Terbangun dari tidurnya. Rania sudah mendapati tempat tidurnya kosong. Rania mencoba mencari Abrisam di kamar hotel, hingga kamar mandi juga tidak ada sama sekali. Dimana pria itu? Apa mungkin dia meninggalkan Rania di hotel ini sendirian? Memunguti bajunya, wanita itu mengenakan bajunya asal. Lalu keluar kamar hotel ini dan mencoba mencari keberadaan Abrisam. Dan nyatanya Rania sama sekali tidak menemukan Abrisam di lingkup hotel ini. "Mbak lihat suami saya nggak?" tanya Rania pada resepsionis hotel ini. Dia bahkan menunjukkan foto Abrisam pada Mbak-mbak itu dan membuat orang itu saling lirik aneh. "Ini suami saya, Mbak lihat lewat sini nggak?" kata Rania kembali. "Mbak Nona, saya tidak melihat suami anda." Bahu Rania merosot. "Terima kasih Mbak." Wanita itu membalik badannya dan kembali mencari Abrisam. Mungkin saja dia masih ada di sekitar hotel ini. Sekali lagi!! Rania mengelilingi hotel ini dan tidak menemukan Abrisam sama sekali. Hingga akhirnya wanita itu memutuskan untuk
Bangun dengan kepala pusing, Rania pun memijat pelanggan pelipisnya dengan harapan rasa pusing itu bisa sembuh. Namun, ketika matanya terbuka dengan lebar betapa terkejutnya dia melihat sosok pria yang sudah tidur di sampingnya dengan menghadap Rania. Mata Rania melebar sempurna, bahkan dia sampai mencubit lengannya yang terasa sakit dengan apa yang dia lihat. "Mas Abri!!" teriak Rania. Abrisam yang mendengar hal itu langsung membuka matanya perlahan dan meraba tangan Rania yang ternyata sudah bangun di depannya. "Rana kamu sudah bangun." "Mas dari mana aja!! Dari kemarin aku nyariin Mas nggak ada. Terus tiba-tiba sekarang Mas udah ada di kamar begini!!" Abrisam menarik tangan Rania untuk mendekat, memeluk wanita itu dengan lembut. "Maaf ya, kemarin aku udah bikin kamu khawatir." "Ya, tapi jangan begitu dong Mas. Kamu tau nggak sih, kemarin udah hampir nangis aku nyariin kamu. Keliling hotel, sampai berpikir ninggalin aku di sini sendirian." adu Rania. Abrisam tersenyum, dia pun
Rania duduk termenung di samping Abrisam, mereka meneruskan perjalanan mereka untuk pulang ke rumah. Di sepanjang perjalanan tidak ada yang membuka suara antara Abrisam dan juga Rania. Abrisam yang sibuk dengan pikirannya sendiri. Begitu juga dengan Rania yang sibuk mencerna ucapan Abrisam. Dimana pria itu ternyata belum sempurna menerima keberadaan Rania. Apa yang pria itu pikirkan sebenarnya? Bahkan ketika sudah menikah dan tinggal dalam satu rumah, Rania berpikir jika Abrisam akan menerimanya dengan setulus hatinya. Apalagi sikap Abrisam yang menunjukkan ketulusan hati, dan seolah menerima Rania selama ini. Membuat Rania berpikir jika dia akan gampang akrab satu sama lain. Tapi Rania salah, ada nama lain selain Rania dalam pikiran dan juga hatinya. Bodoh!! Itulah kata yang selalu Rania ulang dalam dirinya. Mana ada sih orang di jodohin langsung menerima semuanya. Sikap baik itu relatif, banyak yang bersikap baik tapi nyatanya menyakitkan. Jika Rania
