Bab 3
Dag dig dug Detak jantung Laura semakin berdetak kencang dan tak karuan. Alvaro menatap gadis cantik yang menundukkan kepalanya sambil memilinkan ujung hijabnya itu. Kiki semakin merasakan kecemasan yang mendalam, takut ia salah dalam hal ini, namun diluar dugaan. Alvaro langsung saja menarik tangan Laura dengan penuh kelembutan. "Ikut saya," pinta Alvaro yang membawa Laura masuk ke kamar. kiki menghela nafas lega dan mengelus dadanya, Kiki tampak tersenyum malu-malu. "udah gak sabar ya pak?" tanya Kiki dengan sedikit tengil. Cetakk 'Awww' pekik Kiki mengusap jidatnya Alvaro menyentil jidat Kiki karena merasa geram dengan bocah berusia 18 tahun yang menjadi asisten rumah tangganya. "Apaan ki?" tanya Alvaro "Itu loh pak, anu.. apa ya." jawab kiki yang kebingungan ingin melanjutkan perkataannya. "Anak kecil jangan mikir yang macam-macam, lakukan tugas mu dengan baik," ucap Alvaro "Ba-baik pak Al," ucapnya sedikit takut melihat tatapan tajam Alvaro. "Kamu boleh tinggalkan tempat ini," ucap Alvaro datar. "Siap pak bos." ucap kiki sambil membuat gerakan hormat kepada majikan nya itu. "Mainnya jangan galak-galak pak bos," lanjut kiki yang kemudian langsung kabur dari hadapan Alvaro dan Laura. Alvaro geleng-geleng kepala melihat kelakuan Kiki yang sudah dianggap seperti adiknya sendiri. Setelah kepergian kiki, Alvaro langsung menutup pintu kamarnya, sedangkan Laura tampak khawatir dan sedikit takut dengan sorot tajam Alvaro. Alvaro berjalan ke arah nakas, dan membuka laci nakas tersebut, lalu mengambil kertas dan pulpen. butuh waktu dalam tiga menit ia menuliskan sesuatu dikertas tersebut. Terakhir, ia tempelkan materai dibawah kertas isi perjanjian tersebut. "Silahkan di baca dan kemudian tanda tangan disurat ini," ucap Alvaro sambil menyodorkan lembaran kertas tersebut kepada Laura. Laura mengambil surat tersebut dari tangan Alvaro dan kemudian membacanya dengan penuh teliti. Ia membaca point-point penting yang Alvaro tuliskan dalam kertas tersebut. "Akan bercerai setelah tiga bulan pernikahan. Tidur berpisah kamar. Tidak saling mencampuri urusan pribadi. Bebas melakukan apa saja, asalkan tidak merugikan sepihak. Terakhir, nafkah akan dipenuhi selama menjadi istrinya sebagai tanda ucapan terimakasih karena telah menyelamatkan harga dirinya dan keluarganya dari pernikahan itu, kecuali nafkah batin. Rumah ini akan di urus kepemilikan nya atas nama Laura sebagai hadiah mahar darinya, anggap saja karena kebaikan Laura yang telah bersedia menikah dengannya, demi menyelamatkan harga diri mereka di depan semua orang," lirih Laura yang membaca isi surat perjanjian tersebut. "Apakah ini seperti pernikahan kontrak? Maaf, Maksud ku, apakah ini seperti perjanjian kontrak?" Tanya Laura "Yap! lebih tepat nya seperti itu," jawab Alvaro "Baiklah, apa yang harus aku lakukan selama tiga bulan dirumah ini?" "Tidak perlu terburu-buru, kiki akan memberitahu kamu nantinya," ucap Alvaro yang kemudian menghubungi kiki kembali melalui ponselnya. "Siapkan kamar sebelah, dia akan menginap disana," kata varelino yang memberi perintah dan langsung memutuskan panggilan nya tanpa ingin mendengar bantahan Kiki. Tidak lama kemudian, kiki langsung muncul dan membawa koper Laura kembali sesuai dengan perintah Alvaro, "Bu bos, ayo kita pindah ke kamar sebelah, hawa disini sepertinya tidak