"Kak, kita mau ke mana sih?" protes Zean yang sedari tadi mereka berdua terus saja berjalan. "Menemui dokter," jawab Zayn singkat, padat dan jelas. "Mau apa, Kak?" tanyanya dengan kening mengerut, heran. "Ikuti saja, Zean. Jangan banyak bertanya!" ketus Zayn yang mulai kesal karena adiknya itu tak mau diam. "Tapi Zean penasaran, Kak," ucapnya seraya menghembuskan napas kasar. "Makanya diam!" ujar Zayn. Kedua pria kecil itu berjalan menuju ruangan dokter. Entah apa yang akan mereka lakukan? ekspresi wajah Zayn tampak seperti pria dewasa yang terlibat datar dan begitu dingin. "Paman Dokter," sapa Zayn. Dokter berkacamata tebal yang tengah asyik berkutat dengan berkas pasien di atas mejanya. Sontak mengangkat kepala dan menatap kedua bocah itu dengan kening mengerut heran. "Paman Dokter," panggil Zayn sekali lagi. Tanpa permisi lelaki kecil itu naik di kursi depan meja sang dokter. Zean mengikuti sang kakak. "Kalian siapa?" tanya dokter muda itu yang masih bingung melihat dua a
Zea mengusap kepala putri kecilnya yang terlelap. Beberapa selang mengalir di bagian tubuh Ziva. Dia menatap lama wajah gadis kecil itu. Duplikat dirinya di waktu kecil tergambar jelas di wajah anak perempuannya itu. "Kau harus kuat ya, Girl. Demi Mommy. Kau segalanya untuk Mommy," ucapnya dengan lirihan pelan. "Mommy berjanji akan menjadi ibu dan ayah untukmu," sambungnya lagi. "Semoga badai ini segera berlalu dan kita bahagia lagi seperti kemarin," ucapnya lagi. Akibat kemoterapi itu menghilangkan rambut panjang Ziva, tubuh kecilnya juga mudah drop-dropan. Beberapa obat terbaik sudah Sandy berikan agar daya tahan tubuhnya kuat."Nyonya!" Erwin masuk ke dalam ruangan rawat Ziva. "Iya, Dok?" Zea memaksakan senyum. Terkadang dia kagum dengan cara Tuhan menolongnya. Dokter tampan seperti Erwin yang notabene orang tak dikenal, tetapi begitu baik pada Zea dan ketiga anaknya. Bahkan dokter tersebut menolong semua perawatan Ziva dan membantu Zea menjaga gadis kecil tersebut. "Makan dulu
"Mommy," panggil Ziva dengan suara lirihnya. "Sayang." Zea dan kedua putranya berhambur ke arah ranjang gadis kecil itu. "Zizi," panggil Zayn dan Zean bersamaan. Kedua bocah tampan itu tampak terharu karena akhirnya adik mereka bisa bangun dan kemabli tersenyum seperti sediakala. Mata gadis kecil itu tampak menelisik seluruh ruangan rawat inapnya. Di beberapa bagian tubuhnya masih dipasang selang-selang lainnya. "Di mana yang sakit, Nak?" tanya Zea dengan mata berkaca-kaca. Hatinya berdenyut sakit melihat wajah pucat sang anak. "Di cini, Mom!" Ziva menunjuk bagian dadanya. "Sesak napas," sambungnya kemudian dengan lelehan bening yang mengalir di pipi lembutnya. Zea mengenggam tangan gadis kecil itu. Dia berusaha menahan tangis yang terasa ingin pecah. Andai bisa, dia ingin sekali menggantikan posisi Ziva dan merasakan sakit yang menggerogoti tubuh anaknya itu. Tidak lama kemudian, Erwin dan beberapa perawat masuk ke dalam ruangan Ziva. Pria muda nan tampan itu tersenyum simpul
Zayyan sontak berdiri mendengar penjelasan Josua. "Putri kecilku terbaring sakit?" tanyanya sekali lagi memastikan. "Iya, Zayyan," jawab Josua. "Menurut keterangan anak buah kita, nona kecil menderita leukemia stadium lanjut," jelasnya lagi. Tubuh Zayyan membeku di tempatnya. Aliran darah seolah berhenti mengalir. Dia menatap Josua tak percaya seraya menggelengkan kepala."Sam, persiapkan keberangkatanku ke Canada, sekarang!" titah Zayyan. "Baik." Zayyan berjalan menuju mobil dengan langkah tergesa-gesa. Tatapan mata pria tampan itu terlihat panik dan penuh dengan kekhawatiran. "Girl, tunggu Daddy, Nak. Daddy datang untuk menemuimu, Daddy sangat menyayangimu," ujarnya. Zayyan memang belum pernah memeluk putri kecilnya itu. Namun, baru bicara beberapa kata saja dengan Ziva sudah membuat dadanya berdebar kian kencang. "Maafkan Daddy!" ucapnya dengan penuh perasaan bersalah. Zayyan pikir melepaskan Zea pergi adalah jalan terbaik demi kebahagiaan wanita itu. Namun, ternyata hal y