"Ranaaaaa … " Selena berteriak kencang ketika melihat Rania datang bersama dengan Abrisam. Wanita tua itu langsung memeluk menantunya dengan erat. "Kamu itu kemana aja sih, katanya udah mau pulang tapi dua hari nggak pulang-pulang." omelnya. Rania meminta maaf atas sikapnya yang tidak pasti, dia juga tidak tahu jika Abrisam menambah jadwal liburannya dua hari. Padahal waktu itu Rania juga berpikir jika mereka akan segera pulang ke rumah. Apalagi Rania sudah bilang jika mereka akan pulang. Dan nyatanya Abrisam malah mengajak Rania menginap di hotel selama dua hari. Selena berdehem, menarik tangan Rania untuk cepat-cepat masuk ke dalam rumah. Tidak mempedulikan Abrisam yang kesusahan berjalan dan dibantu oleh Bagas. Belum lagi tiga koper yang mereka bawa juga kan butuh dibawa masuk ke dalam rumah. "Jadi gimana selama liburan kamu sama Abrisam ngapain aja?" bisik Selena. Dengan polosnya Rania pun menceritakan jika mereka hanya menginap dan menghabiskan waktu bersama. Banyak cerita ha
Rania bangkit dari duduknya, setelah mendengar kata itu. Dia pun menatap Abrisam gugup. "Mas kayaknya Mami manggil aku deh." kata Rania beralasan. Abrisam mengorek telinganya dengan jari kelingkingnya. "Kok aku nggak kedengeran ya." "Masa sih Mas. Kenceng loh Mami manggilnya." ucap Rania gugup. Wanita itu mencoba bangkit dan menjauh dari Abrisam. Namun, tangan itu, tangan kekar milik Abrisam lebih dulu mengurung tubuh Rania. Rania kembali gugup, dia bahkan menggeser duduknya dengan pelan. Dengan harapan jika Abrisma tidak akan tahu gerakan Rania. Sayangnya, ketika wanita itu menggeser duduknya disaat itulah tangan Abrisam langsung menyentuh pinggang Rania. "Mas … " lirih Rania gugup. Jantungnya kembali berdetak lebih kencang, jangan sampai Abrisam kembali melakukannya di rumah ini. Bukannya apa, Rania hanya trauma dengan suara desahan antara dirinya dan juga Abrisam yang saling bersahutan satu sama lain. Menelan salivanya kasar, tangan Rania menyentuh lengan Abrisam. Dia ingin m
"Maaf Om, tapi kayaknya Rania nggak bisa." David mendongak, menatap Rania dengan banyak pertanyaan. Kali ini, mereka kembali bertemu di taman kota untuk membahas perjodohan yang David katakan. Dan tentunya Rania langsung menolaknya. Meskipun David memberikan banyak foto pria tampan dan mapan sekalipun. Jika saja David tahu, yang menikah dengan Abrisma adalah Rania bukan Rana. Mungkin hal ini tidak akan terjadi. "Kenapa? Apa mereka kurang menurutmu?" tanya David penasaran. Rania menggeleng. Mereka tidak kurang apapun mereka semua tampan dan memiliki pekerjaan yang mapan. Bahkan Rania sampai berpikir jika hidup dengan mereka, tidak akan mengalami kekurangan apapun. Tapi disini, Rania tidak suka dijodohkan, dia akan mencari jodohnya sendiri. Dan tentunya bukan dari tangan David juga. Dia akan mencari sesuai dengan apa yang dia inginkan dari keluarga yang sama dengan dirinya, agar nanti jika mereka menikah tidak ada saling menghina satu sama lain. Apalagi David tahu kan jika Rania in
Sesampainya di rumah, Rania sedikit kesal dengan jajanan yang dia bawa. Jagung manis itu tidak tumpah, tapi susu kental manisnya yang tumpah dan membasahi kantong plastik yang dia bawa. Akhirnya Rania pun menuangkan ke dua mangkuk ukuran sedang dan menambahkan sendiri susu kental manis yang dia punya. Untung saja waktu mertuanya datang dia membawa bahan banyak untuk membuat cemilan untuk Rania dan juga Abrisam. Katanya lagi mencoba resep baru dan dia ingin Rania yang mencicipinya. Terlalu sibuk menuangkan susu kentang dengan takaran ala Rania. Tanpa wanita itu sadari jika Abrisam baru saja memasuki area dapur. Pria itu baru saja sampai dan mengganti bajunya, dia hanya lelah bekerja di kantor dan meminta Bagas untuk menangani semuanya. Dia juga meminta Bagas untuk mengantarkan Abrisam pulang ke rumah, selain untuk istirahat Abrisam juga membutuhkan vitamin. "Yah … kok malah tumpah sih." gumam Rania. Wanita itu memindahkan susu kental manis setelah menutupnya. Lalu, mengambil tisu d
