Share

Istri Perawan Disangka Janda
Istri Perawan Disangka Janda
Author: kamiya san

Bab 1

Author: kamiya san
last update Last Updated: 2024-12-05 10:45:13

“Maaf, Pak. Bagaimana lagi… kamarnya tinggal satu. Kalo soal razia, tenang saja. Hotel kami hanya mendapat sidak di akhir bulan. Ini masih tanggal tiga, nih, Pak … tanggal muda….”

Daehan, pria gagah yang dipanggil Pak oleh resepsionis manis dan genit itu kian mengatup bibir. Menatap gusar pada Umi (Sazleen Shanumi), asisten rumah baru yang dia bawa. Wajahnya menebal dengan bibir membiru. Jiwa sosial Daehan sebagai lelaki gagal membatu. 

“Kamu dengar sendiri apa katanya barusan. Terserah, jika keberatan, kamu duduk saja di lobi hingga orangku datang, Um,” ujar Daehan pada wanita berkerudung panjang dan berbaju tebal tetapi basah kuyup. 

“Enggak, Pak. Saya tak keberatan. Tidak sanggup lagi di luaran, bisa beku…,” sahut Umi cepat. Meski dengan melawan gemelutukan gigi di mulut yang serasa amat kaku. Sangat kedinginan. 

Daehan agak terkejut, meski juga merasa lega. Jika ada apa-apa dengan asisten rumah yang baru dia jemput itu, dirinya juga yang kena. 

Kesal sekali dengan sopir pribadi yang sedang bercuti. Mobil sport kesayangan Daehan tidak dirawat dengan benar. Terbukti saat dipakai hari ini, ternyata kap atas bisa dibuka tetapi tidak bisa ditutup. Padahal hujan turun deras mendadak dan jalanan sungguh macet. Terpaksa membelok ke hotel bersama si asisten baru. Mereka sama-sama basah kuyub.

Setelah membuat transaksi, Daehan diikuti Umi pun mengekori seorang petugas hotel lelaki menuju lift. Naik ke lantai dua dan menghampiri sebuah pintu kamar dengan nomor 33. 

Tidak sengaja bertemu pandang dengan Umi yang buru-buru membuang wajah dan menunduk. Memilin tali tas warna coklat dengan ukuran sedang berisi baju-baju. 

“Wajahmu bengkak banget. Ish, nggak bersyukur. Suntik nggak kira-kira.” Daehan berkomentar dengan menatap risih wajah Umi yang cemas. Perempuan itu tidak banyak bicara. 

“Gak usah resah. Kita terpaksa satu kamar. Hanya buat tukar baju sebentar sambil menunggu orangku jemput! Jadi kamu jangan ke-ge-er-an!” ucap Daehan kasar tetapi tidak keras.

Perempuan berbaju basah kuyup yang disebut dengan nama Umi pun mengangguk setelah membelalak. 

“Saya tahu diri lah, Pak. Nggak mungkin juga Anda minat pada gadis model buntal kayak saya, kan?” sahut Umi cepat. 

“Kamu ini udah janda, Um. Bukan gadis.” Daehan meralat ketus dengan raut meremehkan. Sorot ilfil tampak nyata di matanya. 

“Janda? Eh, anu, Pak. Saya…,” ucap Umi gugup dan bingung.

Daehan mengibas tangan sambil menghempas napas suntuk. 

“Silahkan beristirahat. Semoga betah dan tidak mengecewakan. Permisi…,” ucap pegawai hotel menyela. Pintu kamar telah dibukanya lebar-lebar. 

Melenggang pergi setelah berpamit dan menyerahkan selembar kartu yang buru-buru disambar Daehan. Merasa diri mulai tidak enak badan dan meriang. Mengingat air panas ddikamar mandi dalam membuatnya tak sabaran. 

“Aku nggak lama, Um. Kamu mandinya habis aku, nggak tahan banget lengket air hujan.” Daehan menegur meski tidak ada gelagat Umi masuk ke kamar mandi. 

Perempuan itu hanya berdiri kaku dan terus bingung-bingung. Bibirnya sudah suram dan semakin membiru. 

Daehan telah tenggelam di kamar mandi dengan handuk putih yang disambar dari almari. 

