Jemu...Itulah yang dirasakan Elyas saat harus tiduran di ranjang pasien sudah hampir tiga hari ini. Ada masalah dengan luka bekas oprasinya di bagian perut. Peluru yang menembus di tempat itu membuat dokter harus melakukan pembedahan untuk mengeluarkannya. Saat ini sepertinya sedang bermasalah.Dicabutnya jarum infus di tangannya. Elyas yang merasa sudah lebih baik menurunkan kedua kakinya di lantai. Mencari alas kakinya kemudian memutuskan untuk pergi dari tempat ini.Elyas tidak terbiasa berada di tempat umum sedikit lebih lama. Membuatnya tidak bisa tidur dengan lelap walau sebaik apapun pelayanan perawat di rumah sakit itu. Dia selaluu merasa tidak nyaman.“Suster, dimana pasien di ruang itu?” Miko yang baru datang terkejut karena kamar sudah dalam keadaan kosong.“Apa kamar mandi sudah diperiksa?” tanya perawat itu sambil berjalan hendak memeriksa kamar.“Tentulah sudah, Sus.” Miko sambil menoleh ke kakan kiri, barangkali saja Elyas hanya bosan di kamar lalu memutuskan jalan-j
Hilbram menciumi perut istrinya dengan bahagia setelah memastikan dan melihat dengan mata kepalanya sendiri bahwa di dalam sini ada makhluk yang masih sebiji kacang sedang memulai proses kehidupannya.“Usianya baru 6 minggu, dan kita sudah mengetahuinya lebih awal. Dulu, aku bahkan tidak tahu kalau sedang hamil Adam. Baru tahu setelah usianya sudah 3 bulan.” Ayesha teringat masa-masa itu membuatnya jadi menangisi nasib anaknya itu.Ayesha memang sedang sensitif. Hal sekecil apapun sudah membuatnya sedih. Suasana hatinya berubah dengan cepat. Tadi, saat mengetahui dia hamil lagi, Ayesha bahagia sekali. Dan sekarang, dia tiba-tiba sedih.“Maaf, aku janji selama kehamilan ini akan selalu ada untukmu.” Hilbram mencoba membuat istrinya itu tidak bersedih. Namun kata-katanya justru membuat Ayesha bertambah kesal.“Itu sangat tidak adil bukan buat Adam, sejak masa di dalam rahim sudah dicampakkan ayahnya, lahirpun tidak ditemani ayahnya, bahkan yang mengadzani orang lain.”“Iya, Maaf!” Hil
Adam berlarian di halaman mengejar kucing anggora yang baru dibelinya sehari yang lalu —saat mereka melewati petshop demi memenuhi keinginan sang istri yang tidak terbendung lagi untuk makan rujak.Elyas yang sudah diberi tahu bahwa Ayesha sudah balik merasa kangen dengan putri dan cucunya itu. Apalagi Miko mengabarkan bahwa sang nyonya sedang hamil lagi. Elyas jadi ikut senang mendengarnya.Andai dia punya keberanian untuk menemuinya, tentu Elyas tidak harus sembunyi-sembunyi menatap mereka dari jauh seperti yang dilakukannya sekarang. Melihat Adam yang lincah itu, Elyas jadi ingat, dulu saat istrinya hamil, Elyas ingin sekali punya anak laki-laki yang bisa diajaknya bermain bola dan mengajarkan banyak hal tentang dunia laki-laki.Walau begitu, Elyas masih sangat bahagia ketika menggendong bayi perempuan cantik yang masih kemerahan untuk diadzaninya saat itu.--bayi yang serasa baru diadzaninya kemarin itu, kini sudah memberinya cucu yang menggemaskan. Bahkan akan ada cucu lagi s
“Mas tahu ada pria yang tadi menyelamatkan Adam di depan, bukan?” Ayesha yang tidak berhenti penasaran akhirnya bertanya pada suaminya.Hilbram pasti tahu hal itu. Dia yakin, Hilbram juga tidak mungkin membiarkan pria asing bermain dengan putranya tanpa sepengetahuannya atau anak buahnya.“Iya,” jawab Hilbram.“Mas kenal?”Hilbram mengalihkan fokusnya dari ponsel lalu menatap istrinya yang juga menatapnya penasaran.“Kenapa?” tanyanya balik pada Ayesha.Kalau suaminya itu tidak langsung menjawab, tapi malah bertanya balik dengan kata tanya itu—artinya Hilbram mengenal pria itu. Ayesha merasa sedikit lega kalau itu adalah pria yang sudah dikenal suaminya. Tidak perlu cemas.“Tidak apa-apa, Mas. Hanya penasaran saja. Nur bilang dia juga pernah bertemu dengannya di makam saat kita berziarah ke makam ayah ibu.”Hilbram memperbaiki posisi duduknya. Melirik istrinya itu sambil berpikir, seharusnya dia tahu hal ini. Cepat atau lambat, semuanya juga akan diketahuinya. Kalau menunggu lebih la
