Ting... Tong... Suara bel berbunyi, Zahra yang sejak tadi menunggu balasan dari Dika itu akhirnya berdiri untuk membuka pintu, dan berapa terkejutnya wanita itu saat mengetahui bahwa yang datang bertamu adalah Dika. "Mas Dika, kamu datang ke sini," tatapan Zahra seorang tidak percaya. "Iya, bukannya kamu tadi bilang mau makan nasi goreng? Ini aku belikan," ucap Dika mengangkat sebungkus nasi kotak di tangannya. "Ya ampun, jadi kamu beneran beliin buat aku Mas, makasih banget ya Mas, aku dari tadi menunggu balasan dari kamu, tapi kamu nggak kasih aku balasan, rupanya kamu beneran datang ke sini." jawab Zahra tersenyum bahagia.Dika mengulas senyum, lalu segera di ajak masuk oleh Zahra, wanita itu pergi menuju dapur untuk menyalin nasi kotak itu ke sebuah piring, lalu ia kembali lagi dan duduk di samping Dika. Pria itu nampak kikuk ketika berada di ruangan yang sama dengan wanita yang pernah memenuhi hatinya itu, sementara Zahra sendiri justru menampakkan keberaniannya untuk mendek
"Tentu saja, mari kita lanjut lagi makannya," sahut Dika mengulas senyum. "Terima kasih banyak Mas. Oh ya, kalau boleh tahu kamu punya janji mau pergi ya sama Tasya?" tanya Zahra di detik selanjutnya. "Iya, aku ada janji mau ke rumah mama papa, mungkin mereka kangen sama Sauqi," seru Dika membenarkan. "Emmm, enak banget ya sekarang hidup kamu Mas, kamu sudah memiliki istri dan anak, sementara aku, aku harus gagal membina rumah tangga." lirih Zahra terlihat sangat sedih, ia memasang wajah memelas hingga menimbulkan rasa iba pada Dika. Dika mengulas senyum dan menepuk pundak Zahra, mendoakan agar wanita itu cepat mendapatkan pengganti dan bisa membina rumah tangga lagi dengan wanita yang tepat. Sementara Zahra sendiri hanya mengulas senyuman datar. Di tempat lain, Tasya sudah tiba di depan rumah kedua mertuanya, rumah yang sudah sangat lama sekali tidak ia kunjungi selama memiliki putra. Kedatangan Tasya itu disambut bahagia oleh Riri dan Arkana yang sudah menunggu sejak tadi. Sen
"Apa yang kau ingin kan?" tanya Dika menatap sayu ke arah Tasya. "A-aku sebenarnya haus, dan pengen minum," lirih nya memberi tahu. "Bukan masalah besar, aku akan ambilkan minum untuk kamu." jawab Dika mengulas senyum. Pria itu akhirnya bangkit untuk mengambilkan segelas air minum seperti yang diinginkan oleh Tasya, dan tak lama kemudian Dika pun kembali dengan membawa sesuatu yang diinginkan oleh Tasya. "Ini, minum lah," lirih nya seraya menyodorkan gelas itu padanya. "Makasih ya Mas," ucap Tasya tersenyum tipis. "Ya, sama-sama, apa kamu mau makan juga?" tawar Dika dengan suara lemah lembut. "Nggak Mas, aku masih kenyang." tolak wanita itu. Beberapa saat kemudian mereka terdiam cukup lama, Dika tidak berani menyapa lebih dalam, begitu juga dengan Tasya yang merasa sungkan, lantaran beberapa pekan terakhir memang komunikasi mereka sedang tidak baik. Tatapan Tasya yang begitu dingin itu entah mengapa tiba-tiba membuat Dika merasa rindu, bahkan saat ini ia sedang menatap liar ke
"Ih Papa, kepo aja," Mama Riri mengulas senyum menatap suaminya. "Yah, main rahasia-rahasiaan gitu. Oh ya, kapan nih makan malam di mulai, udah laper tahu," Papa Arkana terlihat mengelus perutnya yang buncit. "Iya, sebentar lagi kita mulai kok, tenang aja." jawab mama Riri dengan tenang, lantaran semua menu makanan sudah siap disajikan. Di kamar Tasya dan Dika justru masih dalam keadaan tegang, lantaran apa yang baru saja ingin mereka lakukan rupanya kepergok oleh sang mama, meskipun sebenarnya sudah menjadi hak milik, tetapi entah mengapa keduanya merasa begitu canggung. Klunting__Sebuah pesan masuk di ponsel Dika dan Tasya secara bersamaan, dan hal itu menyadarkan keduanya yang masih dalam keadaan yang sama. Dika pun meraih ponselnya, begitu juga dengan Tasya, yang fokus dengan pesan yang baru saja ia baca. [Malam Tasya, bagaimana kabarmu hari ini bersama Sauqi, apa cukup melelahkan? Apa kamu sudah istirahat dan makan?] Pesan yang dibaca Tasya sempat membuatnya mengukir senyum