Rania langsung menjaga jaraknya pada Abrisam. Menarik kepalanya dan menatap Selena yang datang ke rumah ini dengan senyum yang mengembang. Rania tersenyum kecil, dia membantu Abrisam bangkit dari rebahan nya. "Loh itu Abrisam kenapa, Ran?" tanya Selena bingung, menaruh semua belanjaannya di atas meja dengan heran. "Kepala Mas Abri pusing, Mi, aku pijitin bentar tadi." jelas Rania. Selena mengangguk, dia memberikan dua paper bag warna hitam pada Rania. Itu adalah hadiah Selena untuk Rania, apalagi setelah menikah Selena belum memberi hadiah apapun pada menantunya. Mendengar hal itu, tentu saja perasaan Abrisam tidak enak. Dia merasa ada sesuatu yang Selena lakukan pada Rania. Bukannya apa, mendadak Abrisam juga takut jika Selena berbuat macam-macam ada Rania. Dia juga merasa trauma dengan sikap Selena pada Rania. "Muka kamu kok begitu, Bri. Kayak nggak suka banget Mami datang bawain hadiah buat Rana." kata Selena, yang sejak tadi melihat raut wajah Abrisam tidak bersahabat sama se
Grace mengepalkan tangannya setelah tahu kebenarannya. Dia marah da dia murka, dia merasa dibohongi sama anak kemarin sore yang dibesarkan mati-matian. Grace berharap semuanya bisa berubah lebih baik, ternyata dia kecolongan. Ya Grace sudah tahu yang saat ini menikah dengan Abrisam adalah Rania bukan Rana. Dan wanita siaan itu malah menikmati hidup bebas nya di kanada bersama dengan pria asing yang saat ini tinggal dengannya. Yang dimana Grace sedang melakukan perjalanan bisnis ke kanada dan tak sengaja bertemu dengan mereka. Terkejut? Tentu saja iyaaa. Grace sangat terkejut dan marah pada Rana, bisa-bisanya dia kecolongan karena hal ini. Dan bodohnya Grace kenapa dia tidak curiga akan hal ini, dan kenapa juga dia tidak bisa membedakan Rania dan juga Rana. “Sial!!” umpat Grace terang-terangan.David yang di sampingnya pun mendengus. “Harusnya ini tidak menjadi masalah Grace, yang penting perusahaan ini masih berjalan dengan lancar.”Tapi tetap saja Grace
“Waktu itu apa?” Bagas gelagapan dia pun memutar otaknya untuk mencari alasan yang tepat agar mereka tidak salah paham lagi. Hanya saja waktu itu memang membuat Bagas sedikit shock dengan pengakuan Leon. Yang dimana pria itu mengaku menyukai Rania dan mengiming-iming akan memberikan apapun yang Rania mau, dari perusahaan, rumah mewah, kehidupan yang layak dan juga apapun yang Rania inginkan. Itu bukan ketertarikan semata tapi Leon benar-benar ingin memiliki Rania seutuhnya, bukan macam Claudya yang hanya dimanfaatkan Leon untuk menghancurkan abrisam. Dan sayangnya setelah mendapatkan Claudya yang gila harta dan juga kedudukan, Leon langsung membuang Claudya begitu saja. Tapi dengan Rania … Leon sangat berbeda, benar-benar berbeda. Jika dia menginginkan Rania untuk menghancurkan Abrisam kembali itu tidak mungkin, karena menurut Bagas pria itu berubah dan berbeda. Dia tidak terobsesi meskipun dia ingin, hanya saja Leon ingin kedekatanya dengan Rania secara terang-terangan.“Maksudnya?
