Share

Bab 1

Author: Amih Lilis
last update Last Updated: 2021-06-04 05:03:20

“Saya terima nikah dan kawinnya Andara Prameswari binti Matheo Prameswari dengan mas kawin tersebut Tunai!”

“Bagaimana para saksi? Sah?”

“Sah ....”

Terdengar suara gemuruh, untuk kedua kalinya diluar kamarku, yang menyatakan keberhasilan Kak Sean mengucapkan ijab kabul hari ini.

Ya. Hari ini, adalah hari pernikahan Kak Audy dan Kak Sean, juga pernikahanku dengan pria yang sama.

Lalu, tadi itu adalah suara gemuruh para saksi, yang secara serentak menyatakan kalo sekarang aku dan Kak Audy sudah sah menjadi istri Kak Sean.

Miris, ya?

Setelah Kak Sean mengucapkan ijab qobul untuk Kak Audy. Tak berselang lama setelahnya, Kak Sean pun melakukan ijab qobul atas namaku.

Entah bagaimana pandangan orang tentang pernikahan kami ini? Aku sudah tidak bisa membayangkan apapun lagi saat ini. Perasaanku terlalu kacau memikirkan semuanya.

Seharusnya hari ini aku merasa senang karena bisa menunaikan salah satu perintah Agama. Tetapi sungguh, aku juga tak pernah membayangkan, akan jadi istri kedua seperti ini.

Apalagi, aku harus jadi orang ketiga di antara orang-orang yang sudah kuanggap kakakku sendiri. Ini konyol sekali.

Tok ... tok ... tok ....

Terdengar sebuah ketukan di pintu kamarku. Lalu tak lama kemudian, pintu itupun di buka dan memperlihatkan seorang wanita paruh baya, yang tersenyum menatapku. Dia adalah Tante Sulis. Ibunya Kak Sean. Aka ibu mertuaku sekarang.

“Ayo, Sayang. Suami kamu sudah menunggu,” ajaknya dengan lembut, seraya mengusap bahuku dengan pelan

“Tante, aku—”

“Ssttt ... jangan panggil Tante lagi, dong. Panggil Mama. Kan, sekarang kamu udah jadi menantu Mama,” selanya lembut. Namun aku hanya bisa menunduk bingung menanggapinya.

Jujur, aku belum bisa menerima pernikahan ini sebenarnya. Karena ... memang bukan seperti ini pernikahan yang kuinginkan. Aku memang mengenal keluarga Kak Sean dari kecil. Kami bertetangga, dan Tante Sulis sudah kuanggap seperti ibuku sendiri dari dulu. Apalagi, aku kehilangan Ibu kandungku sejak sekolah dasar. Karena itulah, sosok Tante Sulis sudah melengkapi hidupku selama ini.

Walaupun begitu. Tetap saja, aku tak pernah bermimpi akan menjadi menantunya seperti ini. Bukan tak mau. Hanya saja ... apa, ya? Aku cuma masih merasa canggung dengan keadaan ini. Karena memang tidak pernah bermimpi akan menikahi anaknya.

Sudah kubilang, kan? Kak Sean itu sudah kuanggap seperti Kakakku sendiri. Namun kini, saat aku malah di haruskan menikah dengannya. Aku jadi seperti ... Aneh aja gitu rasanya. Aku merasa seperti menikahi Kakak sendiri.

“Sayang, Mama tau ini berat buat kamu. Mama bisa mengerti perasaanmu itu. Tapi, Mama juga tidak bisa apa-apa. Karena permintaan Papimu memang di luar dugaan kami.” Mama Sulis menatap aku dengan lekat.

“Entah apa yang dipikirkan Papimu waktu itu. Tidak ada yang tahu selain dirinya sendiri. Tapi, percayalah. Apapun yang dia inginkan. Itu semata-mata hanya untuk kebaikanmu.”

Aku tau itu. Tapi, sampai saat ini aku masih belum paham. Kebaikan macam apa yang bisa aku dapat, dari menjadi orang ketiga seperti ini? Aku benar-benar tak habis pikir.

Namun, Aku tidak berkomentar apapun. Hanya bisa mengangguk saja dan mencoba menerima semuanya dengan ikhlas. Karena untuk mundur pun, aku sudah tidak bisa, iya kan? Nyatanya, sekarang aku sah menjadi Nyonya Abdilla.

