Bangun dengan kepala pusing, Rania pun memijat pelanggan pelipisnya dengan harapan rasa pusing itu bisa sembuh. Namun, ketika matanya terbuka dengan lebar betapa terkejutnya dia melihat sosok pria yang sudah tidur di sampingnya dengan menghadap Rania. Mata Rania melebar sempurna, bahkan dia sampai mencubit lengannya yang terasa sakit dengan apa yang dia lihat. "Mas Abri!!" teriak Rania. Abrisam yang mendengar hal itu langsung membuka matanya perlahan dan meraba tangan Rania yang ternyata sudah bangun di depannya. "Rana kamu sudah bangun." "Mas dari mana aja!! Dari kemarin aku nyariin Mas nggak ada. Terus tiba-tiba sekarang Mas udah ada di kamar begini!!" Abrisam menarik tangan Rania untuk mendekat, memeluk wanita itu dengan lembut. "Maaf ya, kemarin aku udah bikin kamu khawatir." "Ya, tapi jangan begitu dong Mas. Kamu tau nggak sih, kemarin udah hampir nangis aku nyariin kamu. Keliling hotel, sampai berpikir ninggalin aku di sini sendirian." adu Rania. Abrisam tersenyum, dia pun
Rania duduk termenung di samping Abrisam, mereka meneruskan perjalanan mereka untuk pulang ke rumah. Di sepanjang perjalanan tidak ada yang membuka suara antara Abrisam dan juga Rania. Abrisam yang sibuk dengan pikirannya sendiri. Begitu juga dengan Rania yang sibuk mencerna ucapan Abrisam. Dimana pria itu ternyata belum sempurna menerima keberadaan Rania. Apa yang pria itu pikirkan sebenarnya? Bahkan ketika sudah menikah dan tinggal dalam satu rumah, Rania berpikir jika Abrisam akan menerimanya dengan setulus hatinya. Apalagi sikap Abrisam yang menunjukkan ketulusan hati, dan seolah menerima Rania selama ini. Membuat Rania berpikir jika dia akan gampang akrab satu sama lain. Tapi Rania salah, ada nama lain selain Rania dalam pikiran dan juga hatinya. Bodoh!! Itulah kata yang selalu Rania ulang dalam dirinya. Mana ada sih orang di jodohin langsung menerima semuanya. Sikap baik itu relatif, banyak yang bersikap baik tapi nyatanya menyakitkan. Jika Rania
"Ranaaaaa … " Selena berteriak kencang ketika melihat Rania datang bersama dengan Abrisam. Wanita tua itu langsung memeluk menantunya dengan erat. "Kamu itu kemana aja sih, katanya udah mau pulang tapi dua hari nggak pulang-pulang." omelnya. Rania meminta maaf atas sikapnya yang tidak pasti, dia juga tidak tahu jika Abrisam menambah jadwal liburannya dua hari. Padahal waktu itu Rania juga berpikir jika mereka akan segera pulang ke rumah. Apalagi Rania sudah bilang jika mereka akan pulang. Dan nyatanya Abrisam malah mengajak Rania menginap di hotel selama dua hari. Selena berdehem, menarik tangan Rania untuk cepat-cepat masuk ke dalam rumah. Tidak mempedulikan Abrisam yang kesusahan berjalan dan dibantu oleh Bagas. Belum lagi tiga koper yang mereka bawa juga kan butuh dibawa masuk ke dalam rumah. "Jadi gimana selama liburan kamu sama Abrisam ngapain aja?" bisik Selena. Dengan polosnya Rania pun menceritakan jika mereka hanya menginap dan menghabiskan waktu bersama. Banyak cerita ha
