"Kamu seharusnya tidak memperlakukan ibumu seperti itu, Jaka." Kening Nasya mengernyit, "Aku merasa bersalah jika kamu malah jadi anak durhaka." Nasya duduk di sofa, setelah beberapa saat ibu Jaka meninggalkan mansion. "Tidak usah dipikirkan, sudah cukup lama ibu mengontrol aku, dan sekarang aku tidak mau dikontrol lagi sama dia, pagi ini adalah masalah hati, aku tidak mau." Jaka yang ikut duduk di samping Nasya. "Kamu mungkin berpikir seperti itu, tapi coba pikirkan posisi ku, apalagi kalian sudah sempat bertunangan, kamu dan Aina, tidakkah kamu pikir itu? Bagaimana dengan posisi Aina, Jak?" "Dengar kan aku dulu, aku akan jelaskan kenapa aku tidak ingin dengan Aina, dia memiliki pacar sebelumnya, seorang kekasih, dan dia tidak masalah jika kamu berpisah dan memutuskan untuk tidak bertunangan lagi, hanya saja dia masih belum memberitahu ibu, dan mengatakan aku berbohong. Nyatanya saat itu, dia sangat mencinta pacar berandalan yang akan terus menyakiti dia, Nasya. Lalu pada saat
"Aku tidak tahu lagi bagaimana cara meyakinkan kamu, bahwa aku sama sekali tidak berpura-pura akan semua yang terjadi di antara kita, Jaka." Nasya tampak memalingkan pandangannya dan mencoba agar Jaka bisa mempercayai dirinya tetapi sepertinya Sekarang sulit bagi Nasya untuk bisa meyakinkan Jaka bahwa selama ini dia tidak bersandiwara di hadapan Jaka. "Baik, aku tahu kamu mungkin masih belum bisa melupakan mantan suamimu, aku bisa memberikan waktu yang lebih lama bagimu ....""Tidak, aku sama sekali sudah melupakan dan tidak peduli lagi dengan dia!" "Lalu kenapa kamu terus aja mendatangi tempat pertama kalian bertemu, ha! kamu pikir supir pribadiku tidak memberitahu aku kemana kalian pergi? aku tahu semuanya Nasya, kamu tidak perlu menyembunyikan banyak hal dari aku, Karena aku tahu semuanya!" Jaka yang sekarang memalingkan pandangan dan tidak ingin menatap ke arah Nasya untuk beberapa saat. dia bahkan tidak mengatakan apa pun lalu pergi dari sana. Membuat Nasya merasa sangat diaba
Ketahuan lagi Jaka oleh Nasya, dia menepuk jidat dan tak menyangka bahwa Nasya akan tahu, kali ini dia akan memutuskan hubungan dengan Anara, walau dia butuh gadis itu tapi tentu dia tidak ingin lagi bermain-main dengan Anara, pasalnya Anara sendiri yang memberitahu kakaknya mengenai masalah yang masih belum selesai apalagi kalau Anara memberitahu mengenai dia untuk Jaka. Entah Bagaimana cara Jaka untuk membujuk Nasya sekarang, dia betul-betul merasa kacau saat ini walaupun kekacauannya terdengar sangat konyol dan membuat Jaka sampai memikirkan tentang Nasya. Dia menganga tipis dan melihat bayangan Nasya menghilang dari pandangannya, ini tidak mungkin, dia berpikir bahwa Anara sudah kelewat batas. Mana mungkin Anara mau memberitahu Nasya sementara dia pasti tahu jika Nasya mengetahui semuanya habislah dia, hubungan Anara dan juga kerjasama yang dilakukan antara Jaka dan Anara hilang begitu saja. "ini tidak mungkin atau ini hanya sebuah tipu daya dan rencana dari Nasya untuk memojo
