Bab: 9 "Dia tidur disini, aku harus tidur dimana?" gumamnya. "Tidak mungkin jika aku tidur di kamarnya, terkesan kurang sopan," ucapnya lagi yang merasa tidak enak jika masuk ke kamar orang lain, meskipun rumah ini adalah miliknya. "kak, bangun. Ini kamar aku," kesal Laura yang membangunkan Alvaro, namun Alvaro tidak ingin beranjak bangun sama sekali. "Eh, malah tidur lagi." Rasanya Laura sudah tidak punya tenaga, untuk membangunkan Alvaro lebih lama lagi, matanya sudah mulai mengantuk akibat menangis, karena tidak mungkin tidur di kasur bersama Alvaro, akhirnya Laura memilih tidur di lantai kamar saja. Pasalnya Alvaro memborong tempat tidur sendirian, tidak memberi ruang untuk Laura tidur sama sekali, meskipun masih siang hari, namun kantuk mulai menguasai mereka. Laura mengambil selimut tebal sebagai alas untuk tidur, dan mengambil satu bantal lagi yang tidak digunakan oleh Alvaro. Laura langsung berbaring di lantai berlapiskan selimut, dan mulai memejamkan ked
Bab: 10 Alvaro memainkan ponselnya di ruang tamu, sesekali ia melirik sudut kiri atas ponselnya, dan waktu ternyata sudah menunjukkan jam tujuh malam. Ia berdecak kesal, bayangan tadi sore di kamar Laura masih terlintas di kepalanya. Sebisa mungkin Alvaro membuang jauh-jauh bayangan tadi sore itu, agar tidak terus kepikiran nantinya. Sebenarnya Alvaro ingin memanggil Laura, karena ada hal yang ingin ia bahas, namun ia merasa tidak enak kepada Laura setelah kejadian tadi sore. Tidak ada cara lain, akhirnya Alvaro memanggil Kiki. "Ki, Kiki.." panggil Alvaro "Iya pak bos, Kiki hadir untukmu pak bos," jawab Kiki yang langsung berlari tergopoh menghampiri sang Tuan. "Panggil Laura untuk menemui saya di ruang tamu, sekarang juga, nggak pake lama!" titah Alvaro "Siap pak bos," ucap Kiki tersenyum sambil menatap Alvaro penuh selidik. "Jangan aneh-aneh pikiran kamu, Ki," sela Alvaro yang tahu betul isi pikiran asisten rumah tangganya itu. "I-iya pak, Kiki gak mikir macem-
Bab: 11 Suasana malam semakin larut, kebetulan hujan sangat deras, petir saling bersahutan dengan suara yang begitu keras, membuat Laura tidak dapat tidur dengan tenang dan merasa ketakutan, Laura memang sedikit penakut. Dulunya ketika petir dan hujan serta angin kencang, sang ayah selalu menemaninya tidur, namun jika sudah dewasa sebelum menikah, maka ia akan menginap dikamar sang ibu dan tidur sampai cuaca di luar benar-benar aman. Setelah cuaca di luar aman, ia akan kembali dan tidur di kamarnya sendiri. Namun berbeda halnya dengan sekarang, ia merasa ketakutan sendiri, berharap lampu tidak padam karena angin cukup kencang disertai hujan, dan petir. "Tidak mungkin aku meminta kak Al untuk menemaniku, dikiranya aku mengambil kesempatan," lirihnya dengan suara ketakutan. Laura duduk sambil memeluk dirinya sendiri di tepi kasur, tiba-tiba saja terlintas Kiki di pikirannya, "sebaiknya aku numpang tidur di kamar kiki, atau aku ajak Kiki aja tidur di kamarku," batin Laura.