Umi seketika menyandar dinding sebelah pintu dengan rasa lunglai. Pria mempesona yang berkharisma dan berwibawa dengan sejuta kekayaan dunia, tiba-tiba berada dalam satu kamar bersamanya. 

Mimpi apa semalam?! Terus saja tidak percaya rasanya. Padahal mereka belum lama bertemu. Bahkan belum ada satu jam. 

Kerudung pinjaman satu-satunya basah kuyup, beruntung mukena tidak pernah lupa dibawa ke mana-mana. 

Pria berbadan besar telah keluar dengan rambut basah yang membuat maskulin. Ketampanan wajah cerah itu bersinar maksimal. 

“Cepat, Um! Jangan bikin lantai banjir!” Daehan berseru sambil menghempas badan di ranjang sembarangan. Tidak juga mengelap rambut kuyubnya dahulu.

Umi yang memandang buru-buru membuang muka kembali. Berjalan cepat ke kamar mandi. Handuk yang dipakai Daehan ternyata bathrope pendek. Tersingkap hingga ke pangkal paha yang hampir menodai mata. Sebab tidak ada pakaian dalam apa pun di sana. 

“Alamak, mataku ternoda! Dia ngremehin aku, benar-benar nganggep aku janda. Nggak ngerasa bersalah dengan tingkahnya. Meski aku rada bar-bar, tapi kan enggak liar…,” keluh Umi di balik pintu kamar mandi sambil menepuk-nepuk dada yang serasa akan meleduk kapan saja. Mengakui fisik Daehan yang begitu sempurna.

“Aku harus kuat dan sabar. Gunungan upah di depan mata dan akan leleh tidak lama…,” ucap Umi ingin tersenyum. 

“Alamak, sakit!” pekik Umi tertahan. 

Bengkak dan memar di bagian wajah justru terasa ngilu saat dipakai tersenyum. Umi berusaha cemberut kembali susah payah. Sebab, dirinya bukan gadis yang suka larut dalam duka!

Ingat saat kejadian. Nasib apes menyapanya malam-malam. Sahabat meminta membawakan motor yang ditinggal di kafe menuju satu tempat. Umi menyanggupi dengan senang hati. 

Khilaf, sebab agak gelap dan tidak biasa dengan watak si motor, tidak sengaja menabrak mobil mewah yang diparkir di tepian jalan raya. Alasan gelap kurang lampu tidak menyelamatkan dari tuntutan. 

Pemilik mobil yang cerewet meminta ganti rugi hingga puluhan juta. Shanumi pun terpaksa menyanggupi daripada diri di penjara. 

Malang tak dapat ditolak, hoki tak bisa diprediksi. Tawaran kerja dengan upah menjanjikan, meski agak tak biasa datang menghampiri. 

Datang dari bibinya yang mendadak sakit usus buntu dan harus operasi buru-buru. Mengabarkan jika sang mantan juragan mencari asisten rumah pengganti dirinya sesegera.

Namun, dengan satu syarat wajib yang sempat susah dipenuhi. Yakni… harus wanita tidak menarik sebagaimana bibinya! 

Di sinilah Shanumi sekarang. Berbekal luka memar dan bengkak di wajah akibat kecelakaan tunggal malam tadi, Daehan menerimanya bekerja. 

Bujang sukses yang tampan itu mengira jika Umi sedang proses suntik filler di wajah. Menganggap jika asisten rumah baru yang disodorkan art lama tidak jauh berbeda. Wanita berpengalaman kerja rumahan dengan fisik yang sama sekali tidak menawan. 

Janda pulak!  Aman… itulah prinsip Daehan. Demi mendapat kepercayaan dari ibunya untuk memperpanjang masa bujang. Menunggu kesiapan kekasih untuk dinikahi.

“Kamu kayak mau umroh saja, Um,” ucap Daehan berkomentar. 

Meski matanya sudah akan menutup, kini membuka lagi. Melihat Umi duduk gelisah di sofa kamar dengan mengenakan mukena atasan. Padahal waktu shalat maghrib barusan berlalu dan mereka sudah menunaikan di mushola sebelum berangkat.

Perjalanan adalah dari rumah bibinya Umi di daerah Cangar-Batu menuju kota domisili Daehan di Surabaya. Kini terpaksa singgah di sebuah penginapan perbatasan. Curah hujan tinggi disertai angin kencang. Mereka berdua totalitas kehujanan.