Mendengar apa yang dikatakan oleh Nasya membuat Jaka menganga tipis, dia tidak percaya bahwa Anara akan berkata hal demikian, dia lalu bernafas lega, dan menatap Nasya dengan tatapan yang teduh. Senyum mekar di bibir Jaka, sebuah senyum kecil yang sejuk jika dipandang, mereka kini bersandar di dinding menikmati suasana yang senyap dan begitu tenang. Nasya tidak pernah merasakan rasa nyaman dan tenang seperti yang dia rasakan saat ini, sulit untuk dibedakan perasaan senang dan tenang, tapi perasaan tenang jauh lebih dinikmati. "Aku tidak pernah setenang ini sebelumnya." Nasya yang kembali membuka mulut, "Di rumah ku sebelumnya, di rumah Anjas, ada banyak tetangga yang selalu bersuara bising, tapi jarang berkunjung ke rumah dan tidak sering kami berkomunikasi, tapi suara mereka kadang terdengar masuk ke rumah dan sangat tidak aku senangi, menyebalkan." Nasya yang menunduk, rasanya dia tidak merasakan sesuatu yang buruk ketika berada di rumah Jaka, "Atau mungkin rumah ini yang terlalu
"Menyebalkan." Anara tampak cemberut ketika dia bercermin Jaka baru saja memblokir nomornya dan dia tidak akan punya penghasilan lagi, "Kenapa semua orang mengejar mbak Nasya." Semua rasa iri yang dimiliki Anara rupanya masih ada dan tidak memikirkan apa yang sebenarnya terjadi jika dia melakukan terus menerus apa yang Jaka perintahkan pada dia, apalagi rasa benci terhadap kakak dia sendiri sekarang lebih besar, karena melihat dan mengetahui bahwa Nasya sekarang tinggal di rumah yang besar. "Setelah bercerai dengan Anjas, bukannya hidup menderita Mbak Nasya malah semakin bahagia, ini menyebalkan, sangat." Dia cemberut, dan menelan saliva beberapa kali, dia mengepalkan tangan, menghela nafas beberapa kali, "Apa aku harus mencoba merenggut Jaka juga, ya. Hmm ...." Dia menghela nafas sekali lagi, dan berwajah cemberut, "Tapi apa dia akan tergoda begitu saja, aku pikir dia terlalu tergila-gila dengan Mbak Nasya, apalagi dia menolak gadis cantik, model cantik demi Mbak Nasya, mana mungki
"Lelah bukan terus menerus mengejar orang yang sama sekali tidak ingin dikejar, seperti ku, Aina?" Jaka bertemu dengan Aina di restoran, dia muak dengan perilaku Aina yang terus mengejar Jaka padahal Jaka sudah jatuh terhadap kecintaan dia kepada Nasya. "Justru menyenangkan bagiku, bermainlah dengan pria yang sama sekali tidak ingin bersama ku, siapa duga ini begitu membuatku sangat tergila-gila pada kamu," ucap dia, Aina begitu membingungkan, apalagi Jaka sekarang sedang sakit kepala, dia tidak mau kembali kepada Aina karena Aina begitu populer dan akan sangat merepotkan berada di sisi seorang gadis yang terkenal seperti halnya Aina yang cantik dan digemari para penggemar. "Semuanya sebaiknya berhenti di sini, aku dan kau seharusnya sudah cukup, rasanya tidak mau lagi aku berurusan dengan mu, apalagi dengan ibuku. lelah kau harus paham, sangat melelahkan. " Tatapan Jaka menunduk, dia tidak ingin melanjutkan pertandingan, jug kebencian yang berada di antara mereka berdua. Tatapan J
Kepala Nasya terasa pusing, dia menyentuh rambutnya yang berantakan dan tiba-tiba saja dia bergumam sesuatu yang aneh, "Aduh apa yang terjadi, kenapa aku di sini, astaga kepala ku sakti sekali, kenapa ...." Dia berhenti bicara sambil menengok ke sisi kiri dan kanan, dia sama sekali tidak bisa mengenali tempat itu, bahkan saat dia bangun, balita berusia setidaknya hampir tiga tahun berada di sampingnya. Mata Nasya membelalak dia lalu bertanya kembali, "Siapa ... Siapa anak ini, astaga ini tidak mungkin, aku harusnya tidak berada di sini, Mas Anjas pasti sudah menunggu ku pulang, sudah jam berapa? Handphone ku di mana, handphone ini punya siapa? Kenapa aku tidak ingat semuanya." Kepala Masya terasa sangat sakit, dia begitu lelah sampai tak menyadari bahwa semuanya sudah berlalu. Dia lalu turun dari ranjang, menuju ke arah jendela dan membuka jendela rumah, menelan saliva berkali-kali lalu kembali berucap, "Ini tidak mungkin, pasti aku sedang bermimpi, astaga, Anara! Mas Anjas! Di mana
