Bab 4
Pagi hari, matahari tampak malu-malu menampilkan dirinya yang berselimuti awan. Perlahan, cahaya nya mulai memantulkan bayangan yang sempurna dipagi hari. sementara itu, selesai melaksanakan sholat subuh, Laura ingin membereskan dan mulai melakukan aktivitas Bersih-bersih rumah. Rasanya, tidak mungkin bagi Laura tinggal dirumah ini tanpa melakukan aktivitas sama sekali. Meskipun Alvaro telah menetapkan asisten rumah tangga untuk membantu pekerjaan rumah. Setelah berpikir sejenak, Laura memutuskan untuk membantu Kiki beres-beres rumah dari pada berdiam diri tanpa melakukan aktivitas apapun. "Bu bos ngapain? bu bos mah mending diem aja duduk manis disitu, biarkan urusan pekerjaan rumah, kiki yang urus. Ok, Bu bos ku yang cantik," ucap kiki sambil tersenyum menampilkan jejeran giginya. "Tapi—" ucapan Laura terpotong "Tidak ada tapi-tapian bu bos, biar kiki si yang paling cantik jelita nan mempesona ini yang akan membereskan pekerjaan rumah," ucap kiki yang kemudian mengambil kembali sapu yang berada ditangan Laura. "Baiklah, kalau begitu aku izin ke dapur, seperti nya memasak sedikit menyenangkan," imbuh Laura. Kiki langsung menghadang langkah Laura sambil merentangkan kedua tangan nya dihadapan Laura. "Bu bos, mending duduk cantik aja ya, kiki takut banget kalau pak bos marah, jika bu bos yang mengerjakan pekerjaan rumah, lagian kiki berada disini juga dibayar," ucap kiki tampak memelas. Laura tampak menarik napasnya. "Baiklah ki, tapi rasanya aku bosan berada disini tanpa aktivitas dan pekerjaan sama sekali," ucap Laura. "Bu bos, kiki punya ide, dari pada bu bos bosan, mending bu bos ke ruang perpustakaan dan membaca, banyak variasi buku bacaan disana, letak perpustakaannya, berada disebelah ruang kerjanya pak bos," usul Kiki memberi ide. "Perpustakaan didalam rumah?" tanya Laura "Betul bu bos, pak bos hobi membaca, disana sudah tersedia berbagai macam buku bacaan, dimulai dari novel, komik, buku tentang ilmu pengetahuan berbisnis dan lain-lain. Jika bu bos hobi membaca, bu bos bisa langsung kesana aja deh," ujar kiki ceplas-ceplos. Laura tampak berpikir, "Lain kali aja ki. Aku ingin melihat tanaman di sekitar rumah aja deh dari pada nganggur gak ada pekerjaan," ucap Laura. "Siap bu bos, Hati-hati ya," ucap kiki seperti biasa dengan ciri khas nya menyengir sambil mengangkat tangan seolah sedang memberi hormat. ** Sesampainya di belakang rumah, Laura melihat berbagai macam bunga yang selalu dirawat dan ditanam oleh tukang kebun Bersih-bersih halaman rumah. pagi hari yang begitu segar, Laura menghirup udara sejuk dipagi hari. Disela-sela Laura mengelilingi tanaman cantik belakang rumah, ponsel Laura berdering pertanda ada seseorang yang menghubunginya. Deg! Laura merasa tegang melihat nama panggilan yang tertera dilayar ponselnya, "Mas Raka," lirih Laura. Laura menggigit bibir untuk mengurangi rasa tegangnya, seketika rasa bersalah mulai menyelusup hatinya, meskipun pernikahan ini terpaksa dan secara dadakan tetap saja Laura merasa telah mengkhianati Raka yang merupakan calon lelaki yang akan menjadi suaminya, sayangnya Laura sudah menikah meskipun hanya untuk tiga bulan saja. Lalu bagaimana jika raka mengetahui jika calon istrinya sudah menikah dengan pria lain? Sedangkan Raka adalah type pria pekerja keras, penyayang, namun juga pencemburuan, bagi Raka pengkhianatan merupakan hal yang fatal . Kerinduan, rasa bersalah, seketika menyarang dihatinya, air mata Laura menetes karena rasa rindunya kepada Raka yang merupakan calon suaminya. Laura mengusap air matanya, lalu menggeser icon hijau di layar ponselnya. "Assalamu'alaikum mas," salam Laura. "wa'alaikumsalam sholehahnya mas," jawab Raka. "Bagaimana kabarnya mas disana? mas