“Saya lupa nggak bawa jilbab lain, Pak. Yang tadi itu basah, gak layak pakai.” Umi menyahut lambat. Meletak ponsel di meja dan bersiaga, barangkali Daehan memberi perintah sesuatu.

“Ya udah, sini…!” seru Daehan sambil membalik badan, tengkurap. Matanya kini memejam.

“Emmm, minta dipijat ya, Pak? Dioles minyak angin juga ya… maaf, saya pun agak kembung, jadi bentar saja ya, Pak?!” sahut Umi meyakinkan. Berusaha tenang meski dada berdebar cemas tak karuan. 

“Baiklah, sesukamu!” jawab Daehan akur.

Alasan Umi masuk akal sebab barusan kena hujan. Juga merasa senang dengan respon art barunya yang tanggap dan tidak canggung. Sudah seperti asisten rumah yang lama saja rasanya. Terutama, rupa buriknya! 

Tentu saja, Umi sempat menanggap bibinya tentang perwatakan Daehan cukup detail. 

Tidak ingin mengecewakan, Umi naik ke ranjang dengan gesit. Membalur telapak kaki lebar, bersih dan panjang itu dengan minyak angin krim yang disambar dari atas meja. Mungkin Daehan memang sudah menunggunya sejak masih di dalam kamar mandi.

“Sebelum ini, kamu jadi pengasuh bayikah, Um?” tanya Daehan tiba-tiba. 

Umi yang mulai santai jadi sangat kaget. Dipikir pria yang dia pijat sudah tidur, tiba-tiba bersuara. 

“Eh, anu… eh, iya. Kenapa, Pak?” sahut Umi. Memijatnya berhenti. Merasa jadi canggung, orangnya sadar. 

“Tanganmu, Um. Halus, nggak kayak Bi Rum, parutan aja lewat…,” celetuk Daehan. 

“Iya, Pak. Saya ada krim anti kapalan dan udah cocok!” Umi memberi alasan meyakinkan.

Padahal, kerjaannya sangatlah mudah selama ini. Kasir di kafe milik sendiri! Dia adalah bos muda yang cantik dan good body. Hanya sedang apes dan harus ganti rugi. Hingga mendapat pekerjaan yang sebenarnya sungguh menyiksa jiwa bagi Shanumi!

Tok Tok Tok

Umi kembali terkejut dan menoleh ke pintu. 

“Bukain, Um. Tadi aku pesen makanan,” ucap Daehan santai sambil mengubah posisi miring kepalanya. 

Shanumi gesit turun ranjang dan menuju pintu. Sangat terkejut saat sudah dia buka lebar-lebar daun pintu.

Tiga orang berseragam dinas coklat telah siaga di depan pintu kamar. Alias para petugas satpol PP dengan wajah-wajah garang bak raja hutan! 

Alamak! Bagaimana ini?!

🍓

Dearest Readers....

Mohon Vote dan penilaian buku ini yaaa

Mohon subscribe dan ulasan bintang 5 agar penulis semangat.

Terima kasih.

Comments (5)
goodnovel comment avatar
kamiya san
Maaf, Kak. Bukan seperti itu... ...
goodnovel comment avatar
kamiya san
Big no!!!!!!!!!
goodnovel comment avatar
himawan ginting
Cerita sex sedarah
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Istri Perawan Disangka Janda   Bab 2

    Malang tak dapat ditolak, apalagi diprediksi. Seperti halnya kali ini. Petugas sidak kukuh memberi sanksi pada para penghuni kamar yang dilabel sedang mesum. Tidak kecuali dengan Daehan dan Umi. Wajah lelaki tampan itu memerah dan tegang. Tidak menyangka niatan berteduh jadi sesialan seperti ini. Umi menatap cemas pada petugas sidak yang barusan mendekati Daehan dan merraba tubuh besar itu tanpa segan. Meski pemilik badan mengibas kasar, para petugas abai dan semakin berwajah sinis setelahnya.“Alibi kalian sama sekali tidak masuk akal. Bisa jadi juga disertai ancaman dan kekerasan. Melihatmu yang tidak berpakaian dalam dan wajah wanita ini seperti habis dianiya, kalian masuk ke dalam daftar pasangan haram yang disanksi.” Petugas sidak berbicara tegas dan tajam.“Jangan menuduh. Sudah aku tegaskan, dia pekerjaku. Tidak ada kamar lagi. Aku kasihan sebab tadi kehujanan. Dia perempuan, tidak mungkin aku biarkan di luaran! Mukanya bengkak sebab suntik cantik, bukan tanganku yang bikin!”

