Pertemuan dengan Anjas adalah sesuatu di luar dari ekspektasi Nasya, dia tidak pernah menyangka bahwa dia akan bertemu dengan Anjas di sana, di tempat yang dia selalu kenang. Tetapi juga tidak menutup kemungkinan bahwa Anjas juga sering datang ke tempat itu, atau hanya kebetulan saja mereka bertemu, dan mungkin saja Anjas mengikuti Nasya selama ini. Sudah cukup, Nasya sudah tidak mau lagi bersikap lemah dan merasa istimewa, dia sama sekali tidak istimewa bagi dirinya yang terpenting adalah menjaga Aysan, kepalanya bisa saja meledak sekarang memikirkan bagaimana dia bisa lolos. Mungkin hidupnya akan bahagia jika dia bersama dengan Jaka tapi dengan cara seperti ini, memaksa diri untuk bersama, bukankah itu adalah sebuah bentuk keegoisan. Saat tiba di rumah, Nasya semakin terkejut ketika dia melihat seorang tamu datang dan ada di rumah, ya ini adalah pertama kalinya Nasya bertemu dengan ibu Jaka semenjak pertemuan pertama mereka, sudah sangat lam, ketika Nasya dan Jaka masih berkulia
"Kamu seharusnya tidak memperlakukan ibumu seperti itu, Jaka." Kening Nasya mengernyit, "Aku merasa bersalah jika kamu malah jadi anak durhaka." Nasya duduk di sofa, setelah beberapa saat ibu Jaka meninggalkan mansion. "Tidak usah dipikirkan, sudah cukup lama ibu mengontrol aku, dan sekarang aku tidak mau dikontrol lagi sama dia, pagi ini adalah masalah hati, aku tidak mau." Jaka yang ikut duduk di samping Nasya. "Kamu mungkin berpikir seperti itu, tapi coba pikirkan posisi ku, apalagi kalian sudah sempat bertunangan, kamu dan Aina, tidakkah kamu pikir itu? Bagaimana dengan posisi Aina, Jak?" "Dengar kan aku dulu, aku akan jelaskan kenapa aku tidak ingin dengan Aina, dia memiliki pacar sebelumnya, seorang kekasih, dan dia tidak masalah jika kamu berpisah dan memutuskan untuk tidak bertunangan lagi, hanya saja dia masih belum memberitahu ibu, dan mengatakan aku berbohong. Nyatanya saat itu, dia sangat mencinta pacar berandalan yang akan terus menyakiti dia, Nasya. Lalu pada saat
"Aku tidak tahu lagi bagaimana cara meyakinkan kamu, bahwa aku sama sekali tidak berpura-pura akan semua yang terjadi di antara kita, Jaka." Nasya tampak memalingkan pandangannya dan mencoba agar Jaka bisa mempercayai dirinya tetapi sepertinya Sekarang sulit bagi Nasya untuk bisa meyakinkan Jaka bahwa selama ini dia tidak bersandiwara di hadapan Jaka. "Baik, aku tahu kamu mungkin masih belum bisa melupakan mantan suamimu, aku bisa memberikan waktu yang lebih lama bagimu ....""Tidak, aku sama sekali sudah melupakan dan tidak peduli lagi dengan dia!" "Lalu kenapa kamu terus aja mendatangi tempat pertama kalian bertemu, ha! kamu pikir supir pribadiku tidak memberitahu aku kemana kalian pergi? aku tahu semuanya Nasya, kamu tidak perlu menyembunyikan banyak hal dari aku, Karena aku tahu semuanya!" Jaka yang sekarang memalingkan pandangan dan tidak ingin menatap ke arah Nasya untuk beberapa saat. dia bahkan tidak mengatakan apa pun lalu pergi dari sana. Membuat Nasya merasa sangat diaba
Ketahuan lagi Jaka oleh Nasya, dia menepuk jidat dan tak menyangka bahwa Nasya akan tahu, kali ini dia akan memutuskan hubungan dengan Anara, walau dia butuh gadis itu tapi tentu dia tidak ingin lagi bermain-main dengan Anara, pasalnya Anara sendiri yang memberitahu kakaknya mengenai masalah yang masih belum selesai apalagi kalau Anara memberitahu mengenai dia untuk Jaka. Entah Bagaimana cara Jaka untuk membujuk Nasya sekarang, dia betul-betul merasa kacau saat ini walaupun kekacauannya terdengar sangat konyol dan membuat Jaka sampai memikirkan tentang Nasya. Dia menganga tipis dan melihat bayangan Nasya menghilang dari pandangannya, ini tidak mungkin, dia berpikir bahwa Anara sudah kelewat batas. Mana mungkin Anara mau memberitahu Nasya sementara dia pasti tahu jika Nasya mengetahui semuanya habislah dia, hubungan Anara dan juga kerjasama yang dilakukan antara Jaka dan Anara hilang begitu saja. "ini tidak mungkin atau ini hanya sebuah tipu daya dan rencana dari Nasya untuk memojo