mengenakkan," celetuk kiki yang kemudian langsung membawa Laura pergi dari kamar Alvaro. Alvaro menatap kepergian Laura dan kiki, ia menghembuskan nafasnya, "Untuk sementara waktu, biarlah berjalan dengan semestinya, ini terlalu rumit. Bahkan wanita yang aku cintai saja, dengan teganya membatalkan pernikahan kami dihari akad," batin Alvaro merasa sakit mengingat hal tersebut. Kemudian Alvaro membuka ponsel nya dan langsung memblokir nomor Bella. Seperti nya, hari ini adalah hari yang begitu banyak pengalaman dan pelajaran bagi seorang Alvaro, wanita mana lagi yang harus ia percaya? jika seorang wanita yang ia cintai saja dengan teganya mengecewakan hati nya! Apalagi orang lain? bahkan dengan tidak punya perasaan, Bella tega membatalkan pernikahan mereka yang telah disepakati dengan keputusan bersama. Sepertinya akan sulit bagi Alvaro untuk jatuh cinta kembali, kecuali jika takdir harus membawanya kembali dalam bahtera cinta yang begitu tulus. ** Sementara dikediaman Eliza, Plak! Plak! Eliza menampar Bella sang putri, karena telah berani mempermalukan dirinya dan menjatuhkan harga dirinya dihadapan khalayak ramai. "Dasar anak kurang ajar kamu bella! Mama sudah memperingatkan kamu jauh-jauh hari, jika kamu ragu untuk menikah dengan Alvaro beritahu kepadanya jauh-jauh hari sebelum hari akad!" ucap Eliza penuh dengan amarah. "Puas kamu? puas kamu telah mempermalukan mama dan juga keluarga kita karena ulah kamu sendiri hah?" bentak Eliza. "Katakan! kenapa kamu harus membatalkan pernikahan ini secara dadakan hah?" Ucap Eliza penuh dengan emosi "Selain aku tidak mencintainya, Andy juga sudah kembali, dia ingin melamar ku, Ma. Bukankah sudah dari dulu aku katakan, jika aku mencintai Andy! hanya saja saat itu, ia menghilang tanpa kabar, ternyata dia menghilang karena dalam masa tugasnya! " ungkap Bella. "Jika kamu mencintai Andy, kenapa kamu tidak bertekad untuk menunggunya pulang setelah selesai dari masa tugasnya hah? " tanya Eliza penuh kekecewaan terhadap Bella. Sesaat Bella terdiam, dan melanjutkan perkataannya, "Saat itu, aku takut Andy tidak serius dengan perkataan nya. Karena tidak ada pilihan lain, ketika Alvaro menyatakan cinta kepadaku, aku langsung menerima cintanya. Aku akui, aku salah dalam hal ini, Ma." "Namun, aku juga tidak dapat membohongi perasaan ku, jika aku butuh perhatian dari sosok lelaki seperti Alvaro. Meskipun rasanya berat menerima cinta Alvaro, aku tetap menerimanya, karena aku begitu kesal kepada Andy yang menghilang tanpa kabar," ungkap Bella "Dan ketika dia mengajak kamu untuk menikah? kamu tidak menolaknya sama sekali?" tanya Eliza yang tidak habis fikir dengan jalan pikiran Bella. Eliza menggelengkan kepala nya, sambil terkekeh kesal "Lelucon macam apa ini yang kau mainkan Bella?" ucap Eliza tertawa miris "Lelucon kata mama? lebih baik tidak menikah dari pada menderita seumur hidup! aku tidak bisa menikah dengan lelaki yang tidak aku cintai, Ma. menikah itu seumur hidup. Dan lihatlah pernikahan mama dan papa, dari pernikahan kalian saja, aku bisa mengambil pengalaman dan pelajaran, jika menikah tanpa cinta maka akan berujung kepada perpisahan!" ucap bela dengan lantang "jadi anak broken home itu capek, Ma. Hidupku berantakan, aku menjalani kehidupan seperti sendirian, aku juga yang mengurus kedua adik ku, sedangkan mama? mama sudah