Share

Bab 8

Penulis: Amih Lilis
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

*Happy reading*

"RARA?!"

Degh!

"Iya, Kak!"

Aku pun segera menyahut, saat mendengar teriakan Kak Sean dari dalam kamar. Juga segera menghampirinya.

Demi Tuhan, ini masih pagi. Kenapa suara Kak Sean sudah menggelegar seperti itu? Apa lagi sekarang yang mengganggunya?

"Kenap--Astagfirullah!"

Namun saat aku sampai kamar dan hendak menegurnya, aku pun langsung dikejutkan dengan tampilannya, yang masih bertelanjang dada. Bahkan hanya memakai handuk saja untuk menutupi daerah intimnya.

Astaga!

Dia apa-apaan, sih?

"Ck, gak usah sok suci kamu!" 

Tak kusangka, Kak Sean malah berdecak kesal setelahnya.

"Cuma liat begini saja sok-sok nyebut istighfar. Saya yakin kamu pasti sudah sering liat, kan? Secara kamu itu tinggal di Luar Negri, jauh dari orang tua, lagi. Pasti kehidupan kamu itu bebas selama ini, iya kan? Jadi, liat cowo bertelanjang dada seperti ini. Bukan hal tabu kan, buat kamu?" tuduhnya kemudian. Entah apa tujuannya?

Ya. Itu memang benar adanya. Aku memang tinggal di Luar Negri, dan melihat bule setengah bugil seperti ini bukan hal aneh. 

Akan tetapi, itu kan teman-teman, atau bahkan orang lain yang gak punya status denganku. Bukan suamiku, apalagi adanya di dalam kamar seperti saat ini. 

Tentu saja itu membuat aku kaget. Dan karena kaget itulah, aku refleks mengucap istighfar. Lalu, dimana letak sok sucinya?

"Bukan gitu, kak. Cuma ... kakak kenapa belum pake baju? Katanya mau ke kantor pagi, kan? Mau meeting sama staf. Iya kan? " 

Malas berdebat, aku pun hanya mencoba beralaskan saja.

"Justru karena itu saya panggil kamu."

Maksudnya?

"Kamu 'kan tau saya mau kekantor, mau meeting penting seperti yang kamu sebutkan tadi. Saya sedang di tunggu orang, Rara. Kenapa kamu gak mempersiapkan baju saya?"

Hah?!

"Kamu sebenarnya tau gak sih, tugas seorang istri itu apa? Kamu itu bertugas melayani dan mempersiapkan semua keperluan saya setiap hari, termasuk pakaian dan makanan saya. Tapi ini apa? Dimana baju saya? Kamu sengaja ya, mau bikin saya terlambat?" bentaknya lagi, dengan menggebu. Membuat aku menelan salivaku kelat.

"Bukan gitu, Kak. Rara enggak--"

"Alah! Jangan alasan lagi kamu! Udah tahu salah masih aja ngeles. Mau jadi istri durhaka kamu?!"

Astaga, Padahal bukan itu maksud aku!

Ya, Aku tahu, aku memang ceroboh untuk hal ini. Aku memang gak menyiapkan pakaian Kak Sean pagi ini. Tapi, itukan karena aku kira dia gak akan mau barang-barangnya aku sentuh. Secara, dia selama ini terus menujukan penolakannya.

Jadi ... kukira ....

Ah, sudahlah. Memang aku yang salah.

"Maaf, Rara memang salah." Aku pun dengan besar hati menerima kesalahanku.

"Bagus kalau kamu sudah tau salah! Sekarang buruan siapin baju saya. Saya sedang ditunggu!"

"Baik, kak."

"Ck, Bener-bener, ya? Kamu itu gak bisa dibanggakan sama sekali sebagai istri. Udah manja, tukang ngadu, tukang membangkang, lagi. Memang cuma Audy saja yang paling ngerti saya, dan paling bisa saya banggakan."

Aku memilih tak berkomentar lagi. Agar perdebatan kami tak makin panjang.

Walaupun ... sebenarnya tuduhan itu terasa menyakitiku.

Apa aku seburuk itu?

"Kakak mau pakai warna apa hari ini?" 

Aku sengaja mengalihkan ocehan kak Sean. Agar dia berhenti menuduhku yang macam-macam.