Mendengar apa yang dikatakan oleh Nasya membuat Jaka menganga tipis, dia tidak percaya bahwa Anara akan berkata hal demikian, dia lalu bernafas lega, dan menatap Nasya dengan tatapan yang teduh. Senyum mekar di bibir Jaka, sebuah senyum kecil yang sejuk jika dipandang, mereka kini bersandar di dinding menikmati suasana yang senyap dan begitu tenang. Nasya tidak pernah merasakan rasa nyaman dan tenang seperti yang dia rasakan saat ini, sulit untuk dibedakan perasaan senang dan tenang, tapi perasaan tenang jauh lebih dinikmati. "Aku tidak pernah setenang ini sebelumnya." Nasya yang kembali membuka mulut, "Di rumah ku sebelumnya, di rumah Anjas, ada banyak tetangga yang selalu bersuara bising, tapi jarang berkunjung ke rumah dan tidak sering kami berkomunikasi, tapi suara mereka kadang terdengar masuk ke rumah dan sangat tidak aku senangi, menyebalkan." Nasya yang menunduk, rasanya dia tidak merasakan sesuatu yang buruk ketika berada di rumah Jaka, "Atau mungkin rumah ini yang terlalu
"Menyebalkan." Anara tampak cemberut ketika dia bercermin Jaka baru saja memblokir nomornya dan dia tidak akan punya penghasilan lagi, "Kenapa semua orang mengejar mbak Nasya." Semua rasa iri yang dimiliki Anara rupanya masih ada dan tidak memikirkan apa yang sebenarnya terjadi jika dia melakukan terus menerus apa yang Jaka perintahkan pada dia, apalagi rasa benci terhadap kakak dia sendiri sekarang lebih besar, karena melihat dan mengetahui bahwa Nasya sekarang tinggal di rumah yang besar. "Setelah bercerai dengan Anjas, bukannya hidup menderita Mbak Nasya malah semakin bahagia, ini menyebalkan, sangat." Dia cemberut, dan menelan saliva beberapa kali, dia mengepalkan tangan, menghela nafas beberapa kali, "Apa aku harus mencoba merenggut Jaka juga, ya. Hmm ...." Dia menghela nafas sekali lagi, dan berwajah cemberut, "Tapi apa dia akan tergoda begitu saja, aku pikir dia terlalu tergila-gila dengan Mbak Nasya, apalagi dia menolak gadis cantik, model cantik demi Mbak Nasya, mana mungki
"Lelah bukan terus menerus mengejar orang yang sama sekali tidak ingin dikejar, seperti ku, Aina?" Jaka bertemu dengan Aina di restoran, dia muak dengan perilaku Aina yang terus mengejar Jaka padahal Jaka sudah jatuh terhadap kecintaan dia kepada Nasya. "Justru menyenangkan bagiku, bermainlah dengan pria yang sama sekali tidak ingin bersama ku, siapa duga ini begitu membuatku sangat tergila-gila pada kamu," ucap dia, Aina begitu membingungkan, apalagi Jaka sekarang sedang sakit kepala, dia tidak mau kembali kepada Aina karena Aina begitu populer dan akan sangat merepotkan berada di sisi seorang gadis yang terkenal seperti halnya Aina yang cantik dan digemari para penggemar. "Semuanya sebaiknya berhenti di sini, aku dan kau seharusnya sudah cukup, rasanya tidak mau lagi aku berurusan dengan mu, apalagi dengan ibuku. lelah kau harus paham, sangat melelahkan. " Tatapan Jaka menunduk, dia tidak ingin melanjutkan pertandingan, jug kebencian yang berada di antara mereka berdua. Tatapan J
Kepala Nasya terasa pusing, dia menyentuh rambutnya yang berantakan dan tiba-tiba saja dia bergumam sesuatu yang aneh, "Aduh apa yang terjadi, kenapa aku di sini, astaga kepala ku sakti sekali, kenapa ...." Dia berhenti bicara sambil menengok ke sisi kiri dan kanan, dia sama sekali tidak bisa mengenali tempat itu, bahkan saat dia bangun, balita berusia setidaknya hampir tiga tahun berada di sampingnya. Mata Nasya membelalak dia lalu bertanya kembali, "Siapa ... Siapa anak ini, astaga ini tidak mungkin, aku harusnya tidak berada di sini, Mas Anjas pasti sudah menunggu ku pulang, sudah jam berapa? Handphone ku di mana, handphone ini punya siapa? Kenapa aku tidak ingat semuanya." Kepala Masya terasa sangat sakit, dia begitu lelah sampai tak menyadari bahwa semuanya sudah berlalu. Dia lalu turun dari ranjang, menuju ke arah jendela dan membuka jendela rumah, menelan saliva berkali-kali lalu kembali berucap, "Ini tidak mungkin, pasti aku sedang bermimpi, astaga, Anara! Mas Anjas! Di mana