menikah lagi, dan papa? papa tidak pernah peduli dengan kehidupan kami. Jadi wajar dong jika aku ingin mencari pasangan yang saling mencintai satu sama lain," ucap nya dengan air mata yang mulai mengalir. "Dan di saat aku sedang kesusahan, mood ku yang hancur dan berantakan, hanya Alvaro yang selalu ada untuk ku, Ma. jadi wajar saja jika saat itu aku mengiyakan permintaan Alvaro tanpa berpikir panjang, karena dia sudah banyak membantu kehidupanku, dan rasanya sangat tidak wajar jika aku menolak keinginan Alvaro yang sudah begitu baik kepadaku." "Aku akui, jika aku memang bukan yang terbaik bagi Alvaro, karena aku sadar jika aku tidak pantas bersanding dengan seorang Alvaro Zayn Argantara." "Justru itu, aku memilih Laura untuk menggantikan posisi ku. Dan aku yakin Laura adalah pilihan yang tepat untuk lelaki sebaik Alvaro. Laura tidak hanya cantik di luar saja, namun dia gadis baik-baik yang memiliki sifat lemah lembut, penyayang dan baik hatinya," ujar Bella. "Aku yakin, tidak sulit bagi seorang Alvaro untuk jatuh cinta kembali kepada sosok perempuan seperti Laura, " ucap Bella penuh keyakinan "Apakah kamu bodoh hah? bagaimana mungkin kamu menyerahkan Alvaro begitu saja kepada Laura? selain Laura sudah memiliki calon pendampingnya sendiri, apakah kamu rela lelaki setampan, mapan dan baik seperti Alvaro menjadi milik orang lain hah? Terutama Laura sepupu kamu, " bentak Eliza merasa tidak ikhlas. "Sadar Bella, sadar! kamu sedang di butakan cinta oleh Andy, jika Andy hanya ingin bermain-main saja dengan kamu, mama harap kamu jangan menyesal dikemudian hari!" ucap Eliza dengan tegas dan langsung berlalu pergi begitu saja. Seketika Bella terdiam, dan langsung beranjak ke kamarnya, dia terlalu lelah dengan situasi ini, seketika tanda tanya besar mulai muncul di hatinya, "Apakah menyerahkan Alvaro kepada Laura adalah hal yang tepat? atau sebaliknya?" batin Bella 'Arghhhh' Bela mengerang frustasi dan mulai mengacak-acak tempat tidurnya, pikirannya mulai kacau saat ini mengingat perkataan sang mama. "Bagaimana jika Laura bahagia? Sementara aku menderita?" BatinnyaBab 4 Pagi hari, matahari tampak malu-malu menampilkan dirinya yang berselimuti awan. Perlahan, cahaya nya mulai memantulkan bayangan yang sempurna dipagi hari. sementara itu, selesai melaksanakan sholat subuh, Laura ingin membereskan dan mulai melakukan aktivitas Bersih-bersih rumah. Rasanya, tidak mungkin bagi Laura tinggal dirumah ini tanpa melakukan aktivitas sama sekali. Meskipun Alvaro telah menetapkan asisten rumah tangga untuk membantu pekerjaan rumah.Setelah berpikir sejenak, Laura memutuskan untuk membantu Kiki beres-beres rumah dari pada berdiam diri tanpa melakukan aktivitas apapun. "Bu bos ngapain? bu bos mah mending diem aja duduk manis disitu, biarkan urusan pekerjaan rumah, kiki yang urus. Ok, Bu bos ku yang cantik," ucap kiki sambil tersenyum menampilkan jejeran giginya. "Tapi—" ucapan Laura terpotong "Tidak ada tapi-tapian bu bos, biar kiki si yang paling cantik jelita nan mempesona ini yang akan membereskan pekerjaan rumah," ucap kiki yang kemudian men