Rania bangkit dari duduknya, setelah mendengar kata itu. Dia pun menatap Abrisam gugup. "Mas kayaknya Mami manggil aku deh." kata Rania beralasan. Abrisam mengorek telinganya dengan jari kelingkingnya. "Kok aku nggak kedengeran ya." "Masa sih Mas. Kenceng loh Mami manggilnya." ucap Rania gugup. Wanita itu mencoba bangkit dan menjauh dari Abrisam. Namun, tangan itu, tangan kekar milik Abrisam lebih dulu mengurung tubuh Rania. Rania kembali gugup, dia bahkan menggeser duduknya dengan pelan. Dengan harapan jika Abrisma tidak akan tahu gerakan Rania. Sayangnya, ketika wanita itu menggeser duduknya disaat itulah tangan Abrisam langsung menyentuh pinggang Rania. "Mas … " lirih Rania gugup. Jantungnya kembali berdetak lebih kencang, jangan sampai Abrisam kembali melakukannya di rumah ini. Bukannya apa, Rania hanya trauma dengan suara desahan antara dirinya dan juga Abrisam yang saling bersahutan satu sama lain. Menelan salivanya kasar, tangan Rania menyentuh lengan Abrisam. Dia ingin m
"Maaf Om, tapi kayaknya Rania nggak bisa." David mendongak, menatap Rania dengan banyak pertanyaan. Kali ini, mereka kembali bertemu di taman kota untuk membahas perjodohan yang David katakan. Dan tentunya Rania langsung menolaknya. Meskipun David memberikan banyak foto pria tampan dan mapan sekalipun. Jika saja David tahu, yang menikah dengan Abrisma adalah Rania bukan Rana. Mungkin hal ini tidak akan terjadi. "Kenapa? Apa mereka kurang menurutmu?" tanya David penasaran. Rania menggeleng. Mereka tidak kurang apapun mereka semua tampan dan memiliki pekerjaan yang mapan. Bahkan Rania sampai berpikir jika hidup dengan mereka, tidak akan mengalami kekurangan apapun. Tapi disini, Rania tidak suka dijodohkan, dia akan mencari jodohnya sendiri. Dan tentunya bukan dari tangan David juga. Dia akan mencari sesuai dengan apa yang dia inginkan dari keluarga yang sama dengan dirinya, agar nanti jika mereka menikah tidak ada saling menghina satu sama lain. Apalagi David tahu kan jika Rania in
Sesampainya di rumah, Rania sedikit kesal dengan jajanan yang dia bawa. Jagung manis itu tidak tumpah, tapi susu kental manisnya yang tumpah dan membasahi kantong plastik yang dia bawa. Akhirnya Rania pun menuangkan ke dua mangkuk ukuran sedang dan menambahkan sendiri susu kental manis yang dia punya. Untung saja waktu mertuanya datang dia membawa bahan banyak untuk membuat cemilan untuk Rania dan juga Abrisam. Katanya lagi mencoba resep baru dan dia ingin Rania yang mencicipinya. Terlalu sibuk menuangkan susu kentang dengan takaran ala Rania. Tanpa wanita itu sadari jika Abrisam baru saja memasuki area dapur. Pria itu baru saja sampai dan mengganti bajunya, dia hanya lelah bekerja di kantor dan meminta Bagas untuk menangani semuanya. Dia juga meminta Bagas untuk mengantarkan Abrisam pulang ke rumah, selain untuk istirahat Abrisam juga membutuhkan vitamin. "Yah … kok malah tumpah sih." gumam Rania. Wanita itu memindahkan susu kental manis setelah menutupnya. Lalu, mengambil tisu d
Rania langsung menjaga jaraknya pada Abrisam. Menarik kepalanya dan menatap Selena yang datang ke rumah ini dengan senyum yang mengembang. Rania tersenyum kecil, dia membantu Abrisam bangkit dari rebahan nya. "Loh itu Abrisam kenapa, Ran?" tanya Selena bingung, menaruh semua belanjaannya di atas meja dengan heran. "Kepala Mas Abri pusing, Mi, aku pijitin bentar tadi." jelas Rania. Selena mengangguk, dia memberikan dua paper bag warna hitam pada Rania. Itu adalah hadiah Selena untuk Rania, apalagi setelah menikah Selena belum memberi hadiah apapun pada menantunya. Mendengar hal itu, tentu saja perasaan Abrisam tidak enak. Dia merasa ada sesuatu yang Selena lakukan pada Rania. Bukannya apa, mendadak Abrisam juga takut jika Selena berbuat macam-macam ada Rania. Dia juga merasa trauma dengan sikap Selena pada Rania. "Muka kamu kok begitu, Bri. Kayak nggak suka banget Mami datang bawain hadiah buat Rana." kata Selena, yang sejak tadi melihat raut wajah Abrisam tidak bersahabat sama se