Tante— ralat, Mama Sulis lalu membimbingku menuju mimbar, tempat dilaksanakannya ijab kabul, dengan patuh.

Waktu aku sampai di tempat itu. Kak Audy sudah duduk manis di sebelah Kak Sean. Memakai pakaian yang serupa denganku, juga make up yang tak beda jauh.

Bukan dia mau menyamakan diri dengan aku. Justru di sini aku yang mengutip tampilannya. Karena aku memang hanya bisa menyesuaikan apa yang sudah mereka siapkan sebelumnya, tanpa bisa menyuarakan sedikit pun keinginanku. Aku tak punya hak suara dalam pernikahan ini.

Ketika aku hampir sampai mimbar, Kak Audy langsung menyambutku dengan senyum yang merekah. Cantik sekali. Berbanding terbalik dengan Kak Sean, yang hanya melirikku sekilas, kemudian langsung memalingkan wajahnya ke arah lain dengan raut wajah dingin.

Aku tau, kok. Dia juga masih tak bisa menerima pernikahan ini. Dan sebenarnya, itulah yang membuat bebanku semakin terasa berat sekali. Tolong Maafkan aku, Kak. Aku benar-benar tidak bermaksud jadi orang ketiga di keluarga kecilmu.”

***”

Selepas acara sungkeman yang sangat singkat. Aku memilih kembali ke kamarku. Mama Sulis bilang, nanti siang akan diadakan acara resepsi di kebun belakang rumah ini. Akan tetapi, aku sama sekali tak berminat menghadiri acara resepsi itu. Buat apa? kehadiranku ‘kan, tidak diinginkan semua orang. Aku cukup tahu diri untuk tak makin merusak momen bahagia Kak Audy dan Kak Sean. Jadi biarkanlah mereka menikmati momen spesial mereka hari ini.

“Tapi, Sayang. Ini juga kan acara resepsi pernikahan kamu. Kamu berhak hadir di sana,” rayu Mama Sulis, atau sebut saja Mama mertuaku sekarang.

Mama Sulis memang menolak mentah-mentah ideku, yang tak ingin hadir di acara resepsi nanti. Karena baginya. Aku berhak mendapat kebahagiaan yang sama seperti menantunya yang lain. Yaitu kak Audy.

Bagaimana mungkin bisa sama, kalau arti kehadiran kami saja berbeda. Kak Audy istri yang diinginkan. Sementara aku? ... sudahlah. Aku cukup tahu diri.

“Nggak, Mah. Rara gak mau. Cukup sampai sini aja, Rara terlihat jadi orang ketiga di antara mereka. Rara gak mau makin merusak kebahagiaan Kak Sean dan Kak Audy lagi.” Aku bersikukuh dengan keputusanku.

“Tapi, Ra—”

“Lagi pula, permintaan Alm Papi cuma supaya Rara menikah dengan Kak Sean aja, kan? Nah, sekarang Rara udah nikah dengan Kak Sean. Rara udah jadi istrinya seperti permintaan Papi. Jadi, Rara rasa, Rara udah gak punya hutang lagi, Mah.”

Mama Sulis terlihat membuka dan menutup mulut. Seperti ingin menyampaikan sesuatu, tapi ragu.

“Mah, tolong ngertiin posisi Rara, ya? Rara bener-bener gak mau makin bersalah sama Kak Sean dan Kak Audy. Rara ... benar-benar gak nyaman sama posisi ini, Mah,” hibaku Akhirnya.

Mama Sulis pun menatapku dengan intens. Membuatku ingin sekali menangis melihatnya. Kalau saja tak ingat, dia sekarang adalah Mama mertuaku. Aku ingin sekali mengadu seperti dulu.

Aku ingin merajuk, dan curhat seperti yang biasa aku lakukan selama ini. Tapi ... bisakah aku menganggap Mama Sulis seperti dulu? Karena kini statusnya sudah berganti dalam hidupku.

Bukannya aku ingin menutup diriku sekarang. Hanya saja ... apa pantas, aku mengeluh tentang pernikahan, yang juga milik anaknya.

Karenanya, mulai sekarang, aku akan belajar memendam perasaanku saja.