Bab 5 Mobil mewah berjenis Alphard putih berhenti tepat di sebuah perusahaan yang bergerak dibidang properti, "Ayo, sayang" ajak Melisa merangkul pundak Laura, sedangkan yoga berjalan dibelakang mereka. Laura menatap takjub gedung yang berdiri megah dihadapannya ini, yang bertuliskan "AL company" "Ini perusahaan siapa, Ma?" tanya Laura yang belum mengetahui sama sekali. Melisa tersenyum lembut, "Nanti kamu bakal tau sayang. Ayo, kita masuk," Melisa mengajak menantu kesayangannya. Laura sedikit canggung dengan situasi seperti ini, untuk pertama kalinya ia memasuki perusahaan sebesar ini, sebelumnya Laura adalah seseorang yang begitu tertutup, setelah lulus dari SMA Laura tidak melanjutkan ke jenjang pendidikan selanjutnya karena kondisi ekonomi yang tidak memungkinkan. Laura yang merupakan sibungsu dari kedua bersaudara, tepat di hari kelulusan SMA, ayah dari Laura meninggal dunia. selama ini Laura hanya menemani sang mama dirumah. Untuk penghasilan sehari-hari, Laura h
Bab: 6 "Ka-kamu," katanya dengan gugup "Turun," ucapnya dengan ekspresi datar. Laura yang merasa malu, langsung saja mengangguk dan turun dari mobil. "Akhirnya, kita sampai juga." Ucap Melisa. Melisa langsung saja merangkul pundak menantunya itu, meskipun Laura masih merasa canggung dengan sang mama mertuanya. "Ayo, kita masuk ke villa." ucap Melisa. Baru saja Alvaro melangkahkan kaki, tiba-tiba saja ponselnya berdering, segera Alvaro meraih ponselnya di saku celana dan langsung menggeser icon hijau dilayar ponselnya. Sedangkan Laura, Melisa, dan Prayoga langsung saja masuk ke villa miliknya yang berada di puncak. Melisa mengajak Laura mengobrol agar Laura tidak merasa canggung dengannya. Meskipun Melisa mengobrol dengan Laura, namun rencana telah tersusun dan terancang rapi di kepalanya. Tidak lama kemudian Alvaro masuk ke villa menghampiri mereka yang sedang menunggu dirinya di villa sambil mengobrol ringan. "Anak lelaki tampan mama sudah datang, kalau begit
Bab: 7 Laura duduk di tepi ranjangnya, ia mulai mengalihkan edaran pandangannya pada Alvaro, pria itu terlihat begitu sibuk di depan laptopnya, padahal mereka sedang berada di puncak, bisa-bisanya Alvaro masih menyelesaikan tugasnya yang di kantor. Laura yang merasa bosan, tidak sengaja mengamati sisi samping wajah Alvaro yang sedang berkutat dengan laptop, Laura akui wajah Alvaro begitu terpatri sempurna. hidungnya yang mancung, memiliki rahang yang tegas, manik mata kecoklatan, kulit sawo matang, pria bertubuh tinggi dan tegap itu benar-benar mencerminkan seorang pria dewasa yang gentleman. Tiba-tiba saja netra mereka saling bersobok, kedua insan itu lantas saling membuang muka sedetik setelahnya. "Shit!" umpat Alvaro tiba-tiba, namun matanya masih menatap layar laptopnya. Laura wanita berhijab itu mengeryit mendengar ucapan Alvaro yang jauh dari kata sopan, ia sedikit tersinggung dengan kata-kata itu. Laura lantas mengerucutkan bibirnya. "Sangat tidak ramah, bintang satu
Bab: 8 "Andy, kamu udah pulang?" tanya Bella yang merasa kaget dan tidak percaya jika orang yang begitu dicintainya, akhirnya datang menemuinya. "Ya, ini aku Bella," kata Andy tersenyum kepada Bella. Bella dengan senang hati mempersilahkan Andy masuk kerumah, kebetulan Eliza juga datang menyambut kehadiran Andy, calon menantu. Andy pun langsung masuk dan duduk di kursi sofa ruang tamu, sedangkan Eliza langsung bangun hendak menyiapkan cemilan dan juga menghidangkan minuman. Bella tampak senang dengan mata yang berbinar menatap kekasih hatinya, "Andy, kenapa nggak ngabari aku, kalau kamu kesini?" tanya Bella menatap wajah tampan Andy. "Jika aku memberitahumu, bukan kejutan namanya." "Lagian kenapa kamu jarang banget ngabari aku? padahal aku begitu merindukanmu." "Maaf, aku sedang menjalankan tugasku sebagai Abdi negara di Papua. Tolong maklumi jika ponselku sering tidak aktif." Bella tampak menghembus nafas berat, "Baiklah." Tidak lama kemudian, Eliza membawaka
