Larut malam.Sonia memasuki restoran dengan perlahan. Baru saja dia melepaskan sepatu hak tingginya, lampu di ruang tamu tiba-tiba menyala. Dia spontan merasa syok.“Kenapa kamu pulangnya malam sekali? Ke mana kamu?” Terdengar suara dingin Sandy.Sonia menelan air liurnya berusaha untuk bersikap tenang. “Tadi aku kumpul dengan beberapa klien. Kami mengobrol dengan sangat gembira, jadi lupa waktu.”“Kenapa aku dengar-dengar kalian sudah bubar sekitar jam 21.30?” Kali ini suara Sandy semakin dingin lagi. Kelihatan sekali amarahnya sudah di ujung ambang.Sonia mengerutkan keningnya. Sebenarnya si berengsek mana yang memberi laporan kepada Sandy?“Iya, acaranya memang bubar sekitar jam 21.30. Hanya saja, asistenku si Delon minum kebanyakan karena bantu menghabiskan jatahku. Nggak mungkin aku nggak menghiraukannya, ‘kan?”Sonia melepaskan sandal, lalu berjalan ke hadapan Sandy dengan perlahan. Terlintas senyuman di wajahnya. “Hanya aku saja yang nggak minum alkohol. Jadi, aku antar dia ke r
Di dalam ruang kerja, Sonia telah menghabiskan setengah cangkir kopi. Akhirnya dia mendengar suara buka pintu.Delon berjalan ke depan mejanya dengan takut. Dia menunduk tidak berani menatap Sonia. “Bu Sonia, ada urusan apa kamu mencariku?”Sonia tersenyum padanya. “Sekarang hanya ada kita berdua di ruangan ini. Kamu nggak usah bersikap terlalu sungkan terhadapku. Gimana kalau kamu panggil aku Sonia seperti semalam saja?”Delon merasa sangat syok. “Semalam … kita ….”“Emm, kita sudah tidur bersama.” Sepertinya Sonia sedang membayangkan apa yang terjadi semalam. Dia menjilat ujung bibirnya. “Semalam performamu cukup bagus. Aku merasa sangat puas.”“Aku ….” Saking syoknya, Delon bahkan tidak bisa berdiri dengan tegak lagi. Dia menopang tubuhnya dengan memegang meja. Dia melihat ke sisi Sonia sembari memelas. “Aku … aku benar-benar sudah mabuk semalam. Bu Sonia, kamu bisa menghukumku, tapi aku mohon jangan pecat aku!”“Bukannya aku lagi memujimu? Mana mungkin aku akan menghukummu?”Sonia
“Chelsea, Pak Herbert ingin bertemu sama kamu.” Terdengar suara dingin Daisy dari ujung telepon.Hati Chelsea terasa syok. Suaranya seketika juga menjadi dingin. “Oke, beri tahu aku alamat dan waktunya.”Herbert benar-benar tahu bagaimana cara mengendalikan Chelsea. Dia langsung menyuruh Daisy untuk berhubungan langsung dengan Chelsea. Mana mungkin juga Chelsea bisa menolaknya?Tentu saja Daisy tahu kenapa Chelsea bisa menyetujuinya dengan begitu cepat. Hatinya terasa tidak nyaman. “Aku akan kirimkan kepadamu.”“Emm,” balas Chelsea, lalu bertanya, “Apa Herbert mempersulitmu?”“Nggak, kok. Kamu nggak usah mencemaskanku.” Usai berbicara, Daisy langsung mengakhiri panggilan.Setelah Daisy menurunkan ponselnya, segelas anggur merah muncul di dalam pandangannya.“Apa Bu Chelsea menyetujuinya?” tanya Herbert.“Emm.” Daisy mengambil gelas anggur. Tanpa menatap Herbert sama sekali, dia langsung meneguk alkohol hingga tidak bersisa.Herbert tersenyum tipis. “Ternyata asisten andalan Malcolm mem
Tak lama kemudian, Firman dan Rangga telah tiba di dalam paviliun. Mereka menyapa Herbert dan Chelsea dengan ramah.Abangnya Anita, Firman, berkata dengan tersenyum, “Bu Chelsea, kita bertemu lagi. Ternyata kita cukup berjodoh!”Namun, Chelsea malah tidak meladeninya sama sekali.Suasana hening ini terasa agak canggung. Kali ini, Firman tidak bisa mempertahankan senyuman di wajahnya lagi. Namun, dia hanya bisa memaki dalam hati, ‘Dasar wanita sialan! Sok sekali!’Ketika melihat situasi ini, Herbert pun bersuara untuk memecahkan rasa canggung. “Duduklah! Coba cicipi teh yang kuseduh ini.”Kali ini, Firman baru kembali tersenyum. “Terima kasih, Pak Herbert.”Setelah mereka berdua duduk di tempat, paviliun yang tadinya tergolong luas seketika terasa agak sempit.Herbert ingin menuangkan teh untuk mereka berdua. Tiba-tiba, adiknya Anita, Rangga, malah merebut teko teh dari tangan Herbert. “Kedudukanku paling rendah di sini. Sudah seharusnya aku menyeduh teh untuk kalian. Kenapa malah Pak H