“Tapi, kalau Sean atau Audy nanyain kamu, gimana?” tanya Mama Sulis lagi. Membuat aku menghela napas berat mendengarnya.

Karena sejujurnya, aku bahkan tak yakin mereka akan menyadari keberadaanku di sana nanti.

Oke. mungkin Kak Audy akan menanyakan keberadaanku. Tapi kurasa untuk Kak sean? Justru inilah yang dia inginkan. Karena ... dia pasti tak suka dibilang, sebagai pria yang suka poligami. Sekalipun dia memang tampan. Tapi, aku mengenal Kak Sean dengan Baik.

Pria itu sangat membenci poligami. Karena ayahnya dulu meninggalkan dia dan ibunya, karena ayahnya ternyata punya istri yang lain selain Mama Sulis.

Lagi pula, melihat raut wajahnya tadi pagi saja, aku sudah yakin. Justru dia akan bersyukur dengan ketidakhadiranku nanti. Karena aku hanya pengganggu hari bahagianya.

“Mama bilang aja aku capek. Mama tau kan, aku baru landing subuh tadi. Sejujurnya aku memang masih jetlag, Mah. Jadi ... please ya, Mah. Bantu Rara jelasin ke mereka.”

Aku mencoba memberikan alasan logis untuk ketidakhadiranku Nanti. Namun, aku tak sepenuhnya bohong, kok. Karena memang itulah kenyataanya.

Seusai pemakaman Papi. Aku memang kembali ke Ausy. Untuk mengurus surat ijin pada kampusku. Setelah itu, baru pulang kembali untuk menikah.

Aku memang masih kuliah saat ini. Mahasiswa tengah semester tepatnya. Karena itulah, kematian Papi benar-benar menjadi pukulan hebat untukku. Yang pastinya akan merubah alur hidupku mulai saat ini. Sekali lagi, Mama Sulis menatapku dengan lekat. Seperti mencari kebenaran dalam netraku.

Pandangan matanya masih seperti biasa, selalu bisa menenangkan. Membuatku selalu ketagihan untuk melihat sinar mata itu setiap hari. Bahkan, rasanya aku rela menukar apapun untuk sinar mata itu agar tak meredup. Aku menyayangi wanita ini seperti ibuku sendiri.

Setelah cukup lama menatapku lekat, akhirnya Mama Sulis pun mendesah berat, sebelum kemudian mengangguk setuju. Mama Sulis pun memelukku erat dan mencium keningku cukup lama. Sebelum pergi meninggalkanku setelahnya.

Selepas Mama Sulis pergi. Aku langsung mengunci pintu kamarku dengan cepat, kemudian berlari ke kamar mandi dan langsung menyalakan shower di sana. Agar tak ada yang bisa mendengar isak tangis yang sangat ingin aku luapkan saat ini.

Tuhan ... kuatkah aku? Bisakah aku bertahan dengan pernikahan ini? Mampukah aku hidup menjadi nomor dua seperti ini?

Sejujurnya aku seperti wanita biasa lainnya. Ingin menjadi hanya satu-satunya untuk suamiku, dan ingin memiliki momen indah pernikahanku sendiri. Agar kelak bisa kubagi pada anak-anakku. Bahkan pada cucuku. Akan tetapi, kalau kenyataannya seperti ini? Apa yang bisa kubanggakan?

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Destri Yanti
sedih ya....
goodnovel comment avatar
Rieca Chandra
Permintaan bokapnya aneh bgt dh ndak msk akal
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Istri Nomor Dua   Bab 2

    Langkahku sontak terhenti, kala melihat pemandangan pagi itu di dapur. Pasalnya, aku sudah berusaha pergi sepagi mungkin dari rumah ini. Siapa sangka, aku akan melihat pemandangan ini? Belum cukupkah air mataku semalam, yang hanya bisa melihat kebahagiaan mereka di resepsi lewat jendela kamar. Seperti apa yang kubilang dari awal? Mereka memang tak akan mencariku. Bahkan semalam mereka kelihatan sangat bahagia sekali. Seakan dunia hanya milik mereka berdua. Ah, ya. Seharusnya memang itulah yang terjadi. Seharusnya memang kisah ini hanya milik mereka berdua. Karena aku memang hanya pemeran figuran saja di sini. Namun, Seakan belum cukup kenyataan menamparku semalam akan posisiku sebenarnya. Kini aku harus kembali menerima rasa sakit itu, kala melihat Kak Sean sedang mencumbu Kak Audy dengan sangat panas di sana. Ra