"Bahkan yang seperti ini pun kamu gak tau? Payah sekali kamu!"

Ya, Ampun. Salah lagi?

"Pake merah, mau gak?" Aku mencoba mengabaikan omelannya, dan memberi usulan.

"Kamu sengaja, mau bikin saya jadi pusat perhatian?"

Owh ... oke!

"Hitam, gimana?"

"Saya mau kekantor, Rara. Bukan mau ngelayat!"

Baiklah, baiklah.

"Abu-abu?"

"Kenapa warna gelap terus yang kamu tawarkan? Kamu gak liat, di luar mendung?"

Sabar-sabar! 

"Biru muda?"

"Yang benar aja! Bisa milih gak kamu sebenarnya?"

Tuhan ....

"Putih?

"Saya sedang tidak ingin pake putih!"

"Ya, terus lo maunya apa?!"

Ingin sekali aku berteriak seperti itu. Karena mulai kesal dengan tingkah kekanakan Kak Sean, yang entah sengaja atau tidak. Seperti sedang mengerjaiku.

Karena ... ya ... terus dia mau pake baju yang mana? Sementara, warna baju yang dia bawa hanya yang baru saja aku sebutkan tadi. 

Apa harus aku tawarkan bajuku? Atau aku belikan di toko sebelah? 

Sungguh! Aku gemas sekali pada pria ini sekarang.

"Kak--"

"Sudahlah! Kamu balik lagi ke dapur sana! Urusan baju biar saja tanya Audy saja. Dia pasti ngerti apa yang harus saya pakai hari ini," usirnya kemudian. Membuat aku mengeratkan rahang diam-diam.

Tuhan ... dia sengaja, ya? 

Sengaja ingin menujukan posisi penting Kak Audy dalam hidupnya padaku, dan membuat aku sadar kalau aku bukan istri yang dia harapkan? 

Padahal, tanpa dia bertindak seperti ini pun, aku sudah sadar posisiku, kok. Aku tahu, aku memang hanya figuran saja dalam rumah tangga ini. Kenapa harus diperjelas?

Akan tetapi ... ya sudahlah. Kalau itu memang maunya.

Akhirnya aku pun hanya mengangguk patuh, sebelum berbalik badan dan kembali ke dapur. 

Terserah dia mau ngapain, deh. Aku tak ingin cari ribut.

"Rara?!"

Namun baru saja aku sampai di lantai bawah. Teriakan itupun kembali menggema. Membuat aku tanpa sadar menghela napas panjang.

Apa lagi kali ini?

"Iya, kak?!" sahutku. Namun tetap pada posisiku, dan malas sekali menghampirinya.

"Sini kamu!"

Tuhan! Drama apa lagi sekarang?

"Iya, sebentar!" 

Mau tau mau. Aku pun kembali menaiki tangga, dan menghampirinya, yang kini tengah memijit keningnya sambil berkacak pinggang dengan satu tangan.

"Pilihin baju!"

Hah?!

"Kenapa, kak? Bukannya--"

"Kamu gak bisa ya, hanya menurut, dan gak usah banyak tanya? Saya pusing!" keluhnya kemudian, seraya menatapku dengan garang. Membuat aku menelan salivaku, dan buru-buru menghampiri lemari lagi.

Aneh banget! 

"Kakak mau pakai--"

"Terserah kamu saja. Saya pakai apapun yang kamu berikan," selanya cepat. Sambil terus mengotak atik ponselnya dengan raut wajah keruh, dan beberapa kali berdecak kesal.

Kenapa? Apa dia bertengkar dengan Kak Audy?

Komen (5)
goodnovel comment avatar
Chrissy Samosir
Jadi perempuan kok otak ga dipakai diperlakukan gitu mau aja Iss oon
goodnovel comment avatar
shifatul ulya
karakter peran utama dlm cerita yg seperti ini biasanya yg aku gak lanjut baca lagi,,,...
goodnovel comment avatar
Leny Lestarie
kalo sean aku timpuk boleh ga. emosi jiwa jadinya. rara bgus sih nurit sam suami tp g dosa juga kali ra klo ngebngkang ke suami macam sean.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Istri Nomor Dua   Bab 9

