Seperti biasa, Ayesha bukan orang yang sanggup bertahan dalam rasa keingintahuan yang mendesak. Apalagi mengetahui beberapa hal yang disampaikan suaminya.Pria itu mengunjungi makam orang tuanya, pria itu menyelamatkannya dan Adam, dan pria itu membelot pada Al Furqon demi menyelamatkan suaminya. Jika memang pria itu ternyata adalah pria yang sama dalam dugaannya, Ayesha tidak tahu bagaimana harus menyikapinya.Tentu tidak mudah baginya menerima semua hal yang terjadi dalam hidupnya begitu saja. Ayesha benar-benar akan sangat terluka dengan kenyataan itu.“Nyonya?” Miko langsung datang begitu mendapat panggilan dari sang Nyonya.“Maaf, Miko. Tapi aku tidak bisa menunggu hingga esok menjelang. Aku mau tahu tentang pria bertudung itu,” ucap Ayesha pada Miko dan berharap pria itu mau menyampaikan kebenarannya.“Apa yang ingin kau tahu?” suara itu muncul dari arah punggung Ayesha membuatnya langsung berbalik badan ke arahnya.Melihat Hilbram berdiri di sana dengan kimononya, Ayesha sediki
Ketika mendengar kabar bahwa Ayesha mengundangnya untuk makan malam di rumahnya, Elyas begitu gugup dan berpikir keras hal apa yang akan dia sampaikan padanya nanti. Dia bahkan sudah membeli beberapa barang yang pernah dijanjikannya pada sang putri saat terakhir bersama. Elyas benar-benar tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan ini. Elyas tahu putrinya wanita yang pemaaf, karena itu dia berharap pertemuan ini akan berjalan baik. Setelahnya Elyas hanya ingin menghabiskan sisa hidupnya memastikan kehidupan sang putri baik-baik saja. Namun sayang sekali, pesan dari Miko di beberapa jam sebelum jamuan makan malam itu membuat Elyas sekali lagi harus sadar diri. Bahwa putrinya pasti sudah mengetahui tentang dirinya dan tidak ingin bertemu dengan pria yang sudah tega meninggalkan mereka. Kali ini, dia merasa benar-benar patah hati dan merana. Ditolak putrinya sendiri adalah hal yang tidak bisa digambarkan perasaannya. Elyas, termenung sepanjang waktu, memberikan waktu pada hatinya yang pedi
Sesaat ketika kakinya menginjak lagi di tanah kelahirannya, dia begitu saja bersujud mencium aroma tanah yang hampir 9 tahun ini dia tinggalkan. Pria itu berjalan dengan tergesa memanggil ojek dan memintanya mengantar ke sebuah tempat.Rumahnya sepi. Seperti tidak berpenghuni. Ada sarang laba-laba di sudut pintu masuk. Elyas menatap pintu itu lama lalu baru menyadari dia tidak akan menemui istri dan putrinya di tempat ini.“Kau tahu rumah di ujung gang sana?” tanya Elyas yang mampir di warung kopi tidak jauh dari perumahannya.Pria itu melirik Elyas yang masih belum membuka maskernya. Elyas juga memakai kaca mata sehingga sangat sulit untuk dikenali. Pandemi memang mulai merebak hingga jika ada yang mengenakan masker bukanlah hal yang aneh.“Aku tinggal di gang itu?” ujar pria itu sambil terus mengamati Elyas. barangkali saja dia kenal.Elyas melirik pria itu. Meski dia tinggal di perumaahan sana, namun karena sibuknya bekerja dan selalu berpindah-pindah kota membuatnya tidak hapal
Hilbram bergegas kembali ke rumah sakit setelah mencoba menemui Rahman namun pria itu mengabaikannya. Dia masih waras hingga tidak menghancurkan benda-benda di sekitarnya ketika mendapat penolakan di perusahaannya sendiri. Hibram bahkan tidak bisa menembus keamanan yang diciptakan mantan asistennya itu demi bisa menemuinya secara langsung.Panggilan dari sang istri membuatnya teralihkan sementara dan mengenyahkan urusannya dengan Rahman. Bagaimanapun Hilbram pernah memikirkan melepaskan semua ini demi bisa hidup tenang bersama keluarganya.“Katakan pada tuanmu yang baru itu, aku menunggunya berinisiatif menemuiku!” ujar Hilbram pada pengawal Rahman yang mengantarnya keluar perusahaan.Pria itu hanya mengangguk, masih terlihat sopan pada pria yang sebelum ini adalah sang big bos mereka. Namun, dia hanyalah pekerja dan harus tunduk dengan atasannya.Memasuki rumah sakit, Hilbram melihat Ayesha yang duduk terpekur dengan gelisah. Sementara Miko berdiri menjaganya.Mengetahui sang suami