Keesokan paginya, Rania bangun dengan tubuh yang remuk. Pinggangnya sangat sakit karena terlalu banyak tidur miring. Begitu juga dengan kepalanya yang sakit dibuat menoleh. Mungkin setelah ini Rania akan memanggil pijat tradisional untuk men service bodynya. Dia terlalu sibuk, belum lagi liburan bersama dengan Abrisam, makanya dia merasa tubuhnya sangat lelah. Memasuki kamar mandi, Rania terkejut ketika melihat Abrisam yang meraba banyak barang dan menjatuhkannya. Pria itu seolah mencari sesuatu tapi tidak ketemu, sehingga membuang banyak barang dan juga gelas kecil untuk kumur. Padahal Rania berpikir jika Abrisam sudah pergi ke kantor bersama dengan Bagas. "Mas Abri lagi nyari apa sih, kenapa semua barangnya dibuang?" kata Rania pelan. Abrisam tersentak dia pun menarik tangannya dari benda yang ingin disentuh. "Kamu sudah bangun?" katanya, dan membuat Rania mengangguk. Meskipun Abrisam tidak tahu, tapi Rania tahu jika Abrisam pasti tahu kebiasaan Rania ketika ditanya dan tidak ada
Setelah berkeliling dan membutuhkan waktu dua jam. Akhirnya Rania pun memutuskan untuk duduk di kursi yang tersedia. Jika tadi dia sempat masuk ke ruangan, kali ini mereka berada di luar ruangan. Dekat dengan wahana air dan juga perahu. Sayangnya pengen naik pun juga tidak akan bisa, Rania mendadak takut kecebur ke dalam air itu dan melihat sesuatu yang tak ingin dia lihat. Cahaya, kuda nil dan juga ular air. "Kalau bahaya, nggak mungkin ada wahananya juga Ran. Nggak mungkin ada perahu jika ada kuda nil atau ular seperti yang kamu pikir." "Tapi Mas itu airnya nggak cerah. Kayak air sungai, bisa jadi kan kalau itu–" "Parno banget sih kamu. Nggak ada begituan, Rana." "Siapa tau Mas. Kan aku bilangnya begitu." Abrisam memilih diam, jangan sampai dia berdebat dengan Rania hanya karena ular dan juga kuda nil. Sedangkan sejak tadi Abrisam juga tidak mendengar Rania menyebut atau suara kuda nil di daerah ini. Itu tandanya tidak ada kuda nil meskipun Abrusma tidak bisa melihatnya. Duduk
Sesuai janji Rania, wanita itu membawa Abrisam ke suatu tempat, seperti yang dia katakan. Kali ini, Rania membawa Abrisam ke tempat wisata, seperti kebun binatang tapi memiliki banyak wahana. Bahkan di depan tempat ini saja Rania bisa melihat gapura dengan gambar kepala banteng. "Wah Mas masih sepi." kata Rania. "Belum buka mungkin." Rania menunduk menatap arloji yang melingkar di tangannya, dan mencocokkan pada tiket yang dia bawa. Disini, tertulis jika tempat ini buka jam sepuluh pagi, dan katanya hari ini adalah opening tempat wisata ini. "Kita masuk dulu aja Mas, sambil nunggu di dalam." kata Rania. Abrisam hanya menurut saja, dia menggandeng tangan Rania sebagai alat berjalannya. Bahkan Abrusma bisa merasakan tangannya yang bergoyang kesana kemari, seiring lompatan yang Rania lakukan. Wanita itu seolah berjalan diatas trotoar yang ada, sesekali bersenandung kecil. Masuk ke lingkup tempat wisata ini, Rania benar-benar tidak melihat satu orang pun ditempat ini. Jangankan peng