    *Happy reading*Aku pun memilihkan. Kaos berkerah tinggi warna putih, dengan jas warna abu-abu tua untuk Kak Sean. Dipadukan celana bahan hitam, dan sepatu pantopel hitam juga.Awalnya, Kak Sean tidak mau memakai baju pilihanku, karena katanya, "Saya mau ke kantor Rara. Bukan mau nongkrong. Pilihan baju kamu itu gak ada resmi-resminya. Saya udah biasa pake dasi tiap ke kantor. Jangan coba ubah gaya saya."Aku tahu itu, dilihat dari semua baju beserta puluhan dasi berbagai motif, yang di bawanya pun, Aku tahu kok, Kak Sean memang terbiasa berpakaian formal tiap ke Kantor.Cuma masalahnya di sini adalah ... Kak Sean gak bisa memasang dasi sendiri, pun aku. Karena, dia biasa di urusi Kak Audy dan Mama Sulis. Sementara aku lama hidup jauh dari papi dan belum pernah punya pacar orang kantoran. Jadi, ya ... aku belum belajar hal itu sama sekali.Akan tetapi, mungkin se

  • Istri Nomor Dua   Bab 10

    *Happy reading*"Baiklah, Rara pulang sekarang."Walaupun begitu, toh pada akhirnya, aku kembali mengalah, dan menuruti titah Kak Sean. Karena sekali lagi, aku katakan. Aku malas ribut dengannya.Sabar, Ra! Dia cuma seminggu di sini. Jangan cari gara-gara dengannya, kalau tidak mau imagemu makin buruk di matanya.Itulah sugesti yang selalu ku tekankan dalam hati. Jika aku mulai kesal dengan segala tingkah laku Kak Sean.Lagipula dia benar, kok. Surgaku kini memang ada di kakinya. Karenannya, semenyebalkan apapun dia, aku tetap tak boleh membuatnya marah. Takutnya dia mengutukku dengan mulut sadisnya, yang berakhir malah jadi doa untuk hidupku.Jangan sampai!"Hay, guys! Aku balik duluan, ya?"Setelah menutup telpon Kak Sean, aku pun berpamitan pada teman-temanku, yang langsung membuat mereka menyuarakan keberatannya.Namun, mau bagaimana pun, rengekan keberatan mereka tak akan mampu membuat aku tetap be

  • Istri Nomor Dua   Bab 11

    *Happy reading*"Morning, dear!"Aku langsung menoleh ke sebelah kanan, saat mendengar sapaan yang lumayan familier untukku, ketika aku sedang mengunci rumah sebelum berangkat ke kampus hari ini.Tenang saja, hari ini gak ada drama dari Kak Sean lagi, kok. Karena aku sudah belajar dari hari kemarin dalam mengurus suamiku itu. Hingga tak ada alasan lagi buat Kak Sean untuk mengomeliku.Sekarang, pria itu sudah berangkat ke kantor, setelah menghabiskan sarapan yang tumben mau dia sentuh."Morning, An," balasku dengan Riang, saat melihat keberadaan Ana. Tetangga loft, yang sangat baik hati.Ana itu seorang janda, yang memutuskan tidak menikah lagi setelah suaminya meninggal.Ana bilang, cintanya pada suaminya kekal, hingga tak bisa menerima pria manapun lagi.Lagipula, kini umurnya sudah lebih dari 50 tahun. Dia sudah tak me

  • Istri Nomor Dua   Bab 12

    *Happy reading*"Apa maksud kamu tadi?!"Kak Sean langsung menghardikku, sesampainya kami di Loft."Maksud aku? Apa?"Bukan aku tak mengerti arah pertanyaan Kak Sean, hanya saja, aku ingin memastikan saja dugaanku."Gak usah pura-pura, Rara. Saya tahu kamu pasti mengerti maksud pertanyaan saya. Kamu itu bukan orang bodoh!" tukas Kak Sean, masih dengan nada kesal yang sama.Aku pun akhirnya menghela napas sebentar, sebelum menjawab, "Apa yang Kakak maksud adalah, aku yang mengenalkan Kakak sebagai sepupu?""Tentu saja! Apa lagi selain itu?!" Jawabnya cepat. Bahkan terlalu cepat menurutku."Lho, aku kira Kakak memang ingin dikenal dengan status seperti itu di sini?" Tak ayal, aku pun bertanya balik. Karena bingung dengan sikapnya ini. Kenapa dia harus marah, kalau dia sendiri mengaku sebagai sepupuku pada Ana."Saya tidak pernah bilang begitu!" tegasnya."Tapi kemarin Kakak mengenalka