Bab: 12 Di perusahaan AL, Alvaro sedang melakukan aktivitasnya di kantor, pria pekerja keras itu begitu gigih dalam bekerja juga sangat disiplin serta bertanggung jawab dalam pekerjaannya yang belum selesai. Namun tiba-tiba saja Alvaro kepikiran tentang Laura. "Gimana keadaannya sekarang? apa dia sudah mendingan dari pada semalam?" batin Alvaro bertanya-tanya. Ingin menanyakan langsung kepada Laura, namun ia khawatir jika Laura akan merasa dirinya di khawatirkan dan Laura akan merasa GR, pikirnya. Alvaro langsung memutar otaknya demi mengurangi rasa kekhawatirannya kepada Laura. Alvaro Berpikir sejenak sambil mengetuk-ngetuk meja dengan bolpain-nya. Alvaro tersenyum tipis, lalu segera meraih dan membuka iPad yang berlogo apel tergigit. Ia mulai mengakses cctv yang berada dirumah, Alvaro langsung memasang handset sekaligus ingin mendengar percakapan. Disana terlihat Naura yang memaksa Kiki agar kiki mengizinkannya membantu melakukan pekerjaan rumah, Kiki pun terpaksa mengi
Bab: 13 Malam harinya. "Pak bos, Bu bos.." Teriak Kiki terdengar heboh. Mendengar suara teriakan Kiki, Laura langsung bangun dari tempat tidurnya, dan mencari tahu ada apa gerangan dibalik kehebohan Kiki. sama halnya dengan Alvaro yang langsung mencari tahu apa yang terjadi setelah mendengar suara cempreng Kiki penuh dengan kehebohan. "Ada apa Ki? malam-malam teriak heboh?" tanya Alvaro yang sudah keluar dari kamarnya. Kiki menghampiri Alvaro dan Laura yang kebetulan kamar mereka bersebelahan, keduanya saling berdiri di depan pintu kamar masing-masing. "Pak bos, Bu bos, Tuan dan nyonya menunggu kalian di bawah," ujar Kiki memberitahu. Alvaro mengerutkan keningnya, "Papa dan mama?" tanya Alvaro memastikan "Benar sekali pak bos" "Tumben mama dan papa kerumah malam-malam," batin Alvaro yang melihat ke arah jam dinding yang tiada berhenti berdetak. "Masih jam 8 malam," batin Alvaro yang kemudian segera pergi menemui kedua orangtuanya. Melihat Alvaro yang turun
Bab: 14 Pagi harinya, Alvaro sudah bersiap-siap berangkat ke Singapur, dengan setelan kemeja berwarna maron dan celana hitam, tidak lupa tali pinggang bermerek terkenal yang melingkar di pinggangnya, membuat kharisma seorang Alvaro begitu kentara sekali, wajah tampan dan badan yang kekar menciptakan aura khas dari seorang Alvaro. Melisa, Yoga, kemudian di susul oleh Alvaro, mereka bertiga sudah berada di meja makan untuk sarapan bersama, namun mereka belum memulai sarapan, karena menunggu kedatangan Laura. Tiba-tiba bunyi roda berjalan, mampu menyita perhatian mereka yang berada dimeja makan, mereka menoleh kebelakang, ternyata Laura sudah datang dengan menyeret koper. kini mereka bertiga fokus menatap Laura yang tampak memukau dibalik hijab pink yang senada dengan pakaiannya. senyuman manis, wajah anggun yang terlihat polos mampu membuat hati mereka menghangat. Tersadar, telah menatap Laura sedikit lama, akhirnya Alvaro berdehem agar sarapan pagi segera dimulai. "Ekhm, k