Bab: 9 "Dia tidur disini, aku harus tidur dimana?" gumamnya. "Tidak mungkin jika aku tidur di kamarnya, terkesan kurang sopan," ucapnya lagi yang merasa tidak enak jika masuk ke kamar orang lain, meskipun rumah ini adalah miliknya. "kak, bangun. Ini kamar aku," kesal Laura yang membangunkan Alvaro, namun Alvaro tidak ingin beranjak bangun sama sekali. "Eh, malah tidur lagi." Rasanya Laura sudah tidak punya tenaga, untuk membangunkan Alvaro lebih lama lagi, matanya sudah mulai mengantuk akibat menangis, karena tidak mungkin tidur di kasur bersama Alvaro, akhirnya Laura memilih tidur di lantai kamar saja. Pasalnya Alvaro memborong tempat tidur sendirian, tidak memberi ruang untuk Laura tidur sama sekali, meskipun masih siang hari, namun kantuk mulai menguasai mereka. Laura mengambil selimut tebal sebagai alas untuk tidur, dan mengambil satu bantal lagi yang tidak digunakan oleh Alvaro. Laura langsung berbaring di lantai berlapiskan selimut, dan mulai memejamkan ked
Bab: 10 Alvaro memainkan ponselnya di ruang tamu, sesekali ia melirik sudut kiri atas ponselnya, dan waktu ternyata sudah menunjukkan jam tujuh malam. Ia berdecak kesal, bayangan tadi sore di kamar Laura masih terlintas di kepalanya. Sebisa mungkin Alvaro membuang jauh-jauh bayangan tadi sore itu, agar tidak terus kepikiran nantinya. Sebenarnya Alvaro ingin memanggil Laura, karena ada hal yang ingin ia bahas, namun ia merasa tidak enak kepada Laura setelah kejadian tadi sore. Tidak ada cara lain, akhirnya Alvaro memanggil Kiki. "Ki, Kiki.." panggil Alvaro "Iya pak bos, Kiki hadir untukmu pak bos," jawab Kiki yang langsung berlari tergopoh menghampiri sang Tuan. "Panggil Laura untuk menemui saya di ruang tamu, sekarang juga, nggak pake lama!" titah Alvaro "Siap pak bos," ucap Kiki tersenyum sambil menatap Alvaro penuh selidik. "Jangan aneh-aneh pikiran kamu, Ki," sela Alvaro yang tahu betul isi pikiran asisten rumah tangganya itu. "I-iya pak, Kiki gak mikir macem-
Bab: 11 Suasana malam semakin larut, kebetulan hujan sangat deras, petir saling bersahutan dengan suara yang begitu keras, membuat Laura tidak dapat tidur dengan tenang dan merasa ketakutan, Laura memang sedikit penakut. Dulunya ketika petir dan hujan serta angin kencang, sang ayah selalu menemaninya tidur, namun jika sudah dewasa sebelum menikah, maka ia akan menginap dikamar sang ibu dan tidur sampai cuaca di luar benar-benar aman. Setelah cuaca di luar aman, ia akan kembali dan tidur di kamarnya sendiri. Namun berbeda halnya dengan sekarang, ia merasa ketakutan sendiri, berharap lampu tidak padam karena angin cukup kencang disertai hujan, dan petir. "Tidak mungkin aku meminta kak Al untuk menemaniku, dikiranya aku mengambil kesempatan," lirihnya dengan suara ketakutan. Laura duduk sambil memeluk dirinya sendiri di tepi kasur, tiba-tiba saja terlintas Kiki di pikirannya, "sebaiknya aku numpang tidur di kamar kiki, atau aku ajak Kiki aja tidur di kamarku," batin Laura.