baik-baik saja kan?" tanya Laura. "Alhamdulillah, mas baik-baik saja. Mas kangen banget sama kamu, dalam beberapa hari ini firasat mas nggak enak sama sekali. Rasanya mas nggak mau jauh-jauh lagi dengan kamu, setelah kontrak pekerjaan ini selesai, mas janji akan secepatnya pulang ke tanah air, dan menikahi kamu," ujar Raka. Laura terdiam sesaat, dengan rasa penuh penyesalan didalam dirinya, Laura pun menjawab singkat "Iya mas." Raka akhirnya mengubah mode panggilan menjadi mode video call, Laura bergegas mengusap air matanya, dan mengangkat panggilan video call tersebut. "Hai mas." sapa Laura memaksakan senyuman. Raka tersenyum lembut dibalik layar, "Sehat-sehat selalu calon istriku." Raka mengerutkan keningnya, "kamu dimana? dirumah siapa?" Tanya Raka. "Ouh ini, aku sedang berada dirumah temanku, Mas" ucap Laura yang terpaksa berbohong. "Jangan lama-lama disana, jaga mata jaga hati ya cantik. Pokoknya, kamu tenang saja, Mas disini sibuk bekerja tanpa memikirkan wanita manapun kecuali kamu, dan kamu gak perlu merasa khawatir dan cemburu, mas bakal jaga diri baik-baik disini demi kamu," ucap Raka yang seakan menenangkan hati Laura. "Mmm, maaf ya cantik, untuk saat ini mas belum bisa sehebat dan sesukses pria lain diluar sana, tapi mas bakal berusaha apapun demi kamu," lanjut Raka tampak sedih "Terimakasih mas, karena sudah mau memperjuangkan aku," ucap Laura dengan air mata yang berkaca-kaca. Namun dari kejauhan, Laura melihat mobil yang memasuki perkarangan rumahnya, "Mas, udah dulu ya, temanku sudah datang." "Iya sayang," jawab Raka tersenyum tenang, setelah itu panggilanpun berakhir. Laura segera melihat siapa yang datang mengunjungi, Laura menghampirinya dan ternyata sang mertua yang datang mengunjungi Laura. Laura menyalami kedua mertuanya itu, "silahkan masuk bu, pak" ujar Laura ramah "Panggil kami dengan sebutan mama dan papa, sama hal nya seperti Alvaro," ucap Melisa dengan lembut. "Baik, Ma," ralat Laura yang kemudian mengajak kedua mertua nya masuk ke dalam rumah. Kiki tampak sibuk menyiapkan minuman dan juga cemilan untuk sang tuan dan nyonya. "Silahkan dinikmati bu bos, nyonya dan tuan, kiki izin pamit dulu ya," ucap kiki "Terimakasih ki," ujar Melisa sambil menyeruput minumannya, begitu pula dengan yoga yang sedang menikmati cemilan yang dihidangkan. "Laura menantu ku, mama dan papa ingin mengajak kamu ke suatu tempat, kamu mau ikutkan?" Ajak Melisa. "Mau kemana, Ma? " "Loh, memang nya Alvaro tidak memberi tahu kamu akan kedatangan mama dan papa kesini?" tanya Melisa. Laura menggeleng pelan, "Tidak ma, mungkin saja Alvaro eh maksudnya Mas Alvaro lupa mengabari Laura, Ma," jawab Laura. "Mungkin saja ya, soalnya Alvaro begitu sibuk belakangan ini sayang. Gimana? kamu mau ikut dengan mama kan?" tanya Melisa memastikan. Laura mengangguk, "iya, Ma, aku akan mengganti pakaian terlebih dahulu." "Baik sayang, mama dan papa akan menunggu kamu." Laura segera beranjak ke kamarnya untuk mengganti pakaian, jantungnya seakan tidak aman, takut sang mertua mengikutinya sampai ke kamar, bisa rumit jika mertuanya sampai mengetahui jika mereka tidur pisah kamar, meskipun pernikahan ini atas keterpaksaan. Tidak butuh waktu lama, Laura sudah siap dengan penampilannya yang begitu cantik, setiap hari Laura memang selalu kelihatan cantik, hanya saja penampilan hari ini, jauh lebih memukau. Dengan langkah yang anggun ia menuruni tangga, lalu menghampiri mertuanya diruang tamu. "Masya Allah cantik sekali menantu mama, iyakan, Pa?" puji Melisa. Yoga mengangguk dan tersenyum, pertanda menyetujui perkataan sang istri. Laura sedikit malu dipuji oleh mertuanya itu, "Ayo sayang," ajak Melisa yang kemudian langsung menggandeng tangan menantunya