Keesokan paginya, Rania bangun dengan tubuh yang remuk. Pinggangnya sangat sakit karena terlalu banyak tidur miring. Begitu juga dengan kepalanya yang sakit dibuat menoleh. Mungkin setelah ini Rania akan memanggil pijat tradisional untuk men service bodynya. Dia terlalu sibuk, belum lagi liburan bersama dengan Abrisam, makanya dia merasa tubuhnya sangat lelah. Memasuki kamar mandi, Rania terkejut ketika melihat Abrisam yang meraba banyak barang dan menjatuhkannya. Pria itu seolah mencari sesuatu tapi tidak ketemu, sehingga membuang banyak barang dan juga gelas kecil untuk kumur. Padahal Rania berpikir jika Abrisam sudah pergi ke kantor bersama dengan Bagas. "Mas Abri lagi nyari apa sih, kenapa semua barangnya dibuang?" kata Rania pelan. Abrisam tersentak dia pun menarik tangannya dari benda yang ingin disentuh. "Kamu sudah bangun?" katanya, dan membuat Rania mengangguk. Meskipun Abrisam tidak tahu, tapi Rania tahu jika Abrisam pasti tahu kebiasaan Rania ketika ditanya dan tidak ada
Rania langsung menjaga jaraknya pada Abrisam. Menarik kepalanya dan menatap Selena yang datang ke rumah ini dengan senyum yang mengembang. Rania tersenyum kecil, dia membantu Abrisam bangkit dari rebahan nya. "Loh itu Abrisam kenapa, Ran?" tanya Selena bingung, menaruh semua belanjaannya di atas meja dengan heran. "Kepala Mas Abri pusing, Mi, aku pijitin bentar tadi." jelas Rania. Selena mengangguk, dia memberikan dua paper bag warna hitam pada Rania. Itu adalah hadiah Selena untuk Rania, apalagi setelah menikah Selena belum memberi hadiah apapun pada menantunya. Mendengar hal itu, tentu saja perasaan Abrisam tidak enak. Dia merasa ada sesuatu yang Selena lakukan pada Rania. Bukannya apa, mendadak Abrisam juga takut jika Selena berbuat macam-macam ada Rania. Dia juga merasa trauma dengan sikap Selena pada Rania. "Muka kamu kok begitu, Bri. Kayak nggak suka banget Mami datang bawain hadiah buat Rana." kata Selena, yang sejak tadi melihat raut wajah Abrisam tidak bersahabat sama se
Sesampainya di rumah, Rania sedikit kesal dengan jajanan yang dia bawa. Jagung manis itu tidak tumpah, tapi susu kental manisnya yang tumpah dan membasahi kantong plastik yang dia bawa. Akhirnya Rania pun menuangkan ke dua mangkuk ukuran sedang dan menambahkan sendiri susu kental manis yang dia punya. Untung saja waktu mertuanya datang dia membawa bahan banyak untuk membuat cemilan untuk Rania dan juga Abrisam. Katanya lagi mencoba resep baru dan dia ingin Rania yang mencicipinya. Terlalu sibuk menuangkan susu kentang dengan takaran ala Rania. Tanpa wanita itu sadari jika Abrisam baru saja memasuki area dapur. Pria itu baru saja sampai dan mengganti bajunya, dia hanya lelah bekerja di kantor dan meminta Bagas untuk menangani semuanya. Dia juga meminta Bagas untuk mengantarkan Abrisam pulang ke rumah, selain untuk istirahat Abrisam juga membutuhkan vitamin. "Yah … kok malah tumpah sih." gumam Rania. Wanita itu memindahkan susu kental manis setelah menutupnya. Lalu, mengambil tisu d
"Maaf Om, tapi kayaknya Rania nggak bisa." David mendongak, menatap Rania dengan banyak pertanyaan. Kali ini, mereka kembali bertemu di taman kota untuk membahas perjodohan yang David katakan. Dan tentunya Rania langsung menolaknya. Meskipun David memberikan banyak foto pria tampan dan mapan sekalipun. Jika saja David tahu, yang menikah dengan Abrisma adalah Rania bukan Rana. Mungkin hal ini tidak akan terjadi. "Kenapa? Apa mereka kurang menurutmu?" tanya David penasaran. Rania menggeleng. Mereka tidak kurang apapun mereka semua tampan dan memiliki pekerjaan yang mapan. Bahkan Rania sampai berpikir jika hidup dengan mereka, tidak akan mengalami kekurangan apapun. Tapi disini, Rania tidak suka dijodohkan, dia akan mencari jodohnya sendiri. Dan tentunya bukan dari tangan David juga. Dia akan mencari sesuai dengan apa yang dia inginkan dari keluarga yang sama dengan dirinya, agar nanti jika mereka menikah tidak ada saling menghina satu sama lain. Apalagi David tahu kan jika Rania in