    Last Updated : 2021-06-04
  • Istri Nomor Dua   Bab 3

    Kak Audy: [Ra, hari ini aku sama Sean mau on the way ke Paris buat honeymoon. Nanti kalo kerjaan kamu udah beres. Nyusul, ya!] Aku hanya bisa menghela napas panjang. Kala membaca chat yang di kirimkan Kak Audy siang tadi padaku, tetapi baru bisa kubaca malam hari. Memilih mengabaikan pesan itu, aku pun melemparkan ponselku ke pojok tempat tidur, dan merebahkan tubuhku yang terasa penat sekali. Bukannya aku tak ingin membalas chat itu. Hanya saja ... aku cuma bingung harus balas apa? Pasalnya, Aku baru saja tiba di Hotel, setelah seharian berjibaku dengan masalah kantor cabang yang ternyata cukup rumit. Kepalaku sudah penat, dan tubuhku juga sudah sangat lelah karena belum istirahat sedikitpun dari pagi. Jadi, tolong biarkan aku tidur dulu. Boleh, kan? Lagi pula, aku harus balas apa, coba? Oke? Aku gak mau janji. Lihat nanti? Aku tak ingin mereka mengharap. Atau ... ‘gak bisa’, kesannya kasar sekali. Iya kan? Maka dari itu, dari pada pusing lebih baik aku diam saja. Toh, aku

    Last Updated : 2021-06-04
  • Istri Nomor Dua   Bab 4

    *Happy Reading*Kak SeanIyaHanya itu balasan yang kudapat, dari chat panjang lebarku waktu itu.Setelah itu, aku pun benar-benar pergi ke Ausy. Untuk melanjutkan pendidikanku, lalu sejak itu hilang kontak dengannya.Terhitung sudah hampir satu tahun sejak aku kembali ke sini. Monash universty. Tempatku menimba ilmu sekarang. Kami tak pernah bertukar kabar sama sekali.Kami benar-benar hilang kontak.Namun hanya dengan saja, sementara dengan Mama Sulis, aku masih sering bertukar kabar. Juga Kak Audy, yang kadang masih ingat memberi kabar tentang suami kami, dan kehidupan bahagianya di sana.Ya! Dia masih dengan baik hatinya, memberi dan membagi kabar itu padaku. Termasuk kabar kehamilannya beberapa bulan lalu, yang sayangnya harus di kuret karena janinnya tidak berkembang.Kasihan sekali. Padahal, katanya Kak Sean sudah sang

    Last Updated : 2021-06-04
  • Istri Nomor Dua   Bab 5

    *Happy reading*"Kalau begitu kenapa kamu gak berani hanya memilih Audy saja, dan meninggalkan perusahaan Rara?"Degh!Tunggu!Itu maksudnya apa?Hening pun kembali menyapa. Membuat aku kembali menunggu dengan harap cemas, akan jawaban Kak sean setelah ini.Namun, sampai waktu berlalu pun, Kak Sean ternyata tak memberikan jawaban juga. Hingga Mama Sulis pun kembali mendesaknya."Jawab Mama, Sean!""Karena Sean gak mau membuat Audy menderita sebagai istri Sean, Ma! Jadi Sean gak boleh kehilangan pekerjaan saat itu. Sean harus bertanggung jawab akan hidup dan kebahagiaan Audy saat itu."Lalu, bagaimana dengan aku?!Ingin sekali aku berteriak seperti itu. Namun, rasanya suaraku tercekat dalam tenggorokan, dan tak bisa keluar tanpa membuatku sesak.Tuhan, ternyata pernikahan ini benar-benar ti