Di balik kebingungan yang dia rasakan, setidaknya terdapat rasa yang membuat jantung dna dadanya terasa sesak, sebuah ketidakpastian yang menggerogoti pikirannya. Namun, Jaka berdiri di dekatnya, tangannya perlahan menyentuh bahu Nasya, dia mencoba memberi ketenangan kepada tubuh yang kaku itu. “Nasya." Sambil mengernyitkan kening, "Ini rumah kita, kau dan aku di sini karena kamu memilih untuk meninggalkan masa lalu, kamu di sini, aman bersama aku,, bersama dengan Aysan," tatapan dan suara Jaka lembut, penuh ketulusan. Sayangnya saat ini Nasya malah terlihat semakin bingung. “Rumah kita? Tapi… kenapa aku merasa asing? Mas Anjas… Anara… mereka di mana?” Sepertinya saat ini, penyakit yang pernah diderita olehnya, dan sebuah mimpi buruk kembali datang, ini adalah sesuatu yang akan sangat menyulitkan jika Alzheimer kembali menggerogoti pikiran dan ingatan Nasya. Jaka diam, menarik napas panjang, seperti mencari kata-kata yang tepat. Dia memahami ini bukan pertama kalinya Nasya kehi
Keputusan yang sangat berat, membuat Nasya melupakan semuanya lalu menulis kenangan baru? Itulah yang disampaikan oleh Anjas kepada Aina yang saat ini masih mengejar Jaka, ya berkat dukungan ibu Jaka. "Itu bisa menjadi peluang mu, Anjas, kau bisa kembali menarik perhatian Nasya jika itu terjadi, sementara Jaka, dia sulit merayu seorang wanita, Nasya akan sulit jatuh cinta padanya." "Nasya membenciku." Anjas yang sekarang memainkan secangkir kopi yang berada di hadapannya, dia menoleh ke samping dan berkata lagi, "Jaka bahkan berhasil membuatku ragu tentang anakku sendiri, dia berkata seharusnya aku mengecek kondisi fisik ku, secara tidak langsung dia mendidih aku mandul." Anjas mengepalkan tangan. "Jadi, Jaka berpikir bahwa Aysan adalah anaknya?" "Entahlah. Aku tidak tahu, hanya saja dengan hal itu, aku meragukan diriku sendiri." Dia lalu meraih gelas berisikan kopi hangat lalu meneguknya dalam sekali tegukan. "Tapi." Iya menekan gelas itu ke meja dan hampir meremukkan dengan tang
"Kau, astaga kau pikir kau siapa!" Jaka menghentakkan tubuh Anjas ke lantai dan kepalanya terbentur tepat ke dinding. "Kau sudah menghancurkannya, sejak awal, kau merebutnya dariku dan berharap agar bisa merebut Nasya lagi? Kau membuatnya menderita dan kau pikir kau akan mendapatkan kesempatan lagi hanya karena dia melupakan banyak hal tentang ku, he?" Jaka memberikan pelajaran pada Anjas walaupun dokter berusaha menenangkan Jaka tapi tetap saja kemarahan Jaka luar biasa, walau demikian Anjas juga Tidka ingin tinggal diam, dia lalu berdiri dan melawan Jaka dengan perkataan. "Walau pun kau berusaha keras untuk mengambil Nasya dariku, aku pastikan bahwa dia tidak akan mau dengan mu! Sia mencintai ku selamanya, dan aku adalah ayah dari putranya, aku adalah ayah Aysan."Jaka alu tertawa terbahak-bahak, dia maju selangkah, matanya seolah akan segera keluar dari kelopak matanya dengan urat wajah yang begitu terlihat jelas. "Aku pikir kau tahu soal ini, Anjas." Jaka tertawa, dia menggelen