itu. Melisa tampak antusias sekali bermenantukan Laura, dari sejak pandangan pertama pada hari akad, Melisa sudah merasa nyaman dengan Laura, sehinga Melisa mendesak Eliza untuk mencari pengantin pengganti, berharap Laura yang akan menjadi menantunya saat itu, meskipun mereka belum saling mengenal. Namun entah kenapa firasat Melisa begitu ingin jika Laura menjadi pendamping putranya, tidak hanya cantik, namun Laura memiliki aura positif vibes, membuat semua orang merasa nyaman dan teduh disaat menatap wajah cantik nan polos itu.Bab 5 Mobil mewah berjenis Alphard putih berhenti tepat di sebuah perusahaan yang bergerak dibidang properti, "Ayo, sayang" ajak Melisa merangkul pundak Laura, sedangkan yoga berjalan dibelakang mereka. Laura menatap takjub gedung yang berdiri megah dihadapannya ini, yang bertuliskan "AL company" "Ini perusahaan siapa, Ma?" tanya Laura yang belum mengetahui sama sekali. Melisa tersenyum lembut, "Nanti kamu bakal tau sayang. Ayo, kita masuk," Melisa mengajak menantu kesayangannya. Laura sedikit canggung dengan situasi seperti ini, untuk pertama kalinya ia memasuki perusahaan sebesar ini, sebelumnya Laura adalah seseorang yang begitu tertutup, setelah lulus dari SMA Laura tidak melanjutkan ke jenjang pendidikan selanjutnya karena kondisi ekonomi yang tidak memungkinkan. Laura yang merupakan sibungsu dari kedua bersaudara, tepat di hari kelulusan SMA, ayah dari Laura meninggal dunia. selama ini Laura hanya menemani sang mama dirumah. Untuk penghasilan sehari-hari, Laura h
Bab: 6 "Ka-kamu," katanya dengan gugup "Turun," ucapnya dengan ekspresi datar. Laura yang merasa malu, langsung saja mengangguk dan turun dari mobil. "Akhirnya, kita sampai juga." Ucap Melisa. Melisa langsung saja merangkul pundak menantunya itu, meskipun Laura masih merasa canggung dengan sang mama mertuanya. "Ayo, kita masuk ke villa." ucap Melisa. Baru saja Alvaro melangkahkan kaki, tiba-tiba saja ponselnya berdering, segera Alvaro meraih ponselnya di saku celana dan langsung menggeser icon hijau dilayar ponselnya. Sedangkan Laura, Melisa, dan Prayoga langsung saja masuk ke villa miliknya yang berada di puncak. Melisa mengajak Laura mengobrol agar Laura tidak merasa canggung dengannya. Meskipun Melisa mengobrol dengan Laura, namun rencana telah tersusun dan terancang rapi di kepalanya. Tidak lama kemudian Alvaro masuk ke villa menghampiri mereka yang sedang menunggu dirinya di villa sambil mengobrol ringan. "Anak lelaki tampan mama sudah datang, kalau begit
Bab: 7 Laura duduk di tepi ranjangnya, ia mulai mengalihkan edaran pandangannya pada Alvaro, pria itu terlihat begitu sibuk di depan laptopnya, padahal mereka sedang berada di puncak, bisa-bisanya Alvaro masih menyelesaikan tugasnya yang di kantor. Laura yang merasa bosan, tidak sengaja mengamati sisi samping wajah Alvaro yang sedang berkutat dengan laptop, Laura akui wajah Alvaro begitu terpatri sempurna. hidungnya yang mancung, memiliki rahang yang tegas, manik mata kecoklatan, kulit sawo matang, pria bertubuh tinggi dan tegap itu benar-benar mencerminkan seorang pria dewasa yang gentleman. Tiba-tiba saja netra mereka saling bersobok, kedua insan itu lantas saling membuang muka sedetik setelahnya. "Shit!" umpat Alvaro tiba-tiba, namun matanya masih menatap layar laptopnya. Laura wanita berhijab itu mengeryit mendengar ucapan Alvaro yang jauh dari kata sopan, ia sedikit tersinggung dengan kata-kata itu. Laura lantas mengerucutkan bibirnya. "Sangat tidak ramah, bintang satu