    Last Updated : 2021-06-04
  • Istri Nomor Dua   Bab 6

    *Happy reading*"Tolong ambilkan minum, saya haus!" ujar Kak Sean saat sudah masuk, sebelum menghempaskan diri di sofa yang ada di Apartemen-ku, lalu memijat keningnya beberapa kali.Sepertinya, dia memang lelah sekali. Karenanya, ku iya kan saja permintaannya. Tanpa banyak komentar.Aku segera berjalan menuju dapur, dan mengambilkan apa yang dia mau. Letak dapur memang tidak jauh dari ruang tamu, di mana Kak Sean tengah duduk. Hingga membuat aku tak butuh waktu lama untuk kembali menghampirinya lagi."Ini, Kak." Aku menyodorkan air dalam gelas bening.Kak Sean terlihat melirik sekilas. Ia lalu mengambil gelas itu."Makasih." Pria itupun lalu menenggak minumannya dengan rakus.Melihat Kak Sean yang tiba-tiba datang begini. Jelas membuatku heran bercampur penasaran juga.Untuk apa Kak Sean kemari? Ada masalah apa?Entahlah, aku tak merasa senang sedikitpun, mendapati kehadirannya di sini. Karena aku tahu

    Last Updated : 2021-06-08
  • Istri Nomor Dua   Bab 7

    *Happy reading*"Kenapa melihat saya seperti itu? Mau ngerengek? Atau mau ngadu lagi sama Mama? Ngadu aja, saya udah gak perduli. Karena apapun yang kamu lalukan, tidak akan pernah membuat saya simpatik sama kamu. Camkan itu!"Butuh beberapa detik, untukku bisa menguasai diri dan rasa sakit akan ucapan Kak Sean tersebut.Namun setelahnya, aku pun mencoba tersenyum, dan mengangguk mengerti pada pernyataan itu."Ya, Kak. Rara tau. Dan Rara juga gak akan berharap lebih pada kakak, ataupun pernikahan ini. Karena Rara sadar posisi Rara di mana." Aku pun mencoba menjawab sebijak yang aku bisa."Bagus kalau kamu memang sadar diri," ucap Kak Sean setelahnya."Kalau begitu, sekarang tunjukan kamarnya. Karena saya lelah ingin segera istirahat!"Aku kembali mengangguk. Sebelum berdiri dari dudukku, dan menunjukan satu-satunya kamar yang ada di Apartemen ini.Begini, sebenarnya ini bukan Aprtemen mewah seperti dalam bayangan kalain. Ini ha

    Last Updated : 2021-06-09
  • Istri Nomor Dua   Bab 8

    *Happy reading*"RARA?!"Degh!"Iya, Kak!"Aku pun segera menyahut, saat mendengar teriakan Kak Sean dari dalam kamar. Juga segera menghampirinya.Demi Tuhan, ini masih pagi. Kenapa suara Kak Sean sudah menggelegar seperti itu? Apa lagi sekarang yang mengganggunya?"Kenap--Astagfirullah!"Namun saat aku sampai kamar dan hendak menegurnya, aku pun langsung dikejutkan dengan tampilannya, yang masih bertelanjang dada. Bahkan hanya memakai handuk saja untuk menutupi daerah intimnya.Astaga!Dia apa-apaan, sih?"Ck, gak usah sok suci kamu!"Tak kusangka, Kak Sean malah berdecak kesal setelahnya."Cuma liat begini saja sok-sok nyebut istighfar. Saya yakin kamu pasti sudah sering liat, kan? Secara kamu itu tinggal di Luar Negri, jauh dari orang tua, lagi. Pasti kehidupan kamu itu bebas selama ini, iya kan? Jadi, liat cowo bertelanjang dada seperti ini. Bukan hal tabu kan, buat kamu?" tuduhnya kemudian

    Last Updated : 2021-06-10
  • Istri Nomor Dua   Bab 9

    *Happy reading*Aku pun memilihkan. Kaos berkerah tinggi warna putih, dengan jas warna abu-abu tua untuk Kak Sean. Dipadukan celana bahan hitam, dan sepatu pantopel hitam juga.Awalnya, Kak Sean tidak mau memakai baju pilihanku, karena katanya, "Saya mau ke kantor Rara. Bukan mau nongkrong. Pilihan baju kamu itu gak ada resmi-resminya. Saya udah biasa pake dasi tiap ke kantor. Jangan coba ubah gaya saya."Aku tahu itu, dilihat dari semua baju beserta puluhan dasi berbagai motif, yang di bawanya pun, Aku tahu kok, Kak Sean memang terbiasa berpakaian formal tiap ke Kantor.Cuma masalahnya di sini adalah ... Kak Sean gak bisa memasang dasi sendiri, pun aku. Karena, dia biasa di urusi Kak Audy dan Mama Sulis. Sementara aku lama hidup jauh dari papi dan belum pernah punya pacar orang kantoran. Jadi, ya ... aku belum belajar hal itu sama sekali.Akan tetapi, mungkin se