Hilbram memasuki ruang rawat inap Elyas dan melihat kemesraan ayah dan putrinya itu. Ketika langkah kakinya hendak berbalik saja, Ayesha mengetahui kedatangannya dan memanggil. “Mas? Kenapa balik?”“Aku hanya akan menganggu kemesraan kalian saja!” tukasnya seperti anak kecil yang ngambek pada sang mama yang tidak memperhatikannya.“Sayang, ayolah. Apa tidak mau menyapa ayahku?”Ayesha bangkit melepas genggaman tangannya pada sang ayah dan berjalan menghampiri suaminya. Sementara Elyas menahan tawa, baru tahu kalau pria yang terlihat tangguh itu bisa juga nampak seperti anak kecil di depan putrinya.Elyas masih begitu menyesali bagaimana bisa pernah hampir melenyapkan nyawa pria ini. Dia melihat putrinya sepertinya sangat mencintainya. Beruntung Tuhan masih menyelamatkan nyawa Hilbram meski dirinya sudah merancang dengan baik drama kecelakaan itu. Kalau tidak, Elyas tidak akan memaafkan dirinya sendiri.“Sayang, Ayahku sebenarnya...” Ayesha hendak menceritakan sedikit tentang ayahn
Fatma meringis mengelus kakinya yang tak kunjung membaik. Setelah dari rumah sakit untuk periksa, dokter menyarankan untuk melakukan CT scan, namun Fatma menolak. Dia merasa hanya keseleo saja dan tidak perlu sampai berlebihan begitu. Namun, semakin hari kakinya justru terasa lebih nyeri. Bahkan sudah hampir seminggu ini dia malas berjalan karena kakinya terasa nyeri sekali saat dipakai berjalan. Thalita merasa cemas dengan kondisi mamanya, apalagi melihat kaki itu terlihat kebiruan di bekas tempat keseleonya. “Dibawa ke rumah sakit lagi, Ma?” Thalita yang mendegar keluhan mamanya jadi tidak tega saja. “Asam urat kali, Tha,” ujar Fatma sambil mengurut kakinya. Dia enggan pergi ke rumah sakit. “Makanya kita periksa lagi, yuk?” Thalita masih mencoba membujuk ibunya. Fatma berpikir-pikir, mungkin memang seharusnya dia kembali periksa ke rumah sakit. rasa nyerinya terasa menganggu sekali. Namun, teringat sesuatu dia jadi kesal kembali. “Bukannya kau bilang sudah dua hari ini
“Kalau kau mau menurut begini sejak awal, aku akan memberikan isi dunia ini padamu!” tukas Rahman sambil merapikan dirinya. Tidak memperdulikan betapa menyedihkan keadaan wanita yang dihadapannya itu.“Ambil uang ini!” Rahman melempar sebuah amplop yang di dalamnya berisi uang pada Thalita. Uang itu hampir menimpuk wajah yang kacau itu.“Pergilah, dan jika aku memintamu datang untuk melayaniku kau harus suka rela datang padaku. Kau mengerti?” Kembali pria itu mengingatkan Thalita, lalu berlalu keluar dari ruang kerjanya. Meninggalkan seorang wanita yang bahkan untuk menangispun dia tidak bisa.Penampilannya sangat kacau. Eyeliner matanya meluber ke mana-mana, warna bibirnya yang tadi merah menyala kini memucat karena lipstiknya berpindah di sekitar pipi. Thalita bangkit dengan keadaan yang seadanya itu dan berjalan keluar ruangan Rahman.Ketika beberapa pengawal melihat wanita itu sungguh memalukan dengan pakaian yang serba tembus pandang itu, Thalita bahkan tidak memperdulikannya. S
Ada yang sedang berpesta ria karena merasa telah memiliki dunia ini. Rahman pikir ini adalah hasil kerja kerasnya. Dia sudah rela menahan diri terus dijadikan sebagai anjing piaraan oleh keluarga Al Faruq. Jika kali ini dia ingin melampiaskan euforianya, baginya itu adalah hal yang pantas.“Mau minum bersamaku, Bos?” Seorang wanita penghibur yang seksi datang menawarkan segelas anggur lengkap dengan penampilan menggoda. “Boleh” Rahman menarik lengan wanita itu hingga duduk di pangkuannya kemudian begitu saja menuangkan anggur itu di tubuh sang wanita dan menyesapnya langsung di kulit mulusnya.“Ahhh, Tuan agresif sekali. Apa aku akan dapat bonus? .” Dengan suara desahan yang menggoda wanita itu meminta bonus pada Rahman. Mumpung pesonanya sudah menarik hati pria itu.“Haha, semua wanita itu sama. Hanya mau melayaniku kalau sedang ada maunya,” ucapannya yang sudah tentu dimaksudkan pada seseorang. Rahman yang sudah mulai mabuk itu langsung membopong tubuh seksi itu ke dalam kamar u