"Apa yang harus aku lakukan Dok? Dia bahkan tidak bisa mengingat anaknya sendiri." Jaka tampak frustasi, luar biasa, dia meremas rambut tebalnya dan mengepalkan tangan satunya. Dokter yang duduk di belakang meja hanya bisa menghela nafas melihat betapa frustasinya Jaka. "Satu-satunya jalan adalah melakukan operasi, beda, ini bukan hanya mengenai psikologis Bu Nasya, tapi juga terjadi benturan di kepalanya, bukan hanya trauma tetapi juga masalah di dalam otaknya, kami sudah menemukan titik masalahnya, apa yang terjadi pada Bu Nasya sepenuhnya adalah trauma dan luka dalam." "Jadi ... Apa hal itu bisa membantunya, dokter?" Sang dokter tampak ragu tapi pada akhirnya dia menganggukkan kepala, dan berkata kepada Jaka, "Ya, kami akan melakukan yang terbaik untuk Bu Nasya dan Anda, Anda tak perlu cemas, serahkan semuanya kepada medis, Pak Jaka." Jaka merasa bahwa dia diberikan sebuah pencerahan yang dapat membuatnya merasa lega sempurna. Dia lu berdiri dari duduknya dan mengulurkan tangan
Jaka panik luar biasa stelah dia melihat Nasya saat ini berada di dalam mobil yang berbeda dengannya, sebuah mobil taksi ke sebuah tempat yang dia kenali, yaitu rumah Anjas. Rupanya Nasya masih mengingat mengenai rumah mantan suaminya, tapi memorinya selama tiga tahun berlalu tidaklah dia ingat. Sementara di sisi yang lainnya Aysan sekarang berada di dalam rumah sakit dan berada dalam perawatan yang serius, yang membuat Jak betul-betul tidak bisa memahami situasi dan bagaimana dia akan mengontrol semua ini, semua yang terjadi sekarang. Walau pun seperti itu, dia tidak bisa melakukan apa pun selain ikut di belakang mobil taksi yang Nasya tumpangi, dan kini mobil itu berhenti tepat di hadapan rumah Anjas, sore sudah tiba, dan mungkin Anjas sudah berada di rumah saat ini, karena sudah jam pulang kantor. Nasya yang keluar dari taksi langsung menggedor-gedor pintu sambil berteriak di depan pintu, "Anjas, Mas, tolong cepat buka pintunya." "Nasya." Tangan Jaka langsung mencengkeram lenga
"Astaga." Kepanikan tentu saja sekarang dirasakan oleh Nasya, melihat bocah yang terus-menerus memanggilnya Mama sekarang terjatuh dari tangga menuju lantai paling bawah dan sekarang tubuhnya membeku tidak tahu bagaimana dan apa yang harus dilakukan olehnya. Tetapi beberapa saat kemudian dia tersadar bahwa kekacauan itu terjadi karenanya, Lalu Nasya kemudian berlari menuruni tangga. "Aku mohon jangan terjadi sesuatu, kamu harus baik-baik saja, apa yang aku telah lakukan padanya." air mata kemudian mengalir dari pipinya. dia langsung membungkuk dan meraih tubuhnya yang kepalanya sekarang terbentur dan mengalir darah dari sana. bocah ini tidak sadarkan diri Nasya sama sekali tidak tahu bagaimana harus apa. Jadi yang dia lakukan adalah mungkin membaca itu dan keluar dari rumah, ke arah pos satpam. Nasya sekarang panik lalu berteriak, "Tolong, terjadi sesuatu, Tolong! Bantu aku, Pak." satpam yang sedang meminum kopi dan membaca koran di pos satpam yaitu mendengar suara Nasya langsung
"Akan ada operasi yang mungkin kau akan lakukan, jadi aku mohon janga membangkang untuk kesembuhan kau, Nasya, aku harap aku paham." Jaka yang saat ini masih memandang ke arah Nasya yang duduk di hadapannya. sebenarnya pikran Nasya masih ingin percaya dengan apa yang dikatakan oleh Jaka tetapi sepertinya berbeda dengan hati Nasya yang tentu saja masih berpikir bahwa Anjas atau mantan suaminya itu adalah pribadi yang setia dan tidak mungkin menghianati Nasya. jadi Nasya masih memilih untuk tidak mempercayai apa yang Jaka katakan. "Aku hanya ingin sekali saja bertemu dengan Anjas dan mendengar apa yang dia katakan, jika kau mengurungku seperti ini bagaimana aku bisa percaya kepadamu, aku sama sekali tidak ...." dia menundukkan kepala dan merasa bimbang dengan apa yang harus dia katakan. Sesekali dia menelan saliva dan mencoba berpikir kata apa yang harus dia keluarkan dari mulutnya. "tentu saja ... astaga apa yang harus aku katakan lagi agar bisa membuat kau percaya. sepertinya tidak