    Last Updated : 2024-12-05
  • Istri Perawan Disangka Janda   Bab 3

    Dalam penelurusan singkat melalui Kartu Tanda Penduduk yang terhubung pada Kartu Keluarga, Umi dan Daehan adalah lajang yang bukan saudara mara dan kerabat. Memiliki alamat serta tempat tinggal berjauhan. Itu adalah faktor utama mereka wajib disatukan. Tanda tangan di berkas sah nikah yang bukan buku nikah baru saja selesai oleh keduanya saat satu panggilan masuk untuk Daehan. Maka lelaki itu pergi meninggalkan ruangan dengan dalih bertelepon. Umi menyusul setelah meladeni beberapa pertanyaan petugas sendirian. Di sana Umi bicara jujur segalanya dan Daehan sama sekali tidak mengetahui. Juga masih ada dua pasang lagi yang bernasib sama untuk dinikahkan dengan mudah. Tentu saja sangat mudah, hanya bermodal KTP, janji mahar, ijab kabul dan dua mempelai itu sendiri. Tanpa bersusah payah dengan syarat ribet pernikahan biasanya pun mereka sudah sah. Bahkan beberapa kali, para petugas mengingatkan pada para pengantin hasil sidak untuk lebih baik bersyukur. Umi dan Daehan sendiri sangat

    Last Updated : 2024-12-05
  • Istri Perawan Disangka Janda   Bab 4

    Tidak sia-sia Umi masak soto sedikit banyak yang tidak habis untuk satu orang. Sebab hujan masih turun deras, kuliner langganan Daehan sudah tutup lebih awal. Tunangan cantiknya kelaparan, masakan perdana Umi pun jadi. Tidak menyangka masakan janda burik itu enak sekali. Bahkan Intana sangat suka. Lupa dengan hinaan jorok yang tadi dilontarkan. Jika tidak ingat bahwa yang masak pun sedang lapar, mungkin Daehan sanggup menghabiskan. “Niat masak buat dinikmati sendiri, malah dapat sisanya doang, dikit lagi,” ucap Shanumi menggerutu sambil berjibaku dengan barang pecah belah di wastafel.“Nggak sopan banget, gini amat nasib istri sah.” Shanumi mengeluh kesal. Tetapi juga menyimpan tawa. Merasa konyol dengan ucapan sendiri yang menyebut diri istri sah.“Udah masak buat orang … eh, panci-pancinya pun kena nyuci sendiri. Sabar ya, Shan … Ini demi dapat uang tambahan lebih cepat!” ucap Shanumi yang kali ini agak keras. Bersaing dengan suara air kran dan panci yang beradu.“Um, kamu ini ngg

    Last Updated : 2024-12-05
  • Istri Perawan Disangka Janda   Bab 5

    Shanumi telah meluncur ke dalam kamar yang sempat diwariskan sopir, Agung padanya. Mengemasi barang yang tidak banyak untuk rapi kembali ke dalam tas. Perasaannya kini tidak terjabar. Antara lega dan puas, sebab dengan gaji penuh dirinya terbebas dari tugas. Juga bersit terhina sebab Daehan sama sekali tidak menganggapnya. Bukan sebagai istri, tetapi telah menolaknya sebagai pekerja. Meski burik, mungkin Daehan masih bisa menerima Shanumi terus bekerja jika tidak terhasut oleh ucapan Intana. Entah sedalam apa cintanya pada si tunangan hingga setunduk itu.Yang jelas, Intana adalah wanita bermulut madu yang beracun. Berlidah belut yang licin di mata Shanumi. Terbukti bagaimana Intana meyakinkan pada petugas jika kerusakan mobil mewahnya bernilai puluhan juta untuk biaya servis. Padahal tidak seberapa. Hanya beberapa goresan yang sama sekali tidak menyebabkan bekas cacat. Garit gores itu bisa dipoles cepat dengan dibawa ke bengkel servis mobil profesional. Namun, tetap Shanumi juga y

