Siang itu, tiba-tiba Zahra datang menemui Dika di ruangannya, ia bahkan tidak mengetuk terlebih dahulu atau meminta izin untuk masuk, kejadian di malam itu seolah menjadikan Zahra sebagai wanita yang begitu sangat berani. Dika terkejut dengan kedatangan masa lalunya itu, ia bahkan terlihat jengkel karena tiba-tiba Zahra masuk tanpa izin ke ruangan pribadinya. "Lancang sekali kamu Zahra, kenapa kamu masuk ke ruangan ku tanpa izin!" marah Dika kesal. "Maafkan aku Mas, aku tidak bermaksud untuk membuatmu marah. Tapi aku datang ke sini karena aku ingin mengajak mu makan siang bersama," ucap Zahra begitu percaya diri, ia bahkan duduk di meja kerja Dika dengan memperlihatkan lekukan tubuhnya. "Apa-apaan kamu ini Zahra? Apa kamu datang ke sini untuk menggoda ku? Maaf Zahra, aku sama sekali tidak tertarik," celetuk Dika yang langsung memalingkan wajah, apapun yang terjadi pada malam bersama Zahra, pria itu nampak tidak mempedulikan apapun. "Mas, yakin kamu tidak tertarik padaku? Padahal
Dor! Dor! Dor! Dika memaksa untuk masuk, namun pintu kamar Tasya terkunci dari dalam, Tasya yang terjaga itu segera bangun dan membuka pintu, betapa terkejutnya Tasya saat mendapati suami pulang dalam keadaan mabuk, hal yang tidak pernah ia lihat selama menikah dengan Dika, namun malam ini ia benar-benar syok melihat sesuatu yang baru saja terjadi itu. "Mas, kamu mabuk? Astaga, kamu kenapa harus melakukan ini si Mas," protes Tasya saat mencoba membantu Dika masuk dan memapahnya. "Banyak sekali masalah ku akhir-akhir ini Tasya, aku benar-benar dibuat sakit kepala," oceh Dika dalam setengah sadar. "Apa si masalah kamu, kenapa kamu harus lari untuk minum-minuman seperti ini. Mas, kamu sudah punya Sauqi, harusnya kamu itu belajar untuk menjadi seorang ayah yang baik, bukan seperti ini," omel Tasya, wanita itu merebahkan tubuh Dika ke atas ranjang. Ia juga melepaskan sepatu dan kaus suaminya dengan sabar. "Mas, minum dulu." Tasya membantu Dika bangkit untuk meneguk air mineral yang se
Hari berganti minggu dan minggu pun berganti bulan, meskipun telah selesai nifas Tasya nampak tidak begitu memperhatikan Dika lagi, kedatangan Sauqi benar-benar membuat dunia Tasya berbeda jauh, ia terlalu sibuk setiap hari hingga mengabaikan Dika yang sudah menantikan kebersamaan dengan Tasya. Rupanya kedatangan Sauqi tak benar-benar membuat keluarga itu bahagia. Apalagi Dika selalu mendapatkan rayuan maut dari mantan kekasih yang dengan rela memberikan apapun pada nya dan juga ikhlas menawarkan diri untuk menjadi kekasih gelap. Pagi ini Dika sudah siap untuk pergi ke kantor, ia menghampiri Tasya yang masih sibuk menggendong dan menimang Sauqi, pria itu pamit dan di respon biasa saja dari Tasya yang terlihat tetap fokus pada putranya. "Tasya, apa kamu tidak bisa menatapku walau cuma sebentar saja, aku ini pamit mau kerja loh, dan aku nggak tahu akan pulang jam berapa nantinya," protes Dika menahan kesal. "Ya ampun Mas, tanpa aku menatap kamu saja aku sudah tahu kalau kamu memang
"Mas, kamu udah cukup tenang?" tanya Zahra pelan. "Emm, sudah jauh lebih baik, terima kasih ya," ucap Dika mengulas senyum. "Sama-sama Mas, kamu bisa cerita sama aku apa yang membuat kamu seperti ini, karena selama aku kenal kamu, aku nggak pernah liat kamu kayak gini," sambung Zahra menatap sayu, tangannya ia letakkan di punggung tangan Dika saat itu, hingga membuat pandangan Dika pun tertuju ke arahnya. "Maaf, kamu merasa terganggu, aku akan melepaskannya." sambung Zahra mengulas senyum lalu mengangkat telapak tangannya. Dika terdiam, entah mengapa perlakuan Zahra begitu membuatnya tersentuh, ada rasa teduh dan tiba-tiba teringat dengan kisah mereka yang dulu. Zahra semakin membuat Dika terpana ketika tiba-tiba ia bersikap begitu manis, bahkan Zahra nampak sengaja mengingatkan kembali betapa serius nya dulu hubungan keduanya tanpa ia sadar jika sebenarnya ia sendiri yang telah mengkhianati. "Mas, maafin aku ya, karena aku udah nyia-nyiain kamu. Tapi perlu kamu tahu Mas, aku nye
