Di sebuah kamar mewah, tampak seorang pria tengah bersandar di bibir ranjang. Di tangannya terdapat sebotol wine yang sesekali dia tengguk untuk membasahi tenggorokannya. Kamar itu terlihat berantakan, apalagi dengan pecahan kaca yang berserakan di mana-mana, serta bau alkohol yang menyeruak masuk ke dalam indera penciuman. "Zea!" gumamnya. Air mata bergulir membasahi pipi tampan pria itu. Matanya membengkak akibat menangis semalaman. Penampilannya seperti orang gila dengan baju yang sudah koyak akibat dia tarik paksa. "Kenapa kau tega meninggalkan aku? Kau sudah berjanji akan selalu bersamaku apapun yang terjadi. Tapi, kenapa...?" Tangisnya kembali pecah. Dia cengkram dengan kuat botol kaca tersebut untuk melampiaskan semua rasa sakit yang terasa menghantam dada. Di tangannya tampak selembar foto seorang wanita cantik yang memakai jas khas kedokteran. Senyum wanita itu terlihat manis, sehingga tanpa sadar dia mengusapnya berulang kali. "Kau tidak bisa melakukan ini semua padaku
Zayyan menatap Ar yang terlelap dalam pelukannya. Putra kecilnya itu terus saja menangis sejak tadi. "Maafkan Daddy, Son. Daddy gagal menjadi seorang ayah," ungkapnya mengusap kepala pria kecil itu. Zayyan berusaha menenangkan Ar yang menangis mencari Zea, akhirnya sang putra lelah sendiri hingga terlelap dengan mata yang membengkak. "Daddy janji akan membawa mommy pulang dan berkumpul lagi bersama kita," ujarnya. Setelah merasa Ar terlelap. Pelan, Zayyan turun dari ranjang dan tak lupa menaikan selimut putranya itu. Satu kecupan mendarat di kening Ar, sebagai rasa sayang dan minta maaf karena belum bisa menyediakan kebahagiaan untuk anaknya. Zayyan melenggang keluar dari kamar Ar. Lelaki itu berjalan menuju pintu keluar. "Kak," panggil Ruth. Langkah Zayyan terhenti. Dia sama sekali tak menoleh pada adik tirinya itu. "Apa Kakak sudah makan?" tanyanya ramah dan tak lupa genit. Ah, Ruth sudah membayangkan bagaimana rasanya mendesah di bawah pria tampan itu. Zayyan tak menjawab
"Astaga, Sayang. Wajahmu kenapa?" tanya Marvin panik ketika melihat goresan di wajah Zevanya. "Ini semua ulah Zayyan," ketus perempuan itu. Lewi sang asisten tengah mengobati luka di wajah Zevanya. Wanita itu menolak dibawa ke rumah sakit karena pasti akan menjadi bahan omongan media. "Bagaimana bisa dia menyakitimu sampai seperti ini?" tanya Marvin tak habis pikir. "Ini semua karena pelakor itu," geram Zevanya mengingat wajah adiknya. Marvin duduk di samping kekasihnya. "Memang Zea kenapa?" tanyanya penasaran. "Hilang tanpa bilang," sahut Zevanya ketus. "Aku bahkan tidak berani pulang ke mansion dengan wajah seperti ini," ujarnya Zevanya lagi. "Sabar ya. Wajahmu pasti akan sembuh dan cantik kembali," hibur Marvin menenangkan kekasihnya itu. "Kau harus membantuku mencari keberadaan Zea!" renggek Zevanya. "Lho, kenapa harus dicari? Bukankah kepergian Zea keuntungan buat kita?" ujar Marvin dengan kening mengerut heran. "Tidak begitu." Zevanya menggelengkan kepalanya. "Aku han
Zayyan masuk ke dalam kamar putranya. Pria tampan itu terkejut melihat sang istri yang ada di sana. "Daddy!" seru Ar sambil menggandeng tangan Zevanya. "Mommy Zea sudah pulang," ujarnya lagi. Kening Zayyan mengerut heran dan melihat ke arah Zevanya yang sudah tersenyum manis. "Kau baru pulang, Sayang?" sapa Zevanya dengan senyuman ramah. "Kau pasti lelah!" Wanita itu mendekati sang suami. Lalu dengan berani membuka jas Zayyan. Lelaki itu hendak menolak, tetapi dia sadar sedang berada di depan Ar. Jika dia kasar, hal itu akan membuat anaknya bingung dan heran. Terpaksa Zayyan menurut, walau dalam hati rasanya ingin sekali menepis tangan Zevanya yang berani menyentuh tubuhnya. "Monmy, Ar ingin makan masakan Mommy. Ayo masak, Mom!" ajaknya dengan wajah sumringah. Wajah pria kecil itu tampak senang dan bahagia melihat kedua orang tuanya utuh. Walaupun dia tahu jika Zea bukan ibu kandungnya. Seketika Zevanya terdiam sambil menggaruk-garuk tengkuknya yang tidak gatal. Seumur hidup dia