  • Istri Nomor Dua   Bab 13

    *Happy Reading*Aku tidak tahu ini bisa disebut perkosaan atau tidak?Faktanya, status Kak Sean itu suami sah ku, dan dia memang berhak atas diriku. Bahkan, melayaninya adalah pahala untukku.Namun, haruskah dengan cara seperti ini?Tidak bisakah dia memintaku dengan baik-baik dan lembut?Bisakah dia memintaku dalam keadaan normal dan memang benar-benar menginginkanku. Bukan dengan memaksaku, dan dalam pengaruh alkohol seperti ini. Karena sungguh, aku sakit hati diperlakukan layaknya jalang seperti ini.Bagaimanapun, aku masih istri yang berhak dapat hormatnya. Bukan cuma pengganti, yang bisa dia gunakan di balik bayangan wanita yang ada di hatinya.Audy!Entah kenapa, nama itu sekarang sangat menyakitiku."Audy," lirih Kak Sean sekali lagi, dalam lelapnya setelah menuntaskan kebutuhan biologisnya secara paksa padaku. Memb

  • Istri Nomor Dua   Bab 14

    *Happy Reading*Setelah Kak Sean benar-benar terlelap. Aku menggigit bibir bawahku agar tak terisak keras menyuarakan perihnya rasa yang aku rasakan.Entah mana yang lebih perih. Inti tubuhku yang baru saja menerima robekan untuk pertama kalinya. Atau hatiku yang harus kembali menerima kenyataan, jika aku memang hanya sebuah bayangan untuknya.Aku pengganti dan ... aku ... tidak punya nilai sama sekali di hati suamiku sendiri.Entahlah. Aku sudah tidak bisa membedakannya lagi. Yang jelas, rasanya benar-benar sakit sekali.Apa aku memang benar-benar tak berharga?"Audy ...."Lihatlah! Bahkan dalam tidurnya pun, dan meski baru saja merenggut mahkotaku. Yang dia ingat cuma istri pertamanya saja.Lalu, di mana posisiku diletakkan olehnya?Tidak ada. Tentu saja. Karena baginya aku memang tak punya arti apapun. Iya, kan?Bahkan aku yakin. Mungkin dia pun tidak akan ingat, siapa yang melayaninya malam ini. Ka

  • Istri Nomor Dua   Bab 15

    *Happy Reading*Hariku telah kembali.Setelah kepulangan Kak Sean, hubungan kami pun kembali berjarak.Tidak, maksudku ya ... kembali ke semula. Yaitu kembali tidak ada komunikasi lagi antara kami.Tidak apa-apa. Aku tidak kecewa, kok. Karena bagiku, ini lebih baik daripada ribut terus dengan pria itu.Bukannya aku ingin mengabaikan suamiku sendiri, atau lupa pada tugasku sebagai seorang istri. Hanya saja, kalau suamiku sendiri tak menginginkan aku, bisa apa selain mengikuti alur yang dia buat.Toh, dia sudah bahagia dengan Kak Audy. Jadi, ya ... bolehkan, kalau aku menikmati masa bebasku di sini?Lagipula, aku tidak ingin mengganggu mereka.Ah, ya. Mengenai Kak Audy. Sebenarnya wanita itu beberapa kali masih menghubungiku untuk bertanya kabar, dan basa basi lainnya.Bahkan, saat Kak Sean di sini pun, dia kerap kali menggo

  • Istri Nomor Dua   Bab 16

    Aku hanya kecapean!Aku hanya kecapean!Aku hanya kecapean!Aku terus mensugestikan kalimat itu berulang kali di sepanjang hari. Menolak percaya pada segala dugaan yang berseliweran tentang kondisiku saat ini, perihal PMS yang ternyata sudah terlambat dua minggu.Tidak, Tuhan. Jangan sampai dugaan itu benar adanya. Aku belum siap. Bukan, aku bukannya ingin menolak rezeki atau apalah namanya. Hanya saja ... kalian tahukan kondisiku saat ini?Bagaimana aku harus meminta pertanggung jawaban pada Kak Sean, jika dia sendiri tidak ingat kejadian itu? Bagaimana? Tolong berikan aku solusi. Aku benar-benar dilema saat ini. Maka dari itu, tolong Tuhan. Jangan isi rahimku sekarang. Aku mohon dengan sangat.