Rania bangkit dari duduknya, setelah mendengar kata itu. Dia pun menatap Abrisam gugup. "Mas kayaknya Mami manggil aku deh." kata Rania beralasan. Abrisam mengorek telinganya dengan jari kelingkingnya. "Kok aku nggak kedengeran ya." "Masa sih Mas. Kenceng loh Mami manggilnya." ucap Rania gugup. Wanita itu mencoba bangkit dan menjauh dari Abrisam. Namun, tangan itu, tangan kekar milik Abrisam lebih dulu mengurung tubuh Rania. Rania kembali gugup, dia bahkan menggeser duduknya dengan pelan. Dengan harapan jika Abrisma tidak akan tahu gerakan Rania. Sayangnya, ketika wanita itu menggeser duduknya disaat itulah tangan Abrisam langsung menyentuh pinggang Rania. "Mas … " lirih Rania gugup. Jantungnya kembali berdetak lebih kencang, jangan sampai Abrisam kembali melakukannya di rumah ini. Bukannya apa, Rania hanya trauma dengan suara desahan antara dirinya dan juga Abrisam yang saling bersahutan satu sama lain. Menelan salivanya kasar, tangan Rania menyentuh lengan Abrisam. Dia ingin m
"Ranaaaaa … " Selena berteriak kencang ketika melihat Rania datang bersama dengan Abrisam. Wanita tua itu langsung memeluk menantunya dengan erat. "Kamu itu kemana aja sih, katanya udah mau pulang tapi dua hari nggak pulang-pulang." omelnya. Rania meminta maaf atas sikapnya yang tidak pasti, dia juga tidak tahu jika Abrisam menambah jadwal liburannya dua hari. Padahal waktu itu Rania juga berpikir jika mereka akan segera pulang ke rumah. Apalagi Rania sudah bilang jika mereka akan pulang. Dan nyatanya Abrisam malah mengajak Rania menginap di hotel selama dua hari. Selena berdehem, menarik tangan Rania untuk cepat-cepat masuk ke dalam rumah. Tidak mempedulikan Abrisam yang kesusahan berjalan dan dibantu oleh Bagas. Belum lagi tiga koper yang mereka bawa juga kan butuh dibawa masuk ke dalam rumah. "Jadi gimana selama liburan kamu sama Abrisam ngapain aja?" bisik Selena. Dengan polosnya Rania pun menceritakan jika mereka hanya menginap dan menghabiskan waktu bersama. Banyak cerita ha
Rania duduk termenung di samping Abrisam, mereka meneruskan perjalanan mereka untuk pulang ke rumah. Di sepanjang perjalanan tidak ada yang membuka suara antara Abrisam dan juga Rania. Abrisam yang sibuk dengan pikirannya sendiri. Begitu juga dengan Rania yang sibuk mencerna ucapan Abrisam. Dimana pria itu ternyata belum sempurna menerima keberadaan Rania. Apa yang pria itu pikirkan sebenarnya? Bahkan ketika sudah menikah dan tinggal dalam satu rumah, Rania berpikir jika Abrisam akan menerimanya dengan setulus hatinya. Apalagi sikap Abrisam yang menunjukkan ketulusan hati, dan seolah menerima Rania selama ini. Membuat Rania berpikir jika dia akan gampang akrab satu sama lain. Tapi Rania salah, ada nama lain selain Rania dalam pikiran dan juga hatinya. Bodoh!! Itulah kata yang selalu Rania ulang dalam dirinya. Mana ada sih orang di jodohin langsung menerima semuanya. Sikap baik itu relatif, banyak yang bersikap baik tapi nyatanya menyakitkan. Jika Rania