Bab: 8 "Andy, kamu udah pulang?" tanya Bella yang merasa kaget dan tidak percaya jika orang yang begitu dicintainya, akhirnya datang menemuinya. "Ya, ini aku Bella," kata Andy tersenyum kepada Bella. Bella dengan senang hati mempersilahkan Andy masuk kerumah, kebetulan Eliza juga datang menyambut kehadiran Andy, calon menantu. Andy pun langsung masuk dan duduk di kursi sofa ruang tamu, sedangkan Eliza langsung bangun hendak menyiapkan cemilan dan juga menghidangkan minuman. Bella tampak senang dengan mata yang berbinar menatap kekasih hatinya, "Andy, kenapa nggak ngabari aku, kalau kamu kesini?" tanya Bella menatap wajah tampan Andy. "Jika aku memberitahumu, bukan kejutan namanya." "Lagian kenapa kamu jarang banget ngabari aku? padahal aku begitu merindukanmu." "Maaf, aku sedang menjalankan tugasku sebagai Abdi negara di Papua. Tolong maklumi jika ponselku sering tidak aktif." Bella tampak menghembus nafas berat, "Baiklah." Tidak lama kemudian, Eliza membawaka
Bab: 9 "Dia tidur disini, aku harus tidur dimana?" gumamnya. "Tidak mungkin jika aku tidur di kamarnya, terkesan kurang sopan," ucapnya lagi yang merasa tidak enak jika masuk ke kamar orang lain, meskipun rumah ini adalah miliknya. "kak, bangun. Ini kamar aku," kesal Laura yang membangunkan Alvaro, namun Alvaro tidak ingin beranjak bangun sama sekali. "Eh, malah tidur lagi." Rasanya Laura sudah tidak punya tenaga, untuk membangunkan Alvaro lebih lama lagi, matanya sudah mulai mengantuk akibat menangis, karena tidak mungkin tidur di kasur bersama Alvaro, akhirnya Laura memilih tidur di lantai kamar saja. Pasalnya Alvaro memborong tempat tidur sendirian, tidak memberi ruang untuk Laura tidur sama sekali, meskipun masih siang hari, namun kantuk mulai menguasai mereka. Laura mengambil selimut tebal sebagai alas untuk tidur, dan mengambil satu bantal lagi yang tidak digunakan oleh Alvaro. Laura langsung berbaring di lantai berlapiskan selimut, dan mulai memejamkan ked
Bab: 10 Alvaro memainkan ponselnya di ruang tamu, sesekali ia melirik sudut kiri atas ponselnya, dan waktu ternyata sudah menunjukkan jam tujuh malam. Ia berdecak kesal, bayangan tadi sore di kamar Laura masih terlintas di kepalanya. Sebisa mungkin Alvaro membuang jauh-jauh bayangan tadi sore itu, agar tidak terus kepikiran nantinya. Sebenarnya Alvaro ingin memanggil Laura, karena ada hal yang ingin ia bahas, namun ia merasa tidak enak kepada Laura setelah kejadian tadi sore. Tidak ada cara lain, akhirnya Alvaro memanggil Kiki. "Ki, Kiki.." panggil Alvaro "Iya pak bos, Kiki hadir untukmu pak bos," jawab Kiki yang langsung berlari tergopoh menghampiri sang Tuan. "Panggil Laura untuk menemui saya di ruang tamu, sekarang juga, nggak pake lama!" titah Alvaro "Siap pak bos," ucap Kiki tersenyum sambil menatap Alvaro penuh selidik. "Jangan aneh-aneh pikiran kamu, Ki," sela Alvaro yang tahu betul isi pikiran asisten rumah tangganya itu. "I-iya pak, Kiki gak mikir macem-
Bab: 11 Suasana malam semakin larut, kebetulan hujan sangat deras, petir saling bersahutan dengan suara yang begitu keras, membuat Laura tidak dapat tidur dengan tenang dan merasa ketakutan, Laura memang sedikit penakut. Dulunya ketika petir dan hujan serta angin kencang, sang ayah selalu menemaninya tidur, namun jika sudah dewasa sebelum menikah, maka ia akan menginap dikamar sang ibu dan tidur sampai cuaca di luar benar-benar aman. Setelah cuaca di luar aman, ia akan kembali dan tidur di kamarnya sendiri. Namun berbeda halnya dengan sekarang, ia merasa ketakutan sendiri, berharap lampu tidak padam karena angin cukup kencang disertai hujan, dan petir. "Tidak mungkin aku meminta kak Al untuk menemaniku, dikiranya aku mengambil kesempatan," lirihnya dengan suara ketakutan. Laura duduk sambil memeluk dirinya sendiri di tepi kasur, tiba-tiba saja terlintas Kiki di pikirannya, "sebaiknya aku numpang tidur di kamar kiki, atau aku ajak Kiki aja tidur di kamarku," batin Laura.