Sesampainya di rumah Rania dan Abrisam masuk lebih dulu meninggalkan Kara dan juga Bagas yang sibuk mengeluarkan koper besar milik Kara. Pria itu hanya diam saja tidak mengatakan apapun semenjak Kara pulang. Dan hal itu tentu saja menambah kejengkelan Kara disini, bisa tidak ya senyum sedikit saja atau mungkin mau bilang sesuatu apa yang terjadi di masa lalu? Tidak!! Mengharapkan manusia batu bicara itu sama halnya dengan menunggu ayam beranak hingga puluhan anaknya. Setelah menurunkan kopernya, Kara lebih dulu berjalan menuju kamarnya sambil memainkan ponselnya. Sedangkan Bagas hanya bisa memperhatikan apa yang wanita itu lakukan dengan ponselnya hingga tersenyum dan tertawa. Bahkan jarinya begitu lincah membalas pesan seseorang dan kembali tersenyum. Membanting pintu kamarnya Kara terkejut bukan main, dia membalik badannya dan menatap Bagas yang sudah berdiri di depan pintu dengan tangan kekarnya. Kara menelan ludahnya, dia pun mundur beberapa langkah sampai la
“Mulai besok antar makan siang ke kantor untukku.” kata Abrisam.Bagas menoleh menatap Rania dan tersenyum. “Aku juga mau. Boleh bawakan aku satu?” Disini Abrisam mendengus. “Kamu kan bisa beli sendiri Gas, atau nggak cari istri sana biar nggak numpang ke istri orang terus.” Tapi nyatanya dus tidak bisa memungkiri kalau masakan Rania benar-benar enak, dan membuat Bagas seolah tidak bisa berhenti untuk makan terus menerus. Jika saja ada orang yang mau memasak untuk nya mungkin juga dia tidak akan meminta Rania memasak untuk dirinya. Dia akan merepotkan istrinya terus menerus untuk menghidupi nya. Untuk saat ini tidak ada salahnya jika dia menumpang hidup pada Rania dan juga Abrisam, lagian Bagas juga sudah menganggap mereka sebagai keluarga. Jadinya … “Nggak ada!! Intinya Rana hanya boleh masak cuma untuk aku bukan untuk kamu!!” potong Abrisam cepat sebelum andai-andai Bagas selesai. Disini Rania tersenyum geli, ini hanya perkara masak memasak kenapa harus se drama ini sih? Lagian
Rania pulang dari kantor, sedangkan Abrisam memilih untuk tetap atau di dalam kantor. Dia menunggu sesuatu yang katanya bisa membuat Abrisam bahagia. Sedangkan menurut Abrisam tidak ada yang bisa membuatnya bahagia di dunia ini kecuali Rania. Entah kenapa hanya nama itu yang terlintas dipikiran Abrisam saat ini.“Dokter bilang ada donor mata yang cocok untuk kamu.” ucap Bagas.Abrisam hanya terdiam, telinganya mendengarkan setiap kata yang muncul dari bibir Bagas. Hanya saja bukannya tidak ingin, tapi …“Kalau iya aku bisa jadwalkan operasinya.” Sekali lagi Abrisam hanya diam saja sampai Bagas menyelesaikan ucapannya. Tidak ada satu katapun yang keluar dari bibirnya kecuali tubuhnya yang tiba-tiba saja bangkit dari duduknya dan memutuskan untuk pergi. Dia akan memikirkan hal ini, bukan masalah apa hanya saja ada banyak keganjilan yang akan Abrisam selesaikan lebih dulu. Bagas yang mengetahui hal itu hanya mampu mendengus mengikuti lan