    Last Updated : 2024-12-05
  • Istri Perawan Disangka Janda   Bab 6

    Celana abu muda menggantung di mata kaki berpadu atasan blouse putih, membuat penampilan Shanumi terlihat segar, elegant dan cerah. Rambutnya diikat tinggi dengan wajah berpoles tipis menarik. Meski kesan bengkak masih menyisa, kecantikan raganya tidak bisa ditutupi. “Sudah minum suplemenmu, Shan?” Yena menghampiri Shanumi di kursi dapur. “Sudah, barusan. Thanks, Yen.” Shanumi yang barusan berbincang dengan pegawai dapur, mendekat dan duduk di dekat Yena. Menerima segelas lemon madu hangat dari sang karib dan meminumnya hingga tandas. “Meski wajahmu belum pulih, cantikmu mulai kembali, Shan. Semangat, ya. Jika nggak menang dan wanita itu datang minta uang, pakai aja duit kafe. Sisanya kita kejar…,” ucap Yena membujuk. Iba jika Shanumi sebenarnya tertekan dan banyak yang dipikir. “Jangan, aku nggak mau ngusik dana kafe. Takut tiba-tiba sepi dan ngaruh ke gaji mereka. Pasti ada dana dari pintu lain. Kamu jangan risau, Yen.” Shanumi berkata sambil meletak gelas kosong di meja sebela

    Last Updated : 2024-12-23
  • Istri Perawan Disangka Janda   Bab. 7

    Shanumi melambat langkah dan segera memutar lewat pintu belakang ruko. Dadanya kembali tidak aman dengan degub jantung lebih kencang. Bagaimana tidak… Daehan terlihat duduk makan dengan santai di kafenya! Meski sadar sebab dibawa Intana, rasa teruja tetap ada. Seorang pembesar hotel berbintang datang ke kafe sekecil ini. Bahkan disinyalir oleh Yena, lelaki tampan itulah pemiliknya. Yena jauh lebih lama dari Shanumi tinggal di Surabaya. Apalagi letak kafe ini cukup dekat dengan Hotel Rasyid di jalan yang sama, Jalan Pahlawan. Pasti ucapan Yena bukanlah asal dan karangan. Fakta …?!Bersit serakah, peluang dalam kesempitan dan pemerasan pada Daehan kembali berkelebat di kepala Shanumi yang memang tidak berkerudung. Bukan salahnya, tetapi sebab Intana yang arrogant dan janji lelaki itu terhadapnya. Jadi, tidak salah jika ini adalah kesempatan emas yang musti diambil. “Shan… tolongin, Shan. Lemes akunya…!” seru Yena saat sampai di lantai atas. Dia sempat melihat Shanumi datang lewat pin

    Last Updated : 2024-12-24
  • Istri Perawan Disangka Janda   Bab 8

    Dari peserta paling ujung sebelah kiri, bergiliran membawa baki berisi semangkuk kecil masakan ke meja Daehan. Lalu berdiri di hadapan sampai pria terhormat itu puas mencicipi dan kemudian menyuruh pergi. Hingga kini tiba giliran Shanumi. “Terima kasih sudah diberi kesempatan, Pak. Semoga berkenan dan harap dipertimbangkan hasil olah tangan saya.” Shanumi mundur dan bicara setelah meletak mangkuk sotonya di hadapan Daehan. Lalu melangkah ke belakang lagi dan berdiri menunggu tanpa melirikkan mata pada Intana. Terlihat tenang, padahal dalam dada jumpalitan. Daehan seperti tersedak, tetapi tidak mampu menghentikan suapan soto yang terasa nikmat dan segar itu sampai di tetes terakhir. Sempat memandang gadis cantik di depannya dan merasa heran. Kenapa tidak tampak terkejut atau menunjuk perilaku pernah melihat Daehan sebelumnya? Tidak mungkin gadis itu lupa bahwa dirinya, owner Hotel Rasyid adalah kekasih Intana yang selalu bersikap tidak ramah padanya. Daehan menilai jika Shanumi a