    Last Updated : 2021-06-11

Latest chapter

  • Istri Nomor Dua   Last extra part

    Pov Kenneth” “Bang?”“ “Hm ....”“ “Itu siapa?”“ Kairo mengangkat wajahnya dengan kesal, sebelum mengikuti arah pandangku.” “Maba,” jawabnya singkat. Membuat aku kesal sekali.” Abang kembarku ini memang pelit sekali berkata-kata. Seakan setiap kata dia ucapkan itu harus membayar.” “Ck, Dari baju yang dia pakai pun, gue juga bisa nebak kalau di masih Maba.” Aku berdecak cukup keras, menyuarakan kekesalanku pada pria yang lahir tiga menit lebih awal dariku.” “Kalau begitu, kenapa masih tanya?” gumamnya kemudian, membuat kekesalanku makin menjadi-jadi.”

  • Istri Nomor Dua   Extra part 3

    “Loh, Kak Sean? Udah pulang? Kok, gak ngabarin? Gimana kabar Kakak sama Kak Audy? Baikkan?”“ Aku cukup terkejut melihat keberadaan Kak Sean di Ruang tamu kediamanku, saat baru saja menidurkan Kean yang lumayan rewel hari ini.” Kak Sean tidak menjawabku. Hanya tersenyum tipis, sebelum menyerahkan sebuah amplop padaku.” “Aku baru datang. Sengaja langsung ke sini untuk memberikan itu padamu,” ucapnya sendu, tidak seperti biasanya.” Entah kenapa, aku melihat kesedihan yang teramat sangat dalam matanya.” “Ini apa?” tanyaku kemudian, sambil menerima amplop yang sepertinya berisi surat di dalamnya.” “Baca aja, itu dari Audy.”“ Eh?”

  • Istri Nomor Dua   Extra part 2

    *Happy Reading*” “Saya terima nikah dan kawinnya Andara prameswari Binti Matheo Prameswari dengan mas kawin tersebut, tunai!”“ “Bagaimana para saksi? Sah?”“ “Sah ....”“ Alhamdulilah ....” Rasa haru pun menyeruak tak terbendung, saat moment itu kembali terulang dalam hidupku.” Meski ini memang bukan yang pertama ku alami. Tapi rasa haru ini benar-benar pertama kali aku rasakan dan ....” Terima kasih Tuhan. Akhirnya aku punya hari bahagiaku sendiri.” Aku benar-benar tak pernah menyangka akan punya kesempatan lagi, bisa merasakan moment ini kembali dalam hidupku, setelah semua yang sud

  • Istri Nomor Dua   Extra part 1

    *Happy Reading*”“Andara Prameswari. Kau ku talak.”“Alhamdulilah ....”Senyumku pun langsung terbit, setelah mendengar kata talak kembali diucapkan pria ini.”Please ... tolong jangan bilang aku gila. Karena apa? Karena ini memang harus dilakukan, agar aku bisa meraih kebahagiaanku yang sudah menunggu.”“Makasih ya, Kak,” ucapku tulus, seraya menatap pria yang sekarang sudah sah ku sebut Mantan suami.”Iya, dia adalah Sean Abdilla, yang baru saja mengucapkan kata talak untuk kedua kalinya terhadapku.”Kenapa bisa begitu? Ya ... karena aku sendiri sebenarnya selama ini r

  • Istri Nomor Dua   Epilog

    “Sudahlah, Nak. Jangan menangis lagi.” Mama Sulis terus membelai rambutku, mencoba menenangkan aku yang benar-benar tak bisa menghentikan tangis.”Bagaimana tidak? Aku harus menerima kenyataan kembali ditinggalkan, oleh pria yang sangat penting dalam hidupku. Juga pria yang sudah aku labeli akan menjadi pasangan hidup sampai tua nanti.”Demi Tuhan. Tujuanku ke Rumah ini kan, untuk menyelesaikan masa lalu, agar bisa hidup tenang dengan pria itu.”Tetapi pria itu malah seenaknya pergi, tanpa memberi kabar apapun padaku. Seakan aku ini sudah tak penting dan ....”“Apa perlu kita pesan tiket ke London sekarang. Agar kamu bisa menyusul Dokter Ken ke sana?” usul Kak Sean kemudian. Tampak ikut bersalah akan kejadian itu.”