Bab: 15 Malam harinya... Laura tampak memilih gaun yang akan dikenakannya esok hari untuk menghadiri acara pernikahan anak dari rekan bisnis papa mertuanya. "Kak, apakah kamu mau pakai baju warna couple denganku?" tanya Laura tampak hati-hati. Alvaro menatap Laura yang sedang mengacak-ngacak kopernya itu, "Ya," jawabnya singkat. "Baiklah kak, aku akan menyiapkan pakaian kita untuk besok." "Tidak perlu!" jawab Alvaro cepat. Laura mengerutkan keningnya, "Kenapa?" Alvaro tampak menghembuskan nafasnya, lelaki irit bicara itu terlalu malas jika harus banyak mengeluarkan suara "Saya sudah memesankan pakaian untuk kita di acara besok." "Baiklah," Melihat Alvaro yang dengan malasnya menjawab pertanyaannya, Laura akhirnya memilih tidak bertanya lagi, dan langsung membereskan pakaian yang telah di acak olehnya. "Huff, akhirnya selesai juga," lirih Laura. Laura segera beranjak mengganti pakaian yang lebih santai setelah melihat Alvaro pergi ke kamar mandi. Dengan ce
Bab: 16 "Bereskan barang-barang! kita pulang sekarang," ucap Alvaro tiba-tiba. Laura tersenyum getir, bukannya meminta maaf atau merasa bersalah, justru raut wajah Alvaro sangat tidak bersahabat, jika boleh berteriak, maka Laura akan berteriak sekencang mungkin, bahwa ia menyesal ikut Alvaro ke Singapura. Alvaro langsung menuju ke kamar mandi dan membersihkan dirinya, Laura terpaku dan terdiam duduk di atas kasur dengan pandangan yang kosong, "Bagaimana jika aku hamil nanti, apakah Alvaro akan menceraikankan aku setelah 3 bulan nantinya? dan apakah Raka akan menerima diriku ini?" batinnya penuh tanda tanya besar. "Tidak, mustahil Raka akan menerima aku kembali di kehidupannya setelah apa yang terjadi denganku," batin Laura seakan ingin menjerit setelah apa yang terjadi semalam dengannya. Di kamar mandi, Alvaro meninju apapun yang berada di kamar mandi, ia merasa frustasi apa yang terjadi antara dirinya dan Laura semalam. "Arghhhh, apa-apaan ini, aku kira dia gadis yang
Bab: 48 Deg! "Sayang, jangan pergi.. mas nggak tau, kalau kamu kesini, maaf ya," ucap Alvaro dengan penuh rasa bersalah karena telah membuat istrinya bersedih. Laura langsung berbalik dan menatap wajah suaminya itu, "Biarkan aku pergi mas, katanya kamu lagi sibuk." "Tidak ada istilah sibuk untuk kamu, karena kamu adalah prioritasku. Jangan ngambek ya sayang, mas cinta banget sama kamu." "Ta-tapi aku mau pergi saja mas," kata Laura yang merasa tidak lagi mood untuk mengantarkan makanan siang untuk suaminya. "Sayang, aku minta maaf ya. Aku pikir orang lain yang datang, dan aku tidak punya schedule pertemuan hari ini, eh tau-taunya istri mas yang cantik ini datang." "Sekarang, ikut mas ya," ucap Alvaro yang kemudian melihat rantang yang dibawa istrinya itu. Alvaro mengambilnya, "Pasti istri mas, sudah bersusah payah memasaknya, ayo kita makan sayang," bujuk Alvaro. "Pasti masakannya enak banget, karna yang bikinnya penuh cinta dan kasih sayang untuk suaminya." Laura m
Bab: 47 Beberapa hari telah berlalu, selama itu Sofiya semakin menunjukkan perkembangan dan kemajuan yang lebih baik, sehingga saat ini Sofiya sudah bisa tersenyum dan bersikap seperti pada umumnya, hanya saja ia akan histeris jika mengingat masa lalu yang begitu kelam baginya, ia akan histeris saat bayangan itu mulai menghampirinya, dan Laura akan menenangkannya kembali. "Ma," panggil Laura yang menghampiri ibunya. "Iya nak," jawab Sofiya dengan lembutnya. "Laura izin pergi sebentar ya, mama baik-baik disini ya, aku hanya ingin ke kantor mas Al sebentar, mau anterin makanan." "Iya sayang, pergilah temui suami kamu, mama tidak apa-apa disini." "Iya ma, aku sudah meminta Kiki untuk menemani mama," ucap Laura yang kemudian langsung mencium wajah cantik sang ibu. "Kiki, kalau ada apa-apa tolong kabari aku ya," kata Laura. "Siap Bu bos, Kiki akan menjaga ibu Sofiya dengan segenap jiwa dan raga Kiki untuk Bu bos," kata Kiki yang langsung cengengesan. "Baik Ki, aku pe