    Last Updated : 2024-12-25
  • Istri Perawan Disangka Janda   Bab 9

    Shanumi yang mendapat hantaman keras dan mengira jika dirinya akan terjengkang, ternyata tidak. Daehan telah menangkap cepat punggungnya. Harum wangi dari badan besar dan tinggi telah melenakan sesaat. Dua badan beda gender itu terlihat seperti saling peluk sebelum sama-sama menjauhkan diri tergesa. Shanumi benar-benar merasa degub kencang dan gugup. “Anda ini kenapa?” tanya Shanumi ketus tetapi salah tingkah. Lelaki itu menatapnya tenang seperti tidak terkejut. “Aku lupa membawa dompetku… tetapi kamu tiba-tiba berbalik. Jalanmu cepat nggak lihat haluan. Aku nggak sempat menghindarimu.” Daehan bicara tenang sambil bergeser mendekat ke meja dan menarik laci. “Ini kartu namaku. Daripada kamu nyesel nggak nyimpan nomorku,” ucap Daehan sambil mengulurkan selembar kartu nama. Shanumi menerima tanpa kata. Pria itu kembali berlalu meninggalkannya. Seperti tidak ada dompet yang diambil Daehan dari laci, hanya mengambil selembar kartu yang kini digenggamnya. “Memang. Dia pengertian juga…

    Last Updated : 2024-12-25

Latest chapter

  • Istri Perawan Disangka Janda   Bab 88

    Bukan taksi yang membawa Khaisan dan Sazlina dari stasiun menuju rumah Oma di Osaka. Tetapi Daehan sendiri dengan mobil sang nenek yang hanya sentiasa terparkir di garasi sebagai pajangan selama ini, amat sangat jarang digunakan. Apalagi setelah suami tiada beberapa bulan lalu. Sopirnya pun sudah dipensiunkan. Hanya kadang akan mencari sopir sewa atau menaiki taksi saja untuk bepergian. Itu pun sangat jarang, mengingat kondisi Oma yang menghalangi untuk membuat perjalanan jauh. “Kamu yakin, Oma baik-baik saja di rumah?” tanya Khaisan dengan nada gusar. Menatap Daehan yang mengemudi di sebelahnya. Sazlina dibiarkannya duduk sendiri di belakang. “Soal itu… dia barusan kritis, mana bisa yakin. Shanumi dan perawat sedang jaga di rumah. Selama mereka gak ngasih kabar buruk, anggap saja Oma lagi aman. Lagipula sambil beliin dia resep Kampo.” Daehan menjelaskan sambil fokus mengemudi. Terlihat santai yang jauh dari panik. Khaisan terdiam, merasa sedikit lega akan kondisi lumayan omanya.

  • Istri Perawan Disangka Janda   Bab 87

    Hana dan Daishin telah selesai berbicara. Meski tidak lama, lumayan menyampaikan segala masalah mengganjal pada keduanya. Hana berniat meninggalkan ruang pantry. “Matikan airnya, Shin.” Hana menegur Daishin yang membiarkan air dari kran di wastafel terus mengalir. Lelaki itu terus menadah tangan di bawahnya dengan bungkam dan mematung. Mungkin omongan Hana barusan cukup mengena dalam di perasannya kali ini. “Mama akan turun. Kamu cepat istirahat. Jika kondisimu bagus, kita juga nyusul ke Osaka besok saja. Semoga kondisi ibu mertua lekas membaik. Hmm… apa kereta tercepat masih ada malam-malam begini?” Hana berbicara lagi setelah Daishin mematikan kran hingga airnya mati total. Nada suara yang biasa dan seolah tidak ada hal mengganjal apa-apa lagi di hatinya. Hana teringat pada Sazlina dan Khaisan yang seharusnya sudah siap meluncur ke Osaka. Jika siang akan mudah dengan menaiki kereta cepat Nozomi Shinsaken. Namun, jika malam begini, adakah? Sedang jam operasi maksimal untuk stasi

