ragu-ragu. "Sedang kamu, kenapa lagi? Mau ke mana?" sambar Osara curiga. Muka Daishin terlihat galau sambil menimang pon
Wajah cantik tanpa celanitu menatap melas dan sendu pada Osara. Merasa ini sungguh simalakama untuk menjawabnya. Daishin pun hanya bungkam menatapnya."Baiklah, jika kamu sangat ingin, silahkan saja, Mbak.” Osara akhirnya membolehkan. Merasa serba salah sebetulnya. Ingin menolak tetapi tidak tega. Meski seingatnya, Clara adalah model senior kelas atas yang sombong kala itu. “Osara, apa kamu tidak salah? Sudah kamu pikirkan sungguh-sungguh. Rumah itu bukan milikku, tetapi sudah milikmu. Itu privasimu. Jika keberatan, kamu bisa menolak,” ucap Daishin, terkejut dengan keputusan Osara yang tidak disangkanya. “Kenapa, Mas? Kamu tampak keberatan. Osara, terima kasih, ya. Kapan kita ke rumah kalian?” tanya Clara yang begitu bersemangat. Abai akan picingan mata Daishin padanya. “Itu akan kami kabarkan padamu, Cla. Sebab kami sedang berbulan madu di sini. Bisa jadi kami akan sedikit lama menginap di sini. Sekarang, sebaiknya kita segera makan. Sudah sangat malam. Makanlah, Osa.” Daishin men
Daishin tidak berhak melarang saat Clara memutuskan menginap di hotel yang sama. Tidak juga menolak saat sepupu sangat jauh itu meminta ditemani dari mendaftar di lobi hingga selesai proses check-in. Namun, sebab sangat mengerti watak manjanya, Daishin hanya bersedia menunggu di lobi. Sebab Clara pun ingin bergabung untuk makan bersamanya. “Itu sepupu yang bagaimana?” tanya Osara enggan. Tetapi ingin tahu. “Sepupu sangat jauh. Aku adalah sepupu Mas Daehan dari pihak Mama Hana. Sedang Clara adalah sepupu Mas Daehan dari pihak Papa Samuel. Sama dengan Mas Khaisan. Namun, Clara dan Mas Khaisan juga sepupu jauh. Yang jelas, kami semua punya hubungan sepupu saling jauh.” Daishin sambil tertawa kecil. Merasa dirinya pun bingung dengan status sepupu_an tetapi berjauhan. Berkat rumah Khaisan lah mereka disatukan seperti saudara di bawah naungan atas nama Mama Hana dan Papa Samuel. Padahal saat kecil, mereka tidak peduli dengn status sepupu. Yang dipaham adalah mereka saudara dalam seb
Sebab panggilan khas untuk lelaki Indonesia yang terdengar jelas di samping mereka, sedang di antrian tidak ada satu pun lelaki lain dari negara tersebut, Daishin dan Osara buru-buru menoleh. “Clara…!?” Daishin terkejut. Tidak menyangka bertemu dengan seupu jauh perempuan yang dulu sempat tinggal seatap. Sama diasuh oleh Mama Hana dan tinggal nyaman di rumah besar milik Khaisan. “Inikah dia … perempuan yang sudah kamu nikahi, Mas?” tanya Clara sambil menatap Osara penuh selidik. Osara juga membalas menatap lekat dan merasa pernah melihat. Seketika ingat jika wanita yang dipanggil Daishin bernama Clara itu adalah model senior. Cantik dan bertarif tinggi. Tentu saja dengan jam terbangnya sangat padat. Osara juga tahu jika Clara adalah model plus plus di agensi. Tapi, apa Daishin sudah pernah menyewa Clara? Secara dia memanglah good looking. Sangatlah cantik, tinggi dan berkulit putih. Osara menatap takjub sekaligus bertanya-tanya dalam diam. “Osara….” “Clara…” Mereka s