Zayyan keluar dari mobil. Dia menatap rumah sakit mewah yang ada di depannya. Dadanya berdegup kian kencang. Beberapa kali dia menarik napas dalam seakan berusaha menetralisir emosi yang terasa membuncah dalam dada. Lelaki itu melangkah lebar menelusuri koridor rumah sakit. Sebenarnya kaki Zayyan terasa sulit dilangkahkan, entah kenapa rasanya dia tidak sanggup melihat wajah sang anak? Ada perasaan bersalah yang terselip di antara rongga dadanya. Zayyan pun merasa dirinya terlalu egois tanpa memikirkan keselamatan anak-anaknya. "Semoga kau baik-baik saja, Girl," gumamnya penuh harap dengan perasaan gelisah yang tak karuan. Zayyan belum pernah berbicara panjang lebar dengan ketiga anaknya, bahkan pertemuan pertama mereka terkesan begitu dingin. Apakah ada rasa marah yang terselip di hati ketiga anaknya karena sikap Zayyan selama ini? Lelaki itu berdiri di depan sebuah ruangan mewah atas petunjuk suster yang mengantarkan mereka ke ruangan rawat Ziva. Zavier dan Sean mengekor dari
"Hai putri kecilnya Papa," sapa Zavier tersenyum pada Ziva seraya tersenyum hangat. "Mau makan?" tanyanya duduk di samping ranjang gadis kecil itu. "Mommy di mana, Pa?" Gadis itu celingak-celinguk mencari sang Ibu"Mommy pulang sebentar Sayang," jawab Zavier. "Ayah di mana?" Gerra tak melihat Sean biasanya, Ayahnya itu selalu ada."Ayah sedang ada urusan sebentar." Zavier tersenyum hangat. Gadis kecil ini memang cerewet. "Ziva, makan yuk, Nak!" ajak Zavier"Pa, Ziva ingin ketemu daddy. ziva penasalan Daddy seperli apa orangnya. Kata kak Zean, daddy olang baik," pinta Ziva. Dia memang belum pernah berbicara sedekat mungkin dengan Zayyan. Waktu terlalu singkat, hingga tak ada waktu untuk sekedar berbagi cerita. Zavier menghela napas panjang lalu memaksakan senyumnya. Ikatan batin antara ayah dan anak tidak bisa dihilangkan."Tapi–""Papa, jangan bilang pada mommy. Nanti mommy sedih lagi. Ziva hanya ingin beltemu daddy. Ziva ingin makan disuapin daddy, Pa," pintanya dengan mata berkac
Zea duduk dengan tatapan kosong. Mendengar penjelasan dari Erwin dan Sean seolah membuat dadanya seketika sesak. "Demi anakmu, Zea!" ujar Sean. Zea membalas dengan anggukan kepala. Kali ini dia akan mengorbankan perasaannya agar Ziva tetap bertahan hidup. "Apa kau masih takut akan ancaman Zevanya?" tanya Sean menatap penuh selidik wanita cantik anak tiga itu. "Iya, Kak. Aku takut kak Zeva menyakiti anak-anakku," jawab Zea yang tak bisa membendung semua perasaan takut yang terasa mencengkeram bagian dadanya. "Apa kau meragukan kekuasaan Zayyan?" tanya Sean lagi. "Bukan begitu," kilah Zea. Dia sama sekali tidak meragukan penjagaan dari lelaki itu. Hanya saja dia takut terlalu berharap, nanti malah dirinya dihempaskan oleh kenyataan. "Kalau begitu, terima lah tawaran Zayyan. Kakak yakin dia laki-laki baik yang bisa menjagamu dan anak-anak," saran Sean sambil mengenggam tangan Zea, seolah menyalurkan kekuatan pada wanita cantik ini. Zea terdiam sejenak seraya menelan salivanya. Ap
Transplantasi sumsum tulang adalah prosedur untuk memperbarui sumsum tulang yang rusak dan tidak lagi mampu memproduksi sel darah yang sehat. Transplantasi sumsum tulang disebut juga transplantasi sel induk atau sel punca atau sistem cell. Sumsum tulang adalah jaringan yang terdapat di dalam beberapa tulang, seperti tulang panggul dan tulang paha. Sumsum tulang ini berfungsi menghasilkan sel darah merah atau eritrosit, sel darah putih atau leukosit, dan sel keping darah atau trombosit. Sumsum tulang dapat rusak akibat penyakit, seperti kanker dan infeksi, atau karena pengobatan kanker, seperti kemoterapi dan radioterapi. Sumsum tulang yang rusak dapat mengganggu produksi sel darah. Sel darah yang dihasilkan oleh sumsum tulang yang rusak juga mungkin tidak sehat atau tidak berfungsi normal.Transplantasi sumsum tulang bertujuan untuk mengembalikan fungsi sumsum tulang yang rusak. Prosedur ini dilakukan dengan memasukkan sel punca sehat ke dalam tubuh pasien. Sel punca yang sehat ini