Bab: 12 Di perusahaan AL, Alvaro sedang melakukan aktivitasnya di kantor, pria pekerja keras itu begitu gigih dalam bekerja juga sangat disiplin serta bertanggung jawab dalam pekerjaannya yang belum selesai. Namun tiba-tiba saja Alvaro kepikiran tentang Laura. "Gimana keadaannya sekarang? apa dia sudah mendingan dari pada semalam?" batin Alvaro bertanya-tanya. Ingin menanyakan langsung kepada Laura, namun ia khawatir jika Laura akan merasa dirinya di khawatirkan dan Laura akan merasa GR, pikirnya. Alvaro langsung memutar otaknya demi mengurangi rasa kekhawatirannya kepada Laura. Alvaro Berpikir sejenak sambil mengetuk-ngetuk meja dengan bolpain-nya. Alvaro tersenyum tipis, lalu segera meraih dan membuka iPad yang berlogo apel tergigit. Ia mulai mengakses cctv yang berada dirumah, Alvaro langsung memasang handset sekaligus ingin mendengar percakapan. Disana terlihat Naura yang memaksa Kiki agar kiki mengizinkannya membantu melakukan pekerjaan rumah, Kiki pun terpaksa mengi
Bab: 73 "Wah, wah, gak bisa dibiarin nih," ujarnya tampak tak percaya. "Terus kamu terima gitu aja kak?" tanyanya merasa tak percaya. "Tentu saja aku menerimanya adikku yang manis, lagian kakak ini punya adik tapi gak pernah di beri bunga, cokelat atau hal manis yang lainnya," katanya berpura-pura kesal. "Wait, baiklah. Mulai sekarang adik kesayangan mu ini akan memberikan apapun yang kakak ku tercinta inginkan, asalkan tidak menerima pemberian dari pria cerewet itu." Nayra memutar mata malasnya. "Mulai kambuh lagi nih posesifnya, syukurnya Daddy gak ada disini, bisa-bisa aku akan menghadapi dua pria posesif tingkat akut ini," batinnya. "Baiklah, kakak mu yang cantik ini ingin beristirahat sejenak, bye adik manjaku." Zacky tercengang melihat sang kakak yang meninggalkannya gitu aja. "Kak, kok main ninggalin gitu aja sih," kesalnya. Wajah zacky kelihatan asam dan bibirnya sedikit berkerucut, lalu ia langsung berlalu pergi ke kamar mandi dan membersihkan dirinya terle
Bab: 72 "Shit! siapa yang memberi bunga cantik ini untuk kakak ku, tidak mungkinkan jika pria itu yang memberikannya," gumam Zacky sembari menatap ponselnya. [Tunggu adik tampan mu ini pulang, aku akan bertemu dengan seseorang itu, jangan katakan jika dia seorang pria. Jika dia pria yang mencintai mu, tentu saja dia harus melewati seleksi dari ku] Ting! Nayra langsung membaca pesan dari Zacky. Nayra cekikikan membaca pesan tersebut. "Bagaimana jika dia tau kalau bunga ini dari Arsen," gumam Nayra. "Benar-benar adik posesif," batinnya. Sementara itu di luar kota, Zacky akan pulang besok hari, namun tetap saja dia terus memikirkan siapa yang memberi bunga terhadap sang kakak. Zacky tampak mengetuk-ngetuk meja sembari berpikir, apakah sang kakak telah memiliki kekasih diam-diam? atau hanya penggemar rahasianya? "Nggak mungkin kalau kakak pacaran, karna umma dan Abi sudah sedari dulu mewanti-wanti untuk tidak berpacaran," gumamnya. "Ah, bodoh amat, pokoknya aku harus i