Bab: 72 "Shit! siapa yang memberi bunga cantik ini untuk kakak ku, tidak mungkinkan jika pria itu yang memberikannya," gumam Zacky sembari menatap ponselnya. [Tunggu adik tampan mu ini pulang, aku akan bertemu dengan seseorang itu, jangan katakan jika dia seorang pria. Jika dia pria yang mencintai mu, tentu saja dia harus melewati seleksi dari ku] Ting! Nayra langsung membaca pesan dari Zacky. Nayra cekikikan membaca pesan tersebut. "Bagaimana jika dia tau kalau bunga ini dari Arsen," gumam Nayra. "Benar-benar adik posesif," batinnya. Sementara itu di luar kota, Zacky akan pulang besok hari, namun tetap saja dia terus memikirkan siapa yang memberi bunga terhadap sang kakak. Zacky tampak mengetuk-ngetuk meja sembari berpikir, apakah sang kakak telah memiliki kekasih diam-diam? atau hanya penggemar rahasianya? "Nggak mungkin kalau kakak pacaran, karna umma dan Abi sudah sedari dulu mewanti-wanti untuk tidak berpacaran," gumamnya. "Ah, bodoh amat, pokoknya aku harus i
Bab: 71 Dua bulan telah berlalu.. "Apakah kamu dapat merasakannya?" tanya Nayra yang sedang melakukan terapi khusus pada Arsen. Arsen menatapnya dalam, air mata mulai mengenang di pelupuk matanya. "Ya, aku bisa merasakannya," lirihnya dengan gemetar. "Alhamdulillah," gumam Nayra. "Bersabarlah, insya Allah tidak lama lagi kamu sudah bisa berjalan," kata Nayra penuh haru, akhirnya ia telah berhasil mengobati pasien lain selain dari sang ibu. Arsen mengangguk. "Terimakasih,"ujarnya. "Tidak perlu berterimakasih, sudah tugasku untuk mengobati pasien yang membutuhkan bantuan ku." "Lagian, kita akan melihat hasil akhirnya, aku berharap kamu dapat berjalan kembali," lanjut Nayra. Arsen terdiam, dia tidak berkata lagi, pikirannya berkecamuk, tapi dia menatap Nayra dengan tatapan yang sulit di artikan. Malam ini Nayra sendirian tanpa di temani oleh sang adik, karena Zacky sudah berangkat ke luar kota mengenai urusan pekerjaan, terpaksa Nayra harus sendiri mendatangi
Bab: 70 Tepat rapat sudah selesai, Nayra juga ikut keluar dari kafe dan ikut tertawa cekikikan atas apa yang terjadi di dalam, rasanya dia puas sekali menjahili pasien julidnya itu. Prilly yang sudah mengetahui apa yang terjadi, dia ikut tertawa terpingkal-pingkal akibat kejahilan kakak beradik itu. Zacky menghampiri sang kakak lalu saling bertos ria dan tertawa, Namun ekor mata Zacky yang begitu teliti tidak sengaja melihat kehadiran Arsen yang keluar dari kafe sembari kursi rodanya di dorong oleh Kelvin, sang asisten pribadi. Nayra yang tidak sengaja melirik sekretaris sang adik yang menatap kearahnya sedari tadi, sontak saja terlintas ide kejahilannya. "Aku kerjain balik nih si Zacky, keliatannya Zacky punya hati nih untuk sekretarisnya, dan mungkin juga sebaliknya," gumam Nayra tersenyum manis. Benar saja, Nayra pura-pura menjatuhkan dirinya kepada Zacky, dan reflek Zacky pun menangkap sang kakak seperti adegan romantis. "Kamu gapapa kan sayang?" ucap Zacky meneka