  • Istri Perawan Disangka Janda   Bab 86

    Pantry yang tidak luas itu terasa lebih lapang sebab lengang. Meski auranya panas dan penuh bara api. Sazlina hingga menahan napas dan tegang. Menduga jika Khaisan sedang sangat marah. Bersyukur dirinya tidak mengeluh berlebihan. Bukan dirinya yang dipikirkan, tetapi Daishin yang akan mendapat murka dari suaminya. “Ulangi tadi apa yang kamu bilang pada istriku, Daishin…!” Khaisan memecah hening dari kebungkaman mereka yang lama. Suaranya tajam dan keras. Cukup menggema di sekitaran ruang pantry dan penjuru lantai dua. Daishin mungkin sudah menduga, tetapi gerakan tangan dari mengaduk sup di mangkuk terjeda. Seolah sedang berpikir apa yang akan dia ucapkan. Lalu memutar kursi dan berhadapan pandang langsung dengan Khaisan. “Maaf, Mas. Mungkin aku lancang kali ini. Tetapi aku sudah tidak bisa menahan diri. Jujur, aku pernah suka dengan Sazlina saat di agensi. Tetapi dia terus menolak dan tiba-tiba pulang ke Indonesia. Sekarang tiba-tiba bertemu dan tiap hari melihat, perasaan itu da

  • Istri Perawan Disangka Janda   Bab 85

    Ada satu handuk baju di dalam kamar mandi. Mungkin Khaisan sengaja menyisakan untuk di pakai oleh Sazlina. Lelaki itu lebih memilih selembar kecil handuk untuk dililitkan di tubuh saat sudah keluar dari kamar mandi. “Untuk apa baju basah itu dibawa-bawa?” tegur Khaisan. Merasa tidak suka melihat Sazlina menenteng baju kotornya yang basah. “Kubawa ke kamarku, akan kucuci dan kujemur.” Sazlina sambil salah tingkah, bingung dengan tetesan air dari baju basah di tangannya ke lantai. “Letak kembali di dalam, biar diurus Mijhe. Lekas ganti baju, nanti kamu masuk angin,” ucap Khaisan pelan. Paham jika Sazlina merasa segan. Sazlina yang galau tidak membantah, segera masuk kembali ke kamar mandi dan meletak seluruh baju basahnya di sudut. Berpikir Mijhe akan maklum sebab sudah tahu tentang pernikahannya. Kemudian keluar lagi dengan perasaan berdebar. “Aku akan ke kamarku, tukar baju.” Kata Sazlina sambil tergesa menuju pintu. “Ada banyak baju di almari!” seru Khaisan bermaksud menahan.

  • Istri Perawan Disangka Janda   Bab 84

    Setelah meladeni wawancara heboh dari mamanya, juga beberapa pertanyaan dari papanya, serta dilepas oleh pandangan masam dari Clara, Khaisan membawa Sazlina naik tangga ke lantai dua. "Mas Daishin ke mana...," gumam Sazlina lirih sambil mengikuti Khaisan. "Dia sudah besar. Tidak usah dicari-cari." Khaisan yang mendengar pun menyahut datar. Kemudian menghentak tangan kecil yang terasa halus di genggamannya. “Aku…,” ucap Sazlina tercekat saat Khaisan menyeretnya menepi ke arah kamar miliknya. Perasaannya berdebar dengan apa yang bakal terjadi kemudian. Pikiran nakal di kepalanya seketika menggoda. “Kenapa, keberatan? Siapa yang ngotot ingin dibawa ke kamarku?” tanya Khaisan sambil membuka pintu kamar yang tidak dikuncinya. “Aku … tidak. Tapi, kamu tidak akan berbuat hal jahat, kan?” tanya Sazlina asal. Hatinya semakin berdebar. “Bagaimana jika iya?” tanya Khaisan. Senyum samarnya terlihat dalam remang. Lampu lorong balkon selalu dimatikan Mijhe selepas waktu isya. Hanya sorot bula

  • Istri Perawan Disangka Janda   Bab 83

    Sazlina yang sangat terkejut dan takut, merasa itu semua ternyata sangatlah sia-sia. Khaisan hanya menariknya menuju mobil yang telah dibawa driver mendekat. Bukan ke mana-mana atau menganiaya seperti sangkanya. “Kamu pikir aku psikopat?” tanya Khaisan saat mereka sudah duduk di dalam dan Sazlina berkata akan luah rasa leganya. “Kupikir kamu sangat marah…,” sahut Sazlina yang terdengar engah pada suaranya. Sisa paniknya barusan mesih melekat. “Aku tidak berbuat melampaui batas, bukan bermakna aku tidak marah. Jangan merasa senang dulu.” Khaisan menegur dengan ekspresi tidak ramah. Kendaraan berjalan pelan meninggalkan area Kingnyo di Roppongi. “Apapun perasaanmu, aku sudah minta maaf. Aku merasa senang, kamu seperti sangat peduli padaku. Tiba-tiba aku menyesal kenapa tidak menikah sedari dulu. Ada seseorang yang peduli padaku di tempat jauh, rasanya jadi haru.” Sazlina berbicara jujur dengan yang sedang dirasa. “Kamu ingin menikah dari dulu? Siapa yang kamu harap menikahimu?” tan