Bab terbaru

  • Istri Nomor Dua   Last extra part

    Pov Kenneth” “Bang?”“ “Hm ....”“ “Itu siapa?”“ Kairo mengangkat wajahnya dengan kesal, sebelum mengikuti arah pandangku.” “Maba,” jawabnya singkat. Membuat aku kesal sekali.” Abang kembarku ini memang pelit sekali berkata-kata. Seakan setiap kata dia ucapkan itu harus membayar.” “Ck, Dari baju yang dia pakai pun, gue juga bisa nebak kalau di masih Maba.” Aku berdecak cukup keras, menyuarakan kekesalanku pada pria yang lahir tiga menit lebih awal dariku.” “Kalau begitu, kenapa masih tanya?” gumamnya kemudian, membuat kekesalanku makin menjadi-jadi.”

  • Istri Nomor Dua   Extra part 3

    “Loh, Kak Sean? Udah pulang? Kok, gak ngabarin? Gimana kabar Kakak sama Kak Audy? Baikkan?”“ Aku cukup terkejut melihat keberadaan Kak Sean di Ruang tamu kediamanku, saat baru saja menidurkan Kean yang lumayan rewel hari ini.” Kak Sean tidak menjawabku. Hanya tersenyum tipis, sebelum menyerahkan sebuah amplop padaku.” “Aku baru datang. Sengaja langsung ke sini untuk memberikan itu padamu,” ucapnya sendu, tidak seperti biasanya.” Entah kenapa, aku melihat kesedihan yang teramat sangat dalam matanya.” “Ini apa?” tanyaku kemudian, sambil menerima amplop yang sepertinya berisi surat di dalamnya.” “Baca aja, itu dari Audy.”“ Eh?”

  • Istri Nomor Dua   Extra part 2

    *Happy Reading*” “Saya terima nikah dan kawinnya Andara prameswari Binti Matheo Prameswari dengan mas kawin tersebut, tunai!”“ “Bagaimana para saksi? Sah?”“ “Sah ....”“ Alhamdulilah ....” Rasa haru pun menyeruak tak terbendung, saat moment itu kembali terulang dalam hidupku.” Meski ini memang bukan yang pertama ku alami. Tapi rasa haru ini benar-benar pertama kali aku rasakan dan ....” Terima kasih Tuhan. Akhirnya aku punya hari bahagiaku sendiri.” Aku benar-benar tak pernah menyangka akan punya kesempatan lagi, bisa merasakan moment ini kembali dalam hidupku, setelah semua yang sud

  • Istri Nomor Dua   Extra part 1

    *Happy Reading*”“Andara Prameswari. Kau ku talak.”“Alhamdulilah ....”Senyumku pun langsung terbit, setelah mendengar kata talak kembali diucapkan pria ini.”Please ... tolong jangan bilang aku gila. Karena apa? Karena ini memang harus dilakukan, agar aku bisa meraih kebahagiaanku yang sudah menunggu.”“Makasih ya, Kak,” ucapku tulus, seraya menatap pria yang sekarang sudah sah ku sebut Mantan suami.”Iya, dia adalah Sean Abdilla, yang baru saja mengucapkan kata talak untuk kedua kalinya terhadapku.”Kenapa bisa begitu? Ya ... karena aku sendiri sebenarnya selama ini r

  • Istri Nomor Dua   Epilog

    “Sudahlah, Nak. Jangan menangis lagi.” Mama Sulis terus membelai rambutku, mencoba menenangkan aku yang benar-benar tak bisa menghentikan tangis.”Bagaimana tidak? Aku harus menerima kenyataan kembali ditinggalkan, oleh pria yang sangat penting dalam hidupku. Juga pria yang sudah aku labeli akan menjadi pasangan hidup sampai tua nanti.”Demi Tuhan. Tujuanku ke Rumah ini kan, untuk menyelesaikan masa lalu, agar bisa hidup tenang dengan pria itu.”Tetapi pria itu malah seenaknya pergi, tanpa memberi kabar apapun padaku. Seakan aku ini sudah tak penting dan ....”“Apa perlu kita pesan tiket ke London sekarang. Agar kamu bisa menyusul Dokter Ken ke sana?” usul Kak Sean kemudian. Tampak ikut bersalah akan kejadian itu.”