Bab: 69 Sesampainya di rumah, Zacky tertawa terbahak-bahak karena telah berhasil menjahili pasien sang kakak. Ctakk Nayra menyentil jidat sang adik membuat Zacky meringis kesakitan. "Puas banget sih kamu ngejahilin orang mulu," kata Nayra yang geleng-geleng kepala melihat kejahilan Zacky. "Seharusnya kamu bangga dong kak, punya adik seperti ku yang pinter drama, contohnya menjadi kekasih dadakan kakak sendiri," ucapnya sambil tertawa memegangi perut. "Sumpah, aku ngakak banget, dianya kayak kepanasan, apa jangan-jangan dia udah naruh rasa sama kamu kak," Goda Zacky. "Heh, anak kecil jangan ngomong sembarangan! mana mungkin dia suka sama aku, palingan dia ngerasa nggak nyaman karena kemesraan kita di depannya, apalagi di kamarnya, kurang sopan sih sebenarnya." "Ya apa boleh buat kak, soalnya dia julid tingkat dewa, jadinya aku juga mau balas dengan kejahilan ku yang spek dewa." "Aku jadi penasaran deh kak, apa dia nanti bakal ngelanjutin berobat sama kamu atau just
Bab: 68 Pagi hari, matahari mulai menampilkan sinarnya yang masih tidak terlalu terang, alarm berbunyi begitu nyaring, sehingga mampu mengusik tidur Zacky yang begitu nyenyak. "Oh tidak! aku harus bekerja lagi, rasanya begitu mengantuk," batinnya yang enggan untuk bangun. Namun, azan subuh berkumandang dari mesjid sebelah, mau tidak mau Zacky segera beranjak bangun dari tidurnya dan berhenti untuk bermalas-malasan. Setelah membersihkan tubuhnya, ia melaksanakan kewajibannya, setelah itu mereka sarapan bersama di meja makan. Alvaro menatap Zacky sang putra yang sedang sarapan pagi. "Zack, kamu sudah siap untuk menggantikan Daddy sepenuhnya di perusahaan kan?" tanya Alvaro memastikan. "Insya Allah, Dad." jawabnya mantap. Alvaro akan mengambil pensiun dini dari perusahaan, dan menggantikan sang putra sebagai ahli warisnya untuk memimpin perusahaan, Alvaro ingin menghabiskan sisa umur dan waktunya bersama sang istri, kapan lagi jika bukan sekarang? Alvaro sudah mela
Bab: 67 Keesokan harinya... Matahari mulai tenggelam menerbitkan cahaya senja yang begitu indah, segerombolan burung-burung berterbangan dilangit senja yang menampilkan semburat orange dan sedikit kemerah-merahan. Nayra dan beberapa karyawan lainnya sedang menutup tempat praktiknya, karena hari sudah sore menjelang magrib. Hari ini Nayra sedikit terlambat menutup tempat praktiknya mengingat banyak orang yang berobat ke tempatnya. Tidak lama kemudian sebuah mobil sport menghampirinya, dan itu adalah Zacky sang adik yang menjemputnya. Kebetulan Nayra tidak membawa mobil hari ini dan ia meminta tolong kepada sang adik agar segera menjemputnya. Kebetulan Zacky yang sudah pulang dari kantor, langsung saja ke tempat praktik sang kakak. "Zack, sepertinya sebentar lagi sudah magrib, lebih baik kita sholat di mesjid terdekat, karena butuh waktu sedikit lama tiba di rumah." "Baiklah kak, aku ikuti saja apa mau mu." "Satu lagi, setelah selesai sholat magrib, tolong temani aku