“Selamat pagi.” sapa Rania ketika melihat Kara turun dengan wajah lelahnya.“Selamat pagi Kakak Iparku yang baik dan penuh dengan pengertian.” Rania cekikikan, dia pun meminta Kara untuk segera makan. Sebenarnya ini bukan lagi pagi, melainkan siang yang dimana Rania harus mengantar makan siang ke kantor Abrisam. Bukan untuk menyindir Kara hanya saja candaan seperti itu sering mereka lakukan berdua ketika bertemu. Kara maupun Rania tidak keberatan sama sekali, mereka malah lebih akrab dengan semua ini.“Beneran mau anter makan siang ke kantor mas Abri, Mbak?” Kara hanya memastikan, apalagi melihat dua kotak makan yang berbeda warna tapi memiliki isi yang sama. Kalau cuma untuk Abrisam terus satunya untuk siapa? Masa iya Abrisam makan sampai dua porsi?Rania mengangguk, sebentar lagi dia akan pergi. Lagian ini hanya mengantarkan makan siang, kalau Kara ingin ikut ya bisa saja. Dia akan dengan senang hati pergi bersama dengan Kara dan ada temannya. Tapi sayangnya Kara tidak ingin, dia t
“Jadi hanya luka kecil?” tanya Abrisam.Pria itu menertawakan kebodohannya yang begitu percaya dengan apa yang ibunya katakan. Jika leher Rania hampir putus karena ulah Claudia. Dan ketika diperiksa oleh dokter memang lukanya terus mengeluarkan darah tapi tidak begitu dalam, dan tidak perlu dijahit juga. Hanya diberikan suntikan agar darahnya berhenti mengalir. Dan sudah diperban dengan baik agar cepat sembuh, dia juga diberikan obat untuk anti nyeri dan lukanya agar cepat kering. Dan menurut dokter luka ini tidak begitu serius dan tidak menyebabkan leher Rania hampir putus.“Iya, aku mau jelaskan Mami keburu teriak.” jelas Rania.“Astaga Mami … sumpah ya aku khawatir banget waktu bilang leher kamu hampir putus.” “Yang jelas kalau hal itu terjadi aku udah masuk sakaratul maut, udah mau mati tapi aku masih bisa ngomong tadi.” Abrisam tersenyum kecil sumpah Demi apapun dia begitu takut untuk kehilangan Rania. Jika suatu ketika nanti dia b
Ya, Claudia dengan nekat menempelkan pisau tajam di leher Rania dan sesekali mengarah ke mereka. Disini semua orang terlihat panik begitu juga dengan Bagas yang ingin menyelamatkan Rania tapi tidak bisa. Belum lagi Selena yang berteriak kencang, seolah dia tidak berani untuk melawan Claudia. Wanita itu sudah gila hanya karena ditolak oleh Abrisam sampai ingin membunuh Rania? “Jangan sentuh istriku!!” teriak Abrisam.“Claudia jangan gila kamu!! Jangan sakiti menantuku!!” seru Selena yang tidak tahan dengan sikpat Claudia. Disini Claudia tertawa kecil melihat hal itu, terlihat jelas jika mereka khawatir dengan apa yang Claudia lakukan. Dia hanya menempelkan pisau itu saja tidak menggorok atau memutuskan leher Rania. Dia hanya ingin Abrisam kembali padanya tidak lebih, kenapa semua orang tidak tahu? “Claudia jangan gila, aku bisa membuat hidup kamu menderita!!” ancam Selena.“Lakukan!! Aku akan melakukan hal yang sama dengan menantu
“Untuk apa kamu kesini?” tanya Abrisam. Di dapur Mbok Yem berbisik tentang hal ini dengan Atun, kenapa juga Atun tidak bilang apapun jika Claudia telah kembali. Seharusnya ketika wanita uru kembali Atun bercerita dengan Mbok Yem biar dia tidak kaget seperti ini. Kan jadinya repot Mbok Yem takutnya kena serangan jantung sanking kagetnya.“Aku lupa Yem, lagian kamu libur lama banget sih jadinya kan ketinggalan berita rumah ini.” Yem pun menoleh menatap Atun yang seolah penasaran dengan apa yang mereka bahas di ruang makan. “Ya kan tetap harus bilang, kalau begini kan kasihani Non Rana. Kamu tau sendiri kan Non Claudia itu kayak apa, jahatnya minta ampun.” Iya, Yem juga tahu nika Claudia begitu jahat dengan semua orang termasuk dengan Abrisam yang tega meninggalkan tuannya karena karena buta. Sekarang giliran ada orang yang bisa menerima Abrisam dengan sepuluh hati dia malah kembali. Kenapa? Apa sama yang kemarin Claudia sudah dibuang? Terus menatap pertengkaran mereka Mbok Yem maup