  • Istri Nomor Dua   Bab 55

    “Kalau begitu, apa Kakak keberatan jika aku bilang kita impas?” ucapku kemudian, setelah cukup lama membiarkan Kak Sean larut dalam penyesalannya.”Sayangnya, Kak Sean malah menggeleng, dan tersenyum miring saat mengalihkan atensinya padaku.”“Kurasa kata impas lebih tepat diucapkan Papimu, Ra. Karena kamu tak punya salah apapun di sini. Hanya aku saja yang bodoh sudah menjadikanmu alat untuk balas dendam. Jadi, kamu tak pantas mengucapkan hal itu,” balasnya dengan bijak.”Ah, i see.”“Kalau begitu. Apa ini sudah cukup untuk kakak, agar tak menggangguku lagi. I mean, Kakak gak akan meminta aku kembali sama Kakak lagi, kan? Karena aku benar-benar tidak--”“&ldqu

  • Istri Nomor Dua   Bab 54

    “Terima kasih karena sudah datang, dan membuat Mama bisa tertawa bahagia seperti itu lagi,” ucap Kak Sean. Saat kami akhirnya punya kesempatan duduk berdua, seraya memperhatikan interaksi Mama Sulis dan Kean di Taman samping Rumah.”Ya, aku memang membawa serta Kean ke Rumah ini. Bukan sengaja sebenarnya. Hanya saja, tadi saat aku akan ke sini. Kean terbangun dan rewel sekali tak ingin ditinggalkan. Makanya, sekalian saja kubawa. Toh, ini rumah Neneknya juga, kan?”“Kamu tahu, rasanya saya sudah lama sekali tak melihat Mama tertawa lepas seperti itu,” gumamnya lagi, tak melepaskan sedikitpun pandangan dari Mama Sulis.”Tatapan matanya syarat akan rasa haru, dan binar bahagia yang tak pernah aku lihat selama ini.”Tentu saja

  • Istri Nomor Dua   Bab 53

    “Rara gak tahu, Bund,” ungkapku akhirnya, sambil menunduk lesu. Setelah sebelumnya berpikir cukup lama sesuai titah Bunda barusan.”Entahlah, aku juga bingung mendeskripsikan perasaanku saat ini. Karena jujur saja, hal itu tak pernah aku pikirkan sebelumnya.”Karena bagiku, kebahagiaan Kean itu di atas segalanya, jadi aku tak terlalu memikirkan diriku sendiri. Yang penting Kean bahagia, maka aku pun pasti akan ikut bahagia.”Bukankah saat kita menjadi seorang ibu, itu berarti sudah bukan saatnya egois lagi. Karena kepentingan anak itu di atas segalanya.”Jadi ... apa salah jika aku berpikir demikian dan melupakan keinginan hatiku sendiri?”“Gak tahu siapa yang kamu cintai sebena

  • Istri Nomor Dua   Bab 52

    “Rara gak pernah bilang gitu, Bun!” batahku cepat tanpa sadar, membuat Bunda lumayan berjengit kaget di tempatnya. Melihatnya, aku langsung gelagapan karena merasa bersalah sudah mengagetkan Bunda Karina.“Eh, maaf, Bund. Rara gak maksud ngomong keras sama Bunda,” ucapku kemudian, menyuarakan permintaan Maafku. Bunda hanya tersenyum menanggapinya dan menepuk tanganku satu kali.“Gak papa, Bunda ngerti, kok,” jawabnya pengertian. “Tapi, apa yang kamu bilang barusan ... beneran?” Bunda Karin lalu mengembalikan topik obrolan.“Ah, iya, Bund. Beneran, Kok! Rara gak pernah ngomong kayak gitu sama Ken.” Aku pun mencoba meyakinkan Bunda.“Lho, tapi Kata Ken, waktu itu kamu ngobrol dengan mantan mertuamu dan&mdash

DMCA.com Protection Status