Tangan Chelsea yang diletakkan di bawah meja batu dikepal dengan erat. Beberapa saat kemudian, dia mulai melepaskan kedua tangannya. Dia menatap Herbert dengan tatapan tidak bergejolak. “Pak Herbert, aku sudah mengatakan sebelumnya, untuk apa melibatkan Perusahaan Farmasi Norman dalam kerja sama di antara kita?”Senyuman Herbert sangat lembut. “Aku penasaran, atas dasar apa sebuah perusahaan kecil seperti Perusahaan Farmasi Norman berhasil bekerja sama duluan dengan Hope? Bu Chelsea sengaja mengulur waktu atau ….”Herbert sengaja menghentikan omongannya sejenak. Dia merendahkan nada bicaranya. “Apa Bu Chelsea sama sekali nggak berencana untuk bekerja sama dengan Perusahaan Farmasi Hermera?”Chelsea menggertakkan giginya. Sepertinya hari ini Herbert ingin memaksanya untuk memberi sebuah penjelasan. “Ternyata begini cara berbisnis Pak Herbert.”Usai berbicara, suasana seketika terasa tegang. Kedua pria yang sedang duduk di samping pun mulai berkeringat dingin. Apa perang akan segera dimu
“Teknik akupunkturmu sungguh mirip dengan teknik yang dikuasai temanku. Sudah bertahun-tahun aku nggak bertemu dengannya.” Herbert sedang memikirkan sesuatu. Setelah dipikir-pikir, sepertinya mereka sudah 30 tahun tidak bertemu. Waktu berlalu terlalu cepat.“Semua teknik pengobatan akupunktur hampir mirip. Meski ada perbedaan, itu juga hanya sedikit saja. Mungkin Pak Herbert salah lihat.”Chelsea berpikir, Calvin sudah tua, mana mungkin dia berteman dengan Herbert? Chelsea diam-diam mengamati Herbert. Ketika melihat penampilannya yang mirip seorang pebisnis itu, sepertinya dia tidak mirip dengan seseorang yang mengerti teknik pengobatan tradisional.Herbert merasa Chelsea sedang menatapnya dengan tatapan penuh rasa curiga. Dia hanya tersenyum saja. “Mungkin Bu Chelsea nggak tahu. Sebelum aku ke luar negeri, aku pernah mempelajari teknik pengobatan tradisional. Aku tergolong paham soal teknik akupunktur.”Chelsea tertegun sejenak. “Kamu pernah mempelajarinya?”“Memangnya nggak mirip?” S
Ada banyak kode di atas layar.Kening Chelsea berkerut. Dia semakin bingung lagi. “Ngapain kamu melihatnya?”“Timothy menyuruhku untuk menelitinya.” Ferdy berbicara dengan serius. “Tadi dia suruh aku kemari, katanya ingin memberiku sebuah tugas. Dia ingin aku merevisi program ini.”Chelsea sungguh tidak percaya dengan apa yang didengarnya. “Kamu bisa tulis program?”“Nggak bisa.”Chelsea terdiam. “Hanya saja, aku bisa belajar.”Tatapan Ferdy kembali tertuju pada layar laptop. Tatapannya saat ini kelihatan sangat tegas. “Benar apa kata Timothy. Kalau aku ingin mendekatinya, kami mesti memiliki topik pembicaraan yang sama.”Chelsea menatap Ferdy sekilas. Sepertinya pria ini sedang serius!“Bukan … masalah program itu rumit sekali. Lagi pula, nggak ada gunanya kamu belajar semua itu. Bukannya sama saja kamu lagi membuang-buang waktu?” Chelsea sungguh tidak habis pikir. “Timothy masih kecil. Kamu nggak usah masukin ucapannya ke dalam hati, apalagi menganggap serius semua ucapannya.”Chels
“Saat aku memutuskan untuk menginvestasi Perusahaan Farmasi Norman, kamu mengatakan Perusahaan Farmasi Hermera dan Norman berencana untuk bekerja sama denganmu.”Ferdy menjelaskan dengan perlahan, “Di antara kedua kandidat itu, tentu saja aku lebih berharap kamu bisa bekerja sama dengan Perusahaan Farmasi Norman. Hanya saja, aku nggak bisa ikut campur dalam keputusanmu secara terang-terangan.”“Jadi, aku memutuskan untuk menginvestasi Perusahaan Farmasi Norman. Setidaknya aku bisa membuatnya lebih percaya diri ketika menghadapi saingan bisnisnya.”Kening Chelsea berkerut. Dia sungguh tidak menyangka investasi ratusan miliar itu dilakukan hanya demi sebuah motif kekanak-kanakan?“Apa kamu nggak pernah kepikiran, kalau aku nggak bekerja sama dengan Perusahaan Farmasi Norman, butuh waktu yang sangat panjang untuk bisa mendapatkan keuntungan dari investasimu?” tanya Chelsea.“Nggak.” Ferdy tersenyum tipis. “Aku sudah menyelidiki bisnis Perusahaan Farmasi Norman. Aku bisa menebak kalau kamu