'Baby blues apalagi setelah keguguran, itu bahaya. Jangan biarkan dia menerima ujaran kebencian!'Ucapan Ivander memenuhi kepala Nial. Pasti Bela mendengarkan suara tidak baik yang menyerang tepat pada ulu hatinya.Dan itu pasti berkaitan dengan kegugurannya. Karena ia mengatakan tentang sebuah kegagalan."Bicara apa kamu, Bel?!"Bariton Nial terdengar parau. Sapuan dingin angin sore, suara deburan ombak dan juga isak tangis Bela membuatnya merasakan perih yang menyelinap masuk melalui tiap jengkal ruang kosong dalam rongga dadanya.Bela masih menatap mata Nial. Mata putus asanya yang tampak jelas di sana. Di bawah alis tegasnya yang kini berkerut hampir menyatu."Nial?"Suara Bela lirih, tubuhnya semakin meremang dan menggigil. Air laut yang membasahinya seperti sedang menambah perasannya menjadi semakin perih. Seperti garam yang ditaburkan di atas luka."Iya, ini aku Nial."Bela merasakan tangan Nial menarik kepalanya ke dalam pelukannya. Ia tidak bisa lagi mengeluarkan air mata. K
"What the fuck?"Nial mengumpat saat mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh Jerry. Bahwa Hendro-lah yang telah menyebabkan Bela hampir saja menemui ajal dengan menenggelamkan diri ke dalam air laut yang pasang."Aku akan mengirimkan rekaman CCTV dan juga rekaman suaranya padamu.""Ya, kirimkan! Kirimkan semuanya secara utuh.""Tapi Pak Nial harus janji satu hal padaku!""Iya. Apa?""Tolong kendalikan emosimu! Jangan gegabah dan fokuslah pada nona untuk saat ini! Setelah itu, terserah kamu akan melakukan apa.""Kenapa, Jerry? Apa itu parah?"Jerry terdengar mendengus dari seberang sana. "Aku nggak bisa mengatakannya, Pak Nial. Lihatlah sendiri!""Baiklah!"Panggilan mereka mati. Nial melemparkan ponselnya masuk ke dalam paper bag yang ada di atas kursi, di samping kemudi.Dia bergegas kembali ke dalam hotel sesegera mungkin sebelum Bela terlalu lama menunggunya sejak Nial memintanya berendam di dalam bathtub.Dia masuk ke dalam kamar setelah membelah jalan di gelapnya malam."Bel
Nial menceburkan dirinya ke dalam kolam renang hotel pagi ini. Pagi yang bahkan cicadas saja belum selesai bernyanyi.Tapi dia sudah di sini dengan harapan semua rasa marahnya luntur. Pada Hendro, pada Jenni, pada ucapan mereka yang semalaman telah ia pertimbangkan. Tidak bisa dimaafkan.Semalam dia tidak bisa memejamkan mata. Hanya memandang wajah cantik Bela yang kelelahan dan selamat dari jurang, hal yang telah membuat rusuknya nyeri."Kenapa renang pagi-pagi begini?"Nial memunculkan kepalanya ke permukaan saat mendengar suara Bela."Bela?""Mas kenapa sudah di sini?"Dia ikut mendekat. Duduk di tepi kolam yang kering dan memasukkan kakinya. Membuat Nial berenang mendekat padanya dan tersenyum."Selamat pagi. Beri Mas kecupan selamat pagi dulu! Hm?"Bela tidak bisa menahan senyumnya. Ia menunduk dan mengecup bibir Nial."Selamat pagi, kenapa Mas Nial sudah renang? Ini masih pagi loh!"Bela melihat Nial yang menjauh. Kembali berenang dan melakukan sekali putaran."Nggak bisa tidur.