Seperti biasa, Ayesha bukan orang yang sanggup bertahan dalam rasa keingintahuan yang mendesak. Apalagi mengetahui beberapa hal yang disampaikan suaminya.Pria itu mengunjungi makam orang tuanya, pria itu menyelamatkannya dan Adam, dan pria itu membelot pada Al Furqon demi menyelamatkan suaminya. Jika memang pria itu ternyata adalah pria yang sama dalam dugaannya, Ayesha tidak tahu bagaimana harus menyikapinya.Tentu tidak mudah baginya menerima semua hal yang terjadi dalam hidupnya begitu saja. Ayesha benar-benar akan sangat terluka dengan kenyataan itu.“Nyonya?” Miko langsung datang begitu mendapat panggilan dari sang Nyonya.“Maaf, Miko. Tapi aku tidak bisa menunggu hingga esok menjelang. Aku mau tahu tentang pria bertudung itu,” ucap Ayesha pada Miko dan berharap pria itu mau menyampaikan kebenarannya.“Apa yang ingin kau tahu?” suara itu muncul dari arah punggung Ayesha membuatnya langsung berbalik badan ke arahnya.Melihat Hilbram berdiri di sana dengan kimononya, Ayesha sediki
Ketika mendengar kabar bahwa Ayesha mengundangnya untuk makan malam di rumahnya, Elyas begitu gugup dan berpikir keras hal apa yang akan dia sampaikan padanya nanti. Dia bahkan sudah membeli beberapa barang yang pernah dijanjikannya pada sang putri saat terakhir bersama. Elyas benar-benar tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan ini. Elyas tahu putrinya wanita yang pemaaf, karena itu dia berharap pertemuan ini akan berjalan baik. Setelahnya Elyas hanya ingin menghabiskan sisa hidupnya memastikan kehidupan sang putri baik-baik saja. Namun sayang sekali, pesan dari Miko di beberapa jam sebelum jamuan makan malam itu membuat Elyas sekali lagi harus sadar diri. Bahwa putrinya pasti sudah mengetahui tentang dirinya dan tidak ingin bertemu dengan pria yang sudah tega meninggalkan mereka. Kali ini, dia merasa benar-benar patah hati dan merana. Ditolak putrinya sendiri adalah hal yang tidak bisa digambarkan perasaannya. Elyas, termenung sepanjang waktu, memberikan waktu pada hatinya yang pedi
Sesaat ketika kakinya menginjak lagi di tanah kelahirannya, dia begitu saja bersujud mencium aroma tanah yang hampir 9 tahun ini dia tinggalkan. Pria itu berjalan dengan tergesa memanggil ojek dan memintanya mengantar ke sebuah tempat.Rumahnya sepi. Seperti tidak berpenghuni. Ada sarang laba-laba di sudut pintu masuk. Elyas menatap pintu itu lama lalu baru menyadari dia tidak akan menemui istri dan putrinya di tempat ini.“Kau tahu rumah di ujung gang sana?” tanya Elyas yang mampir di warung kopi tidak jauh dari perumahannya.Pria itu melirik Elyas yang masih belum membuka maskernya. Elyas juga memakai kaca mata sehingga sangat sulit untuk dikenali. Pandemi memang mulai merebak hingga jika ada yang mengenakan masker bukanlah hal yang aneh.“Aku tinggal di gang itu?” ujar pria itu sambil terus mengamati Elyas. barangkali saja dia kenal.Elyas melirik pria itu. Meski dia tinggal di perumaahan sana, namun karena sibuknya bekerja dan selalu berpindah-pindah kota membuatnya tidak hapal
Hilbram bergegas kembali ke rumah sakit setelah mencoba menemui Rahman namun pria itu mengabaikannya. Dia masih waras hingga tidak menghancurkan benda-benda di sekitarnya ketika mendapat penolakan di perusahaannya sendiri. Hibram bahkan tidak bisa menembus keamanan yang diciptakan mantan asistennya itu demi bisa menemuinya secara langsung.Panggilan dari sang istri membuatnya teralihkan sementara dan mengenyahkan urusannya dengan Rahman. Bagaimanapun Hilbram pernah memikirkan melepaskan semua ini demi bisa hidup tenang bersama keluarganya.“Katakan pada tuanmu yang baru itu, aku menunggunya berinisiatif menemuiku!” ujar Hilbram pada pengawal Rahman yang mengantarnya keluar perusahaan.Pria itu hanya mengangguk, masih terlihat sopan pada pria yang sebelum ini adalah sang big bos mereka. Namun, dia hanyalah pekerja dan harus tunduk dengan atasannya.Memasuki rumah sakit, Hilbram melihat Ayesha yang duduk terpekur dengan gelisah. Sementara Miko berdiri menjaganya.Mengetahui sang suami