Bab: 71 Dua bulan telah berlalu.. "Apakah kamu dapat merasakannya?" tanya Nayra yang sedang melakukan terapi khusus pada Arsen. Arsen menatapnya dalam, air mata mulai mengenang di pelupuk matanya. "Ya, aku bisa merasakannya," lirihnya dengan gemetar. "Alhamdulillah," gumam Nayra. "Bersabarlah, insya Allah tidak lama lagi kamu sudah bisa berjalan," kata Nayra penuh haru, akhirnya ia telah berhasil mengobati pasien lain selain dari sang ibu. Arsen mengangguk. "Terimakasih,"ujarnya. "Tidak perlu berterimakasih, sudah tugasku untuk mengobati pasien yang membutuhkan bantuan ku." "Lagian, kita akan melihat hasil akhirnya, aku berharap kamu dapat berjalan kembali," lanjut Nayra. Arsen terdiam, dia tidak berkata lagi, pikirannya berkecamuk, tapi dia menatap Nayra dengan tatapan yang sulit di artikan. Malam ini Nayra sendirian tanpa di temani oleh sang adik, karena Zacky sudah berangkat ke luar kota mengenai urusan pekerjaan, terpaksa Nayra harus sendiri mendatangi
Bab: 70 Tepat rapat sudah selesai, Nayra juga ikut keluar dari kafe dan ikut tertawa cekikikan atas apa yang terjadi di dalam, rasanya dia puas sekali menjahili pasien julidnya itu. Prilly yang sudah mengetahui apa yang terjadi, dia ikut tertawa terpingkal-pingkal akibat kejahilan kakak beradik itu. Zacky menghampiri sang kakak lalu saling bertos ria dan tertawa, Namun ekor mata Zacky yang begitu teliti tidak sengaja melihat kehadiran Arsen yang keluar dari kafe sembari kursi rodanya di dorong oleh Kelvin, sang asisten pribadi. Nayra yang tidak sengaja melirik sekretaris sang adik yang menatap kearahnya sedari tadi, sontak saja terlintas ide kejahilannya. "Aku kerjain balik nih si Zacky, keliatannya Zacky punya hati nih untuk sekretarisnya, dan mungkin juga sebaliknya," gumam Nayra tersenyum manis. Benar saja, Nayra pura-pura menjatuhkan dirinya kepada Zacky, dan reflek Zacky pun menangkap sang kakak seperti adegan romantis. "Kamu gapapa kan sayang?" ucap Zacky meneka
Bab: 69 Sesampainya di rumah, Zacky tertawa terbahak-bahak karena telah berhasil menjahili pasien sang kakak. Ctakk Nayra menyentil jidat sang adik membuat Zacky meringis kesakitan. "Puas banget sih kamu ngejahilin orang mulu," kata Nayra yang geleng-geleng kepala melihat kejahilan Zacky. "Seharusnya kamu bangga dong kak, punya adik seperti ku yang pinter drama, contohnya menjadi kekasih dadakan kakak sendiri," ucapnya sambil tertawa memegangi perut. "Sumpah, aku ngakak banget, dianya kayak kepanasan, apa jangan-jangan dia udah naruh rasa sama kamu kak," Goda Zacky. "Heh, anak kecil jangan ngomong sembarangan! mana mungkin dia suka sama aku, palingan dia ngerasa nggak nyaman karena kemesraan kita di depannya, apalagi di kamarnya, kurang sopan sih sebenarnya." "Ya apa boleh buat kak, soalnya dia julid tingkat dewa, jadinya aku juga mau balas dengan kejahilan ku yang spek dewa." "Aku jadi penasaran deh kak, apa dia nanti bakal ngelanjutin berobat sama kamu atau just
Bab: 68 Pagi hari, matahari mulai menampilkan sinarnya yang masih tidak terlalu terang, alarm berbunyi begitu nyaring, sehingga mampu mengusik tidur Zacky yang begitu nyenyak. "Oh tidak! aku harus bekerja lagi, rasanya begitu mengantuk," batinnya yang enggan untuk bangun. Namun, azan subuh berkumandang dari mesjid sebelah, mau tidak mau Zacky segera beranjak bangun dari tidurnya dan berhenti untuk bermalas-malasan. Setelah membersihkan tubuhnya, ia melaksanakan kewajibannya, setelah itu mereka sarapan bersama di meja makan. Alvaro menatap Zacky sang putra yang sedang sarapan pagi. "Zack, kamu sudah siap untuk menggantikan Daddy sepenuhnya di perusahaan kan?" tanya Alvaro memastikan. "Insya Allah, Dad." jawabnya mantap. Alvaro akan mengambil pensiun dini dari perusahaan, dan menggantikan sang putra sebagai ahli warisnya untuk memimpin perusahaan, Alvaro ingin menghabiskan sisa umur dan waktunya bersama sang istri, kapan lagi jika bukan sekarang? Alvaro sudah mela