Bab: 66 "Dia..." gumam Nayra yang merasa sedikit kesal melihat pria itu yang berkata ketus. Bagaimana tidak kesal? pasien tidak hanya dia saja, tetapi masih banyak orang lain yang mengantri di luar, sepertinya Nayra harus lebih sabar terhadap pasiennya yang ini. "Maaf Pak, anda bisa mengatakan keluhannya agar saya lebih mudah dalam mengobati anda!" tegas Nayra. "Gini dok, atasan saya mengalami kelumpuhan sejak kecelakaan tiga tahun yang lalu." Kelvin yang mewakili Arsen menceritakan tentang keluhannya. Nayra tampak manggut-manggut mendengar penjelasan Kelvin. "Ternyata dia seorang atasan, pantesan berlagak sombong, astaghfirullahal'azim," batin Nayra. "Baiklah, bisakah anda membantunya untuk meluruskan kakinya? saya akan menyiapkan beberapa obat tradisional untuknya." "Baik dok," kata Kelvin yang membantu Arsen meluruskan kakinya ke depan untuk di obati oleh Nayra. Nayra mulai menumbuk beberapa tumbuhan yang akan digunakan untuk pasiennya, sedangkan Arsen tampak
Bab: 65 "Kamu harus sembuh dan kamu harus berjuang sedikit lagi," ujar papa kim. Pemuda itu tampak putus asa dengan segala pengobatan yang pernah dilakukannya, namun tidak ada hasilnya, bahkan dokter-dokter terbaik dari luar negeri sudah di datangkan, namun belum berhasil membuatnya bisa berjalan lagi seperti dulu setelah insiden kecelakaan itu. "Percuma Pa, semuanya sia-sia," ujar pria tampan yang merupakan seorang pewaris tunggal dari kekayaan papa kim. Kim Arsenio merupakan pria tampan campuran antara Indonesia dan Korea, jika sang papa berasal dari Korea, maka mamanya berasal dari Indonesia. Kim sehun dan Agnes pada akhirnya berpisah setelah memiliki Arsen, mereka memiliki keyakinan yang berbeda, namun entah bagaimana caranya, mereka sempat menikah tanpa restu dari orang tua keduanya karena berbeda keyakinan. Kini Arsenio tinggal bersama Papanya setelah Agnes memilih pergi. Ibu Kim sehun yang merupakan nenek dari Arsen melarang Agnes membawa cucunya di saat masih keci
Bab: 64 Pagi harinya, Nayra mengajak Laura jalan-jalan mengintari taman dekat rumahnya, Nayra dengan telaten mendorong kursi roda sang ibu. Laura tampak menikmati udara segar di pagi hari, bunga-bunga bermekaran di sekitar taman dengan begitu indah. Sesekali ia berbicara dengan sang putri dengan hati yang di penuhi kebahagiaan, dengan senang hati Nayra mengobrol ringan di pagi hari dengan wanita yang cukup berjasa di hidupnya. "Maafkan umma, yang telah merepotkan kalian selama ini," ucap Laura tiba-tiba. Nayra menghentikan langkahnya, lalu ia berjongkok sambil menghadap sang ibu. "Tentu saja tidak ada hal yang merepotkan untuk mu umma ku." Gadis cantik itu tersenyum menatap wajah sang ibu yang masih cantik di usianya yang tidak bisa dikatakan masih muda. Laura menggenggam kedua tangan putrinya, "Jadilah wanita yang Sholihah ya nak, kamu boleh mengejar dunia, namun kamu tidak boleh melupakan akhiratmu, seimbangkan antara keduanya." "Itu pasti, Nayra akan mendengar nasiha