  • Istri Perawan Disangka Janda   Bab 82

    Khaisan membanting pintu hingga menghempas dinding dan berbunyi keras. Namun pintu yang terpental itu kembali menutup sendiri dengan perlahan. Seolah sangat rela akan perlakuan sang tuan padanya.Pria penguasa kamar menyambar dua power bank sekaligus dari laci. Tidak ingin kejadian habis baterai terulang kembali di saat yang tidak diinginkan. Lalu dibawanya ke sofa dan menghempas diri kasar di sana. Sambil menyalakan ponsel, matanya menyapu seluruh sudut kamar dengan nuansa tampak baru. Sangat segar, rapi dan bersih lebih dari sebelumnya. Sayang sekali perempuan yang ingin dibawanya dengan tidak sabar malam ini telah membuatnya marah dan sangat kecewa. Beberapa pesan yang di antaranya dari Sazlina telah dibaca segera. Hanya memberi tahu tentang perginya menemani pelancong dari Thailand dan juga ada kalimat minta maaf. “Di mana posisi mereka terakhir?” Khaisan sedang menghubungi driver yang bertugas membawa pelancong dan Sazlina. Lelaki itu sudah memberi laporan akan tugasnya sejak

  • Istri Perawan Disangka Janda   Bab 81

    Sazlina tidak jadi menutup pintu saat namanya dipanggil. Ternyata Daishin yang sudah sampai di depan kamar. “Ada apa, Mas?” Sazlina membuka pintu lebih lebar. Mereka baru selesai sarapan pagi. “Orang dari Thailand mempercepat penerbangan, mereka sudah check-in pukul enam pagi tadi, emailnya baru masuk. Tengah hari kita harus sudah standby di Bandara Narita. Kamu sudah siap?” tanya Daishin serius. “Benarkah, syukur tidak jadi malam…,” sambut Sazlina setengah mengeluh. Ekspresi lega teebaca jelas di wajah eloknya. “Untuk sementara mereka hingga sore saja di Tokyo. Mereka ingin ditemani olehmu, maksudku, guide dari Indonesia dengan bahasa mereka hanya saat di Ueno, Saz. Selebihnya kita lepas.” Daishin menjelaskan buru-buru. Ada galau di wajah Sazlina. Khawatir jika gadis itu tiba-tiba membatalkan. Tidak ada ikatan kerja pada Sazlina kali ini. Sedang agensi dengan pengunjung dari Thailand, lebih dari sekadar perjanjian tulis. Akan tercoreng nama agensi andai Sazlina berubah

  • Istri Perawan Disangka Janda   Bab 80

    Sazlina akan keluar kamar saat Shanumi datang menjemput. Adiknya terlihat rapi dan cantik dengan gamis modis serta hijab yang menutup di kepala. Mengajak makan pagi ber sama-sama di ruang makan lantai satu. “Mbak, matamu kayak bengkak…,” ucap Shanumi sambil memandang mata kakaknya. Mereka di depan pintu dengan Sazlina yang menutup. “Iya, Nok.” Sazlina mengakui. Bersiap jujur andai Shanumi bertanya detail. “Hari ke dua dan ke tiga haidmu, ya?” tanya Shanumi menebak. Sazlina menghembuskan napas panjang. “Kamu dah hapal ya, Nok.” Sazlina sambil tersenyum. Niat ingin cerita semua pada adiknya pun urung. “Mana lupa, wajah suka bengap saat bangun tidur waktu haid. Malah yang kita sama itu, suka demam pas menjelang datang harinya, Mbak.” Shanumi tiba-tiba meraba dahi Sazlina. “Kali ini aku sehat aja sih, Nok.” Sazlina sambil tersenyum.“Alhamdulillah, Mbak. Nggak demam, ya.” Shanumi menurunkan tangannya dari dahi Sazlina yang kemudian mengangguk. “Kamu mau keluar, Nok?” tanya Sazlina

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status