Bab: 67 Keesokan harinya... Matahari mulai tenggelam menerbitkan cahaya senja yang begitu indah, segerombolan burung-burung berterbangan dilangit senja yang menampilkan semburat orange dan sedikit kemerah-merahan. Nayra dan beberapa karyawan lainnya sedang menutup tempat praktiknya, karena hari sudah sore menjelang magrib. Hari ini Nayra sedikit terlambat menutup tempat praktiknya mengingat banyak orang yang berobat ke tempatnya. Tidak lama kemudian sebuah mobil sport menghampirinya, dan itu adalah Zacky sang adik yang menjemputnya. Kebetulan Nayra tidak membawa mobil hari ini dan ia meminta tolong kepada sang adik agar segera menjemputnya. Kebetulan Zacky yang sudah pulang dari kantor, langsung saja ke tempat praktik sang kakak. "Zack, sepertinya sebentar lagi sudah magrib, lebih baik kita sholat di mesjid terdekat, karena butuh waktu sedikit lama tiba di rumah." "Baiklah kak, aku ikuti saja apa mau mu." "Satu lagi, setelah selesai sholat magrib, tolong temani aku
Bab: 66 "Dia..." gumam Nayra yang merasa sedikit kesal melihat pria itu yang berkata ketus. Bagaimana tidak kesal? pasien tidak hanya dia saja, tetapi masih banyak orang lain yang mengantri di luar, sepertinya Nayra harus lebih sabar terhadap pasiennya yang ini. "Maaf Pak, anda bisa mengatakan keluhannya agar saya lebih mudah dalam mengobati anda!" tegas Nayra. "Gini dok, atasan saya mengalami kelumpuhan sejak kecelakaan tiga tahun yang lalu." Kelvin yang mewakili Arsen menceritakan tentang keluhannya. Nayra tampak manggut-manggut mendengar penjelasan Kelvin. "Ternyata dia seorang atasan, pantesan berlagak sombong, astaghfirullahal'azim," batin Nayra. "Baiklah, bisakah anda membantunya untuk meluruskan kakinya? saya akan menyiapkan beberapa obat tradisional untuknya." "Baik dok," kata Kelvin yang membantu Arsen meluruskan kakinya ke depan untuk di obati oleh Nayra. Nayra mulai menumbuk beberapa tumbuhan yang akan digunakan untuk pasiennya, sedangkan Arsen tampak
Bab: 65 "Kamu harus sembuh dan kamu harus berjuang sedikit lagi," ujar papa kim. Pemuda itu tampak putus asa dengan segala pengobatan yang pernah dilakukannya, namun tidak ada hasilnya, bahkan dokter-dokter terbaik dari luar negeri sudah di datangkan, namun belum berhasil membuatnya bisa berjalan lagi seperti dulu setelah insiden kecelakaan itu. "Percuma Pa, semuanya sia-sia," ujar pria tampan yang merupakan seorang pewaris tunggal dari kekayaan papa kim. Kim Arsenio merupakan pria tampan campuran antara Indonesia dan Korea, jika sang papa berasal dari Korea, maka mamanya berasal dari Indonesia. Kim sehun dan Agnes pada akhirnya berpisah setelah memiliki Arsen, mereka memiliki keyakinan yang berbeda, namun entah bagaimana caranya, mereka sempat menikah tanpa restu dari orang tua keduanya karena berbeda keyakinan. Kini Arsenio tinggal bersama Papanya setelah Agnes memilih pergi. Ibu Kim sehun yang merupakan nenek dari Arsen melarang Agnes membawa cucunya di saat masih keci