Bab: 46 Hari ini Laura dan Melisa akan pergi kerumah sakit jiwa, tempat ibunya Laura dirawat, kali ini Laura bertekad akan mengeluarkan sang ibu dari rumah sakit jiwa dan akan merawatnya sendiri hingga kondisi ibunya menjadi lebih baik. Sofiya tidak gila hanya saja mungkin ia merasa stres dan terbebani atas apa yang menimpanya di masa lalu, apalagi Sintiya membawanya kerumah sakit jiwa agar membuat Sofiya semakin gila. "Bismillah," gumam Laura yang memasuki rumah sakit jiwa tersebut yang di dampingi oleh Melisa. Melisa senantiasa selalu berada di sisi Laura, ia akan menghibur menantunya disaat Laura merasa sedih, apalagi jika Alvaro sedang tidak berada di sisinya karena mengurus pekerjaan, maka Melisa lah yang akan menjadi sosok ternyaman bagi Laura. "Ayo sayang," ajak Melisa yang memasuki ruangan Sofiya dirawat. Laura mengangguk, lalu ia membuka pintu ruangan tersebut, tampak ibunya sedang menggendong dua boneka di sisi kiri dan kanannya, membuat hati Laura semakin menc
Bab: 45 Pagi harinya sebelum berangkat ke kantor, Alvaro mengecek kondisi sang istri terlebih dahulu dan memastikan jika keadaan Laura sudah mulai membaik, Alvaro ingin mengambil cuti lagi, namun kali ini ada rapat dadakan yang harus dihadiri oleh dirinya. "Mas," panggil Laura yang terbangun setelah merasakan sentuhan hangat dari tangan suaminya itu. "Iya sayang, kamu sudah baikan?" tanya Alvaro. Laura tersenyum, "Sudah mas, aku sudah merasakan lebih baik dari pada sebelumnya, terimakasih ya mas, karena sudah berada di sisiku di saat aku membutuhkan sandaran." "Kamu tidak perlu berterimakasih, sudah tugas dan kewajibanku sebagai seorang suami untuk mendampingi mu," Kata Alvaro sambil mengusap lembut kepala Laura. Tangan Laura terulur begitu saja untuk memperbaiki dasi sang suami, "Aku sudah tidak apa-apa mas, semangat ya kerjanya." "Maaf, untuk hari ini mas harus ke kantor karena ada rapat dadakan, kamu mas tinggali dirumah sama mama gapapa kan?" tanya Alvaro. "Ga a
Bab: 44 Setibanya di rumah sakit, Laura langsung ditangani oleh dokter dan mulai memeriksa kondisi Laura. "Bagaimana keadaan istri saya dok?" tanya Alvaro dengan khawatir." "Istri anda baik-baik saja pak, ibu Laura hanya pingsan karena merasa kelelahan, selain itu ibu Laura juga merasa stres belakangan ini." "Untuk ibu hamil hindari stres dan jaga pola makan teratur, jangan terlalu memikirkan sesuatu secara berlebihan," ujar sang dokter. "Baik dok, apakah istri saya sudah diperbolehkan untuk pulang?" "Silahkan pak, istri bapak sudah diperbolehkan untuk pulang." "Alhamdulillah." Jordan menghela nafas lega mendengar jika adiknya baik-baik saja. Alvaro dan Jordan segera masuk keruang rawat Laura. "Sayang," panggil Alvaro. Laura dengan tatapan yang lemah menatap suaminya dan juga sang Abang, wajahnya tampak pucat dan ia merasa sedang tidak memiliki tenaga. "M-mas," lirih Laura. Alvaro menggenggam tangan istrinya, "Semua baik-baik saja, kamu yang tenang ya sayang.