  • Istri Nomor Dua   Bab 55

    “Kalau begitu, apa Kakak keberatan jika aku bilang kita impas?” ucapku kemudian, setelah cukup lama membiarkan Kak Sean larut dalam penyesalannya.”Sayangnya, Kak Sean malah menggeleng, dan tersenyum miring saat mengalihkan atensinya padaku.”“Kurasa kata impas lebih tepat diucapkan Papimu, Ra. Karena kamu tak punya salah apapun di sini. Hanya aku saja yang bodoh sudah menjadikanmu alat untuk balas dendam. Jadi, kamu tak pantas mengucapkan hal itu,” balasnya dengan bijak.”Ah, i see.”“Kalau begitu. Apa ini sudah cukup untuk kakak, agar tak menggangguku lagi. I mean, Kakak gak akan meminta aku kembali sama Kakak lagi, kan? Karena aku benar-benar tidak--”“&ldqu

  • Istri Nomor Dua   Bab 54

    “Terima kasih karena sudah datang, dan membuat Mama bisa tertawa bahagia seperti itu lagi,” ucap Kak Sean. Saat kami akhirnya punya kesempatan duduk berdua, seraya memperhatikan interaksi Mama Sulis dan Kean di Taman samping Rumah.”Ya, aku memang membawa serta Kean ke Rumah ini. Bukan sengaja sebenarnya. Hanya saja, tadi saat aku akan ke sini. Kean terbangun dan rewel sekali tak ingin ditinggalkan. Makanya, sekalian saja kubawa. Toh, ini rumah Neneknya juga, kan?”“Kamu tahu, rasanya saya sudah lama sekali tak melihat Mama tertawa lepas seperti itu,” gumamnya lagi, tak melepaskan sedikitpun pandangan dari Mama Sulis.”Tatapan matanya syarat akan rasa haru, dan binar bahagia yang tak pernah aku lihat selama ini.”Tentu saja

  • Istri Nomor Dua   Bab 53

    “Rara gak tahu, Bund,” ungkapku akhirnya, sambil menunduk lesu. Setelah sebelumnya berpikir cukup lama sesuai titah Bunda barusan.”Entahlah, aku juga bingung mendeskripsikan perasaanku saat ini. Karena jujur saja, hal itu tak pernah aku pikirkan sebelumnya.”Karena bagiku, kebahagiaan Kean itu di atas segalanya, jadi aku tak terlalu memikirkan diriku sendiri. Yang penting Kean bahagia, maka aku pun pasti akan ikut bahagia.”Bukankah saat kita menjadi seorang ibu, itu berarti sudah bukan saatnya egois lagi. Karena kepentingan anak itu di atas segalanya.”Jadi ... apa salah jika aku berpikir demikian dan melupakan keinginan hatiku sendiri?”“Gak tahu siapa yang kamu cintai sebena

  • Istri Nomor Dua   Bab 52

    “Rara gak pernah bilang gitu, Bun!” batahku cepat tanpa sadar, membuat Bunda lumayan berjengit kaget di tempatnya. Melihatnya, aku langsung gelagapan karena merasa bersalah sudah mengagetkan Bunda Karina.“Eh, maaf, Bund. Rara gak maksud ngomong keras sama Bunda,” ucapku kemudian, menyuarakan permintaan Maafku. Bunda hanya tersenyum menanggapinya dan menepuk tanganku satu kali.“Gak papa, Bunda ngerti, kok,” jawabnya pengertian. “Tapi, apa yang kamu bilang barusan ... beneran?” Bunda Karin lalu mengembalikan topik obrolan.“Ah, iya, Bund. Beneran, Kok! Rara gak pernah ngomong kayak gitu sama Ken.” Aku pun mencoba meyakinkan Bunda.“Lho, tapi Kata Ken, waktu itu kamu ngobrol dengan mantan mertuamu dan&mdash

DMCA.com Protection Status