Di sebuah taman nan indah, seorang wanita cantik dengan perut yang kian membesar tengah duduk di kursi taman dekat vila mewah yang sekarang dia tinggali. Senyumnya mengembang dengan tangan yang terus mengusap perut. "Hai, Nak. Mommy tidak sabar ingin bertemu denganmu," ucapnya. Wanita itu adalah Zea Ananda Mikola yang telah hilang dalam peradaban kehidupan Zayyan. Dia menepi, semakin ke tepi sehingga tak ditemukan oleh lelaki yang telah menanamkan benih di hatinya. Setelah beberapa waktu tinggal di sini, Zea pikir melupakan Zayyan semudah membalikan telapak tangan. Namun, nyatanya dia tidak pernah benar-benar bisa menghapus lelaki itu dalam benaknya. "Kak, sebentar lagi anak kita akan hadir di dunia. Tapi, dia malah tidak bisa melihatmu," ucapnya tersenyum kecut. Perihal melupakan Zea bukanlah orang yang mudah melepaskan rasa begitu saja. Dia pernah benar-benar jatuh cinta lalh terhempas sebelumnya. Tentu, dia harus memiliki ribuan tahun lagi agar bisa tak mengingat nama Zayyan di
Zayyan duduk dengan tatapan kosong. Di tangannya terdapat sebotol wine yang menemaninya sejak tadi. Setelah Zea pergi lelaki tampan itu tak lagi memperhatikan penampilannya. Hari-hari yang dia lewati dihabiskan untuk mencari keberadaan Zea. Namun, hingga kini jejak wanita itu pun tak jua ditemukan. "Selamat malam, Tuan!" Leo masuk ke dalam apartemen Zayyan. Beberapa hari belakangan ini, Zayyan mengurung diri di sini lantaran tak mau melihat Zevanya dan tak ingin Ar tahu kondisi hatinya saat ini. "Ada apa, Leo?" tanya Zayyan. "Nona Zevanya menarik kembali surat panggilan dari pengadilan dan masih keukeh dan menolak untuk bercerai dengan Anda, Tuan," jelas Leo. Zayyan mencengkram kuat botol di tangannya. Andai saja botol itu tak terbuat dari kaca pilihan, sudah pasti akan pecah atau hancur berkeping-keping. "Brengsek!" Prang!Dia melempar botol itu ke dinding, sehingga pecah dan berserakan di atas lantai. Leo sudah tak heran, memang begini keadaan Zayyan setelah Zea tidak ada. "K
"Apa?!" Ketiganya saling melihat ketika mendengar ucapan Leigh. "Serius, Paman sudah menemukan di mana Zea?" tanya Samuel terharu. Jika Zea ditemukan rasa bersalahnya terhadap Zayyan akan terbayarkan. "Benar, Sam!" Leigh tersenyum. "Tapi, untuk sekarang Paman belum bisa mengatakan di mana dia sekarang," sambungnya kemudian. Raut wajah Samuel, Josua dan Niko seketika berubah. "Kenapa, Paman?" tanya Samuel dengan nada kecewa. Dia sudah dibuat terbang setinggi langit, tetapi seketika terhempas saat mendengar penjelasan dari Leigh. "Sebelum Zayyan bercerai dengan Zevanya. Zea tidak akan bisa kembali karena Paman takut jika Zevanya berusaha menyakiti adiknya," jelas Leigh menarik napas sedalam mungkin. Mencari keberadaan Zea tentu bukan hal yang sulit baginya. Dia memiliki banyak jaringan di mana-mana, bahkan mata-matanya berada di berbagai negara. "Tapi bagaimana caranya memaksa Zevanya menandatangani surat perceraian itu? Sedangkan sekarang wanita itu telah menyamar menjadi Zea," u
Zayyan menatap penuh kebencian wanita yang tengah mengelus dadanya itu. "Aku berjanji akan menjadi ibu yang baik untuk Ar. Aku akan memberikan apa saja, termasuk cinta dan perhatian. Tapi, semua tergantung sikapmu, Sayang," ucap Zevanya terkekeh dan merasa menang, ketika melihat wajah suaminya yang seperti tak berdaya. "Kenapa kau hanya diam saja, Sayang?" ledek Zevanya. Dia mengelus bibir seksi yang diisi daging penuh itu. Betapa menggodanya bibir pria ini dan Zevanya sudah lama tak mencicipi bibir tersebut. "Apa yang kau inginkan, Zevanya?" tanya Zayyan dengan rahang mengeras. Zevanya tertawa mendengar pertanyaan suaminya. Dia rasa lelaki ini bukan pria bodoh. Sebelum dirinya mengatakan keinginan yang terselip di dalam hati, pasti Zayyan sudah tahu banyak hal. "Kau ini lucu, Sayang. Bukankah sudah aku katakan, aku hanya ingin dirimu, jiwamu, ragamu dan hatimu!" Zevanya meletakan jari tepat di dada suaminya. "Minta apa saja, tapi untuk masalah perasaan aku tidak bisa," tolak Za