Bab: 43 "Baik pak, laporan sudah kami terima dan segera kami proses secepatnya." "Baik pak, segera ditindak lanjuti proses penangkapan ibu Sintiya," kata Alvaro mantap. Setelah melaporkan dan menyerahkan bukti tentang kejahatan Sintiya, Alvaro segera meninggalkan tempat tersebut. "Gimana mas? sudah dilaporkan?" tanya Laura yang menunggu suaminya di dalam mobil, Laura sudah tidak punya tenaga lagi untuk berjalan setelah melihat kondisi ibu kandungnya, ia masih merasa shock. "Sudah, kamu tenang ya sayang. Kita akan kerumah mama tiri kamu,untuk memberi sedikit kejutan untuknya." Laura mengangguk setuju, "Baik mas, kita akan kesana. Bang Jordan juga akan menyusul." Alvaro kembali menyetir mobilnya, kali ini tujuannya ke rumah Sintiya, di sepanjang perjalanan Laura terus saja termenung, tidak ada satu patah katapun yang keluar dari bibirnya. Sesekali Alvaro melirik sekilas pada istrinya, ia tahu betul suasana hati sang istri sedang tidak baik-baik saja saat ini. Alvaro me
Bab: 42 Keesokan harinya, Laura tampak terburu-buru, begitu pula dengan Alvaro, mereka akan pergi kerumah sakit jiwa, Laura tampak tidak sabaran ingin bertemu dengan sang ibu, sedangkan di depan rumah, Jordan sudah menunggu kedatangan mereka berdua. "Sayang, hati-hati jalannya, jangan lari-lari," Tegur Alvaro. "Mas, aku udah gak sabaran pengen ketemu mama, kata mas Raka mama dalam keadaan tidak baik-baik saja." "Tenang ya sayang, kita akan segera kesana, jangan terlalu stres karena itu tidak baik bagi kandungan kamu." "Iya, Mas," jawab Laura. Alvaro dan Laura segera pergi dengan satu mobil yang sama, sedangkan Jordan mengikuti mobil Alvaro dari belakang, Tidak dapat di pungkiri jika Jordan sangat emosional setelah mengetahui kejadian yang sebenarnya, bahwa dalang dibalik semua ini adalah mama Sintiya, sosok wanita yang sudah dianggap seperti ibunya sendiri selama ini, orang yang disayanginya, meskipun mereka tidak pernah mendapatkan kasih sayang dari Sintiya, namun Sint
Bab: 41 Laura menatap kepergian Raka dengan perasaan merasa bersalah, sedih sekaligus merasa terharu atas pengorbanan Raka. Sebelum Raka benar-benar pergi dari rumahnya, Raka menatap lama Laura dengan lengkungan senyum di bibirnya yang sempat ia paksakan bersamaan dengan air mata yang jatuh, Laura membalas senyumannya dengan lambaian tangan, sebelum Raka benar-benar pergi. Perlahan mobil Raka mulai menghilang dari pandangan Laura. Setelah kepergian Raka, Laura tampak termenung dengan tatapan yang kosong. Namun tiba-tiba saja Alvaro muncul dan merangkul pundak istrinya dan membawanya kedalam dekapan. "Kamu sedih kehilangannya hm? kamu masih mencintainya?" tanya Alvaro dengan penuh kelembutan namun ia merasakan kecemburuan melihat Laura dan Raka berbicara, terlebih Laura menangisi kepergian Raka. "Mas, kamu cemburu ya?" tanya Laura mendongak menatap wajah suaminya itu. "Bohong jika aku berkata tidak cemburu." Laura tersenyum tenang, "Mas.. cemburu boleh, karena dengan kam
Bab: 40 "Ounch.." Laura meringis dan tampak kesusahan berjalan, Alvaro langsung saja menggendong sang istri, ia tidak akan pernah membiarkan Laura berjalan untuk hari ini. Ia bertekad akan memanjakan sang istri. "Mas, ini semua gara-gara —" perkataan Laura terpotong. "Iya sayang, gara-gara aku kan? aku akan bertanggung jawab atas perbuatanku ini. Aku tidak akan membiarkan kamu berjalan, biar aku saja yang menggendongmu kemana pun kamu pergi," kata Alvaro yang membuat Laura tersipu malu. Tok tok tok "Siapa?" tanya Alvaro dengan suara tegas. "Ini Kiki pak bos, di ruang tamu ada nyonya." "Baiklah, aku akan segera kesana." "Baik, pak bos." "Tuh kan mas, mama kesini, aku ke susahan jalannya," kata Laura yang tampak merengek. "Seperti janji ku kepadamu, kamu ikut temui mama? atau biar aku aja yang turun sendirian?" tanya Alvaro. "Tentu saja aku ingin menemui mama, Mas." "Baiklah, seperti janjiku kepadamu." Alvaro langsung menggendong Laura dan membawanya turun m