Roy mulai menggerayangi tubuh sontal Zahra yang begitu terlihat menggoda malam ini, aroma tubuhnya yang wangi membuat Roy tergoda, ia benar-benar menginginkan wanita itu jadi miliknya malam ini, sementara Zahra sendiri terlihat tidak senang ketika Roy menatap dirinya dengan penuh nafsu. "Roy, apa-apaan si ini, lo jangan macem-macem ya sama gue," marah Zahra mendorong dada bidang pria itu. "Zahra, jangan pura-pura, lo sebenarnya juga menginginkan hal ini, kan? Ayo lah kita nikmati malam ini," ucap Roy penuh nafsu. "Roy, jangan asal bicara ya lo, gue masih punya harga diri, gue bukan wanita murahan seperti yang lo kira," cetus Zahra kesal. "Zahra, semakin lo menolak semakin gue menginginkan lo, ayo lah... Nggak akan ada yang tahu, di apartemen ini cuma ada gue dan lo." bisik Roy yang sudah tidak bisa menahan diri. Namun Zahra masih waras, tidak mungkin ia melakukan hal itu pada pria yang bukan suaminya, apalagi niatnya saat ini adalah ingin menggeser Tasya dari kehidupan Dika, tent
Bukannya turun, Cahyo justru menatap wajah Zahra dengan tatapan lekat, membuat Zahra semakin merasa risih. Karena tak kunjung turun, Zahra akhirnya memutuskan untuk keluar lagi dan membuka pintu bagian samping, tangan Zahra dengan cepat menarik pergelangan Cahyo supaya pria itu keluar. "Ayo Mas, keluar! Kamu nggak denger ya, apa yang aku suruh," marah Zahra terus menarik pergelangan tangan itu. Cahyo menyeringai senyum, tubuh Zahra yang kurus tentu saja kesulitan untuk membuat Cahyo benar-benar keluar dari sana, pria itu justru menarik kembali tangan Zahra hingga membuat tubuh Zahra jatuh dalam dekapannya, Zahra terkejut, kedua matanya mendelik ketika bibirnya hampir menyentuh bibir Cahyo. Bau aroma alkohol begitu menyengat, dan Zahra sangat membenci hal itu. Sejak Cahyo menjadi suaminya, Zahra sangat tidak suka dengan perlakuan kasar Cahyo. "Mas, lepaskan!" pinta Zahra berusaha melepaskan diri. "Tidak Zahra, aku tidak akan melepaskan kamu, kecuali kalau kamu mau mengantarkan aku
Ting... Tong... Suara bel berbunyi, Zahra yang sejak tadi menunggu balasan dari Dika itu akhirnya berdiri untuk membuka pintu, dan berapa terkejutnya wanita itu saat mengetahui bahwa yang datang bertamu adalah Dika. "Mas Dika, kamu datang ke sini," tatapan Zahra seorang tidak percaya. "Iya, bukannya kamu tadi bilang mau makan nasi goreng? Ini aku belikan," ucap Dika mengangkat sebungkus nasi kotak di tangannya. "Ya ampun, jadi kamu beneran beliin buat aku Mas, makasih banget ya Mas, aku dari tadi menunggu balasan dari kamu, tapi kamu nggak kasih aku balasan, rupanya kamu beneran datang ke sini." jawab Zahra tersenyum bahagia.Dika mengulas senyum, lalu segera di ajak masuk oleh Zahra, wanita itu pergi menuju dapur untuk menyalin nasi kotak itu ke sebuah piring, lalu ia kembali lagi dan duduk di samping Dika. Pria itu nampak kikuk ketika berada di ruangan yang sama dengan wanita yang pernah memenuhi hatinya itu, sementara Zahra sendiri justru menampakkan keberaniannya untuk mendek
"Tentu saja, mari kita lanjut lagi makannya," sahut Dika mengulas senyum. "Terima kasih banyak Mas. Oh ya, kalau boleh tahu kamu punya janji mau pergi ya sama Tasya?" tanya Zahra di detik selanjutnya. "Iya, aku ada janji mau ke rumah mama papa, mungkin mereka kangen sama Sauqi," seru Dika membenarkan. "Emmm, enak banget ya sekarang hidup kamu Mas, kamu sudah memiliki istri dan anak, sementara aku, aku harus gagal membina rumah tangga." lirih Zahra terlihat sangat sedih, ia memasang wajah memelas hingga menimbulkan rasa iba pada Dika. Dika mengulas senyum dan menepuk pundak Zahra, mendoakan agar wanita itu cepat mendapatkan pengganti dan bisa membina rumah tangga lagi dengan wanita yang tepat. Sementara Zahra sendiri hanya mengulas senyuman datar. Di tempat lain, Tasya sudah tiba di depan rumah kedua mertuanya, rumah yang sudah sangat lama sekali tidak ia kunjungi selama memiliki putra. Kedatangan Tasya itu disambut bahagia oleh Riri dan Arkana yang sudah menunggu sejak tadi. Sen