"Aku sudah katakan semuanya, berkali-kali, Nasya, tapi kenapa kau sama sekali tidak percaya?" Jaka mencondongkan tubuhnya ke arah Nasya yang menghindar dan mengernyitkan kening. "Tolong jangan terlalu dekat dengan ku," ucap Nasya, dia memalingkan pandangan dan Jaka merasa bahwa ya sebaiknya Nasya diberikan sedikit ruang. Lalu tidak lama setelah itu, Boca berusia tiga tahun yang sudah bisa dikatakan aktif dalam berbicara dan memahami pembicaraan ringan seseorang itu berjalan ke arah Jaka. "Aysan." Jaka berdiri dari duduknya dan menghampiri Aysan, "Apa kau butuh sesuatu?" "Apa Mama masih marah sama Aysan?" dia menundukkan kepala cara dia bicara masih sangat sulit untuk dipahami tapi Jaka bisa cukup memahami ucapan Aysan, Nasya juga bisa memahami ucapan itu tapi dia memalingkan pandangannya sekarang, dia tidak ingin memikirkan banyak hal selain pikirannya sendiri yang lupa semuanya. Sementara Jaka dia berlutut setengah di hadapan Aysan dan berusaha meyakinkan bocah itu. "Aysan, Nak.
"Aku tidak bisa terus seperti ini," ucap Nasya yang sekarang berada dalam kondisi yang berantakan, wajahnya dan rambut gelombang yang bahkan belum disisir, matanya menandakan bahwa dia lelah dan tidak bisa berpikir jernih. Semua seolah menghilang dari memorinya. Dan hidup seolah tetap sama, dia merasa bahwa hidupnya sama seperti sebelumnya, tidak seperti apa yang dilihatnya sekarang, yaitu Jaka yang berada di hadapannya mungkin hanyalah omong kosong yang dibuat-buat oleh Jaka untuk mendekati Nasya, itulah Jaka di pikiran Nasya. "Seperti apa?" Jaka yang menyuguhkan makanan di atas meja, sekarang mereka berada di taman halaman depan rumah, Nasya tidak mau makan jika masih berada di dalam rumah karena dia menganggap bahwa jika dia terus berada di dalam rumah maka dia seolah dikurung di dalam sana. Dan dia tidak ingin seperti itu, Jaka pun tidak mau Nasya berpikir demikian. Sehingga yang dia lakukan adalah menuruti saja apa yang diinginkan oleh Nasya untuk saat ini. "Kau seperti menguru
Tok ... tok ... tok .... Suara ketukan yang datang dari luar kamar Nasya, saatnya adalah sarapan pagi, Nasya tidak membuka pintu semalam sehingga tidak ada makan malam yang membuat Jaka merasa cemas. Bagaimana tidak, Nasya menolak bertemu sementara Jaka terus membujuk dan menjelaskan apa yang terjadi. Walau berusaha, Jaka masih belum bisa membujuk. Pagi harinya, Jaka masih berusaha keras, tapi sepertinya Nasya masih menolak, karena itulah Jaka pun mencoba untuk membujuk satu kali, berharap kali ini Nasya mengurungkan niat untuk bersifat keras. Ketukan demi ketukan, bujukan demi bujukan, tak ada satu pun yang berhasil. Aysan juga sudah sangat ingin bertemu dengan ibunya, yang semakin membuat Jaka merasa tidak nyaman. Makan malam gagal, sarapan pagi pun tidak digubris, hingga akhirnya makan siang tiba, Jaka bahkan tidak masuk kerja, dan dia pun bersama dengan Aysan mencoba membujuk Nasya. "Mama tidak mau makan." Aysan dengan ucapan yang masih belum fasih, "Aku tidak mau kalau Mama