Bruk! Saat Zahra sedang asik menikmati jalan-jalan seorang diri di sebuah mall, tiba-tiba ia tak sengaja bertabrakan dengan seorang pria yang memakai jaket berwarna hitam, wanita itu berusaha mengambil cemilan yang baru saja ia beli, dan saat ia berusaha berdiri dengan tegap, ia menyadari pria yang sempat ia tabrak itu adalah Roy. Ingatan Zahra pun langsung tertuju pada malam panas yang pernah Roy lakukan padanya, dan ia mulai tidak memiliki respek lagi pada teman yang selama ini ia ajak kerja sama itu. Tanpa mengucapkan kalimat apapun, Zahra pun berniat untuk pergi dan meninggalkan tempat itu, namun dengan cepat Roy menangkap pergelangan tangan Zahra hingga membuat wanita itu terhenti. "Lepas!" wanita itu dengan kasar menepis tangan yang Roy. "Zahra, lo kenapa si judes banget kayak gini? Oh ya, ngomong-ngomong kita udah lama lo nggak ketemu, mumpung ada di sini, kita makan bareng yuk," ajak Roy seolah merasa tidak ada masalah apa-apa. "Sorry, gue nggak tertarik buat makan bareng
"Ayo sayang, ke sini," ajak Roy yang telah memapah Zahra menuju kamar yang sudah ia pesan sebelumnya. "Mau kau bawa ke mana aku, aku mau pulang," dengan posisi mabuk, Zahra masih bersuara dan menginginkan kepulangan. "Tenang lah, malam ini kita akan bersenang-senang lagi, kau tidak perlu khawatir. Aku akan membuatmu terbang ke surga dunia lagi." tukas Roy tertawa lepas, membawa masuk wanita nya itu dengan penuh nafsu dan gairah yang sudah tak tertahankan lagi. Saat itu Zahra masih berusaha memberontak, di tengah kelemahan tenaga yang tersisa, akhirnya wanita itupun kalah, Roy mengungkungnya dengan liar hingga membuat Zahra akhirnya pasrah. Di tengah permainan panas yang dilakuan oleh Roy, ia tak sadar jika pintu kamarnya itu dibuka oleh Cahyo, pria itu sengaja merekam vidio perbuatan mereka di kamar itu, agar suatu saat bukti yang ia miliki akan menjadi senjatanya nanti. Setelah itu Cahyo pun kembali menutup tersebut dan berlalu pergi. Hampir satu jam lamanya, permainan itu pun b
"M-mas Cahyo, jadi kamu supir taksi tadi? Apa-apaan ini, apa maksud mu, Mas!" Zahra cukup syok ketika menyadari bahwa yang membawanya ke tempat pilihannya adalah Cahyo. "Kenapa sayang, kamu terkejut ya saat mengetahui jika ini aku, tenang lah, aku hanya ingin ikut bersenang-senang denganmu," celetuk Cahyo mengulas senyum, tatapannya seolah memberikan sebuah arti yang mengerikan. "Mas, jangan macam-macam kamu ya, aku sudah tidak ada urusan apa-apa lagi dengan mu, kita sudah bukan suami istri lagi, jadi tolong jaga sikap mu!" bentak Zahra tidak suka. "Oh, hanya karena aku bukan lagi suamimu, jadi kamu tidak mau ditemani denganku, lalu siapa Roy? Pria yang dengan bebas menjamah dan meniduri mu kapan pun dia mau, lalu apa aku tidak boleh menginginkan hal yang sama?" tukas Cahyo mulai menatap nakal ke seluruh tubuh Zahra. Membuat Zahra risih dan jijik, ia pun merasa sangat kesal dengan ucapan Cahyo yang menyebut nama Roy, wanita itu mencoba untuk mengelak meskipun pada kenyataannya ha
Kepergian Cahyo saat itu membuat Zahra ketakutan, pukulan dan dan kekerasan yang dilakukan oleh Cahyo meninggalkan jejak yang begitu menyakitkan di sana, membuat wanita itu tidak bisa bergerak dengan bebas saking ngilu nya. Karena tidak tahan, akhirnya Zahra memutuskan untuk meminta bantuan pada Dika, ia menghubungi pria itu tanpa memperdulikan saat ini jam berapa. Sementara saat Zahra menelpon Dika dan Tasya sudah hendak tidur setelah berbincang ringan dengan keluarga, mereka masih berada di rumah mama Riri yang belum mengizinkan mereka pulang. Menyadari ponselnya berdering, pria itu langsung saja mengangkat dan mendengar suara suara Zahra yang sedang menangis. [Halo, ada apa?] tanya Dika yang saat itu tak berani menyebutkan nama Zahra, lantaran Tasya juga ikut penasaran dengan siapa suaminya itu sedang berbicara. [Mas, t-tolong aku, jemput aku mas, aku tidak tahan lagi, aku di aniaya mas Cahyo] ucap Zahra mengadukan semua nya pada Dika. [Apa! Sekarang kamu ada di mana? Beritahu