"Daebak!"Bisa diartikan sebagai, 'Hebat, luar biasa' dari bahasa Korea. Ini biasanya diucapkan oleh para penggemar K-drama.Tapi kali ini yang mengucapkannya bukanlah penggemar drama. Melainkan beberapa orang perempuan yang sedang nongkrong di dalam sebuah restoran."Yah-yah! Siapa itu perempuan cantik yang datang?""Wah ... dia artis?"Semua ucapan itu dapat didengar oleh Jenni saat ia duduk di dalam sana. Membuatnya memutar kepala dengan segera mengikuti arah pandang orang-orang yang terpesona pada seorang perempuan di halaman restoran.Yang saat ini sedang keluar dari sebuah mobil mewah berlambang trisula. Siapapun yang melihat pasti tahu mobil itu harganya mahal.Perempuan itu sangat cantik di mata Jenni. Mengenakan dress merah di bawah lutut dengan kaca mata hitamnya. Rambut panjangnya mengkilat hitam diterpa sinar matahari siang ini.Jenni terkejut karena itu adalah,"Bela?"Jenni terhenyak. Karena panggilan itu bukan keluar dari bibirnya. Melainkan dari seorang perempuan lain
"I know that you're an annoying old man. But ... this is too much. You cross the boundaries, Sir."Nyatanya Nial yang sedari pagi pamit pada Bela ada urusan dengan Jerry itu sebenarnya sedang pergi ke kantor ayahnya. Ini di dalam ruang kerja Hendro. Presiden Direktur Ones Company dan Nial duduk dengan memutar kursi kerjanya. "Apa yang kamu lakukan di sini, Nial? Dan apa yang kamu katakan barusan?"Nial bangun dari duduknya. Dia berjalan pada Hendro dengan menasehati dirinya sendiri agar tidak marah atau mengeluarkan sumpah serapah paling buruk.Tapi mengingat mata putus asa Bela yang hampir mati bunuh diri di pantai, ia tidak bisa melakukannya."Ayah tahu kalau Ayah itu sangat memuakkan? Apa yang kamu katakan pada istriku, pada Bela?"Hendro bergerak tidak nyaman, ia tahu Nial pasti sedang membicarakan pertemuannya dengan Bela tempo hari. Pertengkaran mereka dan hari di mana ia bisa menyaksikan Bela menangis."Maaf!"Hendro menjawab dengan cepat, tidak ingin merusak mood Nial semaki
"Nggak! Jangan!"Bela hampir menangis saat mengatakan itu. Ia melihat Jenni datang dari sisi kanan Nial, dengan sebilah pisau yang dibawanya. Bela tahu Jenni sudah pasti diam-diam mengikutinya karena dia marah setelah Bela memberinya perlawanan dan memberinya batas agar Jenni tahu diri. Tapi kemarahan Jenni yang tadinya ia tujukan pada Bela telah berubah haluan saat ia menjumpai Nial di tempat ini. Bela tahu apa yang ada di pikiran Jenni saat ia melihat Nial.Menghancurkan Nial, tidak ada yang boleh memilikinya jika itu bukan Jenni.Dugaannya benar! Karena Jenni menyerangnya. Membuat Bela berlari secepat kilat melindungi Nial. Maka ... di sinilah dia sekarang. Meski Bela telah memeluk Nial dan menjadikan punggung kecilnya sebagai umpan, namun Jenni memilih melukai yang lain.Wajahnya."BELA!"Nial berseru dalam kecemasan saat melihat sebelah pipi kiri Bela tersayat pisau. Darahnya terpercik hingga mengenai wajah Nial.Meski dalam rasa terkejut yang hebat, dan mengira ini hanyalah
***"Dia memang kehilangan banyak darah. Tapi lukanya nggak parah, Pak Nial."Niko mengatakan demikian saat mereka ada di depan ruang rawat Bela yang sudah dipindah dari ICU. Dua puluh empat jam pasca peristiwa penyerangan.Mereka melihat ke dalam ruangan. Di mana Bela dibiarkan istirahat setelah mendapatkan pengobatan dan jahitan kecil di lukanya yang menganga."Sungguh itu akan baik-baik saja?"Nial mempertegas. Ia takut Niko hanya mengatakan kalimat penghibur agar dia tidak larut dalam kesedihannya."Ya, bekas jahitannya akan menghilang dengan cepat. Aku akan meresepkan gel dan salep untuknya. Dipakai secara rutin, itu akan membantunya dengan cepat pulih.""Nggak perlu operasi revisi?"Niko menoleh padanya. Melihat wajah khawatir Nial yang tampak tak bisa ia sembunyikan. Meski ia bicara dengan nada suara yang ia buat senormal mungkin."Nggak, Pak Nial. Operasi revisi dilakukan pada luka berskala besar atau bekas luka yang kesulitan sembuhnya tinggi. Konsultasilah dengan dokter kuli
Jenni seperti kesetanan dengan ucapan Jerry. Sekarang dia tahu alasan kenapa tidak ada sama sekali lawyer yang datang padanya atau bahkan batang hidung ayah atau keluarganya guna menjenguknya.Itu karena dia sudah dibuang."Selamat menuai apa yang kamu tabur, Nona Jenni. Semoga lantai penjara yang dingin membuka kedua matamu."Jerry melemparkan pandangan bencinya lalu pergi dari sana. Tidak peduli bagaimana jerit marahnya Jenni yang merasa Jerry seperti baru saja memberikannya sebuah hukuman.Jerry melihat Nial sudah ada si samping mobil. Menunggu kedatangannya."Pak Nial akan kembali ke rumah sakit?""Iya.""Baiklah. Ayo aku antar!"Nial hanya menjawabnya dengan sebuah anggukan. Mereka masuk ke dalam mobil saat Jerry kembali membuka suaranya."Pak Nial kenapa? Merasa bersalah dengan nona?"Nial mendorong napasnya dengan cemas. Diakui atau tidak, memang itulah yang dia rasakan."Ya. Aku selalu saja membuatnya menderita. Apa yang harus aku lakukan untuk menebus semua ini?""Berada di s